Anda di halaman 1dari 11

PRESENTASI KASUS

ABSSES SUBMANDIBULA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok – Kepala Leher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
Rezky Jayapranesta
20194010162

Diajukan Kepada :
dr. Asti Widuri, Sp. THT-KL, M. Kes.

BAGIAN ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROK


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Metroyudan, Magelang

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama:
Susah menelan, rahang membesar dan nyeri.

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien perempuan berusia 39 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan


rahang membesar sejak sebulan terakhir dan susah menelan. Pasien tidak merasa ada
air di telinganya, riwayat kemasukan air di telinga dan pilek disangkal. Keluhan juga
disertai dengan demam maupun nyeri tenggorokan. Pasien riwayat cabut gigi sendiri
dan masih tersisa akar digusinya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat alergi : (-)
Riwayat trauma pada telinga (-)
Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga:


Keluarga mengalami hal serupa (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)

E. Riwayat Sosial
Riwayat merokok (-)
Pasien merupakan seorang pedagang

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
 TD : 120/80 mmHg
 Suhu : 39, 90C
 Nadi : 80x/menit, reguler
 Nafas : 25x/menit
Kepala : Normocephali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Submandibula membesar, limfonodi tidak teraba
Thorax : Jantung: S1 – S2 reguler, bising (-); Pulmo: Suara dasar vesikuler
(+/+), suara tambahan paru (-/-)
Abdomen : Datar, supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), udema (-), hepar
dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba 
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

B. Status Lokalis THT


Telinga
Auris Dextra Auris Sinistra

Daun telinga Normotia Normotia


Retroaurikular Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
CAE Serumen (-), edema (-), Serumen (-), edema (-), hiperemis
hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Membran timpani Cone of light (+), perforasi (-), Cone of light (+), perforasi (-),
hiperemis (-), bulging (-) hiperemis (-), bulging (-)
Nyeri tarik telinga (-) (-)
Nyeri tekan tragus (-) (-)

Kesan : dbn

Hidung
Kanan Kiri

Deformitas (-) (-)


Nyeri tekan :
          Pangkal hidung (-) (-)
          Pipi (-) (-)
          Dahi (-) (-)
Vestibulum  Rambut (+)  Rambut (+)
 Mukosa:Hiperemis (-)  Mukosa :Hiperemis (-)
 Sekret (-)  Sekret (-)
 Massa (-)  Massa (-)
Septum deviasi  (-)  (-)
Dasar hidung  Sekret (-)  Sekret (-)
Konka  Edema (-)  Edema (-)
 Hiperemis (-)  Hiperemis (-)

Kesan : dbn

Tenggorokan
Arkus faring Simetris, massa (-)
Pilar anterior Simetris
Uvula Ukuran dan bentuk normal, letak lurus di tengah
Dinding faring Granula (-), cobble stone appearance (-)
Tonsil T1 – T1, hiperemis (-/-), kripta normal, detritus (-/-)
Gigi geligi Caries gigi (+) , tambalan (+)
Palatum Durum Simetris, massa (-)
Palatum Mole Simetris
Submandibula Membesar dan keras
Limfonodi Tidak teraba
Pemeriksaan Laboratorium
WBC 29,00 (4,8-10,8)
MCV 80,8 (79,0-99,0)
PLT 440 (150-450)

Kesan : Curiga massa di submandibula

IV. DIAGNOSIS

Abses Submandibula

V. PENATALAKSANAAN
RENCANA TERAPI:
1. incisi abses submandibula
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj.Ceftazidin 2 x 1 gr i.v. (skin test)
4. Inj. Metronidazole 500 mg i.v
5. Inj.Gentamycin 2 x 80 mg i.v.
6. Inj. Ketorolac 3 x 30 mg i.v.
7. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp i.v.
8. Diet lunak
9. Posisi trendelenburg
10. Rawat luka tiap hari

Non-medikamentosa :
a. Memberi tahu pasien agar pasien banyak mengkonsumsi air hangat.
b. Memberi tahu pasien untuk mencoba makan makanan lunak.
c. Memberi tahu pasien untuk mencabut sisa gigi yang tertinggal.
Medikamentosa :

R/ Inj. Meropenem 500mg

R/ Inj. Metronidazole 500mg no. X

R/ Ketorolac 1A

R/ Gentamicin 1A
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ABSES SUBMANDIBULA

I. Pendahuluan
Abses submandibula di defenisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang potensial
di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam dan terbatasnya gerakan
membuka mulut. Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher
dalam terbentuk di ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran
infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah
dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher
dalam yang terlibat.
Kuman penyebab infeksi terbanyak adalah golongan Streptococcus,
Staphylococcus,kuman anaerob Bacteroides atau kuman campur. Abses leher dalam yang lain
dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring dan angina
Ludovici(Ludwig’s angina). Ruang submandibula merupakan daerah yang paling sering
terlibat penyebaran infeksi dari gigi. Penyebab lain adalah infeksi kelenjar ludah, infeksi
saluran nafas atas, trauma, benda asing, dan 20% tidak diketahui fokus infeksinya.

II. Anatomi
Anatomi Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia
servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisialis dan fasia profunda. Kedua
fasia ini dipisahkan oleh m. plastima yang tipis dan meluas ke anterior leher. Muskulus
platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke
superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula. Ruang potensial leher dibagi menjadi
ruang yang melibatkan seluruh leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid. Ruang yang
melibatkan seluruh leher terdiri dari ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan
ruang prevertebra. Ruang suprahioid terdiri dari ruang submandibula, ruang parafaring, ruang
parotis, ruang peritonsil dan ruang temporalis. Ruang infrahioid meliputi bagian anterior dari
leher mulai dari kartilago tiroid sampai superior mediastinum setinggi vertebra ke empat
dekat arkusa orta.
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dansubmental.
Muskulus milohioid memisahkan ruang sublingual dengan ruang submental dan submaksila.
Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian lateral dan anterior, pada bagian inferior
oleh m. milohioid, di bagian superior oleh dasar mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang
hioid. Di dalam ruang sublingual terdapat kelenjar liur sublingual beserta duktusnya.
Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu, di bagian
lateral oleh venter anterior m. digastrikus, di bagian superior oleh m. milohioid, dibagian
inferior oleh garis yang melalui tulang hyoid. Di dalam ruang submental terdapat kelenjar
limfa submental. Ruang maksila bagian superior dibatasi oleh m. milohioid dan m.
hipoglossus. Batas inferiornya adalah lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu.
Batas medial adalah m. digastrikus anterior dan batas posterior adalah m. stilohioid dan m.
digastrikus posterior. Di dalam ruang submaksila terdapat kelenjar liur submaksila atau
submandibula beserta duktusnya. Kelenjar limfa submaksila atau submandibula beserta
duktusnya berjalan ke posterior melalui tepi m. milohioid kemudian masuk keruang
sublingual. Akibat infeksi pada ruang ini mudah meluas dari satu ruang ke ruang lainnya.
Abses submandibula (15,7%) merupakankasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring
(38,4), diikuti oleh angina Ludovici(12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).

III. Etiologi
Etiologi atau penyebab Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar
liur atau kelenjer limfa submandibula. Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi
ruang leher dalam lainnya. Sebelum ditemukan antibiotika, penyebab tersering infeksi leher
dalam adalah faring dan tonsil, tetapi sekarang adalah infeksi gigi. Sebagian besar kasus
infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman, baik aerob maupun anaerob. Kuman
aerob yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus sp,Staphylococcus sp, Neisseria sp,
Klebsiella sp, Haemophillus sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan
kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium Pepto streptococcus dan yang
jarang adalah kuman Fusobacterium.

IV. Patogenesis
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh danlokasi
anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas
melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula dapat meluas ke
ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung
dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.
Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah
antara ruang leher dalam dan trauma tembus.

V. Gejala klinis
Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah dagu atau di bawah
lidah baik unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri tenggorok dan trismus.
Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat berfluktuasi atau
tidak.

VI. Diagnosis
Diagnosis abses leher dalam ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus kadang-kadang sulit
untuk menentukan lokasi abses terutama jika melibatkan beberapa daerah leher dalam dan
jika pasien sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang sangat
berperan dalam menegakkan diagnosis. Pada foto polos jaringan lunak leher antero posterior
dan lateral didapatkan gambaran pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan
lunak, udara di subkutis dan pendorongan trakea.
Pada foto polos toraks, jika sudah terdapat komplikasi dapat dijumpai gambaran
pneumotoraks dan juga dapat ditemukan gambaran pneumo mediastinum. Jika hasil
pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan abses leher dalam, maka
pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan. Tomografi Komputer (TK) dengan
kontras merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada
gambaran TK dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul,
dapat disertai udara di dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat menentukan waktu
dan perlu tidaknya operasi.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan pencitraan resonansi magnetic
(Magnetic resonance Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan
sumber infeksi. Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang diagnostik
yang tidak invasif dan relatif lebih murah dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi
dan perluasan abses. Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses
pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang diduga
sumber infeksinya berasal dari gigi.
Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan
tanda infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas. Pemeriksaan
kultur dan resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik
yang sesuai.

VII. Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan tidak
adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes mellitus, adanya
kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian.
Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya, dapat mengenai struktur neurovaskular
seperti arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi ke daerah selubung
karotis dapat menimbulkan erosi sarung karotis atau menyebabkan trombosis vena jugularis
interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis mandibula dan
vertebra servikal. Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan
sepsis.

VIII. Terapi
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat dan
drainase abses yang baik. Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman
dan tes kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan waktu
yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan.
Sebelum hasil mikrobiologi ada, diberikan antibiotik kuman aerob dan anaerob.
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan
terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Adanya trismus
menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea peroral. Pada kasus demikian diperlukan
tindakan trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika terdapat fasilitas bronkoskop fleksibel,
intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan secara intranasal. Insisi abses submandibula untuk
drainase dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak
dan luas abses. Eksplorasi dilakukan secara tumpul sampai mencapai ruang sublingual,
kemudian dipasang salir.
DAFTAR PUSTAKA

Adams G., Boies L., Higler P. BOIES Fundamental of Otolaryngology (Buku Ajar Penyakit
THT) Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.
Soepardi A, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai