SKENARIO 2
DEMAM KUNING
71190811028
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum wr.wb
Puji syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas SKENARIO ini dengan baik. Dalam
penyelesaian makalah ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang saya
miliki, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah kami harapkan
demi dan untuk pengembangan makalah ini kedepan.
Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan makalah ini.
Harapan saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya dan sekaligus dapat menambah pengetahuan.
Wassalamuallaikum wr.wb
Hormat Saya,
1 Ada Makalah 60
2 Kesesuaian dengan LO 0 - 10
4 Pembahasan Materi 0 - 10
TOTAL
NB : LO = Learning Objective
Dinilai Oleh :
2.1SKENARIO .......................................................................................................... 7
1. Mahasiswa mampu mengetahui penyakit-penyakit karantina sesuai UU
kekarantinaan
2. Mahasiswa mampu mengatahui epidemiologi penyakit-penyakit karantina
3. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi penyebab dan pathogenesis demam kuning
sebagai salah satu penyakit karantina
4. Mahasiswa mampu memahmi dan menjelaskan peran Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) dalam karantina demam kuning
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan vaksinasi demam kuning
BAB III PENUTUP
3.1. KESIMPULAN .................................................................................... 18
3.2 SARAN ................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 19
5
BAB I
PENDAHULUAN
1. PENYAKIT KARANTINA
a. PES
Sampar (Pes)
2
9
tikus yang terjangkit penyakit pes. Penyakit ini pertama kali berjangkit di Pelabuhan
Surabaya, kemudian menyebar ke daerah Pasuruan, Malang, Kediri, Madiun,
Surakarta, Boyolali, Magelang, dan Yogyakarta. Pada tahun 1919, penyakit ini
menyebar ke wilayah Jawa Tengah melalui Pelabuhan Semarang. Di tahun 1922,
penyakit ini masuk ke Bumiayu melalui Pelabuhan Tegal. Dua tahun kemudian,
penyakit ini menyebar ke wilayah Jawa Barat melalui Pelabuhan Cirebon. Di tahun
1927, penyakit pes mewabah di daerah Pasuruan, dengan jumlah korban yang cukup
besar. Pemberantasan penyakit pes menggunakan racun serangga berupa ”DDT
Spraying” mulai dilakukan tahun 1952 dan membawa hasil yang sangat memuaskan.
Di akhir tahun 1960 dan di tahun 1961 tidak lagi dilaporkan adanya kasus pes
(Kandun, 2007).
b. Kolera
Manifestasi klinis trias demam kuning meliputi ikterus, perdarahan dan albuminuria.
Komplikasi dapat menyebabkan kelainan jantung dan radang otak.24 Wisatawan merupakan
kelompok berisiko terinfeksi bila pergi ke negara atau daerah yang berisiko terjadi penularan
demam kuning. Secara umum insiden demam kuning pada wisatawan adalah sangat rendah ( <
0.1 per 100.000 populasi) akan tetapi angka kematiannya sangat tinggi yaitu sekitar 50%,
sehingga perlu vaksinasi untuk setiap wisatawan yang pergi ke daerah tersebut.
11
d. Cacar
Varicella merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus varicella – zoster
yang sangat menular. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia. Penularan penyakit ini melalui
droplet, aerosol melalui kontak langsung maupun tidak langsung.
Penyakit ini pada anak-anak biasanya ringan, namun pada orang dewasa dapat menjadi
lebih serius. Manifestasi penyakit ini ditandai oleh demam dan malaise yang diikuti oleh gatal,
rash vesicular. Varicella dapat menjadi berat dan fatal pada bayi dan individu
imunokompromise.
e. Tifus
Tifus adalah penyakit infeksi yang mudah menular. Penyakit ini menular melalui
konsumsi makanan atau minuman yang terinfeksi bakteri Salmonella, dan paling banyak
ditemukan di wilayah dengan sanitasi buruk dan akses air bersih yang terbatas. Dengan masa
inkubasi 3 – 6 hari. Gejala klinis adalah infeksi virus akut dengan durasi pendek dan mortalitas
yang bervariasi. Demam, menggigil, dan nyeri punggung. Pencegahan dengan imunisasi aktif
bagi semua orang (bayi 9 hulan ke atas). Tipus epidemik banyak terjadi di Amerika Tengah,
Amerika Selatan, Afrika, dan Cina Utara. Penderita tipus epidemik yang telah sembuh masih
berisiko terinfeksi kembali di kemudian hari.
Ditandai demam berlangsung 2-9 hr diikuti periode tanpa demam selama 2-4 hari.
Jumlah kekambuhan bervariasi dari 1-10x bahkan lebih. Dengan masa inkubasi 5 – 15 hari,
biasanya 8 hari. Pencegahan dengan memberantas tungau, menggunakan APD, dan antibiotik
setelah terpajan. Biasanya penyakit ini dapat ditemukan di negara-negara berkembang terutama
dalam keadaan perang, bahaya kelaparan dan . Masalah kesehatan yang serius di wilayah
Afrika Timur dan Tengah terutama pada dataran tinggi Ethiopia dan umumnya bersifat
endemik selama tahun 1997-2002 adalah sebanyak 197 kasus, sebagian besar pada anak-anak
dengan angka kematian 6,4%.
g. SARS
Merupakan sindroma pernafasan akut berat yang merupakan penyakit infeksi pada
jaringan paru manusia. Penyebab SARS adalah Corona virus atau Parimoxyviridae virus.
Etiologi ini sebagai temuan awal yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut para ahli.
Berdasarkan penelitian sementara ditetapkan masa inkubasi 3-10 hari. Cara penularan penyakit
melalui kontak langsung dengan penderita SARS baik karena berbicara, terkena percikan batuk
atau bersin (“Droplet Infection”). Periode aman dari kemungkinan terjadinya penularan pada
unit pelayanan atau pada kelompok masyarakat yang terjangkit KLB SARS adalah setelah
lebih dari 14 hari sejak kasus terakhir dinyatakan sembuh.
13
3. DEMAM KUNING
a. Definisi
Demam Kuning merupakan penyakit virus yang mungkin membawa maut, yang ditularkan
oleh nyamuk di bagian tertentu Amerika Selatan dan Afrika. Imunisasi diperlukan bagi
pengunjung ke tempat tersebut.
b. Gejala
Gejala infeksi termasuk demam mendadak, kedinginan, sakit otot, sakit punggung,
sakit kepala, mual dan muntah tidak sampai enam hari setelah virus memasuki
tubuh. Setelah tiga sampai empat hari kebanyakan pasien semakin sembuh dan
gejalanya hilang.
Namun, kira-kira 15% pasien kemudian akan mengalami pendarahan (dari mulut,
hidung dan mata dan/atau perut), sakit kuning (kulit dan mata menjadi kuning),
sakit perut dengan muntah dan masalah fungsi ginjal. Separuh dari pasien ini
sembuh tetapi separuh lagi meninggal dalam waktu 10-14 hari setelah gejala-gejala
ini timbul.
c. Penularan
Manusia dan monyet merupakan binatang utama yang terinfeksi oleh virus ini
Spesies nyamuk tertentu yang dikenal sebagai Aedes aegypti perlu untuk
menularkan virus ini
Memakan waktu tiga sampai enam hari untuk penyakit ini mulai setelah seseorang
digigit nyamuk yang terinfeksi Orang yang terinfeksi dapat menularkan infeksi ini
kepada nyamuk selama sampai 5 hari setelah gejala timbul
Infeksi ini tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang atau dari binatang
ke manusia.
4. PERAN KANTOR KESEHATAN PELABUHAN
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
• Unit pelayanan kesehatan yang melaksanakan upaya preventif dan promotif, dan kuratif
15
• Tugas pokok : melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit menular, penyakit
potensial wabah, surveilans epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan
lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA (Obat, Makanan, Kosmetika,
Alat Kesehatan dan Bahan Adiktif) serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit
yang muncul kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di
wilayah kerja bandara, pelabuhan dan lintas batas darat negara (Kemenkes, 2008: 2).
Tindakan Karantina
Tindakan Karantina, terdiri atas:
1. Karantina Tindakan pembatasan, pemeriksaan, dan/atau pemberian profilaksis
terhadap alat angkut, orang, dan barang yang dicurigai menjadi sumber penularan
penyakit potensial wabah, termasuk orang yang dicurigai karena memiliki riwayat
bepergian dari wilayah/negara terjangkit selama 2 (dua) kali masa inkubasi.
2. Isolasi Tindakan pemisahan, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan medik
penunjang terhadap alat angkut, orang, dan barang yang teridentifikasi menderita
penyakit menular potensial wabah.
3. Penyehatan Alat Angkut Tindakan pembatasan, pengurangan, dan/atau
pemberantasan faktor risiko melalui dekontaminasi, deratisasi, disinseksi, dan
disinfeksi, serta tindakan lainnya yang berguna untuk memutus mata rantai
penularan penyakit menular potensial wabah.
Yellow Fever. Pada penumpang dan awak alat angkut yang tidak memiliki bukti sertifikat
vaksinasi Demam Kuning maka maka dilakukan karantina sekurang-kurangnya 6 hari,
dilakukan vaksinasi dan diterbitkan sertifikat vaksinasi Demam Kuning
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit penyakit menular
menular dalam masyarakat masyarakat yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka. Jenis-jenis penyakit menular diantaranya seperti pes,
kolera, demam kuning, tifus, demam bolak balik dan SARS. Pencegahan dilakukan salah
satunya dari pihak KKP, yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Kementerian Kesehatan dan berada serta bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal
PP dan PL, berperan dalam pencegahan masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial
wabah, surveilans epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan
lingkungan, pelayanan kesehatan terbatas di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas
batas darat negara, serta pengawasan Obat, Makanan, Kosmetika, Alat Kesehatan, Dan
Bahan Berbahaya (OMKABA).
B. SARAN
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap agar kita senantiasa memiliki gaya hidup
yang sehat. Dan juga bagi dokter yang kelak bekerja agar dapat mengetahui seluk beluk
bagaimana menulis penelitian dengan baik dan benar yang pada akhirnya dapat
menyelesaikan permasalahan dengan baik dan benar.
19
DAFTAR PUSTAKA
Merati, K. T. P., & Utama, I. M. S. (2019). Buku Ajar Travel Medicine. Udayana University
Press.
Oktaviarini, E., Hadisaputro, S., Suwondo, A., & Setyawan, H. (2019). Beberapa Faktor yang
Berisiko Terhadap Hipertensi pada Pegawai di Wilayah Perimeter Pelabuhan (Studi Kasus
Kontrol di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang). Jurnal epidemiologi kesehatan
komunitas, 4(1), 35-44.