Anda di halaman 1dari 12

Course KEB-1

Deteksi Dini dan Penanganan Kegawatdaruratan pada


Kasus Kehamilan dan Persalinan

Lina Rahmiati, APP., MKes


nita.arisanti@unpad.ac.id

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 0
PENDAHULUAN
Topik ini akan memberikan pedoman tentang penanganan kasus kegawat daruratan pada
ibu hamil dengan PEB/Eklamsi yang merupakan penyebab kematian ibu di Indonesia
tertinggi selain pendarahan dan infeksi. Kejadian kematian ibu sangat ditentukan dari
kualitas pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan dalam hal ini oleh Bidan, 0leh
karena itu diperlukan adanya pedoman praktis bagi tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan ibu.

Penatalaksanaan kasus kegawat daruratan diperlukan standar atau pedoman agar bidan
dapat memberikan asuhan dengan tepat dan sesuai dengan kewenangannya yang
tertuang dalam Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 yang mengatur praktik bidan.

Pernyataan Standar pelayanan Kebidanan :

Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala preeklamsia ringan, preeklamsia
berat, dan eklamsia. Bidan akan mengambil tindakan yang tepat, memulai perawatan,
merujuk ibu dan / melaksanakan penanganan kegawatdaruratan yang tepat

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini peserta dapat :

1. Memahami pengkajian untuk mendeteksi dini kasus kegawat daruratan pada ibu
hamil dengan Preeklampsia/Eklamsi sesuai dengan standar
2. Memahami penatalaksanaan kasus kegawat daruratan pada ibu hamil dengan
Preeklampsia/Eklamsi sesuai dengan standar

MATERI
Definisi

Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu keadaan dimana tekanan darah


sekurangkurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi.

Untuk menentukan diagnosis jika ditemukan tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg)
pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau
protein urin 24 jam.

Faktor predisposisi

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 1
 Kehamilan kembar
 Penyakit trofoblas
 Hidramnion
 Diabetes melitus
 Gangguan vaskuler plasenta
 Faktor herediter
 Riwayat preeklampsia sebelumnya
 Obesitas sebelum hamil

KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan

Diagnosis Tekanan Darah Tanda Lain

Hipertensi Kronik
Hipertensi Kronik Hipertensi Kehamilan < 20 minggu
Superimposed Preeklampsia Hipertensi kronik Proteinuria dan tanda lain
dari preeklampsia
Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi Tekanan diastolik = 90 Proteinuria (-)
mmHg atau kenaikan 15 Kehamilan > 20 minggu
mmHg dalam dua
pengukuran berjarak 1 jam
Preeklampsia ringan Idem Proteinuria 1+
Preeklampsia berat Tekanan diastolik > 110 Proteinuria 2+
mmHg Hiperrefleksia
Gangguan Penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklampsia Hipertensi Kejang

1. HIPERTENSI KRONIK

Definisi

Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah
persalinan

Diagnosis

 Tekanan darah ≥140/90 mmHg

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 2
 Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi pada
usia kehamilan <20 minggu
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
 Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal

Lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi sejak implantasi,
sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti dengan sindroma inflamasi.

Risiko meningkat pada:

 Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)


 Hidramnion
 Diabetes melitus
 Isoimunisasi rhesus
 Faktor herediter
 Autoimun: SLE

Tatalaksana

1. Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalandan anjurkan istirahat
lebih banyak.
2. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap minggu,
jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia
3. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang terhambat,
rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan
4. Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan mengganggu perfusi
serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah yang normal akan memperbaiki
keadaan janin dan ibu.
 Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, berikan
penjelasan bahwa antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya
kaptopril), ARB (misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan
pada ibu hamil. Untuk itu, ibu harus berdiskusi dengan dokternya mengenai
jenis antihipertensi yang cocok selama kehamilan.
 Jika tekanan diastolik >110 mmHg atau tekanan sistolik >160 mmHg,
berikan antihipertensi
 Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan
superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia
5. Berikan suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
6. Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.
7. Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
8. Jika denyut jantung janin <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti
gawat janin.
9. Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan.

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 3
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik

a. Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan20
minggu)
b. Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000sel/uL
pada usia kehamilan > 20 minggu

2. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Definisi

Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang
setelah persalinan

Diagnosis

 Tekanan darah ≥140/90 mmHg


 Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia
kehamilan <12 minggu
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
 Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
 Trombositopenia
 Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan

Tatalaksana

1. Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiapminggu.
2. Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan.
3. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat
untuk penilaian kesehatan janin.
4. Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
5. Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 4
Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia Ringan

a. Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu


b. Tes celup urin menunjukkan proteinuria +1 atau pemeriksaan proteinkuantitatif
menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

Tatalaksana

Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali
seminggu secara rawat jalan:

1. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks patella dan kondisi


janin;
2. Lebih banyak istirahat;
3. Diet biasa;
4. Tidak perlu pemberian obat;

Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:

1. Diet biasa
2. Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari
3. Tidak memerlukan pengobatan
4. Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi
jantung atau gagal ginjal akut

Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan:

Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia berat, periksa ulang
2 kali seminggu. jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali

Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat

Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan

Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat

Preeklampsia Berat

a. Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu


b. Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan proteinkuantitatif
menunjukkan hasil >5 g/24 jam
c. Atau disertai keterlibatan organ lain:
 Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
 Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
 Sakit kepala , skotoma penglihatan

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 5
 Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
 Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
 Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

Eklampsia

a. Kejang umum dan/atau koma


b. Ada tanda dan gejala preeklampsia
c. Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahansubarakhnoid, dan meningitis)

Tatalaksana

Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.

Pengelolaan umum

 Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik
antara 90-100 mmHg, pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16
atau lebih , Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload, Infus
cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam
 Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
 Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
 Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
 Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi
merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

Pengelolaan kejang:

 Ibu hamil dengan eklampsia harus segera dirujuk ke rumah sakit


 Perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dansirkulasi (cairan intravena)
 Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
 Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
 Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen,oksigen)
 Aspirasi mulut dan tenggorokan

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 6
 Beri obat anti kejang (anti konvulsan), MgSO4 diberikan secara intravena kepada
ibu dengan eklampsia (sebagaitatalaksana kejang) dan preeklampsia berat
(sebagai pencegahan kejang).
 Berikan Oksigen 4-6 liter/menit
 Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu keruang ICU (bila
tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilatortekanan positif.

Anti konvulsan

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya
depresi neonatal.

Syarat pemberian MgSO4

 Tersedia Ca Glukonas 10%,


 Frekuensi pernafasan minimal 16x/mnt
 Ada refleks patella
 Jumlah urin minimal0,5ml/kg

Cara pemberian MgSO4

 Berikan dosis awal 4 g MgSO4sesuai prosedur untuk mencegahkejang atau kejang


berulang.
 Sambil menunggu rujukan, mulaidosis rumatan 6 g MgSO4 dalam6 jam sesuai
prosedur.

Cara pemberian dosis awal

 Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) danlarutkan dengan 10 ml


akuades
 Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit
 Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5 g MgSO4(12,5 ml larutan
MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan

Cara pemberian dosis rumatan

 Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkandalam 500 ml larutan
Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikansecara IV dengan kecepatan 28
tetes/menit selama 6 jam, dandiulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang
berakhir(bila eklampsia)

CATATAN

 Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensinadi,


frekuensi pernapasan, refleks patella, dan jumlah urin.

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 7
 Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkanrefleks tendon
patella, dan/atau terdapat oliguria (produksi urin <0,5ml/kg BB/jam), segera
hentikan pemberian MgSO4.
 Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan10%) bolus
dalam 10 menit.
 Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dannilai adanya
perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia,lakukan penilaian awal dan
tatalaksana kegawatdaruratan. Berikankembali MgSO4 2 g IV perlahan (15-20
menit). Bila setelah pemberianMgSO4 ulangan masih terdapat kejang, dapat
dipertimbangkanpemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.

Pemeriksaan penunjang tambahan

 Hitung darah perifer lengkap (DPL)


 Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
 Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
 Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
 Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
 USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janinterhambat)

Lakukan pengawasan ketat.

 Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34dan
37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidakterdapat
hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawatjanin.
 Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,
persalinan dini dianjurkan.
 Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringanyang sudah
aterm, induksi persalinan dianjurkan.

Tidak ada bukti yang menunjukkan manfaat dari pembatasan aktivitas (istirahat di
rumah), pembatasan asupan garam, dan pemberian vitamin C dan E dosis tinggi.

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 8
Gambar 1. Klasifikasi diagnostik Hipertensi dalam kehamilan

DIAGNOSIS BANDING

Hipertensi kronik

Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, akan sulit untuk
membedakan antara preeklampsia dan hipertensi kronik, dalam hal demikian, tangani
sebagai hipertensi karena kehamilan.

Proteinuria

Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin, sehingga terdapat
proteinuria

Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan infeksi Infeksi kandung


kemih, anemia berat, payah jantung dan partus lama juga dapat menyebabkan proteinuria
Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan proteinuria positif palsu

Kejang dan koma

Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria serebral, trauma kepala,
penyakit serebrovaskuler, intoksikasi (alkohol, obat, racun), kelainan metabolisme
(asidosis), meningitis, ensefalitis, ensefalopati, intoksikasi air, histeria dan lain-lain

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 9
KOMPLIKASI

 Iskemia uteroplasenter
 Pertumbuhan janin terhambat
 Kematian janin
 Persalinan prematur
 Solusio plasenta
 Spasme arteriolar
 Perdarahan serebral
 Gagal jantung, ginjal dan hati
 Ablasio retina
 Thromboemboli
 Gangguan pembekuan darah
 Buta kortikal
 Kejang dan koma
 Trauma karena kejang
 Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan

Akibat yang dapat terjadi jika penanganan tidak tepat

 Edema paru
 Infeksi saluran kemih
 Kelebihan cairan
 Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik

CATATAN

 Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah
hipertensi karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin
 Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena
kehamilan belum sepenuhnya terbukti
 Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat.
 Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru

PERSALINAN

 Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan


pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul
 Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam
(pada eklampsia), lakukan bedah Caesar

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 10
Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa:

 Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi


spinal). Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia
dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu
tinggi.
 Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU
dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian
prostaglandin / misoprostol

Perawatan post partum

 Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir
 Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
 Lakukan pemantauan jumlah urin

REFERENSI
1. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan
Dasar Dan Rujukan, Pedoman bagi tenaga Kesehatan. WHO, IBI: Jakarta; 2013.
2. Saifuddin AB, Gulardi HW, Biran A, Djoko W. Buku Panduan Praktis: Jakarta;
2002.

Sesi IV-V – Deteksi Dini Kegawatdaruratan Dalam Asuhan Kehamilan dan Persalinan pada Kasus Pre Eklamsi Berat (PEB) | 11

Anda mungkin juga menyukai