Modul Perpajakan - Pajak Pertambahan Nilai
Modul Perpajakan - Pajak Pertambahan Nilai
Pertambahan
Nilai
Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak
Modul Materi Perpajakan
Pajak Pertambahan Nilai
Pengarah: Penulis:
Yuli Kristiyono Arief Effendhi, Jehuda Bill Jonas, Wenny
Gustiana, Widi Astuti Ari Setiyaningsih,
Ketua Tim Penyusun: Bernadi Vito, Sri Wahyuni, Adhika Bibing
Mahdaniar Purwanto
Disclaimer:
Isi dalam modul ini semata-mata hanya digunakan untuk pembelajaran dalam
rangka pengembangan kompetensi pegawai DJP.
Rujukan utama tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Penerbit:
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI
@Desember 2022
Dunia kita terus mengalami perubahan, tidak terkecuali dengan kegiatan ekonomi Wajib
Pajak yang selalu bertransformasi. Selaras dengan hal tersebut, administrasi pajak terus
berupaya turut menyesuaikan dengan kondisi perubahan yang ada. Berbagai regulasi
perpajakan telah dilakukan penyempurnaan untuk memaksimalkan pengumpulan
potensi penerimaan negara. Beberapa regulasi baru yang telah diterbitkan dan cukup
fundamental dalam mengubah sistem perpajakan Indonesia antara lain Undang-Undang
Cipta Kerja dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan beserta peraturan
perundang-undangan turunannya.
Selain penyempurnaan regulasi, hal yang tak kalah penting yang dilakukan adalah
menyiapkan dan mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia yang mumpuni yaitu
pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mampu mengimplementasikan berbagai
regulasi perpajakan tersebut. Oleh karenanya, pengembangan kompetensi pegawai
DJP mutlak diperlukan, terutama kompetensi terkait teknis peraturan perpajakan.
Maka dari itu, modul materi perpajakan ini hadir dan disusun oleh para Subject Matter
Expert (SME) dari masing masing unit di DJP sebagai salah satu sarana pembelajaran
dan pengembangan kompetensi pegawai DJP.
Tim Penyusun
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu memahami filosofi dan sejarah pengenaan pajak pertambahan
nilai
2. Pembelajar mampu menjelaskan dasar hukum pajak pertambahan nilai dan sebutan
untuk undang-undang pajak pertambahan nilai
3. Pembelajar mampu memahami pengertian pertambahan nilai
4. Pembelajar mampu memahami mekanisme pajak pertambahan nilai
E. Latihan Soal
1. Dasar hukum pemungutan PPN dan PPnBM adalah...
a. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Hamonisasi Peraturan Perpajakan
c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
d. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
2. Pajak atas konsumsi yang digantikan oleh PPN adalah...
a. Pajak Konsumsi 1951
b. Pajak Penjualan 1951
c. Bea transaksi
d. Pajak Perdagangan
3. Penanggung PPN adalah...
a. Distributor
b. PKP
c. Konsumen akhir
d. Pabrikan
4. Tarif umum PPN untuk penyerahan BKP di dalam daerah pabean saat ini adalah...
a. 10%
b. 11%
c. 1,1%
d. 0,11%
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu menjelaskan pengertian pengusaha, pengusaha kecil, dan
pengusaha kena pajak
2. Pembelajar mampu membedakan ruang lingkup pengusaha, pengusaha kecil, dan
pengusaha kena pajak
B. Pengusaha
Terminologi Pengusaha didefinisikan dalam Pasal 1 angka 14 UU PPN sebagai berikut:
“Orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean”.
Berdasarkan definisi di atas, dapat diketahui poin penting untuk orang pribadi atau badan
dapat didefinisikan sebagai pengusaha, yaitu apabila kegiatan dilakukan dalam kegiatan
usahanya dan terdapat unsur kontinuitas. Ruang lingkup kegiatan usaha yang dilakukan
orang pribadi atau badan agar dapat dikategorikan sebagai pengusaha antara lain:
1. Menghasilkan barang
Pengertian menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah
bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau
mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk
menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut (Pasal 1 angka
16 UU PPN).
2. Mengimpor barang
Pengertian kegiatan impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar
Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean (Pasal 1 angka 9 UU PPN).
3. Mengekspor barang dan/atau jasa
Pengertian kegiatan ekspor terbagi atas tiga yaitu kegiatan ekspor BKP berwujud,
kegiatan ekspor BKP tidak berwujud dan kegiatan ekspor JKP, dengan rincian
pengertian sebagai berikut:
D. PKP
Terminologi PKP memegang peranan penting dalam PPN dan pengenaannya. Pengertian
PKP terdapat dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN, yaitu “Pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai.”
Pengertian PKP ini harus dihubungkan dengan batasan pengusaha kecil yang sudah
dijelaskan pada subbagian sebelumnya. Jika ketentuan mengenai Batasan pengusaha
kecil ini dipertimbangkan dalam mendefinisikan PKP, dapat disimpulkan bahwa PKP
merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikenai
pajak, dalam satu tahun buku atau bagian tahun buku memperoleh peredaran usaha atau
penerimaan usaha melebihi batas maksimum peredaran/penerimaan usaha Pengusaha
Kecil.
Dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN mengatur bahwa Pengusaha yang melakukan
penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf
g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib
E. Latihan Soal
1. Sesuai Pasal 1 angka 14 UU PPN, orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor
jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean merupakan definisi dari ...
a. pemungut PPN
b. Wajib Pajak
c. pengusaha
d. Pengusaha Kena Pajak
2. Pengusaha yang disebut sebagai pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama
satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran
bruto dan/atau penerimaan bruto sebesar….
a. Mulai dari Rp 1.800.000.000,00
b. Lebih dari Rp 1.800.000.000,00
c. Mulai dari Rp 4.800.000.000,00
d. Tidak Lebih dari Rp 4.800.000.000,00
3. Manakah yang dibawah ini merupakan pengaturan perpajakan bagi pengusaha kecil?
a. Dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
b. Wajib melaporkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP
c. Wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN terutang
d. Wajib membuat Faktur Pajak
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu memahami konsep dan membedakan BKP dan non-BKP, JKP
dan non-JKP, serta penyerahan dan bukan penyerahan
2. Pembelajar mampu memahami objek Pasal 4 UU PPN, objek kegiatan membangun
sendiri, dan objek penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan
3. Pembelajar mampu memahami konsep dan batasan pemberian fasilitas PPN
E. Bukan Penyerahan
Selanjutnya, Pasal 1A ayat (2) UU PPN menjelaskan bahwa yang tidak termasuk dalam
pengertian penyerahan BKP adalah sebagai berikut:
1. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang
Yang dimaksud dengan ”makelar” adalah makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang- Undang Hukum Dagang, yaitu pedagang perantara yang diangkat oleh
Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu.
Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan
dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang
lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.
2. Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang
3. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang
dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak terutang
Dalam hal PKP mempunyai lebih dari satu tempat kegiatan usaha, baik sebagai pusat
maupun cabang perusahaan, dan PKP tersebut telah menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, pemindahan BKP dari satu tempat
kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya
J. Latihan Soal
1. Pengaturan terkait pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri diatur dalam...
a. Pasal 16A UU PPN
b. Pasal 16B UU PPN
c. Pasal 16C UU PPN
d. Pasal 16D UU PPN
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu memahami tarif Pajak Pertambahan Nilai
2. Pembelajar mampu memahami dasar pengenaan pajak
3. Pembelajar mampu memahami dasar pengenaan pajak transaksi dengan mata uang
asing
4. Pembelajar mampu memahami konsep penghitungan Pajak Pertambahan Nilai
5. Pembelajar mampu memahami besaran tertentu Pajak Pertambahan Nilai
B. Tarif PPN
Pengaturan mengenai tarif PPN terdapat pada Pasal 7 UU PPN dengan rincian
pengaturan sebagai berikut:
1. Tarif PPN yaitu:
a. sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
b. sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal
1 Januari 2025.
Berdasarkan pertimbangan keekonomian dan/atau peningkatan kebutuhan dana
untuk pembangunan, tarif PPN diatas dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima
persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen). Perubahan tarif PPN tersebut diatur
dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2. Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. ekspor BKP berwujud
b. ekspor BKP tidak berwujud; dan
c. ekspor JKP
PPN dikenakan atas konsumsi BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean. Oleh karena
itu, atas ekspor BKP dan/atau JKP untuk konsumsi di luar Daerah Pabean dikenai PPN
E. Penghitungan PPN
PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pasal 7 UU PPN dengan Dasar
Pengenaan Pajak (Pasal 8A ayat (1) UU PPN). Perhitungan ini dapat diilustrasikan pada
gambar sebagai berikut:
Tarif Pasal 7 UU
PPN Terutang
PPN DPP
F. Besaran Tertentu
Dalam rangka memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan
serta rasa keadilan, Menteri Keuangan dapat menentukan besarnya PPN yang dipungut
dan disetor menggunakan besaran tertentu. Berdasarkan Pasal 9A ayat (1) UU PPN, PKP
G. Latihan Soal
1. Yang termasuk Dasar Pengenaan PPN sesuai Pasal 8A UU PPN adalah…
a. Harga Jual, Harga Beli, Dokumen PIB, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain
b. Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain
c. Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Besaran Tertentu
d. Harga Jual, Harga Beli, Dokumen PIB, Nilai Ekspor, atau Besaran Tertentu
2. Tarif PPN yang berlaku pada tanggal 1 Januari 2022 adalah…
a. 10%
b. 11%
c. 12%
d. 13%
3. Nilai impor dihitung menggunakan formula…
a. Nilai Pabean (Cost Insurance Freight)
b. Bea Masuk
c. Nilai Pabean (Cost Insurance Freight) ditambah Bea Masuk
d. Nilai Pabean (Cost Insurance Freight) dikurang Bea Masuk
4. Perbedaan perlakuan pengkreditan Pajak Masukan antara penggunaan Dasar
Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain dengan penggunaan besaran tertentu adalah…
a. PM PKP yang menggunakan Nilai Lain dapat dikreditkan
b. PM PKP yang menggunakan Besaran Tertentu tidak dapat dikreditkan
c. Pilihan a dan b salah
d. Pilihan a dan b benar
5. Sesuai Pasal 7 UU PPN, tarif PPN 0% (nol persen) tidak dikenakan atas…
a. Impor BKP
b. Ekspor BKP berwujud
c. Ekspor BKP tidak berwujud
d. Ekspor JKP
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu memahami kondisi umum saat terutangnya pajak
2. Pembelajar mampu memahami saat terutang pada kondisi khusus
3. Pembelajar mampu menjelaskan tempat terutangnya PPN secara umum
4. Pembelajar mampu memahami aturan khusus terkait tempat terutang
5. Pembelajar mampu memahami ketentuan pemusatan tempat terutang PPN
B. Saat Terutang
1. Umum
Ketentuan mengenai saat terutang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984. Pemungutan PPN dan PPnBM menganut prinsip akrual,
artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP atau JKP meskipun
pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya
diterima atau pada saat impor BKP. Termasuk dalam ketentuan ini adalah saat
terutangnya pajak untuk transaksi yang dilakukan melalui e-commerce. Selanjutnya,
Pasal 11 UU PPN 1984 mengatur terutangnya PPN terjadi pada saat:
a. penyerahan BKP;
b. impor BKP;
c. penyerahan JKP;
d. pemanfaatan BKPTB dari luar Daerah Pabean;
e. pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
f. ekspor BKP Berwujud;
g. ekspor BKPTB; atau
h. ekspor JKP.
D. Latihan Soal
1. Secara umum, PPN terutang pada saat
a. Pencatatan
2. Dalam hal pembayaran mendahului penyerahan, maka PPN terutang pada saat
a. Penyerahan
b. Penagihan
c. Pembayaran
d. Pencatatan
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu memahami pengertian Faktur Pajak
2. Pembelajar mampu memahami kewajiban pembuatan Faktur Pajak
3. Pembelajar mampu memahami Faktur Pajak gabungan
4. Pembelajar mampu memahami bentuk Faktur Pajak dan keterangan dalam Faktur
Pajak
5. Pembelajar mampu memahami kode dan nomor seri Faktur Pajak
6. Pembelajar mampu memahami Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak pedagang
eceran
7. Pembelajar mampu memahami dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak
8. Pembelajar mampu memahami persyaratan formal dan material Faktur Pajak
9. Pembelajar mampu memahami pengembalian Barang Kena Pajak dan pembatalan
Jasa Kena Pajak
10. Pembelajar mampu memahami Faktur Pajak khusus VAT Refund
Sumber: DJP
Contoh 2:
PT A yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada CV C sebagai berikut:
a. penjualan BKP berupa komputer pada tanggal 2, 9, 16, 23, dan 30 April 2022; dan
b. pemberian cuma-cuma BKP berupa keyboard dan mouse komputer pada tanggal 4,
11, 18, dan 25 April 2022.
Berdasarkan data di atas maka PT A wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan
kode transaksi 01 atas penyerahan (penjualan) BKP berupa komputer dan kode transaksi
04 atas penyerahan (pemberian cuma-cuma) BKP berupa keyboard dan mouse komputer.
Dalam hal PT A memilih untuk membuat Faktur Pajak gabungan maka PT A wajib
membuat:
a. 1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 30 April 2022 dengan menggunakan
kode transaksi 01 yang meliputi seluruh penyerahan BKP berupa komputer yang
dilakukan pada bulan April 2022; dan
b. 1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 25 April 2022 atau paling lama tanggal
30 April 2022 dengan menggunakan kode transaksi 04 yang meliputi seluruh
penyerahan BKP berupa keyboard dan mouse komputer yang dilakukan pada bulan
April 2022.
Penulisan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak harus lengkap sesuai dengan banyaknya
digit. Direktorat Jenderal Pajak memberikan NSFP kepada PKP sesuai dengan tata cara
yang telah ditentukan. Misalnya, untuk tahun 2022 akan dimulai dari NSFP 000-
22.00000001, dan seterusnya.
Contoh penulisan kode dan NSFP yaitu sebagai berikut:
010.000-22.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut
oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, status
Faktur Pajak normal (bukan Faktur Pajak pengganti), dengan NSFP
000-22.00000001 sesuai dengan NSFP yang diberikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak, tahun pembuatan Faktur Pajak 2022.
011.000-22.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut
oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, status
Faktur Pajak pengganti, dengan NSFP 000-22.00000001 sesuai
dengan NSFP Faktur Pajak yang diganti, tahun pembuatan Faktur
Pajak yang diganti 2022.
Kode transaksi diisi dengan ketentuan:
01: Digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang PPN/PPnBM-nya dipungut oleh PKP
yang melakukan penyerahan BKP/JKP.
02: Digunakan untuk penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN instansi pemerintah
yang PPN/PPnBM-nya dipungut oleh instansi pemerintah.
Sumber: DJP
Sumber: DJP
M. Latihan Soal
1. Bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau
penyerahan JKP merupakan definisi dari ...
a. Pajak Masukan
b. Faktur Pajak
c. SSP
d. Dokumen tertentu
2. Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama..
a. akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP
b. akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP dan/atau JKP
c. 20 (dua puluh) hari berikutnya setelah penyerahan BKP dan/atau JKP
d. akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak penyerahan BKP dan/atau
JKP
3. Berdasarkan Pasal 13 ayat (5) UU PPN, identitas pembeli BKP atau penerima JKP
dalam Faktur Pajak bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi diisi…
a. nama dan alamat
b. nama, alamat, dan NPWP
c. nama, alamat, dan NPWP atau NIK
d. nama, alamat, dan nomor paspor
4. Nona Ayu merupakan PKP yang melakukan penyerahaan BKP berupa komputer
kepada instansi pemerintah dengan harga jual sebesar Rp10.000.000,00. Atas
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu menjelaskan definisi pajak keluaran dan pajak masukan
2. Pembelajar mampu menjelaskan prinsip pengkreditan pajak masukan
3. Pembelajar mampu menjelaskan pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang belum
melakukan penyerahan
4. Pembelajar mampu menjelaskan perlakuan kelebihan ajak masukan
5. Pembelajar mampu menjelaskan mekanisme restitusi
6. Pembelajar mampu menjelaskan restitusi turis asing
B. Pajak Keluaran
Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud
dan/atau ekspor JKP.
C. Pajak Masukan
Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan
BKP dan atau perolehan JKP dan atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP.
I. Latihan Soal
1. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu menjelaskan pengertian dan karakteristik PPnBM
2. Pembelajar mampu menjelaskan objek, tarif, dan jenis-jenis PPnBM
3. Pembelajar mampu menjelaskan pengecualian dan fasilitas PPnBM
4. Pembelajar mampu menjelaskan mekanisme pengenaan PPnBM
B. PPnBM
PPnBM adalah tambahan pajak disamping PPN yang dikenakan terhadap impor dan
penyerahan barang-barang tertentu yan gtermasuk dalam kategori barang mewah oleh
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut.
Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai memberikan kriteria suatu barang dimasukkan
dalam kategori BKP yang tergolong mewah yaitu:
1. barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
2. barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
3. barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi;
dan/atau
4. barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
Dasar pertimbangan pengenaan PPnBM ada pada Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai. Atas penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh
produsen atau atas impor BKP yang tergolong mewah, di samping dikenai PPN, dikenai
juga PPnBM dengan pertimbangan bahwa:
1. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah;
3. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan
4. perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
F. Latihan Soal
1. Berapakah Tarif PPnBM yang ditetapkan menurut UU PPN?
a. 11%
b. 10% - 200%
c. 10% - 75 %
d. 11% - 100%
2. Dibawah ini yang bukan kriteria suatu barang dimasukkan dalam kategori BKP yang
tergolong mewah menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
a. barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
b. barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
c. barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah
d. barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
3. Karakteristik PPnBM yang membedakan dengan PPN adalah:
a. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN
b. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan sesama PPnBM yang dipungut
d. Semua benar
4. BKP yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM dikelompokkan menjadi:
a. BKP tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor
b. BKP berwujud dan tidak berwujud
c. Barang bergerak dan tidak bergerak
d. Barang dikonsumsi di dalam daerah pabean dan di luar daerah pabean
5. Kendaraan bermotor yang mendapat fasilitas pembebasan PPnBM kecuali:
a. kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran,
kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum
b. Kendaraan bermotor untuk protokoler kenegaraan
c. Kendaraan sasis
d. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih
termasuk pengemudi
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu memahami konsep Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
2. Pembelajar mampu memahami konsep Pihak Lain sebagai pemungut pajak
B. Umum
Secara umum, PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP dipungut oleh PKP
yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP tersebut (PKP Penjual). Namun dalam
Pasal 16A UU PPN diatur secara khusus bahwa Pemungut PPN berkedudukan bukan
sebagai penjual namun bertindak sebagai pembeli.
Pasal 16A ayat (1) UU PPN:
“Pajak yang terutang atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada Pemungut
PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut PPN.”
Jadi apabila yang bertindak sebagai pembeli BKP dan/atau penerima JKP tersebut
berstatus Pemungut PPN maka PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP
dimaksud tidak dipungut oleh PKP Penjual melainkan dipungut dan disetor oleh Pemungut
PPN tersebut. Pemungut PPN sebagai pembeli BKP atau penerima JKP hanya membayar
kepada PKP Penjual sebesar Dasar Pengenaan Pajak saja (contohnya Harga Jual),
sedangkan PPN yang terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut PPN.
Namun PKP Penjual tetap berkewajiban untuk melaporkan pajak yang dipungut oleh
Pemungut PPN.
Adapun contoh pihak-pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN berdasarkan Pasal 16A
UU PPN yaitu:
1. Instansi Pemerintah
2. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi dan kontraktor atau
pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi
3. BUMN, BUMN restrukturisasi, dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung
oleh BUMN
4. Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP)
Contoh:
PT D merupakan PKP yang menjual BKP berupa peralatan elektronik di Pekanbaru, PT
D melakukan penyerahan BKP kepada kepada Pemerintah Kota Pekanbaru sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
PT D tidak memungut PPN yang terutang atas BKP tersebut melainkan Instansi
Pemerintah (dalam hal ini Pemerintah Kota Pekanbaru) yang berkewajiban memungut
dan menyetor PPN yang terutang atas penyerahan BKP tersebut. Instansi Pemerintah
juga wajib melaporkan PPN yang telah dipungut dan disetor dalam SPT Masa PPN 1107
PUT. Sedangkan PT D tetap berkewajiban membuat Faktur Pajak atas penyerahan BKP
tersebut dan melaporkan PPN yang dipungut oleh Instansi Pemerintah dalam SPT Masa
PPN. PT D hanya menerima pembayaran sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dari Instansi Pemerintah.
Contoh:
Tuan Adhika memiliki Aset Kripto dan Tuan Bibing memiliki uang Rupiah, yang disimpan
pada e-wallet yang disediakan oleh Pedagang Fisik Aset Kripto X. Melalui platform yang
disediakan oleh Pedagang Fisik Aset Kripto X, Tuan Adhika menjual Aset Kripto kepada
Tuan Bibing. Pedagang Fisik Aset Kripto X sebagai Penyelenggara PMSE merupakan
exchanger yang terdaftar di Bappebti.
Atas transaksi tersebut Pedagang Fisik Aset Kripto X wajib memungut, menyetor, dan
melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan aset kripto tersebut sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.
D. Latihan Soal
1. Pada dasarnya PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP
dipungut oleh …
a. penjual
b. PKP penjual
c. pembeli
d. PKP Pembeli
2. Dasar hukum pemungutan pajak oleh Pemungut PPN dalam Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai diatur dalam Pasal …
a. 16A
b. 16E
c. 32A
d. 32E
3. Berikut ini merupakan kewajiban Pemungut PPN, kecuali …
a. memungut pajak yang terutang
b. menyetorkan pemungutan pajak
c. melaporkan pemungutan pajak
d. membuat Faktur Pajak dengan kode transaksi 02/03
4. Dasar hukum penetapan pihak lain sebagai pemungut pajak diatur dalam …
a. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
b. UU PPN
c. UU PPN 1984
d. UU Pajak Penghasilan
5. Berikut ini yang merupakan Pihak Lain sebagai pemungut pajak, kecuali …
a. Pelaku Usaha PMSE
A. Tujuan Pembelajaran
1. Pembelajar mampu memahami kewajiban terkait pelaporan Surat Pemberitahuan
Masa PPN
2. Pembelajar mampu memahami batas waktu penyetoran dan batas waktu pelaporan
terkait Surat Pemberitahuan Masa PPN
D. Latihan Soal
1. Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk Masa Pajak Oktober 2022 disampaikan paling
lama pada
a. 10 November 2022
b. 15 November 2022
c. 31 Oktober 2022
d. 30 November 2022
BAB I BAB VI
1. D 1. B
2. B 2. A
3. C 3. C
4. B 4. A
5. A 5. C
BAB II BAB VII
1. C 1. C
2. D 2. B
3. A 3. A
4. A 4. A
2. C 5. D
BAB III BAB VIII
1. C 1. B
2. A 2. C
3. B 3. D
4. B 4. A
5. A 5. C
BAB IV BAB IX
1. B 1. B
2. A 2. A
3. C 3. D
4. D 4. A
5. A 5. C
BAB V BAB X
1. C 1. D
2. C 2. C
3. A 3. A
4. C 4. B
5. B 5. C