Anda di halaman 1dari 33

PENERAPAN

SASARAN KESELAMATAN PASIEN Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar

DI KLINIK Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif

Meningkatkan Keamanan Obat-Obatan Yang Harus


Diwaspadai

Memastikan Lokasi Pembedahan Yang


Benar, Prosedur Yang Benar,
Pembedahan Pada Pasien Yang Benar

Mengurangi Risiko Infeksi Akibat

Dr. Fauzy Masjhur, SH, MKes, SH, MH Perawatan Kesehatan

Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat


Terjatuh
MAKSUD DAN TUJUAN

• SASARAN KESELAMATAN PASIEN MERUPAKAN


BAGIAN UTAMA DARI UPAYA KESELAMATAN
PASIEN.
• PENERAPAN SKP DALAM PELAYANAN DAN ASUHAN
PASIEN DI KLINIK BERTUJUAN AGAR KLINIK
PENERAPAN MEMPERHATIKAN ASPEK-ASPEK STRATEGIS
DALAM PELAYANAN YANG BISA MEMBERIKAN
SKP DI KLINIK PENGARUH KEPADA KESELAMATAN PASIEN.
• PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI
KLINIK SESUAI DENGAN CAKUPAN PELAYANAN
YANG DILAKUKAN SEHINGGA PENANGGUNG
JAWAB KLINIK HARUS MENETAPKAN PEDOMAN
PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN.
DASAR HUKUM

PENERAPAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2017
TENTANG
KESELAMATAN PASIEN

SKP DI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

KLINIK Menimbang : a. bahwa


pelayanan
dalam

diinginkan
rangka
kesehatan,

di fasilitas
meningkatkan
dibutuhkan

pelayanan
tindakan
komprehensif dan responsif terhadap kejadian tidak
kualitas

kesehatan
yang

agar
kejadian serupa tidak terulang kembali;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan pelayanan di fasilitas
pelayanan kesehatan, sehingga perlu disempurnakan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Keselamatan Pasien;
IDENTIFIKASI PASIEN
DENGAN BENAR

MENGURANGI RISIKO PENINGKATAN


CIDERA PASIEN KOMUNIKASI YANG
AKIBAT JATUH EFEKTIF

PENERAPAN
SKP DI KLINIK
MENGURANGI RISIKO MENINGKATKAN
INFEKSI AKIBAT KEAMANAN OBAT-
PERAWATAN OBATAN YANG
KESEHATAN HARUS DIWASPADAI

KEPASTIAN TEPAT
POSISI, TEPAT
PROSEDUR, TEPAT
PASIEN OPERASI
ELEMEN PENILAIAN
1. Ada prosedur yang ditetapkan klinik dalam penerapan Sasaran
Keselamatan Pasien meliputi poin 1 s.d 6 yang ada di maksud dan
tujuan (R)
2. Tersedia bukti identifikasi pasien sebelum intervensi kepada pasien
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (O,W)
3. Tersedia bukti pelaksanaan komunikasi efektif yang
PENERAPAN didokumentasikan di rekam medis pasien (D)
SKP DI KLINIK 4. Tersedia bukti pengelolaan keamanan obat risiko tinggi (O)
5. Tersedia bukti penandaan sisi operasi/tindakan invasif dan
pelaksanaan Surgical Safety Checklist yang didokumentasikan di
rekam medis pasien (D,W)
6. Staf klinik mampu menjelaskan lima momen dan mempraktikkan
langkah kebersihan tangan sesuai ketentuan WHO (W,S)
7. Ada bukti penerapan pencegahan pasien jatuh (D,O,W)
Ep 1.
ADA PROSEDUR YANG DITETAPKAN KLINIK DALAM PENERAPAN
SASARAN KESELAMATAN PASIEN MELIPUTI POIN 1 S.D 6 YANG ADA
DI MAKSUD DAN TUJUAN (R)

PENERAPAN
SKP 1
DI KLINIK
EP 2 :
TERSEDIA BUKTI IDENTIFIKASI PASIEN SEBELUM INTERVENSI
KEPADA PASIEN SESUAI DENGAN KEBIJAKAN DAN PROSEDUR YANG
DITETAPKAN. (O,W)

• Identifikasi pasien dengan benar bertujuan untuk memastikan


ketepatan pasien yang akan menerima layanan dan menyelaraskan
layanan atau tindakan yang dibutuhkan pasien.
• Identifikasi harus dilakukan minimal menggunakan dua identitas
PENERAPAN
yang ada misalnya nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir
SKP 1 dan nomor induk kependudukan (nik).
DI KLINIK • Identifikasi dilakukan setiap keadaan terkait intervensi kepada pasien
misalnya sebelum memberikan pelayanan, prosedur diagnostic,
pemberian obat pemberian diet dan identifikasi terhadap pasien
koma.
Kapan melakukan identifikasi
menggunakan minimal 2 identitas?

PENERAPAN
SKP 1 a. Setiap
pemberian
b. tindakan c. sebelum d. Menyajikan
prosedur (mis: tindakan
DI KLINIK pelayanan
memasang jalur
intravena/
diagnostik
(mis
makanan pasien

hemodialisis, mengambil
tindakan bedah darah dan
minor); spesimen lain
untuk
pemeriksaan
lab, tindakan
radiologi
diagnostik).
CARA IDENTIFIKASI PASIEN

Cara untuk mengidentifikasi pasien:


 nama pasien
 nomor rekam medis
 tanggal lahir
 gelang identitas pasien dengan bar-code, dll
PENERAPAN Dilarang identifikasi dg nomor kamar pasien atau
SKP 1 lokasi

DI KLINIK
IDENTIFIKASI PASIEN SECARA BENAR

PENERAPAN
SKP 1
IDENTITAS PASEIN
DI KLINIK GELANG NAMA (NAMA, NO RM, UMUR)
MINIMAL 2 IDENTITAS PASIEN
❑ Gelang Identitas : Pink untuk wanita, Biru untuk Pria
❑ Pemasangan Gelang Identitas untuk semua Pasien Rawat Inap dan Pasien
Rawat jalan yg akan dilakukan Prosedur / Tindakan Invasif
❑ Pemasangan gelang identitas diutamakan pada ekstremitas yg tidak
terpasang infus
❑ Beri informasi ke pasien bahwa petugas kesehatan akan selalu menanyakan
nama dan tanggal lahir , sebelum melakukan tindakan, pemberian obat
IDENTIFIKASI PASIEN PADA SITUASI KHUSUS

• Pasien koma
• Bayi baru lahir yang tidak segera diberi nama
• Pasien pada saat terjadi darurat bencana.
• Saat digunakan dalam pelabelan. mis, sampel darah
PENERAPAN
dan sampel patologi, nampan makanan pasien, label
SKP 1
ASI yang disimpan untuk bayi yang dirawat di Klinik
DI KLINIK
Ep. 3:
TERSEDIA BUKTI PELAKSANAAN KOMUNIKASI EFEKTIF YANG
DIDOKUMENTASIKAN DI REKAM MEDIS PASIEN (D,O,W)

• Komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat


waktu, akurat, lengkap, tidak membingungkan dan
dipahami antar tenaga kesehatan yang malakukan
pelayanan.
• Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik atau
PENERAPAN tertulis.
SKP 2 • Klinik harus menetapkan dan menerapkan kebijakan
dan prosedur komunikasi efektif
DI KLINIK
1. Metode komunikasi saat menerima instruksi melalui telpon :
“menulis / menginput ke komputer - membacakan – konfirmasi
kembali”.
Konfirmasi harus dilakukan saat itu juga melalui telpon untuk
menanyakan apakah “yang dibacakan” sudah sesuai dengan instruksi
yang diberikan.
Pada Read back dilengkapi dengan pengulangan kembali informasi
penting sehingga dapat memastikan tindak lanjut perawatan pasien dan
mengurangi resiko kesalahan dalam perawatan pasien
Metode komunikasi saat melaporkan kondisi pasien kepada DPJP
PENERAPAN dapat menggunakan : SBAR.
SKP 2 TBAK : Saat menerima instruksi
2. Metode komunikasi saat melaporkan nilai kritis pemeriksaan
DI KLINIK diagnostik melalui telpon :
“menulis / menginput ke komputer – membacakan – konfirmasi
kembali” .
• Hasil kritis : pasien rawat jalan maupun rawat inap.
• Pasien R.Inap pelaporan hasil kritis dapat dilaporkan melalui perawat
dan dilaporkan ke DPJP yang meminta pemeriksaan.
• Rentang waktu pelaporan hasil kritis ditentukan < 30 menit sejak
hasil di verifikasi oleh PPA yang berwenang di unit pemeriksaan
penunjang diagnostik.
3. Metode komunikasi saat serah terima distandarisasi pada jenis
serah terima yang sama mis. antara ruangan di Rawat inap.
• Untuk jenis serah terima yang berbeda, dapat menggunakan metode,
formulir dan alat yang berbeda. Misalnya :
• serah terima dari IGD → ruang RI dapat berbeda dengan serah
terima dari OK → ke unit intensif ;

PENERAPAN
• Jenis serah terima (handover) di Klinik tdd :
SKP 2 a. antara PPA saat pergantian shift (mis., antar dokter, dokter →
perawat, antar perawat,
DI KLINIK b. antara unit perawatan yang berbeda di Klinik (mis. dari IGD ke
ruang perawatan atau dari IGD ke OK);
c. dari ruang perawatan pasien ke unit layanan diagnostik seperti
radiologi atau fisioterapi;

Metode, formulir dan alat bantu ditetapkan sesuai jenis komunikasi,


dilakukan secara konsisten dan lengkap.
PENERAPAN
SKP 2
DI KLINIK
MELAPORKAN KONDISI PASIEN DENGAN SBAR
Situasi
 Pasien An , 3 thn, tanggal lahir 21 Juli 2018, dirawat di, saat ini
mengalami hipertermi dengan suhu 40C
Backround :
 Pasien masuk rumah sakit 2 hari yang lalu dengan riwayat, demam naik
tiap malam , turun bila diberi antipiretik. Riwayat kejang 2 x selama
PENERAPAN dirawat dan terakhir kejang pukul 9 pagi ini saat suhu mencapai 40Ci.
Pasien saat ini baru mendapatkan antipiretik 1 jam yang lalu
SKP 2
DI KLINIK Assessment:
Pasien masih hipertermi dengan risiko terjadi kejang lagi

Recommendation:
Mohon segera datang, apakah diperlukan terapi tambahan

5/12/22 Stempel 16
Ep 4.
MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS
DIWASPADAI

Obat yg Perlu diwaspadai : obat yang sering menyebabkan KTD atau


kejadian sentinel
Obat yg Perlu diwaspadai :
1. NORUM/ LASA.
PENERAPAN 2. Elektrolit konsentrat
Kesalahan bisa terjadi:
SKP 3 

1. Secara tidak sengaja
2. Bila perawat tidak mendapatkan orientasi sebelum ditugaskan
DI KLINIK  3. Pada keadaan gawat darurat
LASA (LOOK ALIKE SOUND ALIKE)/
NORUM ( NAMA OBAT RUPA MIRIP)

▪ metronidazole ▪ metFORMin
▪ amlodipine ▪ amITRIPtilin
▪ vinblastine ▪ vinCRIStine
PENERAPAN ▪ glimepiride ▪ gliBENclamide
▪ as.MEFEnamat ▪ as. TRANexamat
SKP 3
DI KLINIK

Tulis yang berbeda dengan huruf KAPITAL


TINGKATKAN KEAMANAN UNTUK PEMBERIAN OBAT

 Lasa/Norum
 Check back
 5 benar
PENERAPAN  Jangan gunakan singkatan
SKP 3
DI KLINIK
Tingkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai

Pindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan


pasien ke farmasi.

PENERAPAN FKTP punya Kebijakan dan atau prosedur


 Daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan
SKP 3 data yang ada di rumah sakit
DI KLINIK  identifikasi area mana saja yang membutuhkan
elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar
operasi
 pemberian label secara benar pada elektrolit
 penyimpanannya di area tersebut, sehingga
membatasi akses untuk mencegah pemberian yang
tidak disengaja / kurang hati-hati.
Ep 5
TERSEDIA BUKTI PENANDAAN SISI OPERASI/TINDAKAN INVASIF DAN
PELAKSANAAN SURGICAL SAFETY CHECKLIST YANG
DIDOKUMENTASIKAN DI REKAM MEDIS PASIEN (D,W)
 Klinik menetapkan prosedur yang seragam untuk: pemberian tanda di
tempat operasi, proses verifikasi praoperasi dan pelaksanaan Surgical
Safety Checklist meliputi:

A. Fase Sign In
PENERAPAN Fase Sign In adalah secara verbal memeriksa apakah identitas pasien telah
SKP 4 dikonfirmasi, prosedur dan sisi operasi sudah benar, sisi yang akan dioperasi

DI KLINIK telah ditandai dan persetujuan untuk operasi telah diberikan


B. Fase Time Out (samakan dengan standar dan instrument Puskesmas)
Fase Time Out adalah jeda yang dilakukan di lokasi tempat prosedur akan
dilakukan, tepat sebelum memulai prosedur, dan melibatkan seluruh tim yang
akan melakukan tindakan operasi atau invasif
C. Fase Sign Out
Fase Sign Out adalah fase meninjau operasi yang telah dilakukan.
Protokol umum (Universal protocol) untuk pencegahan salah
sisi, salah prosedur dan salah pasien pembedahan :
PENERAPAN 1. Proses verifikasi sebelum operasi
SKP 4 2. Penandaan sisi operasi;
DI KLINIK 3. Time-out dilakukan sesaat sebelum memulai tindakan.
PENANDAAN SISI OPERASI
• Penandaan sisi operasi hanya ditandai pada :
• semua kasus yang memiliki dua sisi kiri dan kanan
(lateralisasi),
• struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau
• multiple level (tulang belakang).

PENERAPAN • Penandaan sisi operasi :


• oleh PPA yang akan melakukan tindakan;
SKP 4 • dibuat saat pasien terjaga dan sadar jika
DI KLINIK memungkinkan,
• harus terlihat sampai pasien disiapkan.
• Tanda “X” tidak digunakan sebagai penanda karena dapat
diartikan sebagai “bukan di sini” atau “salah sisi”
• Tanda yang dibuat harus seragam dan konsisten digunakan
di Klinik
Time Out
• Dilakukan sesaat sebelum tindakan dimulai, dihadiri semua
anggota tim. Selama time-out, tim menyetujui komponen
sbb:

• Benar identitas pasien


• Benar prosedur yang akan dilakukan
PENERAPAN • Benar sisi operasi/ Tindakan invasif
SKP 4 • Time-out dilakukan di tempat di mana tindakan akan
dilakukan dan melibatkan secara aktif seluruh tim bedah.
DI KLINIK
• Pasien tidak berpartisipasi dalam time-out. Keseluruhan
proses time-out didokumentasikan : tanggal dan jam time-out
selesai.

• RS menentukan bagaimana proses time-out


didokumentasikan.
Sign Out
• Sign-out dilakukan ditempat tindakan berlangsung sebelum
pasien meninggalkan ruangan. Pada umumnya, perawat
sebagai anggota tim melakukan konfirmasi secara lisan
untuk komponen sign-out sbb :
• Nama tindakan operasi / invasif yang dicatat / ditulis
PENERAPAN • Kelengkapan perhitungan instrumen, kasa dan jarum
SKP 4 (bila ada)
• Pelabelan spesimen (ketika terdapat spesimen selama
DI KLINIK proses sign-out, label dibacakan dengan jelas, meliputi
nama pasien, tanggal lahir)
• Masalah peralatan yang perlu ditangani ( bila ada )
PENERAPAN
SKP 4
DI KLINIK
Ep 6
KLINIK MAMPU MENERAPKAN LANGKAH KEBERSIHAN TANGAN
SESUAI KETENTUAN WHO (W,S)

 Klinik menetapkan prosedur kebersihan tangan (hand


hygiene) dengan berpedoman pada WHO yaitu kebersihan
tangan enam langkah dan lima saat (momen). Publikasi
PENERAPAN secara jelas langkah-langkah dan saat harus dilakukan
SKP 5 kebersihan tangan menjadi penting bagi staf klinik, pasien

DI KLINIK dan pengunjung. Pemberian pelatihan kebersihan tangan


yang benar pada staf klinik, pasien dan pengunjung menjadi
salah satu program kerja dalam upaya pengurangan risiko
infeksi di klinik.
PENERAPAN
SKP 5
DI KLINIK
Ep 7
ADA BUKTI PENERAPAN PENCEGAHAN PASIEN JATUH (D,O,W)

1. kondisi pasien mis. pasien geriatri, dizziness, vertigo, gangguan


keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan obat, sedasi,
status kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi alkohol
2. diagnosis, mis/ pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson
3. situasi mis. pasien yang mendapatkan sedasi. pasien riwayat tirah
baring / perawatan yang lama yang akan dipindahkan ke
PENERAPAN pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan posisi akan
meningkatkan risiko jatuh
SKP 6 4. lokasi mis. area-area yang berisiko pasien jatuh, yaitu tangga, area
penerangannya kurang atau unit pelayanan dengan peralatan
DI KLINIK parallel bars, freestanding staircases seperti di rehabilitasi medis.

Ketika suatu lokasi diidentifikasi sebagai area risiko tinggi jatuh,


Klinik dapat menentukan bahwa semua pasien yang mengunjung
lokasi tsb akan dianggap berisiko jatuh dan menerapkan langkah2
mengurangi risiko jatuh untuk semua pasien.
SKRINING RISIKO JATUH DI RAWAT JALAN

• SKRINING → PERTANYAAN SEDERHANA DENGAN JAWABAN : YA


/ TIDAK, ATAU METODE LAIN DENGAN NILAI / SKOR.
• KLINIK DAPAT MENENTUKAN BAGAIMANA PROSES SKRINING
DILAKUKAN. MIS. SKRINING OLEH PETUGAS REGISTRASI, ATAU
PASIEN MELAKUKAN SKRINING SECARA MANDIRI, SEPERTI DI
ANJUNGAN MANDIRI UNTUK SKRINING DI UNIT RAWAT JALAN.
PENERAPAN • CONTOH PERTANYAAN SKRINING SEDERHANA DAPAT MELIPUTI
SKP 6 :
1. APAKAH ANDA MERASA TIDAK STABIL KETIKA BERDIRI
DI KLINIK ATAU BERJALAN?;
2. APAKAH ANDA KHAWATIR AKAN JATUH?;
3. APAKAH ANDA PERNAH JATUH DALAM SETAHUN
TERAKHIR?
Formulir Pengkajian Resiko Jatuh Morse NRM :
Nama :
Jenis kelamin :
Usia :
Tgl lahir:
(mohon diisi atau tempel stiker jika tersedia)
Tanggal masuk ruang rawat :................... pukul :................. Ruang Rawat :.........................................
PENGKAJIAN DAN INTERVENSI RISIKO JATUH PASIEN POLI KLINIK
PEMANTAUAN RESIKO JATUH PASIEN DEWASA GET UP AND GO TEST

BERDASARKAN PENILAIAN Skala Morse/ Morse Falls Scale (MFS)


Pengkajian dan Nama : DX :
NO PENGKAJIAN SKALA Skoring 1 Skoring 2 Skoring 3 intervensi risiko
jatuh pasien rawat No Rekam medis: Jenis kelamin :
Saat Masuk Tgl Tgl
jalan & IGD
1. Riwayat jatuh: apakah pasien pernah Tidak 0 Tgl Lahir : Ruang :
jatuh Ya 25 Pengkajian risiko jatuh dilakukan pada saat pasien datang
dalam 3 bulan terakhir?
2. Diagnosa sekunder: apakah pasien Tidak 0 1. Pengkajian
memiliki Ya 15 No. Penilaian / Pengkajian Ya Tdk
lebih dari satu penyakit?
3. Alat Bantu jalan:
a Cara berjalan pasien ( salah satu atau lebih )

PENERAPAN
- Bed rest/ dibantu perawat 0 1. Tidak seimbang/ sempoyongan/limbung
- Kruk/ tongkat/ walker 15 2. Jalan dengan menggunakan alat bantu ( kruk, tripot, kursi
- Berpegangan pada benda-benda di 30 roda, orang lain )
sekitar b Menopang saat akan duduk : tampak memegang pinggiran
kursi atau meja / benda lain sebagai penopang saat akan
4. (kursi,Intravena:
Terapi lemari, meja)
apakah saat ini Tidak 0

SKP 6
duduk
pasien Ya 20
terpasang infus?
2. Hasil
5. Gaya berjalan/ cara berpindah:
No Hasil Penilaian / Pengkajian Ket
- Normal/ bed rest/ immobile 0

DI KLINIK
(tidak dapat bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10 1 Tidak berisiko Tidak ditemukan a & b
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ 20
diseret) 2 Risiko rendah Ditemukan salah satu dari a / b

6. Status Mental 3 Risiko tinggi Ditemukan a & b


- Pasien menyadari kondisi dirinya 0
- Pasien mengalami keterbatasan daya 15 3. Tindakan
ingat No Hasil Kajian Tindakan Ya. Tidak TTD/ nama petugas
Total Nilai

Paraf & Nama Petugas yang Menilai 1 Tidak berisiko Tidak ada tindakan

2 Risiko rendah Edukasi

3 Risiko tinggi Pasang pita kuning


Keterangan:
Edukasi

Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan

Tidak berisiko 0 - 24 Perawatan dasar

Risiko rendah 25 - 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi


SKRINING RISIKO JATUH DI RAWAT INAP

• Semua pasien rawat inap baik dewasa maupun anak harus


dilakukan pengkajian risiko jatuh menggunakan metode pengkajian
yang baku sesuai ketentuan Klinik.

PENERAPAN • Kriteria risiko jatuh dan intervensi yang dilakukan harus


didokumentasikan dalam RM pasien.
SKP 6 • Pasien yang sebelumnya risiko rendah jatuh dapat menjadi risiko
DI KLINIK tinggi jatuh. Perubahan risiko ini dapat diakibatkan, namun tidak
terbatas pada :
• tindakan pembedahan dan / atau anestesi,
• perubahan mendadak pada kondisi pasien, dan
• penyesuaian obat-obatan yang diberikan
→ sehingga pasien perlu pengkajian ulang jatuh
selama dirawat inap dan paska pembedahan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai