Anda di halaman 1dari 8

Tatalaksana

Cairan
Resusitasi cairan cukup menantang pada kasus syok kardiogenik karena
sulit untuk dinilai, dievaluasi, dan bervariasi tiap kasus. Namun resusitasi cairan
adalah hal pertama yang perlu dipertimbangkan pada SK. Pemeriksaan status
volume yang paling ideal adalah menggunakan kateterisasi jantung kanan pada
saat bersamaan dengan angiografi koroner. Jika tidak dapat dilakukan atau
terdapat penundaan kateterisasi, dan dicurigai pasien mengalami hipovolemia,
dapat dibenarkan melakukan challenge resusitasi dengan kristaloid 250-500 mL
untuk stabilisasi. Dapat juga dilakukan leg raise testuntuk menilai kecukupan
preload.
Oksigenasi dan ventilasi
Oksimetri nadi terus menerus harus digunakan untuk memantau
gangguan pernapasan. Tujuan oksigen bervariasi tergantung pada
komorbiditas pasien, tetapi dalam pengaturan perawatan akut
saturasi oksigen darah >90% dapat diterima.
Ketika bentuk oksigenasi dan ventilasi non-invasif tidak
memadai, diperlukan ventilasi invasif. Volume tidal rendah (5-7
mL/kg berat badan ideal) yang digunakan dalam pengelolaan
sindrom gangguan pernapasan akut dianggap sebagai pelindung
paru-paru dan menurunkan kejadian RVF dari 60% menjadi 25%
pada kelompok pasien ini.36Volume tidal yang rendah
mengoptimalkan aliran darah antara pembuluh darah paru dan
parenkim. Penurunan resistensi di sirkuit paru menurunkan
tekanan pada RV, dibandingkan dengan volume tidal yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, strategi volume tidal rendah
direkomendasikan saat ventilasi mekanis pasien di CS.
Pada fase akut, hipoksemia dan gagal napas dinilai dengan analisis gas
darah untuk menilai rasio PaO2/FiO2 dengan kriteria ringan (rasio P/F ≤300
mmHg), sedang (rasio P/F ≤200 mmHg), dan berat (rasio P/F ≤100 mmHg).
Nilai PaO2 awal yang rendah meningkatkan mortalitas. Sampai dengan 80%
pasien SK membutuhkanventilasi mekanik untuk membantu pertukaran gas
yang efektif. Pada pasien dengan gagal jantung kanan saja, penggunaan
ventilator perlu hati-hati karena mengganggu afterload dan fungsi ventrikel
kanan. Pada pasien dengan edema paru dan gangguan metabolik dan
hemodinamik yang minimal, lebih disarankan menggunakan ventilasi non
invasif (NIV).(Hongisto et al., 2017; Vallabhajosyula et al., 2019)
Sokongan farmakologis
Target MAP minimal 65 mmHg dan dapat dicapai menggunakan
inotropik dan/atau vasopressor. Mirip seperti syok sepsis, target MAP perlu
dipertahankan di ambang 65-70 mmHg, karena MAP yang terlalu tinggi tidak
terbukti memberikan manfaat. Pengecualian dari hal ini adalah apabila pasien
memiliki riwayat hipertensi, maka target MAP dapat ditingkatkan. Target
indeks jantung (cardiac index, CI) adalah >2.2L/mnt/m2 dengan denyut jantung
<100x/mnt dan <110x/mnt untuk kasus atrial fibrilasi.(Levy et al., 2015)
Pilihan pertama vasopressor adalah norepinefrin (NE). NE merangsang
reseptor alfa adrenergik dan sedikit beta adrenergik. Oleh karena itu, NE
menaikkan MAP dengan cara meningkatkan resistensi vaskuler sistemik (SVR).
Denyut jantung dan kontraktilitas tidakterlalu dipengaruhi. Penambahan agen
lain dapat diberikan untuk mengatasi kondisi khusus, apabila terdapat bradikardi
tidak stabil maka dapat digunakan dopamin atau epinefrin. Epinefrin
merangsang kuat baik reseptor alfa maupun beta. Peningkatan MAP terjadi
karena denyut jantung, kontraktilitas, dan SVR yang meningkat. Epinefrin juga
meningatkan resistensi vaskuler paru dan afterload ventrikel kanan. Dopamin
merupakan prekursor NE dan epinefrin. Efeknya terhadap reseptor adrenergik
bervariasi tergantung dosis. Pada dosis rendahopamin menstimulasi reseptor
D2, yang memicu vasodilatasi. Pada dosis intermediet, dopamin menstimulasi
reseptor beta-2 dan menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan denyut
jantung. Efek samping epinefrin dan dopamin adalah mudah terjadi aritmia, SK
refrakter dan risiko mortalitas sehingga penggunaannya sebaiknya pada dosis
terendah dan sesingkat mungkin.(Basir et al., 2022; Levy et al., 2018)
Jika terdapat obstruksi aliran ventrikel kiri atau hipoksemia atau asidosis
refrakter, dapat diberikan vasopressor seperti vasopressin. Vasopressin
merangsang vasokonstriksi perifer dengan berikatan pada reseptor V1 pada otot
halus. Belum ada trial yang membuktikan efektivitasnya pada SK, namun
vasopressin direkomendasikan terutama pada gagal jantung kanan karena tidak
meningkatkan resistensi vaskuler pulmonal secara signifikan.(Levy et al., 2020)
Dobutamin dapat digunakan sebagai inotropik untuk meningkatkan curah
jantung dan disarankan dalam dosis terkecil. SK yang refrakter terhadap
katekolamin dan pasien yang memiliki riwayat penggunaan beta bloker yang
lama dapat diberikan inhibitor fosfodiesterase atau levosimendan. Namun
pemberian obat ini tidak boleh menjadi lini pertama. Pada keadaan SK refrakter
katekolamin, lebih rasional menggunakan sokongan sirkulasi mekanis (MCS)
dibandingkan farmakologis.(Levy et al., 2015; Rui et al., 2017; Werdan et al.,
2021)Milrinon merupakan inhibitor fosfodiesterase-3 yang meningkatkan kadar
monofosfat adenosin siklik (cAMP). Efeknya adalah peningkatankontraktilitas
tanpa peningkatan denyut jantung yang signifikan. Selain itu, milrinon dapat
menyebabkan vasodilatasi arteri pulmonal dan sistemik sehingga mengurangi
preload. Kekurangannya adalah obat ini membutuhkan waktu beberapa jam
untuk bekerja dan pemberiannya perlu hati-hati pada pasien dengan gangguan
ginjal.(Levy et al., 2019).
Revaskularisasi
Pilihan pertama revaskularisasi adalah intervensi koroner perkutan (PCI).
Fibrinolitik digunakan pada pasien SK dengan IMA-EST hanya jika PCI tidak
dapat dilakukan. Pada era PCI, karena tindakan angiografi yang dini, kejadian
SK menjadi lebih rendah, namun mortalitasnya masih tinggi. Baik PCI ataupun
CABG (Coronary Artery BypassGraft) tidak berbeda dalam hal luaran pasien
SK. Namun demikian, CABG jarang dilakukan.(Lauridsen et al., 2020; Thiele
and Zeymer, 2015)Sekitar 80% pasien SK mengalami penyakit koroner multiple
(multivessel disease) yaitu oklusi/stenosis tambahan selain pada arteri yang
berhubungan dengan infark. Pasien ini memiliki risiko mortalitas lebih tinggi
dibandingkan dengan yang mengalami single vessel disease. Meskipun
demikian, trial terakhir menunjukkan PCI multivessel segera tidak memberikan
manfaat pada pasien SK. Revaskularisasi disarankan pada culprit vessel saja
karena konsisten dengan penurunan mortalitas, sedangkan revaskularisasi lesi
lainnya dapat dipertimbangkan di kemudian hari.(Thiele et al., 2019)
Sokongan mekanis
Sokongan sirkulasi mekanis (mechanical circulatory support, MCS) dapat
digunakan pada pasien SK sebagai komplikasi IMA-EST. Perlu diingat bahwa
beberapa penelitian kurang mendukung penggunaan sokongan ini, penggunaan
MCS kebanyakan berdasarkan pengalaman dan peniliain klinisi dan bukti saat
ini masih menyimpulkan MCS tidak memperbaiki luaran klinis pada pasien
dengan gejala berat. Namun demikian, MCS dapat dipertimbangkan untuk
menurunkan kerja ventrikel, meningkatkan perfusi sistemik dan miokard dan
dan membantu memperbaiki hemodinamik selama PCI.(Aissaoui et al., 2020;
Fryer and Balsam, 2019; Henry et al., 2021; Unverzagt et al., 2015)Jenis
perangkat yang digunakan antara lain intra-aortic balloon
pump(IABP),percutaneous ventricular assist device(pVAD), and extracorporeal
life support(ECLS). Belum ada data superioritas di antara perangkat ini,
malahan beberapa penelitian menyebutkan tingkat mortalitas yang lebih besar
pada penggunaan MCS.(Henry et al., 2021; Tewelde et al., 2018)Namun,
pedoman internasional tetap menyarankan penggunaan MCS sementara pada
syok kardiogenik yang refrakter. Europian Society of Cardiology(ESC) dan
American Heart Asscosciation(AHA) merekomendasikan penggunaan left
ventricular assist device (LVAD) atau extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO). IABP direkomendasikan hanya jika terdapat komplikasi mekanis dan
tidak disarankan dilakukan bersama dengan PCI primer. (Keller, 2019; Mach et
al., 2020; O’Gara et al., 2013; Werdan et al., 2021)
MANAJEMEN CICU.
CS adalah salah satu indikasi utama untuk
masuk CICU (50). Perawatan pasien ini pada dasarnya intensif
sumber daya dan kompleks. Meskipun struktur organisasi
yang optimal dan model kepegawaian terus ditentukan, data
yang muncul menunjukkan bahwa kepegawaian "intensitas
tinggi" dengan intensivis jantung khusus atau manajemen
bersama di antara ahli jantung dan intensifi dapat
memberikan pemberian perawatan kritis yang lebih
komprehensif, kolaboratif, dan efektif (51). Seperti yang
diusulkan dalam rekomendasi konsensus American Heart
Association 2017, manajemen CS di CICU membutuhkan
perawatan 24/7 di pusat syok tingkat 1 dengan pemantauan
hemodinamik invasif dan kemampuan untuk memberikan
perawatan sistem multiorgan yang komprehensif (3).
Konsultasi tim kejut multidisiplin yang sedang berlangsung
dapat memfasilitasi eskalasi dan strategi penyapihan di (
Gambar 3)

Anda mungkin juga menyukai