Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH (IUT)

DISUSUN OLEH KELOMPOK I

1. SAPRIADI Nim : 020.01.0019


2. ABDUL HAZIZ Nim : 020.01.0023
3. PUGUH AZISSAYID S Nim : 020.01.0036
4. APRILIA SARI KENCANA Nim : 021.01.1079
5. BAIQ HASTA PUSPITA Nim : 020.01.0007

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2020/2021

ILMU UKUR TANAH (IUT)

FAKULTAS TEKNIK

LAPORAN PRAKTIKUM

OLEH

KELOMPOK I

1. SAPRIADI
2. ABDUL HAZIZ
3. PUGUH AZISSAYID S
4. APRILIA SARI KENCANA
5. BAIQ HASTA PUSPITA

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

H. Lutfi, ST.MT Muhammad Hamsyuni, ST.MM


UNIVERSITAS ISLAM AL – AZHAR

FAKULTAS TEKNIK

Jl. Unizar. No. 20 Turida, Sandubaya, Mataram

Telpone/Fax : 0370-6175146

LEMBAR ASISTENSI PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

Kelompok :

1. SAPRIADI Nim : 020.01.0019


2. ABDUL HAZIZ Nim : 020.01.0023
3. PUGUH AZISSAYID S Nim : 020.01.0036
4. APRILIA SARI KENCANA Nim : 021.01.1079
5. BAIQ HASTA PUSPITA Nim : 020.01.0007

No. Tanggal Materi Asistensi Tanda tangan


pembimbing

Pembimbing

Muhammad Hamsyuni, ST.MM


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-nya sehingga kami dapat menyusun laporan praktikum ILMU UKUR TANAH ini dengan
baik dan tepat pada waktunya.

Laporan praktikum ILMU UKUR TANAH ini di buat dengan bantuan dari beberapa sumber untuk
membantu menyelesaiakan hambatan dan tantangan selama mengerjakan laporan ini. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan
ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada laporan ini. Oleh karena itu
kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang sifatnya membangun bagi
kelompok kami.

Akhir kata semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Mataram,Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan…………………………………………………………………………………...i

Lembar Asistensi………………………………………………………………………………………ii

Kata Pengantar………………………………………………………………………………………..iii

Daftar Isi………………………………………………………………………………………………iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………….1


1.2 Maksud dan Tujuan…………………………………………………………………....………..1
1.3 Ruang Lingkup………………………………………………………………………………….2
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum…………………………………………………….2

BAB II PENGENALAN ALAT

2.1 Umum………………………………………………………………………………………….3

2.2 Alat Ukur Sipat Datar…………………………………………………………………….……3

2.3 Perhitungan Sipat Datar……………………………………………………………………….6

2.4 Cara penetuan Beda Tinggi dengan Alat Ukur Sipat Datar…………………………………...7

2.5 Alat Ukur Sifat Ruang…………………………………………………………………………8

2.6 Konstruksi Theodolite…………………………………………………………………………8

2.7 Macam-macam Theodolite…………………………………………………………………...11

2.8 Cara Pemasangan dan Penganturan Theodolite………………………………………………11

2.9 perhitungan sudut dengan Theodolite……………………………………………………..…11

2.10 Alat Ukur Jarak………………………………………………………………………….….12

2.11 Alat Bantu Pengukuran……………………………………………………………………..14


BAB III PEMETAAN SITUASI

3.1 Dasar Teori…………………………………………………………………………………...16

3.2 Tahapan Pelaksanaan…………………………………………………………………………16

3.3 Metode pengolahan Data……………………………………………………………………..16

BAB IV POLIGON

4.1 Penegrtian Poligon…………………………………………………………………………...19

4.2 Pengolohan Data Poligon…………………………………………………………………….19

4.3 Tahapan pelaksanaan…………………………………………………………………………20

BAB V PROFIL

5.1 Profil Memanjang…………………………………………………………………………….21

5.2 Profil Melintang……………………………………………………………………………...22

BAB VI HASIL PENGOLAHAN DATA

6.1 Data Hasil Pengukuran………………………………………………………………….……24

6.2 Gambar Pengukuran………………………………………………………………………….30

BAB VII PENUTUP

7.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………...41

7.2 Saran………………………………………………………………………………………….42

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu ukur tanah adalah bagian rendah dari ilmu Geodesi, yang merupakan suatu ilmu yang
mempelajari ukuran dan bentuk bumi dan menyajikan dalam bentuk tertentu. Ilmu Geodesi ini
berguna bagi pekerjaan perencanaan yang membutuhkan data-data koordinat dan ketinggian titik
lapangan. Berdasarkan ketelitian pengukurannya, ilmu Geodesi terbagi atas dua macm, yitu :

1. Geodetic Surveying, yaitu suatu survey yang memperhitungkan kelengkungan bumi atau
kondisi sebenarnya, Geodetic Surveying digunakan dalam pengukuran daerah yang luas
dengan menggunakan bidang hitung yaitu bidang lengkung (bola/ellipsoid).

2. Plane Surveying, yaitu suatu survey yang mengabaikan lengkungan bumi dan
mengasumsikan bumi adalah bidang datar. Plane Surveying ini digunakan untuk pengukuran
daerah yang tidak luas dengan menggunakan bidang hitung yaitu bidang datar.

Dalam praktikum ini kita memakai Plane Surveying (Ilmu Ukur Tanah). Ilmu ukur tanah
dianggap sebagai disiplin ilmu, teknik dan seni yang meliputi semua metode untuk pengumpulan
dan pemerosesan informasi tentang permukaan bumi dan lingkungan fisik bumi yang
menganggap bumi sebagai bidang datar, sehingga dapat ditentukan posisi titik-titik dipermukaan
bumi. Dari titik yang telah didapatkan tersebut dapat disajikan dalam bentuk peta.

1.2 Maksud dan Tujuan

Praktikum Ilmu Ukur tanah ini dimaksudkan sebagai aplikasi lapangan dan teori-teori dasar
Ilmu Ukur Tanah yang didapatkan oleh praktikan dibangku kuliah seperti poligon, serta alat dan
penggunaannya.

Tujuan yang ingin dicapai dari Praktikum Ilmu Ukur Tanah ini adalah agar praktikan dapat
mengetahui dan memahami dengan baik bagaimana menggunakan alat, mengukur poligon, dan
mengolah data.

1.3 Ruang Lingkup

Mahasiswa teknik sipil Universitas Islam Al-azhah Mataram semester 3.


1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum

Praktikum dilaksanakan pada hari sabtu-minggu tanggal 12-13 Desember 2021 dan bertempat
di halaman kampus dan di luar kampus (jalan raya).
BAB II

PENGENALAN ALAT

2.1 Umum

Pada pengukuran terdapat dua jenis unsur pengukuran, yaitu jarak dan sudut. Selanjutnya unsur
jarak dapat dibagi dua pula, yaitu unsur jarak mendatar (d) dan beda tinggi (∆h). Sedangkan unsur
sudut dibagi menjadi sudut-sudut horizontal, vertical, dan sudut jurusan. Sudut ini berperan
penting dalam kerangka dasar pemetaan yang datanya diperoleh dari lapangan dengan alat yang
dirancang sedemikian rupa konstruksinya sesuai dengan ketelitian. Alat ini dikenal sebagai alat
ukur ruang (Theodolit).

Sedangkan untuk mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih dipermukaan bumi digunakan
alat ukur penyipat datar (Waterpass). Untuk pengukuran jarak dari suatu titik ke titik lain dapat
digunakan pita ukur, waterpass dengan bantuan rambu ukur, atau dengan metoda Tachymetri.

2.2 Alat Ukur Sipat Datar

Alat ukur sipat datar (Waterpass) ini dirancang konstruksinya sedemikian rupa sesuai dengan
fungsinya, yaitu untuk menentukan beda tinggi antara stitik pada permukaan tanah didaerah
perhitunghan. Sebagai acuan penentuan tinggi titik-titik tersebut digunakan muka air laut rata-rata
(Mean Sea Level-MSL) atau tinggi lokal.

Pada alat ukur sipat datar tingkat ketelitiannya tergantung pada kepekaan nivokotak dan
pembesaran teropongnya kepekaan nivo kotak ditentukan oleh jari-jari busur nivo kotak tersebut.
Makin besar jari-jari busur nivo kotak tersebut, maka kepekaannya semakin tinggi. Ini berarti alat
ukur sipat datar tersebut memiliki ketelitian yang makin tinggi.

Pada dasarnya alat ukur sipat datar terdiri dari 3 (tiga) bagian utama, yaitu:

1. Bagian bawah, tidak dapat bergerak dan berlandaskan pada statip, pada bagian terdapat kiap
yang berfungsi sebagai sentring Waterpass.

2. Bagian atas, yang dapat digerakkan secara horizontal.

3. Bagian teropong, untuk membidik rambu dan memperbesar bayangan rambu.


Penentuan jarak digunakan untuk mengontrol benar atau tidaknya pembacaan benang diagfragma
waterpass:

∆h = (BA – BB) x k

Keterangan: BA = Bacaan Benang Atas

BB = Bacaan Benang Bawah

dij = Jarak Optis (m)

k = konstanta

0.1 jika bacaan rambu dalam satuan milimeter (mm)

1.0 jika bacaan rambu dalam satuan centimeter (cm)

10.0 jika bacaan rambu dalam satuan desimeter (dm)

100 jika bacaan rambu dalam satuan meter (m)

Gambar 1.1 Alat Ukur Sipat datar (Waterpass)

Suatu alat ukur sipat datar dapat dikatakan dalam kondisi baik dan dapat digunakan dalam
perhitungan, apabila:
1. Gelembung nivo kotak (berkoinsidensi), maka:

a. Garis bidik harus benar-benar sejajar dengan garis jurusan bidang nivo. Garis bidik adalah
garis yang menghubungkan antara fokus lensa okuler dengan fokus lensa objektif.

b. Sumbu I (tegak) harus sejajar dengan garis gaya berat.

c. garis jurusan nivo harus tegak lurus sumbu tegak.

2. Benang diafragma mendatar harus tegak lurus sumbu tegak.

Garis mendatar pada prinsipnya merupakan garis bidik teropong yang diletakkan
mendatar. Dengan garis bidik tersebut akan didapat bacaan rambu yang ada didepan
waterpass. Perhitungan sipat datar mempunyai prinsip seperti yang terlihat pada gambar
diatas. Beda tinggi dapat dihitungdari selisih nilai tinggi alat dengan nilai benang tengah.

∆h = (TA – BT) x k

Keterangan: ∆h = Beda tinggi

BT = Benang tengah

TA = Tinggi alat

A = Waterpass

B = Rambu Ukur

k = konstanta
Gambar 1.2 Prinsip Sipat Datar

2.3 Perhitungan Sipat Datar

Hal-hal yang perlu diperhatikan dala perhitungan sipat datar adalah sebagai berikut:

a. Jika ditemukan jarak antara 2 titik (A-B) berjauhan, maka sebaiknya perhitungan dibagi
menjadi beberapa sesi perhitungan yang ditandai dengan patok-patok.

b. sebelum menggunakan waterpass periksalah dulu kesalahan garis bidik alat dimana nilai
koreksinya adalah rata-rata dari pemeriksaan kesalahan garis garis bidik sebelum dan sesudah
perhitungan setiap harinya.

c. lakukan perhitungan untuk tiap slag genap untuk tiap sesi perhitungan, dan pindahkan rambu
secara selang seling agar kesalahan nol rambu dapat tereliminir lansung.

d. letakkan waterpass sedemikian rupa, sehingga jarak alat ke rambu depan sama dengan jarak
alat ke rambu belakang.

e. dirikan waterpass pada tanah yang labil/keras.

f. sebelum perhitungan, gelembung nivo kotak harus berada tepat ditengah lingkaran.

g. dahulukan pembacaan rambu belakang, lalu baru pembacaan muka.

h. pembacaan skala rambu sebaiknya dimulai dari pembacaan benang tengah, atas kemudian
bawah.
2.4 Cara Penentuan Beda tinggi dengan Alat Sipat datar

1. Menenpatkan alat diatas salahsatu titik yang akan ditentukan tingginya.

Beda tinggi antara A dan B adalah:

∆hAB = (TA – BT)/1000

Keterangan: TA = Tinggi Alat waterpass (mm)

BT = Bacaan Benang tengah (mm)

∆hAB = Beda tinggi Hasil perhitungan dari A dan B (m)

A = waterpass

B = Rambu Ukur

2.5 Alat Ukur Sipat Ruang

Alat ukur sipat ruang/ Theodolite adalah salah satu alat pada lingkup survai pemetaan, dimana
digunakan untuk mengukur besarnya sudut datar, sudut miring/zenit, dan juga bisa mengukur
jarak optik dengan cara pengukuran Tacheometry. Sipat ruang/Theodolite pada umumnya
dikenal ada dua macam, yaitu sipat ruang/TheodoliteReiterasi dan sipat ruang/theodolite
Repetisi.

2.6 Konstruksi Theodolite

Secara umum konstruksi theodolite terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:

1. Bagian bawah yang tidak dapat digerakkan dan statip.

Bagian ini terdiri atas statip (kaki tiga), plat dasar berkaki tiga dengan tiga sekrup penyetel,
nivo kotak, mikroskop centerering optis, lingkaran horizontal berskala, tabung sumbu
(silindris) dan sumbu pertama (I).

2. Bagian bawah yang dapat digerakkan secara horizontal.

Pada bagian ini terdapat nivo tabung (nivo alhidade), kaki penyangga, sumbu kedua (II),
lingkaran vertikal berskala, pegangan alat, pengatur cahaya, sekrup penyetel gerak
horizontal, klem pengunci gerak horizontal, sekrup penyetel geral vertikal, klem pengunci
gerak vertikal, dan teropong.

3. Bagian teropong yang dapat berputar secara horizontal dan vertikal.

Bagian ini terdiri atas teropong (lensa okuler, lensa objektif, dan diafragma) dan vizier
sebagai alat pembidik, mikroskop pembaca skala lingkaran horizontal dan lingkaran skala
vertikal (pada theodolite digital ini terdapat pada bagian II).

Pada lensa okuler juga terdapat benang silang (BA,BT,BB, dan BV). Baik lensa okuler,
lensa objektif dan diafragma, semuanya disusun dari berbagai lensa konkaf, konveks, dan
konkaf-konveks sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dengan
demikian semua rumus-rumus dan ketetntuan yang berlaku dalam sistem lensa
digunakan/dipaka, terutama tentang jalannya sinar matahari dalam sistem teropong sehingga
diperoleh bayangan/gambar objek sesuai dengan yang dibutuhkan pada jarak yang benar
sesuai ukurannya.

Pada theodolite dikenal tiga macam sistem sumbu yaitu:

a. Sumbu I, sejajar dengan garis gaya berat (menuju pusat bumi).

b. Sumbu II, sejajar dengan nivo dan tegak lurus dengan sumbu I.

c. Sumbu nivo indeks (nivo tabung konsidensi) sejajar dengan garis bidik.

Suatu theodolite dapat dikatakan dalam keadaan baik atau sempurna dan layak di
gunakan untuk perhitungan apabila:

a. Sumbu nivo aldehide (nivo tabung) tegak lurus sumbu I.

b. Garis bidik tegak lurus sumbu II.

c. Sumbu II tegak lurus sumbu I.

d. Sumbu nivo atau koinsidensi, apabila garis bidik distel horizontal.


Gambar 1.3 Alat Ukur Sipat Ruang (Theodolite)

2.7 Macam-macam Theodolite

Macam-macam theodolite berdasarkan konstruksinya ada dua macam, yaitu:

1. Theodolite Reiterasi (Theodolite Sumbu Tunggal)

Dalam theodolite ini, lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan kiap, sehingga bacaan
skala mendatarnya tidak bisa diatur. Theodolite yang dimaksud adalah theodolite type T0
(wild)dan type DKM-2A (Kem).

2. Theodolite Repitisi

Konstruksinya kebalikan dari theodolite reiterasi, yaitu bahwa lingkaran mendatarnya dapat
diatur dan dapat mengelilingi sumbu tegak. Akibatnya, dari konstruksi ini, maka bacaan lingkaran
skala mendatar 0o, dapat ditentukan kearah bidikan/target yang dikehendaki. Theodolite yang
termasuk kedalam jenis ini adalahtheodolite type TM 6 dan TL 60-DP (Shokkisha), TL 6-DE
(Topcon), Th-51 (Zeiss).
Macam-macam theodolite menurut sistem bacaannya yaitu:

1. Theodolite sistem bacaan dengan indeks garis

2. Theodolite sistem bacaan dengan nonius

3. Theodolite sistem bacaan dengan Micrometer

4. Theodolite sistem bacaan dengan Koinsidensi

Macam-macam theodolite menurut skala ketelitiannya yaitu:

1. Theodolite presisi (Type T3/Wild)

2. Theodolite satu sekon (Type T2/Wild)

3. Theodolite sepuluh sekon (Type TM-10C/Sokkisha)

4. Theodolite satu menit (Type T0/Wild)

5. Theodolite sepuluh menit (Type DK-1/Kern)

2.8 Cara Pemasangan dan Penganturan Theodolite

1. Dirikan statif sesuai dengan prosedur yang ditentukan.

2. Pasang theodolite diatas kepala statif dengan mengikatkan landasan theodolite dan sekrup
pengunci diatas kepala statif.

3. Stel nivo kotak dengan cara:

➢ Putarlah sekrup A,B secara bersama-sama hingga gelembung nivo bergeser kearah garis
sekrup C.
➢ Putarlah sekrup C ke kiri atau ke kanan hingga gelembung nivo bergeser ketengah lingkaran.
➢ Setel nivo tabung dengan sekrup penyetel nivo tabung. Bila penyetelan nivo tabung
menggunakan tiga sekrup penyetel (A,B,danC), maka caranya adalah:
➢ Putar teropong dan sejajarkan dengan dua sekrup A,B.
➢ Putarlah sekrup A,B masuk atau keluar secara bersamaan, hingga gelembung nivo bergeser
ketengah
➢ Putarlah teropong 90o kearah garis sekrup C.
➢ Putarlah sekrup C ke kiri atau ke kanan hingga gelembung nivo bergeser ketengah.
➢ Periksalah kembali kedudukan gelembung nivo kotak dan nivo tabung dengan cara memutar
teropong ke segala arah.

2.9 perhitungan sudut dengan Theodolite

1. Pengukuran sudut mendatar (horizontal)

Penegrtian sudut mendatar adalah sudut yang terbentuk dari potongan dua arah jurusan berbeda
pada bidang normal/nivo. Titik perpotongan dua garis jurusan tersebut merupakan titik
pengamatan sudut bila digunakan theodolite dilapanagan.pengukuran sudut mendatar tidak
memperhitungkan pengaruh ketinggian ataupun kemiringan selama kedudukun skala lingkaran
horizontal sejajar dengan bidang nivo atau memenuhi syarat alat theodolite.

2. Pengukuran sudut tegak (vertikal)

Sudut vertikal adalah sudut yang terbentuk antara jurusan/arah terhadap bidang proyeksi
mendatar.sudut vertikal diukur dengan skala lingkaran pada posisi vertikal pula. Tujuan
pengukuran sudut vertikal adalha untuk menentukan :

• Jarak mendatar antara 2 titik, yang biasa dinamalan jarak optis


• Jarak tegak antara 2 titik, yang biasa dinamakan beda tinggi (∆ℎ)

2.10 Alat Ukur Jarak

1. Secara Konvensional

Alat ukur jarak secara konvesional biasanya menggunakan rol meter atau meteran untuk
mengukur panjang tanah dan jarak di atas permukaan tanah.

Gambar 1.4 Rol Meter


2. Secara elektronis

Pengukuran jarak seacara elektronis menggunkan sistem berupa gelombnag infra merah.
Sehingga pengukuran dengan menggunkan alat ini mendapatkan hasil perhitungan yang tepat,
akurat dan prsisis. Dalam hal ini sitem yang digunkan adalah GPS dimana sistem ini terdiri atas
konstelasi radio navigasi dan juga segmane kontrol tanah yang berfungsi mengelola operasi satelit
dan pengguna dengan penerima khusus, menggunkan data setalit untuk memenuhi persyaratan
dari posisi.

Gambar 1.5 Global Positioning System (GPS)

3. Metode Tacyhymetry

Dalam metode ini, jarak ditentukan dengan menggunkan prinsip trigonometry. Prinsip ini
didukung oleh data yang didapt dari bacaan benang diafragma pada Theodolite. Jarak ini di
dapatkan dengan rumus:

𝑑 = 𝑘 𝑥 (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑠𝑖𝑛2 𝑉

Keterangan : d = Jarak (m)

BA = Bacaan benang atas

BB = Bacaan benang bawah

V = Sudut vertikal (0)

K = Konstanta
2.11 Alat Bantu Pengukuran

1. Statif/Tripod

Fungsi dari statif adalah menunjang theodolite


atau waterpass. Cara penggunaan dari statif ialah
dengan mengatur ketinggiannya disesuaikan
dengan pengamat, kaki-kaki dari tripod dapat
dinaikan ataupun diturunkan sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 1.6 Statif/Tripod

2. Rambu Ukur

Rambu ukur adalah alat yang terbuat


dari campuran alumunium yang diberi skala pembacaan. Alat ini berbentuk mistar ukur yang
besar. Skala rambu ini dibuat dalam cm, tiap-tiap blok merah, putih, atau hitam menyatakan 10
cm dan ditandai oleh dua bagian yang terpisah dengan panjang 5 cm.
Gambar 1.7 Rambu Ukur

3. Kompas

Sebagai alat untuk menentukan arah utara untuk memudahkna mencari sudut azimuth yang
pasti.

Gambar 1.8 Kompas


BAB III

PEMETAAN SITUASI

3.1 Dasar Teori

Pemetaan situasi dengan mengukur dan membuat peta situasi dilapangan dengan memasang
patok-patok pada beberapa titik dilapangan yang ketinggian yang sama dengan alat waterpass atau
theodolite sehingga nantinya terbentuk semacam garis kontur dan titik detail bangunan dilapangan.

3.2 Tahapan Pelaksanaan

1. perhatikan lokasi pengukuran serta membuat sket situasi pengukuran/

2. tentuakn tempat berdiri pesawat agar semua titik yang diukur dapat terbidik semua

3. tentukan titik-titik pengukuran sebanyak 15 titik dengan diberi tanda paku batas-batas
pengukuran.

4. setel pesawat diatas titik yang telah ditentukan.

5. bidiklah teropong ketitik A1, dengan menyetel derjat mendatar 00 0’0” pada arah
utara/menggunkan titik kerangka (BM).

6. Baca bacaan pada rambu benang atas, benang tengah dan benang bawah,lalu catat pada daftar.

3.3 Metode pengolahan Data

Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode tachymetry dimana metode ini tidak
membutuhka ketelitian yang akurat pada saat menentukan jarak datar dan beda tinggi (pengerjaan
pengukuran yang sederhana).

Gambar 1.9 Metode Tachimetry


Keterangan : m = Sudut miring

i = Tinggi alat

t = Bacaan skala rambu pada benang tengah

a = Bacaan skala rambu pada benang atas

b = Bacaan rambu pada benang bawah

Maka diperoleh :

➢ Jarak miring :
𝑑𝑚 = 𝐾 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑐𝑜𝑠 𝑚

= 100(𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑐𝑜𝑠 𝑚

𝑑𝑚 = 𝐾 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑠𝑖𝑛 𝑧

= 100(𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑠𝑖𝑛 𝑧

➢ Jarak mendatar :
𝑑𝑚 = 𝐾 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑐𝑜𝑠 2 𝑚

= 100(𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑐𝑜𝑠 2 𝑚

𝑑𝑚 = 𝐾 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑠𝑖𝑛2 𝑧

= 100 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑠𝑖𝑛2 𝑧

Penentuan beda tinggi metode tachymetry

➢ Beda tinggi adalah :

ℎ𝑖𝑗 = 𝐾 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵) × 1⁄2 𝑠𝑖𝑛 2𝑚 + 𝑇𝐴 − 𝐵𝑇

ℎ𝑖𝑗 = 𝐾 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵) × 1⁄2 𝑠𝑖𝑛 2𝑚 + 𝑇𝐴 − 𝐵𝑇


BAB IV

POLIGON

4.1 Penegrtian Poligon

Poligon berasal dari kata poli yang berarti banyak dan gonos yang berarti sudut. Secara harfiahnya,
poligon berarti sudut banyak. Namun arti yang sebnaranya adalah rangkaianan titik-titik secara
beruntun sebagai kerangka dasar pemetaan.

Sebagai kerangka dasar, posisi atau koordinat titik-tiitk poligon harus diketahui atau ditentukan
secara teliti. Kerana akan digunkan sebagai ikatan detil, pengukuran poligon harus memenuhi kriteria
atau persyaratan tertentu.

4.2 Pengolohan Data Poligon

1. Rumus jarak datar

𝑑 = (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵) × 100

Keterangan : d = Jarak (m)

BA = Benang atas

BB = Benang bawah

2. Rumus jarak miring

D = (BA-BB) x A x cos2h (sudut helling)

D = (BA-BB) x A x sin2z (sudut zenith)

∆ℎ 𝑎 − 𝑏 = 𝐷 𝑇𝑔ℎ + 𝑡𝑎 − 𝑏𝑡

HB = HA + Δh a-b

Keterangan : D = Jarak datar

Δh = Beda tinggi

A = Konstanta Pengali (100)

H = Sudut helling

Z = Sudut Zenith

ta = Tinggi Alat
3. Rumus mengukur beda tinggi

ΔH = BTblk – BTmk

Keterangan : ΔH = Beda tinggi (m)

BTblk = Benang Tengah Belakang

BTmk = Benang tengah muka

4. Rumus umum perhitungan poligon

Rumus koordinat secara umum :

Xn+1= Xn + dn,n+1sinφn,n+1

Yn+1= Yn + dn,n+1cosφn,n+1

Keterangan : Xn+1 = absis yang dicari

Yn+1 = ordinat yang dicari

Xn = absis yang diketahui

Yn = ordinat yang diketahui

dn,n+1 = jarak antara titik yang diketahui dan titik yang akan dicari

αn,n+1 = azimuth antara titik yang diketahui dan titik yang akan dicari

4.3 Tahapan pelaksanaan

Berikut merupakan langkah langkah pelaksanaan praktikum poligon tertutup :

1. Sebelum melakukan praktikum, terlebih dahulu kita menentukan titik-titik poligon dilapangan
(titik alat)
2. Setelah menentukan titik, letakkan alat pada titik (P1) kemudian setting seseuai dengan
ketentuan (jangan lupa tinggi alat diukur)
3. Dirikan rambu ukur di titik poligon (PII), lalu dirikan rambu ukur di titik PI baca bacaan benang
BA, BB, dan BB nya.
4. Kemudian dirikan alat di titi potong (PII), lalu dirikan rambu ukur di titik PI baca bacaan
benang BA, BT, dan BB ya. Alat diset 00 (nol derajat)
5. Kemudian rambu dipindahkan di titik poligon (PII), baca bacaan benang BA, BT, dan BB nya.
Catat besasr sudut dari PI ke PII.
6. Kemudain kembali dirikan alat di titik poligon (PIII), lalu dirikan rambu ukur di titik STA II
baca bacaan BA, BT, dan BB nya. Alat diset 00 (nol derajat)
7. Kemudian rambu dipindahkan kembali ke ttik poligon (PIV) baca bacaan BA, BT, dan BB nya.
Catat sudut dari PII ke PIV.
8. Kemudian dirikan alat dititik potong (PIV), lalu dirikan rambu ukur di titik PIII baca bacaan
benang BA, BT, dan BB nya. Alat diset 00 (nol derajat)
9. Kemudain rambu dipindahkan kembali ke titik poligon (PI) baca bacaan benang BA, BT, dan
BB nya. Catat besar sudut dari PIII ke PI
10. Jangan lupa sket titik detail setaip pengukuran harus digambarkan.
BAB V

PROFIL

5.1 Profil Memanjang

1. Dasar Teori

Pengukuran profil bertujuan untuk menentukan elevasi titik-titik pada permukaan tanah
sepanjang garis tertentu sehingga akan diperoleh profil (potongan tegak dari permukaan tanah
sepanjang garis itu).

Maksud dan tujuan pengukuran profil memanjang adalah untuk menentukan titik-titik
sepanjang garis rencana proyek, sehingga dapat digambarkan irisan tegak keadaaan permukaan
tanah sepanjang garis proyek tersebut. Jadi, profil adalah irisan tegak permukaan Bumi.

2. Metode perhitungan

A. Hitung jarak optis dengan rumus :

𝑑𝑖𝑗 = 0,1 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑠𝑖𝑛2 𝑉

Dimana: BA = Bacaan benang atas (mm)


BB = Bacaan benang bawah (mm)
V = Sudut vertical (˚)
dij = Jarak optis (m)

Karena Waterpass selalu berada dalam keaddan mendatar (900) sehingga sin2V selalu bernilai

dij = 0,1 X (BA-BB)

Penentuan jarak optis ini dapat juga digunakan untuk mengotrol benar atau tidaknnya benang
diafrgama.
B. Hitung beda tinggi dengan persamaan :
Δh = 0,05 X (BA-BB) sin 2V + (TA-BT)/1000

Dimana:
Δh = Beda tinggi (mm)
BA = Bacaan benang atas (mm)
BT = Bacaan benang tengah (mm)
BB = Bacaan benang bawah (m)
V = Sudut vertical (˚)
TA = Tinggi alat (m)
Karena alat waterpass selalu berada dalam keadaan mendatar (90˚) sehingga 𝑠𝑖𝑛2 V bernilai
nol, maka persaman di atas menjadi:
Δh = (TA-BT)/1000

Apabila beda tinggi yang diperoleh bernilai negative, berarti titik dimana alat berdiri lebih
tinggi dari titik target. Dan apabila yang diperoleh bernilai positif, bearti titik taret yang lebih
tinggi.

C. Hitung elevasi/ketinggian (h) masing-masing titik Perhitungan


HB = HA + ΔhAB

Dimana:
HA = Elevasi titik acuan (m)
ΔhAB = Beda tinggi hasil Perhitungan dari A dan B (m)
HB = Elevasi titik target (m)
5.2 Profil Melintang

1. Dasar Teori

Pengukuran profil melintang bertujuan untuk menentukan elevasi titik-titik pada permukaan
tanah sepanjang garis tertentu sehingga akan diperoleh profil (potongan tegak dari permukaan
tanah sepanjang garis itu).

Maksud dan tujuan profil melintang adalah menentukan ketinggian titik-titik (profil permukaan
tanah) sepanjang garis tegak lurus terhadap garis rencana proyek atau sepanjang garis yang
membagi sama besar sudut antara dua sub garis rencana proyek yang berpotongna. Dalam
pelaksanaan pengukuran, biasanya profil melintang diukur sejalan dengan profil memanjang.

2. Data Pengukuran Cross Section

A. Hitung jarak optis dengan rumus :

𝑑𝑖𝑗 = 0,1 × (𝐵𝐴 − 𝐵𝐵)𝑠𝑖𝑛2 𝑉

Dimana: BA = Bacaan benang atas (mm)


BB = Bacaan benang bawah (mm)
V = Sudut vertical (˚)
dij = Jarak optis (m)

Karena Waterpass selalu berada dalam keaddan mendatar (900) sehingga sin2V selalu bernilai

dij = 0,1 X (BA-BB)

Penentuan jarak optis ini dapat juga digunakan untuk mengotrol benar atau tidaknnya benang
diafrgama.
B. Hitung beda tinggi dengan persamaan :
Δh = 0,05 X (BA-BB) sin 2V + (TA-BT)/1000

Dimana:
Δh = Beda tinggi (mm)
BA = Bacaan benang atas (mm)
BT = Bacaan benang tengah (mm)
BB = Bacaan benang bawah (m)
V = Sudut vertical (˚)
TA = Tinggi alat (m)
Karena alat waterpass selalu berada dalam keadaan mendatar (90˚) sehingga 𝑠𝑖𝑛2 V bernilai
nol, maka persaman di atas menjadi:
Δh = (TA-BT)/1000

Apabila beda tinggi yang diperoleh bernilai negative, berarti titik dimana alat berdiri lebih
tinggi dari titik target. Dan apabila yang diperoleh bernilai positif, bearti titik taret yang lebih
tinggi.

C. Hitung elevasi/ketinggian (h) masing-masing titik Perhitungan


HB = HA + ΔhAB

Dimana:
HA = Elevasi titik acuan (m)
ΔhAB = Beda tinggi hasil Perhitungan dari A dan B (m)
HB = Elevasi titik target (m)
BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

7.2 Saran

Lebih banyak membaca / mendalami teori.

Lebih serius saat melakukan praktek lapangan

Daftar Pustaka

https://belajargeodesi.blogspot.com/2017/02/ilmu-ukur-tanah-1-bab-4.html

Bocah Teknik Sipil: Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah BAB.5, BAB.6 & BAB.7 (putrasipilur.blogspot.com)

Anda mungkin juga menyukai