Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK LABORATORIUM TOKSIKOLOGI KLINIK

“PEMERIKSAAN IDENTIFIKASI OBAT METODE KLT”

DISUSUN OLEH :

Amanda Retma Amaria

P07134220006

ST TLM

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

2022
I. Judul Praktikum : PEMERIKSAAN IDENTIFIKASI OBAT METODE
KLT (Kromatografi Lapisan Tipis)

II. Hari, tgl praktik : Kamis, 20 Oktober 2022

III. Tujuan :

- Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan identifikasi obat


- Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan identifikasi
obat dengan benar
- Mahasiwa dapat melakukan interpetasi hasil pemeriksaan identifikasi
obat dengan baik

IV. Dasar teori :

Analisis kimia merupakan penggunaan sejumlah teknik dan metode


untukmemperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari
suatusenyawa obat pada khususnya dan bahan kimia pada umumnya.
Dalamanalisis kimia yang paling sering digunakan adalah analisis kimia
secarakualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis
untukmelakukan identifikasi elemen, spesies, dan/atau senyawa-senyawa
yangada di dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif
berkaitandengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang
ditujudalam suatu sampel (Gandjar, 2007). 

Analisis kualitatif merupakan suatu proses dalam mendeteksi


keberadaansuatu unsur kimia dalam cuplikan yang tidak di ketahui. Analisis
kualitatifmerupakan suatu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia
danunsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan. Dalam metode
analisiskualitatif, kita menggunakan beberapa pereaksi, di antaranya
pereaksigolongan dan pereaksi spesifik. Analisis kualitatatif dapat digunakan
untukmenganalisis reaksi-reaksi khusus senyawa yang mengandung
C,H,N,O. (Miessler,1991 ). Antibiotik adalah substansi yang dihasilkan oleh
suatu mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain dalam konsentrasi yang sangat rendah.
Salah satu antibiotik yang banyak digunakan adalah golongan tetrasiklin
untuk menghambat sintesis protein bakteri (Anastasia, 2011).

Teknik KLT telah digunakan dalam identifikasi, pengujian kemurnian dan


penentuan konsentrasi bahan aktif, zat tambahan dan pengawet dalam
obatobatan dan persiapan obat, kontrol proses dalam proses pembuatan
sintetis. Berbagai farmakope telah menerima teknik KLT untuk mendeteksi
ketidakmurnian dalam obat atau bahan kimia, misalnya antibiotik: penisilin
telah dipisahkan pada silika gel dengan menggunakan dua pelarut, yaitu
aseton : metanol (1 : 1) dan iso-propanol : metanol (3 : 7). Sebagai zat
pendeteksi, reaksi iodin-azida digunakan dengan menyemprot pelat kering
dengan larutan iodin 0,1% yang mengandung 3,5% natrium azida.
(Rosamah, 2019)

BKO adalah bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat
sebagai obat yang sengaja ditambahkan kedalam obat tradisonal atau jamu.
Obat tradisional yang dikenal dengan istilah jamu tidak boleh mengandung
BKO sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional bab II pasal 7
ayat 1 bahwa obat tradisonal dilarang mengandung bahan kimia obat yang
merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat. (Hidayana, 2019)

Hal tersebut memberi celah adanya kemungkinan kecurangan yang


dilakukan oleh sebagian produsen yang kurang baik seperti misalnya masih
sering ditemukan adanya penambahan ilegal Bahan Kimia Obat (BKO)
kedalam jamu. BKO yang sering dicampurkan ke dalam obat tradisional
adalah fenilbutazon, antalgin (metampiron), Deksametason, Prednison,
Teofilin, Hidroklortiazid (HCT), Furosemid, Glibenklamid, Siproheptadin,
Chlorpeniramin maleat (CTM), Parasetamol, Diclofenac sodium, Sildenafil
Sitrat, Sibutramin Hidroklorida. Tindakan kewaspadaan terhadap obat
tradisional yang tidak bermutu dan bahkan mungkin tidak aman adalah
apabila produk di klaim dapat menyembuhkan bermacam-macam penyakit
dan bila manfaat atau kerja obat tradisional dirasa sedemikian cepatnya
terjadi. (Hidayana, 2019)
V. Prinsip pengujian :

Residu hasil ekstraksi dielusi dengan eluen tertentu sehingga


terbentuk noda (spot) dengan warna yang khas yang akan dibandingkan Rf
nya berdasarkan perbandingan Rf sampel terhadap Rf standar. (Rahayu &
Sholihat, 2018). Larutan atau campuran laurtan yang digunakan dinamakan
eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel
akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

VI. Reaksi :

Sampel diekstraksi dengan eluen berupa toluene, asam asetat glasial dan
dietil eter dan methanol, sehingga membentuk noda dengan Rf tertentu.
Noda dibaca di bawah sinar UV. Rf sampel dibandingkan terhadap baku
pembanding atau standar obat yang ada.

VII. Alat, Bahan dan Reagen :

Alat Reagen
1. Corong 1. Larutan toluene
2. Mortar dan alu 2. Larutan asam asetat glasial
3. Chamber kecil 3. Larutan dietil eter
4. Tabung kapiler 4. Larutan metanol
5. Pipet ukur 5. Standar paracetamol
6. Safety pippete 6. Standar antalgin
7. Penggaris 7. Standar acetosol
8. Gunting 8. Sampel obat analgesic
9. Kabinet UV 9. Kertas saring
10. Labu Erlenmeyer 10. Gelas Kimia
11. Plastik dan karet 11. Aquades
12. Mikro kapiler 12. Obat
13. Sillica gel
14. Tabung reaksi
15. Rak tabung reaksi

VIII. Identitas spesimen :

Sampel : Obat X - Analgesik

Bentuk sampel : Tablet

IX. Prosedur :

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Membuat eluen dengan cara mencampurkan larutan berikut dengan


perbandingan toluene : asam asetat glasial : dietil eter : methanol = 12 : 3 : 3
: 2 ke dalam labu Erlenmeyer. Karena pada praktikum kali ini dibuat untuk 2
chamber maka larutan eluen yang dibutuhkan adalah 40 mL

3. Kemudian menutup masing-masing labu Erlenmeyer dengan plastik dan


karet karena larutan eluen yang digunakan pada praktikum kali ini sangat
mudah menguap

4. Menghaluskan obat yang akan diperiksa dengan mortar dan alu sampai
halus

5. Mengekstraksi obat yang akan diperiksan dengan 5 mL methanol di


dalam tabung reaksi. Ekstraksi dilakukan 1x karena ingin membuat sampel
yang akan diperiksa pekat

6. Kemudian menyaringnya dengan kertas saring dan corong ke dalam


gelas kimia

7. Menyiapkan 2 chamber. 1 chamber dibuat menjadi jenuh. Membuat


chamber menjadi jenuh dengan cara memotong kertas saring sesuai dengan
ukuran chamber yang akan digunakan untuk pemeriksaan dan memasukkan
20 mL eluen yang digunakan ke dalam chamber tersebut. Chamber siap
untuk digunakan. 1 chamber dibiarkan tidak dijenuhkan

8. Memotong silica gel menjadi ukuran 10 cm x 10 cm dengan ketentuan :

Batas bawah : 1,5 cm

Batas rambat eluen : 8 cm

Jarak antar-totol : 1,5 – 2 cm

9. Mengencerkan standar obat yang akan digunakan menggunakan


aquades karena standar yang digunakan berbentuk serbuk. Tidak ada
takaran khusus dalam pembuatan standar, hanya menggunakan perkiraan

10. Meneteskan ekstraksi sampel obat dan standar obat ke atas silica gel
beberapa totol. Setiap menotolkan sampel dan standar, menunggu sampai
kering baru diaplikasikan kembali

11. Setelah sampel dan semua standar ditotolkan di atas silica gel,
memasukkan masing-masing silica gel ke dalam chamber yang sudah berisi
eluen

12. Menunggu hingga rambatan eluen sampai pada batas rambat eluen.
Hati-hati jangan sampai rambatan melebihi batas

13. Setelah selesai, meletakkan silica gel pada lampu UV (panjang


gelombang 254 nm) untuk dilakukan pembacaan hasil jarak rambatnya

14. Mencatat hasil yang didapatkan dan melakukan pembacaan hasil

X. Interpretasi Hasil :

- Perhitungan : Rf =

- Hasil positif apabila Rf standar = Rf sampel


- Hasil negatif apabila Rf standar ≠ Rf sampel

XI. Hasil pengamatan :


Hasil Pengamatan :

Jarak Eluen = 8 cm
Jarak Spot Standar :
a. Standar 1 (Paracetamol) = 0 cm
b. Standar 2 (Antalgin) = 0 cm
c. Standar 3 (Acetosal) = 0 cm
Jarak Spot Sampel = 0 cm

Perhitungan :

Sehingga :

Hasil : Sampel tidak terdeteksi

Hasil Pengamatan dengan Eluen Kloroform dan Etanol :

Jarak Eluen = 8 cm
Jarak Spot Standar :
d. Standar 1 (Paracetamol) = 2,3 cm
e. Standar 2 (Antalgin) = 5,1 cm
f. Standar 3 (Acetosal) = 5,0 cm
Jarak Spot Sampel = 5,1 cm
Perhitungan :

Sehingga :

Hasil : POSITIF mengandung Antalgin

XII. Pembahasan :

Pada praktikum kali ini dilakukan menggunakan 2 chamber kecil dengan


diberi kondisi yang berbeda. 1 chamber untuk volume eluen 20 mL. Pada
chamber 1 diberi kertas saring untuk menjenuhkan eluen. Pada praktikum
kali ini digunakan eluen Toluena, Asam Asetat Glasial, Dietil eter dan
Metanol. Keempat larutan tersebut memiliki sifat yang mudah menguap
sehingga ketika melakukan praktikum perlu kecepatan agar larutan tidak
menguap di udara. Untuk menyiasati hal tersebut, maka dilakukan
percobaan dengan menjenuhkan chamber dengan memberikan kertas
saring. Sedangkan pada chamber 2 tidak diberi apapun, untuk
membandingkan apakah tanpa kertas saring eluen masih dapat merambat
lurus.

Pada praktikum digunakan eluen toluene, dietil eter, asam asetat glasial
dan methanol. Sebagai pembanding digunakan eluen kloroform dan etanol.
Dalam penggunakan eluen toluene, didapatkan hasil pengamatan bahwa
sampel dan standar tidak bergerak, masih tetap berada di titik awal. Hal
tersebut dapat disebabkan karena eluen yang digunakan tidak sesuai
sifatnya dengan sampel atau standar yang diperiksa. Maksud
ketidaksesuaian sifat eluen dengan sampel adalah apabila sampel
pemeriksaan memiliki sifat yang polar maka perlu digunakan eluen yang
polar juga agar noda sampel bisa merambat atau berjalan. Apabila eluen
yang digunakan bersifat lebih non-polar, maka hasil yang didapatkan adalah
sama seperti Gambar 1. Untuk menyiasatinya maka diperbolehkan untuk
mengubah formulasi eluen sesuai dengan sifat zat yang akan diperiksa.

Dalam melakukan praktikum identifikasi obat ini digunakan jarak eluen


sepanjang 8 cm dengan batas dari bawah 1,5 cm dan jarak antar noda
sampel dan standar adalah 1,5 cm. Karena hasil noda yang terlihat pada
formulasi eluen kloroform, maka perhitungan Rf yang digunakan adalah
pada Gambar 2. Berdasarkan hasil praktikum tersebut didapatkan nilai jarak
noda untuk standar paracetamol adalah 2,3 cm; jarak standar antalgin
adalah 5,1 cm; dan jarak standar acetosal adalah 5,0 cm. Untuk jarak
sampel obat (analgesic) yang diidentifikasi pada praktikum kali ini adalah 5,1
cm.

Pada praktikum kali ini menunjukkan tidak teridentifikasinya kandungan


pada sample obat atau tablet dari ketiga standar yang digunakan yaitu
paracetamol, antalgin, dan acetosal. Alasan mengapa sampel tidak
teridentifikasi karena eluen yang digunakan tidak cocok dengan sampel.
Metode KLT memang memiliki kekurangan dalam membutuhkan sistem trial
and error untuk menentukan sistem eluen yang tepat atau cocok. Eluen yang
digunakan pada praktikum ini telah jenuh sehingga tidak akan menghasilkan
hasil yang bergelombang.

Ketidakcocokan eluen ditandai dengan senyawa standar paracetamol dan


antalgin tidak bergerak, tetap berada di titik awal. Sedangkan pada hasil
sampel tidak menunjukkan perbandiangan yang sama dengan salah satu
standar sehingga tidak dapat diidentifikasi. Hasil yang berekor dapat
disebabkan karena factor pemurnian (ekstraksi) yang terdapat senyawa lain.
Pada hasil juga terdapat sedikit bercak diluar dari jalur yang disebabkan
karena dalam obat tersebut terdapat senyawa lain yang dapat terbaca.

XIII. Lampiran :

XIV.

Referensi :
Cartika, Harpolia. 2016. Kimia Farmasi, Modul Cetak Bahan Ajar Farmasi.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Pusdik SDM
Kesehatan. Jakarta.

Day, R.A. dan Underwood, A.L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi V,
diterjemahkan oleh: Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Erlangga,
Jakarta.

Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.

Mursyidi, A., & Rohman, A., 2006, Pengantar Kimia Farmasi Analitik:
Volumetri dan Gravimetri, Yayasan Farmasi Indonesia, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.

Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press. Jakarta. h. Sudjadi, M.


S . 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Yogyakarta, 20 Oktober 2022


Praktikan

Amanda Retma Amaria


NIM. P07134220006

Anda mungkin juga menyukai