TRAVEL MEDICINE
SKENARIO 2
Disusun Oleh
Nama: M.Irfan Tamar
NPM: 71180811097
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
TAHUN AJARAN 2022/2023
Lembar Penilaian Makalah
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Demam kuning”
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.
M.Irfan Tamar
ii
DAFTAR ISI
Halaman judul
Lembar penilaian...........................................................................................................i
Kata Pengantar..............................................................................................................ii
Daftar isi.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang....................................................................................................1
B. Skenario...............................................................................................................1
C. Rumusan masalah................................................................................................2
D. Manfaat penulisan................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam kuning.....................................................................................................4
B. Penyakit karantina sesuai dengan UU..................................................................6
C. Peran KKP dalam karantina.................................................................................11
D. Epidemiologi penyakit karantina.........................................................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..………...........................................................................................16
B. Saran..……….....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA........……….....……………………………................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pelabuhan merupakan titik simpul pertemuan atau aktifitas keluar masuk
kapal, barang dan orang, sekaligus sebagai pintu gerbang transformasi penyebaran
penyakit serta merupakan ancaman global terhadap kesehatan masyarakat karena
adanya penyakit karantina menular baru (new emerging diseases), maupun
penyakit menular lama yang timbul kembali (re-emerging diseases). Ancaman
penyakit tersebut merupakan dampak negatif diberlakukannya pasar bebas atau era
globalisasi, dan dapat menimbulkan kerugian besar sektor ekonomi, perdagangan,
sosial budaya, maupun politik yang berdampak pada suatu negara atau daerah.
Penularan penyakit dapat disebabkan oleh binatang maupun vektor pembawa
penyakit yang terbawa oleh alat transportasi maupun oleh vektor yang telah ada
dipelabuhan laut atau udara.
Salah satu tugas pokok dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dalam
mencegah masuk-keluarnya penyakit dari atau ke luar negeri adalah melalui
Pengendalian Resiko Lingkungan (PRL) di pelabuhan dan alat transportasi. Upaya
Ini dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit serta
meminimalisasi dampak resiko lingkungan terhadap masyarakat. Usaha-usaha
pengendalian PRL di pelabuhan meliputi sanitasi lingkungan dan pemberantasan
vektor dan binatang penular penyakit.
Pembangunan kesehatan melalui upaya penyehatan lingkungan merupakan
hal mendesak yang harus dilakukan menuju Pelabuhan sehat adalah
melaksanakanpencegahan masuk keluarnya penyakit karantina dan wabah, dan
pelayanan kesehatan terbatas dilingkungan pengendalian dampak kesehatan
lingkungan. Tujuannya untuk mewujudkan rasa aman, nyaman dan sehat terhadap
masyarakat pelabuhatan serta kualitas lingkungan fisik, sosial dan budaya secara
optimal untuk produktivitas dan ekonomi di wilayah.
Kesehatan masyarakat disekitar pelabuhan dapat terganggu melalui berbagai
sumber, salah satu sumber yang cukup signifikan adalah pengelolaan lingkungan
dan kondisi fasilitas sanitasi yang tidak baik, limbah yang berasal dari alat angkut
serta terbawahnya vektor dan binatang penular penyakit. Kapal sebagai alat angkut
melakukan pergerakan dari berbagai negara dan daerah melalui titik simpul seperti
pelabuhan. Sementara pelabuhan merupakan tempat umum yang sangat strategis,
1
mempunyai implikasi besar dan faktor risiko potensial dalam penyebaran
penyakit.
Tempat-Tempat Umum (TTU) merupakan tempat kegiatan bagi umum yang
mempunyai tempat, sarana dan kegiatan tetap yang diselenggarakan oleh badan
pemerintah, swasta dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh
masyarakat (Adriyani, 2005). Setiap aktifitas yang dilakukan oleh manusia sangat
erat interaksinya dengan tempat-tempat umum, baik untuk bekerja, melakukan
interaksi sosial, belajar maupun melakukan aktifitas lainnya. Tempat-tempat
umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit,
pencemaran lingkungan ataupun gangguan kesehatan lainnya. Kondisi lingkungan
tempat-tempat umum yang tidak terpelihara akan menambah besarnya resiko
penyebaran penyakit yang di akibatkan oleh vektor, sehingga perlu dilakukan
upaya pencegahan dengan menerapkan sanitasi lingkungan yang baik.
Aktivitas yang di lakukan oleh para pekerja, pengunjung, pedagang yang
berjualan disekitar pelabuhan dan sarana sanitasi yang tidak baik dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit yang di sebabakan oleh vektor seperti
DBD, Diare, Disentri, Kolera, Tiphus, Cacingan dan Malaria. Untuk mencegah
penularan penyakit oleh vektor di wilayah pelabuhan, dilakukan tindakan
pengendalian (disinseksi/penyemprotan) yang didahului dengan melakukan
survei/pengamatan untuk mengetahui kepadatan populasi vektor.
B. Skenario
Data dari WHO sejak 1 Desember 2016 sampai Februari 2017, sebanyak
1.230 kasus infeksi demam kuning (234 dikonfirmasi, 890 yang dicurigai, dan 106
dibuang). Termasuk 197 kasus kematian (80 dikonfirmasi, 115 yang dicurigai, dan
2 dibuang), telah terdeteksi di 6 negara (Bahia, Espirito Santo, Minas Gerais, Rio
Grande do Norte, Sao Paulo, dan Tocantins).
C. Rumusan Masalah
D. Manfaat Penulisan
Hasil dari makalah ini dapat diharapkan bermanfaat bagi para pembaca
dengan informasi yang ada didalamnya, secara keseluruhan jenis dan
epidemiologi penyakit karantina.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam kuning
1. Defenisi
Demam kuning (yellow fever) adalah penyakit demam akut yang ditularkan
oleh nyamuk. Demam ini dikenali sebagai penyakit untuk pertama kalinya pada
abad ketujuh belas, namun pada tahun 1990 sampai 1901 walter reed dan rekan-
rekannya menemukan hubungan antara virus demam kuning dengan nyamuk
aedes aegypti dan penemuan ini membuka jalan bagi pengendaliann penularan
penyakit demam kuning.
2. Penyebab
3. Patogenesis
4. Pencegahan
pada wilyah non endemis, upaya pencegahan dilakukan pada dua situasi
yaitu pada situasi biasa (bukan kejadian luar biasa) dan situasi kejadian luar biasa
(KLB). secara umum, prinsip pencegahan pada kedua situasi tersebut sama yaitu
melakukan pengendalian vektor dan pemberian kekebalan melalui vaksinasi.
perbedaan keduanya terletak pada tujuan. pada situasi biasa upaya pencegahan
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penularan demam kuning di
negara/wilayah daerah negara endemis dan atau terjangkit kejadian luar biasa
demam kuning. pada situasi KLB upaya pencegahan bertujuan untuk membatasi
penyebaran demam kuning. Berikut adalah bentuk pencegahan, yaitu:
1. pengendalian vektor
a. pengendalian secara fisik/mekanik
b. pengendalian secara biologi
c. pengendalian secara kimiawi
d. pengendalian vektor terpadu
2. pemberian kekebalan pada kelompok risiko tinggi
3. komunikasi risiko pada situasi normal
Vaksin ini diwajibkan oleh WHObagi wisatawan yang berkunjung
keAfrika Selatan. Ulangan vaksinasi setiap10 tahun.
Macam vaksin : virus yang dilemahkan
Efektivitas: tinggi
Rute suntikan : subkutan
Vaksin ini mulai dikenal setelah perang amerika-spanyol dan menjadi
endemik di Kuba, berkaitan dengan masalah sanitasi, dan meningkat angkanya
setelah perang dunia ke II terutama di wilayah Afrika dan menjadi endemik.15
5
Vaksin yellow fever diperoleh dari strain 17D. Pada produksi awal vaksin di
Amerika Serikat dan Brazil 1937-1941, dua derivat utama dari 17D (17D-204 dan
17DD) digunakan untuk produksi vaksin. Vaksin yellow fever ini memiliki angka
serokonversi ± 95% pada anak-anak dan dewasa dan imunitas bertahan hingga 10
tahun.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) UU No. 1 dan UU No. 2 Tahun 1962 Tentang
Karantina Laut dan Karantina Udara, Penyakit Karantina ada 6 Jenis Penyakit.
Jenis-jenis Penyakit Karantina (6 Penyakit):
• Pes (Plague);
• Kolera (Cholera)
• Demam kuning
• Cacar (smallpox)
• Tifus bercak wabahi - Typhus exanthematicus infectiosa (Louse borne typhus)
• Demam balik-balik (Louse borne Relapsing fever)
1. PES
6
b. Gejala Khusus :
i. pembesaran kelenjar getah bening paling sering di daerah
selangkang/inguinal, paling jarang terjadi di daerah ketiak.
ii. pes paru (batuk dengan dahak cair berbercak darah, sesak pernafasan
melemah,gagal nafas, efusi pleura)
Masa Inkubasi : 1 - 7 hari
Cara Penularan :
• Gigitan kutu tikus (Xenopsylla Chepsis), gigitan atau cakaran kucing
• Gigitan pinjal Pulex Iritans
• Gigitan kutu manusia
Tindakan terhdp kapal terjangkit atau tersangka pes adalah:
• Pemeriksaan awak kapal dan penumpang
• Para penderita diturunkan, diisolasi dan dirawat
• Para tersangka diawasi selama-lamanya 6 hari terhitung dari tibanya
kapal di pelabuhan
• Bagasi seorang tersangka serta barang miliknya yang dipakai oleh si
penderita dihapushamakan.
• Seluruh kapal dihapus tikus jika perlu.
2. Kolera
7
komplikasi : dehidrasi, kolaps, gagal ginjal
Managemen Kontak: surveilans terhadap orang yang mengkonsumsi
minuman dan makanan yang sama dengan penderita, selama 5 hari setelah kontak
terakhir. Jika ada kemungkinan adanya penularan sekunder dalam rumah tangga
diberikan terapi kemoprofilaksis.
Investigasi Sumber Infeksi : ditanyakan tentang masukan makanan dan
minuman dalam 5 hari sebelum sakit. Pencarian dengan mengkultur tinja
disarankan untuk anggota rumah tangga atau yang kemungkinan terpajan dari satu
sumber (common source) di daerah yang sebelumnya tidak terinfeksi.
Tindakan terhdp kapal terjangkit atau tersangka kolera adalah
• Pemeriksaan awak kapal dan penumpang
• Para penderita diturunkan, diisolasi dan dirawat
• Penderita dgn tanda-tanda klinis kolera diperlakukan sbg penderita kolera.
• Penumpang dan awak kapal yg mpy surat ket vaksinasi kolera yg berlaku,
diawasi selama 5 hr sjk kapal tiba di pelabuhan.
• Penumpang yg tdk mpy srt ket vaksinasi kolera yg berlaku di isolasi
• Barang-barang seseorg yg tersangka atau barang lain yg disangka
mengandung hama, dihapushamakan.
• Air dan tempatnya di dlm kapal yg dianggap mengandung hama di
hapushamakan.
• Pembongkaran dilakukan di bwh pengawsn dinkes pelabuhan
3. Demam kuning
Etiologi : Flavivirus
Cara Penularan : Siklus penularan di hutan reservoarnya adalah primata dan
nyamuk Haemogogus. Siklus penularan di kota adalah manusia dan nyamuk
Aedes aegypty.
Masa inkubasi : 3 hingga 6 hari
Gejala Klinis : Merupakan infeksi virus akut dengan durasi pendek dan
mortalitas yang bervariasi. Demam mendadak, menggigil, dan nyeri punggung,
mual dan muntah. Denyut nadi lemah dan pelan walau suhu meningkat.
Pengawasan penderita :
• Isolasi : kewaspadaan universal terhadap darah dan cairan tubuh paling sedikit
8
sampai 5 hari setelah sakit, penderita dihindari dari gigitan nyamuk
• Desinfeksi serentak : tidak dilakukan desinfeksi. Rumah penderita dan
sekitarnya disemprot dengan insektisida efektif.
• Imunisasi : bagi mereka yang kontak dengan penderita sebelumnya.
• Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi di semua tempat yang
dikunjungi penderita 3 – 6 hari sebelum mereka sakit.
Tindakan terhdp kapal terjangkit atau tersangka adalah
a. Pemeriksaan awak kapal dan penumpang
b. Pengukuran suhu badan semua penumpang dan awak kapal
c. Penderita demam kuning diturunkan, diisolasi dan dilindungi thdp gigitan
nyamuk
d. Penumpang dan awak kapal lainnya yg memiliki srt vaksinasi demam kuning
yg blm berlaku, diisolasikan sampai srt ketnya berlaku selama-lamanya 6 hr.
e. Kapal hrs msk dlm karantina sampai dinyatakan bebas dr nyamuk aedes
aegypti.
4. Tifus
9
5. Demam balik-balik
6. SARS
10
C. Peran KKP dalam karantina
• Pelaksanaan kekarantinaan.
• Pelaksanaan pelayanan kesehatan.
• Pelaksanaan pengendalian resiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas
batas darat negara.
• Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit berpotensial wabah, penyakit
baru dan penyakit lama yang muncul kembali.
• Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan
kimia.
• Pelaksanaan centra/simpul jejaring, surveilens epidemiologi sesuai penyakit
yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, region, dan internasional.
• Pelaksanaan, fasilitas, dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan
kejadian luar biasa dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra
termasuk penyelenggaraan Kesehatan haji dan perpindahan penduduk.
• Pelaksanaan fasilitas, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara,
pelabuhan, lintas batas darat negara.
• Pelaksana pemberi sertifikat kesehatan OMKABA (obat, makanan, kosmetik,
alat kesehatan, dan bahan adiktif) ekspor dan mengawasi persyaratan
dokumen kesehatan OMKABA impor.
• Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya.
11
• Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehtan di wilayah kerja bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
• Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara,
pelabuhan dan lintas batas darat negara.
• Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara,
pelabuhan dan batas lintas darat negara.
• Pelaksan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan dan surveilans
kesehatan di bandara, pelabuhan dan batas lintas darat negara.
• Pelaksanaan pelatihan teknis bidang Kesehatan dibandara, Pelabuhan dan
batas lintas darat negara.
• Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP.
1. Pes
Di Jawa, kasus pes pertama kali ditemukan di Surabaya pada bulan Oktober
tahun 1910. Persebaran pes ke Jawa ini diduga berasal dari Rangoon Birma. Kasus
di Surabaya ini muncul diperkirakan ketika Pemerintah Belanda membangun
gudang pangan untuk mengantisipasi kekurangan pangan sebelum panen tiba. Dari
Surabaya melalui perantara transportasi kereta api, pada bulan november 1910
penyakit ini mulai menyebar ke daerah Malang bagian selatan tepatnya di distrik
Turen.5 Dari Turen penyakit ini dengan cepat manjalar ke Karanglo dan pada
bulan Maret 1911 dilaporkan hampir semua distrik di Malang, Kediri dan
Surabaya juga mulai terjangkit. Pada akhir tahun yang sama dilaporkan sekitar
2000 orang meninggal dunia akibat terjangkit penyakit ini dan akhir tahun 1912
12
jumlah yang sama juga meninggal dunia. Penyebaran yang cepat ini disebabkan
oleh cepatnya perkembangbiakan tikus, juga disebabkan oleh frekuensi migrasi
dari satu daerah ke daerah lain
2. Kolera
Menurut data epidemiologi global, kolera lebih sering ditemukan di negara
berkembang. Insiden penyakit ini di negara industrial telah menurun karena
adanya sistem sanitasi pengolahan air yang baik. Angka kejadian kolera yang pasti
juga sulit diketahui karena mayoritas insidennya terjadi di area terpencil di negara
berkembang yang tidak memiliki sistem diagnosis dan pelaporan yang
adekuat.Berdasarkan data WHO, terdapat 1,2 juta kasus kolera pada tahun 2017
dengan angka fatalitas sebesar 5.654 di seluruh dunia. Sekitar 84% kasus kolera
global dan 41% kematian akibat kolera di seluruh dunia dilaporkan terjadi di
Yemen.
Jumlah kasus dalam laporan WHO ini masih belum menyeluruh karena
masih banyak negara yang belum melaporkan kejadian dan mortalitas kolera. Hal
ini diduga terjadi karena kurangnya sistem surveilans dan adanya penutupan kasus
kolera oleh negara tertentu untuk mencegah penurunan turisme dan industri
ekspornya.[5]
Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera yang pernah dilaporkan di Indonesia
tercatat terjadi pada bulan April hingga Agustus 2008 di Kabupaten Paniai dan
Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Kejadian ini menelan korban 105 jiwa. Setelah
itu, tidak didapatkan laporan terbaru mengenai jumlah kasus kolera di Indonesia
hingga saat ini.
3. Cacar
Pada Abad Pertengahan, cacar menyerang secara berkala di Eropa, menjadi
endemis setelah jumlah dan perpindahan penduduk meningkat pada zaman Perang
Salib. Pada abad ke 16 cacar melanda sebagian besar Eropa. Di India, China, dan
Eropa, cacar terutama menjangkiti anak-anak, dengan epidemi berkala yang
menyebabkan kematian 30% dari yang terinfeksi. Pada 1545 epidemi cacar di Goa,
India, menelan korban 8.000 anak meningga. Secara epidemiologis timbulnya
cacar di Eropa memiliki arti penting, sebab gelombang eksplorasi dan kolonisasi
yang terus menerus dilakukan orang-orang Eropa pada abad ke 16 telah
menyebarkan penyakit itu ke seluruh dunia. Selama abad ke 18 penyakit ini
membunuh sekitar 400.000 penduduk Eropa per tahun (meliputi masa
13
pemerintahan lima kerajaan), dan menyebabkan sepertiga di antaranya buta. Pada
akhir abad ke-18, sekitar 400,000 orang meninggal setiap tahun di seluruh dunia
karena cacar. Dalam sebuah survei yang dilakukan di Vietnam pada tahun 1898,
95% anak remaja yang bopeng dan sembilan persepuluh dari kebutaan semuanya
dianggap berasal dari cacar. Pada awal tahun 1950 -150 tahun setelah pengenalan
vaksinasi- sekitar 50 juta kasus cacar terjadi di dunia setiap tahunnya, angka
tersebut turun menjadi sekitar 10-15 juta pada tahun 1967 dan 2 juta meninggal
tahun itu. Satu studi cacar setelah kasus di Eropa dan Kanada (1950-1971)
menunjukkan angka kematian 52% pada orang yang tidak divaksinasi, 1,4% pada
mereka yang divaksinasi hingga 10 tahun sebelum paparan, dan hanya 11% pada
mereka yang lebih dari 20 tahun vaksinasi sebelum pajanan. Untuk kelompok usia
10-49 tahun, tingkat kematian adalah 49% pada orang yang tidak divaksinasi dan
4,3% pada mereka yang divaksinasi 20 tahun sebelumnya. Berikut ini data kasus
penyakit cacar yang tersebar diberbagai benua diseluruh dunia.
4. Demam kuning
Tingkat kematian penyakit ini berkisar 20-50%, namun pada kasus berat
dapat melebihi 50%. Belum ditemukan pengobatan spesifik untuk penyakit ini.
Pada situasi kejadian luar biasa (KLB), vaksinasi diprioritaskan bagi
masyarakat di wilayah terjangkit KLB yang belum mendapatkan imunisasi.
Penyakit Demam Kuning paling sering terjadi di Afrika dan Amerika
Selatan. WHO mencatat terdapat 46 negara di kawasan Afrika dan Amerika
tergolong sebagai negara endemis Demam Kuning.
Situasi epidemiologi Demam Kuning berbeda di setiap benua, meskipun
penyakit ini disebabkan oleh virus yang sama. Di Amerika Selatan, Demam
Kuning banyak menyerang pekerja hutan. Di Afrika, menyerang populasi di
daerah pedesaan dan perkotaan dengan cakupan imunisasi rendah.
WHO mencatat terdapat 46 negara di kawasan Afrika dan Amerika
tergolong sebagai negara endemis Demam Kuning. Pada dua tahun terakhir terjadi
dua KLB yang cukup besar, di akhir tahun 2015 sampai awal tahun 2016 terjadi di
Angola dan Demokratik Republik Kongo yang kemudian menyebar ke beberapa
negara seperti Kenya, Republik of China, dan Uganda. Pada akhir 2016 terjadi
KLB di Brazil yang berawal dari Minas Gerais (MG) state yang kemudian
menyebar ke states lainnya yang berbatasan yaitu Sao Paulo, Esprito Santo, Bahia,
dan Tocantins dengan CFR 35,8%.
14
BAB III
A. Kesimpulan
Demam kuning adalah infeksi virus akut yang menyebabkan kerusakan pada
saluran hati, ginjal, jantung dan gastrointestinal. Virus ini berupa sebuah virus
RNA sebesar 40 hingga 50 nm dengan indera positif dari genus Flavivirus, dari
keluarga Flaviviridae. Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke
manusia melalui gigitan nyamuk betina (nyamuk Aedes aegypti, dan spesies lain).
Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia, dan kemudian menginfeksi
sel-sel darah putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam
darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 3-5 hari
sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada
di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain yang
selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Virus bereplikasi dalam
kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali kepada
manusia lainnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya. Satu-
satunya makhluk yang ditunggangi virus ini adalah primata dan beberapa spesies
nyamuk. Demam kuning dapat menyebabkan gejala mirip flu, menguning baik
dari kulit dan bagian putih mata, yang dapat menyebabkan kematian.
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Silva, N. I. O., Sacchetto, L., de Rezende, I. M., Trindade, G. D. S., LaBeaud, A. D.,
de Thoisy, B., & Drumond, B. P. (2020). Recent sylvatic yellow fever virus
transmission in Brazil: the news from an old disease. Virology journal, 17(1), 1-12.
2. Chen, L. H., & Wilson, M. E. (2020). Yellow fever control: current epidemiology and
vaccination strategies. Tropical Diseases, Travel Medicine and Vaccines, 6(1), 1-10.
3. Zuckerman JN. Travel medicine. BMJ 2002; 325: 260-4. 8.
4. Hill DR. Travel clinics in the United States and Canada. In: DuPont HL. Steffen R.
Textbook of travel medicine and health. 2nd ed. Hamilton: BC Decker Inc, 2001: 52-
57. 9.
5. Steffen R, Rickenbach M, Wilhelm U, Helminger A, Schar M. Health problems after
travel to developing countries. J Infect Dis 1987;156:84- 91. 11.
6. Ryan ET, Wilson ME, Kain KC. Illness after international travel. N Engl. J Med
2002;347(7): 505-16. 12.
7. Schiff AL. Travel industry and medical professional. In: DuPont HL Steffen R.
Textbook oftravel medicine and health. 2nd ed. Hamilton: BC Decker Inc, 2001 : 11-
15. Effendy, E. (2021).
16