Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“PERILAKU K3 DAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Djoko Kustono, M.Pd.

DISUSUN OLEH :
ARFAN ARIF YANA 210511612847
ARIED ZALDI NUGRYAN 210511612826

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa. Karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
“Perilaku K3 dan Alat Pelindung Diri (APD)” ini dengan baik. Makalah ini dibuat
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Makalah tentang Perilaku K3 dan Alat Pelindung Diri (APD) ini telah dibuat
dengan semaksimal mungkin oleh penyusun dan pihak pihak yang telah
membantu. Untuk itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr.
Ir. Djoko Kustono, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari masih terdapat kesalahan didalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, dengan sangat terbuka penyusun
menerima kritik dan saran yang membangun agar kedepannya penyusun dapat
membuat makalah yang lebih baik.
Akhirnya penyusun mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan dan menginspirasi pembaca.

Malang, 23 Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH.......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................4
2.1 PENGERTIAN PERILAKU K3...........................................................................4
2.1.1 Teori Lawrence Green....................................................................................4
2.1.2 Teori James Reason.........................................................................................5
2.1.3 Teori Accident Proenes...................................................................................6
2.2 Tujuan Perilaku K3...............................................................................................7
2.3 Prinsip Perilaku K3................................................................................................9
2.4 Manfaat Perilaku K3.............................................................................................9
2.5 Teori-Teori Perilaku K3........................................................................................9
2.5.1 Behavior Base Safety.......................................................................................9
2.5.2 Health Belief Model.......................................................................................10
2.6 Safe Behavior dan Unsafe behavior....................................................................11
2.6.1 Safe Behavior.................................................................................................11
2.7 Konsep, Prinsip, dan Penerapan Budaya K3.....................................................12
2.7.1 Konsep Budaya K3........................................................................................12
2.7.2 Prinsip Budaya K3........................................................................................12
2.7.3 Penerapan Budaya K3..................................................................................13
2.8 Konsep, Prinsip, Penerapan, dan Evaluasi Promosi Kesehatan.......................13
2.8.1 Konsep Promosi Kesehatan..........................................................................13
2.8.2 Prinsip Promosi Kesehatan...........................................................................15
2.8.3 Penerapan Promosi Kesehatan.....................................................................15
2.8.4 Evaluasi Promosi Kesehatan........................................................................16

iii
2.9 Pengertian, Tujuan, Dasar Pertimbangan Pemakaian dan Dasar Hukum APD
(Alat Pelindung Diri)..................................................................................................17
2.9.1 Pengertian APD.............................................................................................17
2.9.2 Tujuan APD...................................................................................................18
2.9.3 Dasar Pertimbangan dan Dasar Hukum APD............................................18
BAB III...........................................................................................................................20
PENUTUP.......................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku keselamatan dianggap sebagai fondasi pokok aktivitas keselamatan yang
harus diketahui, dipahami dan diterapkan oleh setiap karyawan sebagai bentuk
persyaratan keselamatan dan kesehatan dalam bekerja dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya kejadian yang tidak diharapkan seperti kecelakaan pada
dunia kerja. Mengabaikan perilaku keselamatan memicu penyebab serius
terjadinya kecerobohan dalam bekerja yang mengarah terjadinya pada kecelakaan,
kecacatan bahkan nyawa melayang pada karyawan ketika berada di lokasi kerja.
Kecelakaan yang terjadi tidak hanya berdampak buruk pada fisik karyawan saja,
tetapi juga menyerang mental emosi karyawan. Perusahaan yang tidak
mempedulikan perilaku keselamatan pada sumberdaya manusianya akan di cap
sebagai perusahaan yang tidak baik, terlebih apabila perusahaan tersebut tidak
mau mengeluarkan seperserpun dana sebagai bentuk dari tanggung jawab jaminan
pengobatan karyawannya.
Perilaku keselamatan sangat penting karena berdasarkan banyak penelitian,
penyebab utama terjadi kecelakaan kerja sebagian besar disebabkan oleh dari
manusia itu sendiri bukan karena lingkungan dan kurang lengkapnya peralatan K3
ditempat mereka kerja, terlebih zaman semakin modern dengan teknologi canggih
mampu meminimalisir terjadinya kecelakaan.
Beberapa faktor yang berkontribusi terjadinya kecelakaan adalah teknis, manusia,
sosial, organisasi, manajerial dan faktor lingkungan dimana semuanya harus
saling berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, perusahaan harus menyediakan
beberapa pekerja profesional keselamatan dimana mereka akan fokus pada
perilaku karyawan yang dianggap sebagai akar masalah penyebab terjadinya
kecelakaan kerja, kemudian mengembangkan langkah-langkah preventif
terjadinya kecelakaan dan mengurangi hasil kerja yang tidak diinginkan. Terdapat
dua faktor utama yang menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan dan
penyakit di dunia kerja.
Faktor yang pertama berasal dari perilaku pekerja (faktor manusia) yang kurang
atau tidak memenuhi keselamatan, seperti kelengahan, kecerobohan, ngantuk,
stress, kelelahan dan pengetahuan yang kurang memadai tentang penggunaan
mesin dan peralatan penunjang keselamatan sehingga terjadi kesalahan yang fatal,
merusak peralatan kesalamatan dan tidak ada usaha untuk
memperbaiki/mengganti alat yang dirusak, hubungan antar karyawan yang kurang
harmonis dan sebagainya. Faktor utama yang kedua berasal dari kondisi-kondisi
lingkungan pekerjaan yang tidak aman (unsafety condition) beberapa contohnya
adalah produksi mesin yang tidak bagus dan sempurna sehingga kurang aman dan

1
layak untuk digunakan oleh karyawan, tata letak yang tidak rapi, kerusakkan
sistem dalam pabrik, seperti alat-alat bahan –bahan yang usang sehingga
menciptakan kondisi kerja yang buruk, mesin-mesin yang tidak dilengkapi oleh
sistem pengaman, tempat kerja atau lingkungan kerja tidak bersih dan jorok,
penerangan yang kurang dan buruk, dan sebagainya.
Perilaku keselamatan ialah perilaku yang mendukung praktek-praktek dan
aktivitas keselamatan yang dimana kedua hal tersebut harus diterima oleh
karyawan sebagai persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja untuk
menghindari kecelakaan ditempat kerja. Perilaku keselamatan tidak hanya
diterapkan oleh karyawannya saja tetapi juga perusahaan, karena masih banyak
perusahaan yang pelit dan menganggap peralatan K3 membutuhkan biaya yang
banyak dan mahal. Kebanyakan perusahaan hanya menganggap untuk
menyediakan peralatan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan membutuhkan
biaya yang cukup besar. Padahal apabila kecelakaan sudah terjadi maka
perusahaan juga harus mengeluarkan biaya pengobatan yang tidak sedikit,
tergantung dari cidera karyawan. Ketika perusahaan mempekerjakan seseorang,
maka tugas perusahaan tidak hanya membayar pekerja tersebut, tetapi juga
bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya
terutama di lingkungan kerja. Tidak hanya itu, apabila perusahaan tidak
mempedulikan keselamatan karyawannya ketika kecelakaan terjadi maka reputasi
perusahaan akan tercoreng bahkan eksistensi perusahaan juga terancam. Ketika
individu sudah mengalami kecelakaan, maka yang terjadi bukan hanya kerusakan
fisik, tetapi juga psikologis seorang tersebut, seperti trauma.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian, Tujuan, Prinsip, Manfaat Perilaku K3
2. Teori-Teori Perilaku K3: Health Belief Model, Behavior Base Safety, Dll
3. Jenis-Jenis Safe Behavior Dan Unsafe Behavior
4. Konsep, Prinsip Dan Penerapan Budaya K3
5. Konsep, Prinsip, Penerapan Dan Evaluasi Promosi Kesehatan
6. Pengertian, Tujuan, Dasar Pertimbangan Pemkaian Dan Dasar Hukum Apd
(Alat Pelindung Diri)

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui Pengertian, Tujuan, Prinsip dan Manfaat Perilaku K3
2. Mengetahui apa saja macam Teori-Teori Perilaku K3
3. Mengetahui Jenis-Jenis Safe Behavior dan Unsafe Behavior
4. Mengetahui Konsep, Prinsip, dan Penerapan Budaya K3

2
5. Mengetahui Konsep, Prinsip, serta Penerapan dan Evaluasi Promosi
Kesehatan
6. Mengetahui Pengertian, Tujuan, Dasar Pertimbangan Pemakaian dan Dasar
Hukum APD (Alat Pelindung Diri

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PERILAKU K3


2.1.1 Teori Lawrence Green
Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) menganalisis perilaku
manusia terkait masalah kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan
faktor di luar perilaku (non behaviorcauses). Selanjutnya faktor perilaku itu
sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu :
1. Predisposing factors (faktor dari diri sendiri) adalah faktor-faktor yang
mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran ataupun motivasi yang
terdiri dari pengetahuan, sikap, persepsi, nilai, keyakinan, dan variable
demografi.
2. Enabling factors (faktor pemungkin) adalah kemampuan dari sumber daya
yang diperlukan untuk membentuk perilaku. Faktor pemungkin terdiri dari
fasilitas penunjang, peraturan dan kemampuan sumber daya.
3. Reinforcing factors (faktor penguat) adalah faktor yang menentukan apakah
tindakan kesehatan mendapatkan dukungan. Pada program pendidikan
keselamatan kerjadilakukan oleh teman kerja, pengawas, pimpinan, dan
keluarga, pemberian reward dan punishment (Green, 1980).
Kurt Lewin (1970) dalam Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa perilaku
manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan
pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restining forces).
Perilaku itu dapat berubah bila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan
tersebut di dalam diri seseorang. Kekuatan pendorong meningkat, hal ini terjadi
karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan
perilaku. Kekuatan-kekuatan penahan menurun, hal ini terjadi karena adanya
stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Kekuatan
pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun, dengan keadaan ini jelas juga
akan terjadi perubahan perilaku. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), dalam
proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktor-faktor yang
berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (Internal) seperti susunan syaraf pusat,
persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya.

4
2.1.2 Teori James Reason
Menurut Reason (1997) tindakan tidak aman dapat disebabkan oleh kesalahan
atau kelalaian manusia (Human-erorr) dalam melakukan pekerjaanya. Reason
(1997) menguraikan kesalahan yang dilakukan oleh pekerja menjadi empat yaitu:
1. Skill-based error (Slips and Lapses), kesalahan yang dilakukan berhubungan
dengan keahlian yang dimiliki. Pekerja yang telah terbiasa dalam
melakukan suatu pekerjaansuatu saat dapat melakukan kesalahan tanpa
disadari (slips) karena tidak sesuai dengnakebiasaannya, selain itu pekerja
dapat melakukan kesalahan karena lupa (Lapses).
2. Rule-based error (Mistakes), meliputi kesalahan dalam memenuhi standar
dan proseduryang berlaku, menggunakan peraturan dan prosedur yang
salah, menggunakan peraturandan prosedur lama.
3. Knowledge-based error (Mistakes), disebabkan kurangnya pengetahuan
sehinggamenyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan dan asumsi-
asumsi.
4. Violation atau pelanggaran, merupakan kesalahan yang dilakukan dengan
sengaja sepertimelanggar peraturan keselamatan kerja dengan tidak
menggunakan perlengkapan pelindung.
Pekerja hendaknya memiliki kesadaran atas keadaan yang berbahaya sehingga
resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat diminimalisasi (Reason, 1997).
Kesadaran terhadap bahaya yang mengancam dapat diwujudkan dengan
menggunakan perlengkapan keselamatan kerja dengan baik dan benar, menaati
peraturan dan prosedur yang berlaku, bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya.
Seringkali pekerja melakukan kesalahan dengan tidak menggunakan perlengkapan
pelindung maupun menggunakan perlengkapan pelindung yang rusak,
menyalahgunakan perlengkapan pelindung, mengambil jalan pintas dengan
mengabaikan peraturan dan rambu-rambu yang ada. Reason (1997) dalam
Utommi (2007) membagi penyebab kecelakaan kerja menjadi dua, yang pertama
karena tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dan yang kedua
disebabkan oleh kondisi tidak aman pada lingkungan kerja.
Reason (1997) menyatakan bahwa pendorong utama timbulnya tindakan tidak
aman dan kondisi tidak aman adalah faktor organisasi, yang selanjutnya
mempengaruhi faktor lingkungan kerja. Faktor lingkungan kerja meliputi hal-hal
yang berhubungan dengan proyek konstruksi secara langsung seperti tekanan
yang berlebihan terhadap jadwal pekerjaan, peralatan dan perlengkapan
keselamatan kerja yang tidak memadai, kurangnya pelatihan keselamatan
kerjayang diberikan pada pekerja, kurangnya pengawasan terhadap keselamatan
kerja pekerja (Utommi, 2007). Faktor lingkungan kerja dapat mendorong
munculnya kesalahan dan pelanggaran pada pihak pekerja, kesalahan dan
pelanggaran tersebut dapat berupa tindakan tidak aman dari pekerja, seperti
melanggar peraturan dan prosedur keselamatan kerja, dan salah satu hasil akhir

5
dari tindakan tidak aman adalah munculnya kecelakaan kerja pada pihak pekerja.
Di lain pihak faktor organisasi dan faktor lingkungan kerja juga dapat
menyebabkan munculnya kondisi tidak aman yang berupa kondisi laten. Disebut
kondisi laten karena kondisi tidak aman tersebut muncul pada lingkungan kerja
bila berinteraksi dengan tindakan tidak aman dari pihak pekerja, yang kemudian
dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Salah satu contoh kondisi laten adalah
kebijakan organisasi yang tidak memberikan perlengkapan keselamatan kerja
pada pekerjanya dengan melakukan pengawasan secara ketat terhadap
kemungkinan terjadinya kecelakaan. Halini sangat beresiko karena bila suatu saat
pengawasan tidak dilakukan, dapat muncul resiko terjadinya kecelakaan kerja
(Reason, 1997). Oliver, dkk (2002) dalam Hendrabuana (2008) mengemukakan
bahwa kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tindakan tidak aman dan kondisi
tidak aman dapat terjadi karena adanya pengaruh dari faktor organisasi, kondisi
lokal tempat kerja, serta perilaku dan kesehatan pekerja kurang baik atau tindakan
tidak aman, yang tidakdisadari oleh pekerja maupun yang disadari oleh pekerja,
berupa pelanggaran.

2.1.3 Teori Accident Proenes


Dalam mengkaji secara lebih dalam masalah perilaku yang tidak aman individu,
selalu timbul dalam benak para peneliti pertanyaan-pertanyaan, seperti (Suizer,
1999 dalam Hendrabuana, 2007) :
1. Apakah setiap individu akan menampilkan pola perilaku tidak aman yang
berbeda-beda frekuensinya dalam suatu situasi kerja tertentu.
2. Apakah memang benar ada jenis kepribadian tertentu yang cenderung
celaka.
3. Faktor-faktor pribadi apa saja yang sesungguhnya erat hubungannya dengan
terjadinyakecelakaan.
Pertanyaan pertama diatas berkaitan dengan frekuensi perilaku tidak aman (tidak
selamat) yang ditampilkan dan kecelakaan yang terjadi didalam suatu situasi kerja
yang spesifik dimana setiap orang mempunyai kemungkinan celaka yang sama.
Dengan kata lain, pertanyaannya adalah apakah ada individu-individu tertentu
yang memiliki frekuensi celaka yang lebih sering tanpa dipengaruhi faktor chance
(kebetulan) (Suizer, 1999). Pada waktu yang lalu, banyak tulisan yang
mengemukakan bila mana seseorang memiliki frekuensi perilaku tidak aman
(tidakselamat) atau frekuensi kecelakaan diatas rata-rata disebut sebagai “accident
prone” (cenderung celaka) tanpa mengkaji lebih dalam adanya faktor kebetulan.
Sedangkan bila ditinjau dalam pemikiran statistika angka tersebut sebenarnya
masih didalam batas “chance expectation” dan tidak menunjukan perbedaan yang
bermakna atau signifikan. Oleh karena itu, utuk menentukan apakah ada individu-
individu tertentu yang akan menampilkan perilaku tidak aman atau kecelakaan

6
yang lebih sering, perlu dilakukan suatu prosedur statistic yang membandingkan
distribusi actual dan distribusi hipotesis yang dipengaruhi faktor kebetulan
(Suizer, 1999). Istilah “accident pronenes” yang saat ini jarang dipergunakan lagi
karena mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama menunjukan adanya suatu
kualitas kepribadian yang dimiliki individu, sehingga seringkali dikaitkan dengan
suatu bentuk atau jenis kepribadian tertentu yang cenderunng celaka dan ternyata
dalam perkembangan konsep ini sulit dibuktikan. Pengertian kedua yaitu didasari
pemikiran statistik menunjukan pegertian adanya kecendrungan pada individu-
individu tertentu untuk mengulangi perilaku tidak aman atau kecelakaan yang
tidak dipengaruhi faktor kebetulan. Pengertian yang kedua ini lebih jelas dari pada
yang pertama dan banyak dibuktikan oleh berbagai penelitian, namun konsep
tersebut tidak mampu menjelaskan atau menerangkan penyebab adanya
kecenderungan tersebut pada suatu pribadi (Suizer, 1999). Banyak penelitian yang
mencoba menjelaskan faktor-faktor pribadi apa saja yang menyebabkan sesorang
memilki kecenderungan untuk mengulangi perilaku tidak aman dan kecelakaan
(Suizer,1999). Penelitian tersebut dilakukan atas dasar pemikiran seperti :
1. Setiap perilaku kerja yang aman atau yang tidak aman didalam situasi kerja
yang berbeda-beda akan dipengaruhi oleh kombinasi keempat tahapan
(pengamatan, pengenalan, pengambilan keputusan, dan kemampuan
menghindari kecelakaan).
2. Perbedaan situasi pekerjaan menyebabkan perbedaan pentingnya bentuk
perilaku yang erat kaitannya dengan keempat tahapan yang ada. Adapun
faktor-faktor pribadi yang erat hubungannya dengan perilaku tidak aman
dan kecelakaan adalah (Suizer, 1999) :
A. Visi
B. Style (Gaya)
C. Hubungan Motorik-Persepsi
D. Attitude (Sikap)
E. Pengalaman

2.2 Tujuan Perilaku K3


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu hal yang wajib dimiliki
oleh setiap perusahaan setiap ingin membangun bangunan baru. K3 ini memiliki
akses perlindungan keselamatan kerja terhadap tenaga kerja itu sendiri, yaitu
dengan cara mencegah terjadinya kecelakaan atau pun sakit yang diakibatkan
sewaktu mereka bekerja. Selain itu, terdapat juga penerapan k3 yang akan
memberikan perlindungan terhadap setiap sumber–sumber produksi sehingga
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Dapat dijelaskan
menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13/2003 Pasal 87 disebutkan

7
bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Terdapat tiga faktor yang mendorong pentingnya penerapan K3 di suatu
perusahaan, diantaranya :
1. Alasan Perikemanusiaan
Maksudnya adalah perusahaan harus melakukan berbagai cara untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja serta menjamin keselamatan kerja
karyawan tersebut atas dasar perikemanusiaan. Hal ini dapat mengurangi
rasa sakit atau luka yang timbul akibat pekerjaan baik yang diderita oleh
karyawan atau yang memengaruhi keluarganya.
2. Mematuhi Peraturan Perundang-Undangan
Negara Indonesia telah menetapkan berbagai payung hukum yang
mencakup pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatan
usaha baik yang terdapat dalam undang-undang, pada peraturan pemerintah,
peraturan menteri, keputusan menteri, instruksi menteri maupun pada surat
edaran. Jika terdapat perusahaan yang tidak mau untuk mematuhi peraturan
tersebut tentunya akan mendapatkan sanksi.
3. Alasan Ekonomi
Kecelakaan kerja yang terjadi akan mengakibatkan pengeluaran yang cukup
besar oleh perusahaan. Oleh karena itu perusahaan perlu menerapkan K3
untuk mencegah terjadinya kecelakaan dalam kegiatan usahanya sehingga
menghindari terjadinya pengeluaran yang cukup besar atau bahkan bisa
merugikan.
Berikut ini adalah penyebab terjadinya kecelakaan kerja secara umum :
a. Adanya kondisi berbahaya, yaitu kondisi yang tidak aman dari peralatan
atau media elektroknik, bahan, lingkungan kerja, proses kerja, sifat
pekerjaan, dan cara kerja
b. Perbuatan berbahaya, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh manusia
dikarenakan kurangnya pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan.
Contohnya seperti perilaku kerja yang tidak baik
Tentunya K3 dibuat dengan tujuan yang bagus untuk menjaga keamanan para
pekerja. Berikut merupakan beberapa tujuan lain dari adanya K3 :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di
tempat kerja
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional

8
4. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
5. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai

2.3 Prinsip Perilaku K3


Selain memiliki tujuan, K3 tentunya memiliki prinsip yang harus digunakan oleh
perusahaan, diantaranya :
1. Menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) di tempat kerja
2. Menyediakan buku petunjuk penggunaan alat atau isyarat bahaya
3. Menyediakan peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab
4. Menyediakan tempat kerja yang aman sesuai dengan standar syarat-syarat
lingkungan kerja (SSLK)
5. Menyediakan penunjang kesehatan jasmani dan rohani di tempat kerja
6. Menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap di tempat kerja
7. Memiliki kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja

2.4 Manfaat Perilaku K3


Kesehatan lingkungan kerja adalah kondisi di mana lingkungan kerja Anda secara
fisik, bersih dan nyaman. Tidak ada sampah, debu, kotoran, serangga, dan yang
lain. Kesehatan lingkungan kerja yang terjaga, akan berdampak positif bagi
karyawan dan perusahaan. Ketika karyawan bekerja di lingkungan kerja yang
sehat, ia akan mampu bekerja secara optimal dan maksimal. Berbeda ketika
kesehatan lingkungan kerja tidak terjaga, di mana virus, kuman, dan bakteri
berkembang dengan bebas sehingga menghasilkan penyakit.
Berikut merupakan beberapa manfaat perilaku K3 :

2.5 Teori-Teori Perilaku K3


2.5.1 Behavior Base Safety
Behaviour Based Safety (BBS) merupakan sebuah program yang ditujukkan
untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja dengan cara memperbaiki kebiasaan-
kebiasaan pekerja dan mengubah kultur/kebiasaan dari satu perusahaan atau
organisasi sehingga lebih aware terhadap potensi kecelakaan.
BBS telah terbukti menjadi alat yang efektif untuk mengurangi kecelakaan kerja
sejak tahun 1984. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah proses yang
berkesinambungan dengan melibatkan semua pihak yang ada dalam organisasi
tersebut, sehingga apabila masing-masing anggota telah berperilaku berbasis K3
diharapkan akan tercapai budaya K3 dalam organisasi terebut.

9
Dalam implementasi behavior based safety (BBS), diperlukan komitmen yang
tinggi dari pimpinan maupun seluruh karyawan yang terlibat. Sumber daya
manusia yang perlu dipersiapkan dalam implementasi BBS adalah antara lain :
1. Steering Committee atau Tim yang membahas temuan, mengagendakan
pelatihan dan mengusulkan perbaikan.
2. Observer yang sudah ditraining teknik melaksanakan observasi perilaku di
lapangan.
3. Tim Pembahas Permasalahan yang terdiri dari manajemen atau pengambil
keputusan.
Implementasi Behavior Based Safety
Untuk menjadikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Awareness) menjadi
suatu kebiasaan, maka diperlukan adanya :
1. Pengendalian Pikiran untuk selalu Berpikir Positif dan penuh keyakinan
akan Safety sebagai suatu hal dan pilihan yang terbaik.
2. Pengendalian Tindakan untuk selalu Bertindak sesuai prosedur dan standar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety).
3. Pengendalian Emosi yaitu menikmati pola tindakan safe tersebut. Lakukan
hal tersebut berulang-ulang agar menjadi suatu kebiasaan.
Demi tercapainya kebiasaan K3, harus diberikan pelatihan dasar behavior based
safety (BBS). Pelatihan harus memberikan kesadaran pekerja tentang proses, alat,
protokol, kegiatan, serta peran dan tanggung jawab individu terhadap BBS.
2.5.2 Health Belief Model
Health Belief Model merupakan suatu bentuk penjabaran dari sosio-psikologi.
Model ini diciptakan karena adanya masalah-masalah kesehatan yang dapat dilihat
dari kegagalan masyarakat atau individu dalam menerima usaha pencegahan dan
penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider kesehatan
(Notoadmojo, 2007).
Sejak awal 1950, Health Belief Model (HBM) telah menjadi salah satu kerangka
kerja konseptual yang paling banyak digunakan dalam penelitian perilaku
kesehatan. Teori ini digunakan untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dan sebagai bentuk orientasi
intervensi perilaku kesehatan. Dalam perkembangannya HBM telah diperluas
untuk mendukung intervensi dalam perubahan perilaku kesehatan. HBM
digunakan untuk memprediksi mengapa orang akan mengambil tindakan untuk
mencegah, untuk menyaring, atau untuk mengendalikan kondisi penyakit.
Health Belief Model terdiri dari beberapa komponen, diantaranya :
1. Kerentanan yang dirasakan (Perceived Susceptibility)

10
Merupakan persepsi kerentanan mengacu pada kepercayaan seseorang
tentang kemungkinan mengalami risiko atau kemungkinan mendapatkan
penyakit.
2. Keseriusan yang dirasakan (Perceived Severity)
Merupakan keyakinan tentang dampak keparahan yang didapatkan apabila
terkena penyakit atau membiarkan tidak diobati.
3. Persepsi hambatan (Perceived Barrier)
Keyakinan individu dalam melakukan evaluasi terhadap hambatan yang
dihadapi yang mengadopsi suatu perilaku. Seseorang akan
mempertimbangkan keuntungan dan konsekuensi yang didapat dalam
perubahan perilaku, menimbang antara dugaan efektivitas tindakan dan
persepsi bahwa tindakan tersebut mahal, bahaya (berefek samping
negatif), tidak menyenangkan (sakit, sulit atau mengganggu), tidak
nyaman, makan waktu dan sebagainya.
4. Kemampuan diri yang dirasakan (Self Efficacy)
Merupakan kepercayaan mengenai kemampuan yang dimiliki dalam
berperilaku apakah individu tersebut bisa atau tidak dalam melakukan
perubahan perilaku. Perilaku tersebut dianggap penting karena mencapai
suatu hasil yang diinginkan.
5. Isyarat bertindak (Cues To Action)
Cues (isyarat) yang memicu tindakan merupakan salah satu strategi untuk
mendapatkan informasi dalam mendorong berperilaku baik. Contoh: media
informasi, pendidikan dan gejala yang dirasakan.
6. Manfaat yang dirasakan (Perceived Benefit)
Merupakan keyakinan individu bahwa jika dia mengubah perilakunya ke
arah yang lebih baik maka, hal tersebut dapat mengurangi risiko terkena
penyakit. Seseorang akan mengadopsi perilaku baru apabila perilaku
tersebut dapat menghindari risiko terkena penyakit.

2.6 Safe Behavior dan Unsafe behavior


2.6.1 Safe Behavior

11
2.7 Konsep, Prinsip, dan Penerapan Budaya K3
2.7.1 Konsep Budaya K3
Dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 245/Men/1990 tertangga 12
Mei 1990, tertulis bahwa :
1. Budaya K3 adalah perilaku kinerja, pola asumsi yang mendasari persepsi,
pikiran dan perasaan seseorang yang berkaitan dengan K3
2. Memberdayakan adalah upaya untuk mengembangkan kemandirian yang
dilakukan dengan cara menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
dalam bertindak dan memahami suatu permasalahan, dan
3. Pembudayaan adalah upaya/proses memberdayakan pekerja sehingga
mereka mengetahui, memahami, bertindak sesuai norma dan aturan serta
menjadi panutan atau acuan bagi pekerja lainnya.
Budaya K3 (Safety Culture) pertama kali diangkat oleh IAEA (the International
Atomic Energy Agency), berdasarkan hasil analisis dari bencana nuklir di
Chernobyl. Selanjutnya bedasarkan analisis kecelakaan kerja dan bencana di
berbagai industri menunjukkan bahwa penyebab utamanya bukanlah ketersediaan
peralatan K3 (APD), atau peraturan dan prosedur K3 dalam manajemen K3, tetapi
lebih banyak dipengaruhi oleh budaya dan iklim K3 dalam organisasi
(Ferraro,2002; Gadd and Collins,2002). Budaya K3 (Safety Culture) merupakan
kombinasi dari sikap-sikap, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma dan
persepsi dari para pekerja dalam sebuah organisasi, yang memiliki keterkaitan
secara bersama terhadap K3, perilaku selamat, dan penerapannya secara praktis
dalam proses produksi (Clarke, 2000).
Studi tentang Safety Culture ini bertujuan memberikan pengetahuan mengenai
pentingnya penerapan budaya keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan
yang memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan dan kenyaman para pekerja yang
berada di lantai produksi dalam menjalankan pekerjaannya. Pengukuran budaya
K3 dapat dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif (observasi, diskusi
kelompok, studi kasus) dan metode kuantitatif (wawancara, survei, Q- sorts).

2.7.2 Prinsip Budaya K3


Pada umumnya prinsip-prinsip K3 sama halnya dengan mengenai mengapa kita
harus sehat, mengapa kita harus selamat, mengapa kita harus aman yaitu :
1. Pembangunan Kesehatan, merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan
untuk mencapai hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan
kesehatan masyarakat yang optimal.

12
2. Mencegah Kecelakaan, ialah upaya untuk mencegah kecelakaan pekerja
tergantung pada unjuk kerja setiap karyawan mengingat kecelakaan dapat
mudah terjadi dan ini diperlukan suatu kerja sama atau kerja tim dengan
baik dari karyawan
3. Menjaga atau memelihara keamanan, aktivitas pengamanan meliputi
pengamanan fisik dan perlindungan pribadi pekerja dan tentu saja tamu atau
pengunjung. Tamu atau pengunjung juga dilibatkan untuk berperan aktif
dalam menjaga atau memelihara keamanan.
2.7.3 Penerapan Budaya K3
“Budaya K3 mewujudkan nilai-nilai K3 dan sejauh apa karyawan mengambil
tanggung jawab pribadi untuk K3 dalam suatu perusahaan. Budaya K3 sering
digambarkan sebagai “kepribadian” dari suatu perusahaan, karena merupakan
nilai K3 bersama yang diyakini oleh para karyawan dan pimpinan perusahaan”
(webpage of the Australian state of Queensland).
Berdasarkan dokumen di atas, Budaya K3 yang bersifat positif terbentuk pada saat
karyawan telah memahami pentingnya K3 dan menunjukkan perilaku K3 yang
positif, seperti memakai APD (Alat Pelindung Diri) yang dipersyaratkan tanpa
diminta, memahami dan menuntaskan penilaian risiko untuk semua pekerjaan
yang akan dilakukan, mematuhi langkah-langkah kerja aman yang telah disusun,
serta melaporkan semua bahaya dan insiden.
Budaya K3 Perusahaan mencakup seperangkat keyakinan, pola pikir, nilai, sikap,
perilaku dan kebiasaan bersama dalam hal yang terkait K3 di tempat kerja.
Budaya K3 umumnya membutuhkan waktu lama, terkadang sampai bertahun-
tahun untuk dapat berkembang ke arah tingkat yang lebih tinggi.

2.8 Konsep, Prinsip, Penerapan, dan Evaluasi Promosi Kesehatan


2.8.1 Konsep Promosi Kesehatan
Menurut Ottowa Charter, promosi kesehatan merupakan suatu proses yang
memungkinkan individu untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Termasuk di
dalamnya adalah sehat secara fisik, mental dan sosial sehingga individu atau
masyarakat dapat merealisasikan cita-citanya, mencukupi kebutuhan-
kebutuhannya, serta mengubah atau mengatasi lingkungannya. Kesehatan adalah
sumber daya kehidupan bukan hanya objek untuk hidup. Kesehatan adalah suatu
konsep yang positif yang tidak dapat dilepaskan dari social dan kekuatan personal.
Jadi promosi kesehatan tidak hanya bertanggungjawab pada sektor kesehatan saja,
melainkan juga gaya hidup untuk lebih sehat. (Keleher,et.al, 2007).
WHO (1998) menyebutkan bahwa promosi kesehatan adalah strategi inti untuk
pengembangan kesehatan, yang merupakan suatu proses yang berkembang dan
berkesinambungan pada status sosial dan kesehatan individu dan masyarakat.

13
Dari beberapa definisi diatas, promosi kesehatan mempunyai beberapa level
pengertian, sehingga konsep promosi kesehatan adalah semua upaya yang
menekankan pada perubahan sosial, pengembangan lingkungan, pengembangan
kemampuan individu dan kesempatan dalam masyarakat, dan merubah perilaku
individu, organisasi dan sosial untuk meningkatkan status kesehatan individu dan
masyarakat. (Keleher,et.al, 2007).
Berlandaskan konsep dasar tersebut, maka area promosi kesehatan pun tidaklah
sempit, menurut Keleher,et.al, (2007) terdapat 10 area tindakan promosi
kesehatan, yaitu :
1. Membangun kebijakan kesehatan publik
2. Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan
3. Memberdayakan masyarakat
4. Mengembangkan kemampuan personal
5. Berorientasi pada layanan kesehatan
6. Promote social responbility of health
7. Meningkatkan investasi kesehatan dan ketidakadilan social
8. Meningkatkan konsolidasi dan memperluas kerjasama untuk kesehatan
9. Memberdayakan masayarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat.
10. Infrastuktur yang kuat untuk promosi kesehatan
Promosi Kesehatan di Indonesia telah mempunyai visi, misi dan strategi yang
jelas, sebagaimana tertera dalam SK Menkes RI No. 1193/2004 tentang Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan. Visi, misi dan strategi tersebut sejalan dan bersama
program kesehatan lainnya mengisi pembangunan kesehatan dalam kerangka
Paradigma Sehat menuju visi Indonesia Sehat. Bilamana ditengok kembali hal ini
sejalan dengan visi global.
Visi Promosi Kesehatan adalah: “PHBS 2010”, yang mengindikasikan tentang
terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya sehat. Visi tersebut
benar-benar visioner, menunjukkan arah, harapan yang berbau impian, tetapi
bukannya tidak mungkin untuk dicapai. Visi tersebut juga menunjukkan dinamika
atau gerak maju dari suasana lama (yang ingin diperbaiki) ke suasana baru (yang
ingin dicapai). Visi tersebut juga menunjukkan bahwa bidang garapan Promosi
kesehatan adalah aspek budaya (kultur), yang menjanjikan perubahan dari dalam
diri manusia dalam interaksinya dengan lingkungannya dan karenanya bersifat
lebih lestari.
Misi Promosi Kesehatan yang ditetapkan adalah: (1) Memberdayakan individu,
keluarga dan masyarakat untuk hidup sehat; (2) Membina suasana atau
lingkungan yang kondusif bagi terciptanya phbs di masyarakat; (3) Melakukan
advokasi kepada para pengambil keputusan dan penentu kebijakan. Misi tersebut
telah menjelaskan tentang apa yang harus dan perlu dilakukan oleh Promosi

14
Kesehatan dalam mencapai visinya. Misi tersebut juga menjelaskan fokus upaya
dan kegiatan yang perlu dilakukan. Dari misi tersebut jelas bahwa berbagai
kegiatan harus dilakukan serempak.
2.8.2 Prinsip Promosi Kesehatan
Dalam pelaksanaannya promosi kesehatan terdapat prinsip-prinsip yang berguna
sebagai dasar-dasar dari pelaksanaan program promosi kesehatan. Prinsip-prinsip
tersebut meliputi :
1. Promosi Kesehatan (Health Promotion), yang merupakan Proses
pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya (the process of enabling people to control over
and improve their health), lebih luas dari pendidikan atau Penyuluhan
Kesehatan. Promosi Kesehatan meliputi Pendidikan atau Penyuluhan
Kesehatan, dan di pihak lain Penyuluhan atau Pendidikan Kesehatan
merupakan bagian penting dari Promosi Kesehatan.
2. Promosi Kesehatan adalah upaya perubahan atau perbaikan perilaku
dibidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan atau
hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan
kualitas kesehatan
3. Promosi Kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif (peningkatan)
sebagai perpaduan dari upaya preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan)
dan rehabilitatif (pemulihan) dalam rangkaian upaya kesehatan yang
komprehensif
4. Promosi Kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya pendekatan
edukatif yang selanjutnya disebut gerakan pemberdayaan masyarakat, juga
perlu dibarengi dengan upaya advokasi dan bina suasana (social support)
5. Promosi Kesehatan berpatokan pada lima tatanan, yaitu di rumah atau
tempat tinggal (where we live), di sekolah (where we learn), di tempat kerja
(where we work), di tempat-tempat umum (where we play and do
everything), dan di sarana kesehatan (where we get health services)
6. Pada promosi kesehatan, peran kemitraan lebih ditekankan lagi, yang
dilandasi oleh kesamaan (equity), keterbukaan (transparancy), dan saling
memberi manfaat (mutual benefit). Kemitraan ini dikembangkan antara
pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta dan lembaga swadaya
masyarakat, juga secara lintas program dan lintas sektor
7. promosi kesehatan sebenarnya juga lebih menekankan pada proses dan
upaya, dengan tanpa mengecilkan arti hasil apalagi dampak kegiatan
2.8.3 Penerapan Promosi Kesehatan
Berikut merupakan contoh promosi kesehatan di tempat kerja :
1. Tidak merokok di tempat kerja
2. Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja

15
3. Melakukan olahraga secara teratur atau aktifitas fisik
4. Mencuci tangan dengan bersih sebelum makan, dan sesudah buang air kecil
maupun besar
5. Menggunakan air bersih
6. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan jenis
pekerjaan

2.8.4 Evaluasi Promosi Kesehatan


Evaluasi adalah bagian integral dari proses manajemen, termasuk manajemen
promosi kesehatan. Evaluasi dilakukan ingin mengetahui apakah apa yang
dilakukan telah berjalan sesuai dengan rencana. Manajemen adalah proses untuk
mencapai tujuan menghadapi tantangan/memecahkan masalah dengan
sumberdaya yanga ada.
PROSES EVALUASI
Langkah-langkah:
1. Menentukan apa yang akan dievaluasi, meliputi:
- rencana
- sumber daya
- proses pelaksanaan
- keluaran
- efek dari suatu kegiatan
- pengaruh terhadap lingkungan
2. Mengembangkan kerangka dan batasan
Dilakukan asumsi-asumsi mengenai hasil evaluasi serta pembatasan ruang
lingkup evaluasi serta batasan-batasan yang dipakai agar objektif/fokus.
3. Merancang desain (metode)
Karena biasanya evaluasi terfokus pada satu atau beberapa aspek, maka
dilakukan perancangan desain, yang sebenarnya mengikuti rancangan desain
riset walaupun tidak harus kaku seperti riset umumnya dalam penerapannya.
4. Menyusun instrumen dan rencana pelaksanaan
Mengembangkan instrumen pengamatan atau pengukuran serta rencana
analisis dan membuat rencana pelaksanaan evaluasi.
5. Melaksanakan pengamatan, pengukuran dan analisis
Melakukan pengumpulan data dari hasil pengamatan, melakukan
pengukuran serta mengolah informasi dan mengakjinya sesuai dengan
tujuan evaluasi.
6. Membuat kesimpulan dan pelaporan
Informasi yang dihasilkan dalam proses evaluasi ini disajikan dalam bentuk
laporan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan

16
2.9 Pengertian, Tujuan, Dasar Pertimbangan Pemakaian dan Dasar
Hukum APD (Alat Pelindung Diri)
2.9.1 Pengertian APD
Alat pelindung diri merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja
sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerjaan itu sendiri
dan orang di sekelilingnya.
Alat pelindung diri adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang dalam bekerja yang fungsinya untuk mengisolasi tubuh tenaga kerja
dari bahaya di tempat kerja. Alat pelindung yang dipakai oleh tenaga kerja secara
langsung untuk mencegah sebuah kecelakaan yang di sebabkan oleh berbagai
faktor yang ada atau timbul di lingkungan kerja.
Maka alat pelindung diri dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:
1. Alat pelindung diri yang digunakan untuk upaya pencegahan terhadap
kecelakaan kerja, kelompok ini disebut Alat pelindung keselamatan industri.
Alat pelindung diri yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah alat yang
digunakan untuk melindungi seluru tubuh.
2. Alat pelindung diri yang di gunakan untuk mencegah terhadap gangguan
keselamatan timbulnya suatu penyakit, kelompok ini disebut alat pelindung
kesehatan Industri.
Jenis-jenis dan fungsi alat pelindungan diri dalam menteri tenaga kerja dan
transmigrasi.

 Alat pelindung kepala


Alat pelindung kepala adalah alat pelindungan yang berfungsi untuk
melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda
tajam atau benda keras yang melayang atau juga benda yang melunjur di
udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kima, jasad
renik dan suhu yang ekstrim.

 Alat pelindung muka dan mata.

Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi pada mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya,
paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan air.

 Alat pelindung telinga

Alat pelindung telinga adalah merupakan alat pelindung yang berfungsi


untuk melindungi alat pendengar terhadap kebisingan atau tekanan.

 Alat pelindung pernapasan

17
Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung
yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara
menyalurkan udara bersih dan sehat atau menyaring cemaran bahan kimia,
mikro-organisme, pertikel yang berupa debu, kabut, uap, gas, dan
sebagainya.

 Alat pelindungan tangan.

Pelindungan tangan seperti sarung tangan adalah merupakan alat


pelindungan yang berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan
dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektronik, arus listrik,
bahan kimia, benturan, pukulan dan goresan.

 Alat pelindung kaki

Alat pelindungan kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau
benturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, cairan panas dan
dingin.

 Pakaian pelidung

Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh


bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim,
pajanan api dan benda-benda panas.

 Pelampung

Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau di


permukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur
keterapungan pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam atau
melayang di dalam air

2.9.2 Tujuan APD


Tujuan dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), diantaranya :
1. Melindungi tenaga kerja dari potensi risiko bahaya K3
2. Meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja
3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman
2.9.3 Dasar Pertimbangan dan Dasar Hukum APD
UU No. 1 Tahun 1970 :
1. Pasal 3 ayat ayat (1) butir f : “dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberi alat-alat perlindungan diri
pada para pekerja”

18
2. Pasal 9 ayat (1) butir c : “pengurus diwajibkan menunjukkan dan
menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang alat-alat pelindung diri bagi
tenaga kerja yang bersangkutan”
Permenakertrans No. Per:01/MEN/1981 :
1. Pasal 4 ayat 3 : “pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat
perlindungan diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja”
2. Pasal 5 ayat 2 : “tenaga kerja harus memakai alat-alat perlindungan diri
yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja

19
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perilaku keselamatan dianggap sebagai fondasi pokok aktivitas keselamatan yang
harus diketahui, dipahami dan diterapkan oleh setiap karyawan sebagai bentuk
persyaratan keselamatan dan kesehatan dalam bekerja dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya kejadian yang tidak diharapkan seperti kecelakaan pada
dunia kerja. Kecelakaan yang terjadi tidak hanya berdampak buruk pada fisik
karyawan saja, tetapi juga menyerang mental emosi karyawan. Oleh karena itu,
perusahaan harus menyediakan beberapa pekerja profesional keselamatan dimana
mereka akan fokus pada perilaku karyawan yang dianggap sebagai akar masalah
penyebab terjadinya kecelakaan kerja, kemudian mengembangkan langkah-
langkah preventif terjadinya kecelakaan dan mengurangi hasil kerja yang tidak
diinginkan. Terdapat dua faktor utama yang menjadi penyebab utama terjadinya
kecelakaan dan penyakit di dunia kerja. Faktor yang pertama berasal dari perilaku
pekerja (faktor manusia) yang kurang atau tidak memenuhi keselamatan, seperti
kelengahan, kecerobohan, ngantuk, stress, kelelahan dan pengetahuan yang
kurang memadai tentang penggunaan mesin dan peralatan penunjang keselamatan
sehingga terjadi kesalahan yang fatal, merusak peralatan kesalamatan dan tidak
ada usaha untuk memperbaiki/mengganti alat yang dirusak, hubungan antar
karyawan yang kurang harmonis dan sebagainya. Faktor utama yang kedua
berasal dari kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman (unsafety
condition) beberapa contohnya adalah produksi mesin yang tidak bagus dan
sempurna sehingga kurang aman dan layak untuk digunakan oleh karyawan, tata
letak yang tidak rapi, kerusakkan sistem dalam pabrik, seperti alat-alat bahan –
bahan yang usang sehingga menciptakan kondisi kerja yang buruk, mesin-mesin
yang tidak dilengkapi oleh sistem pengaman, tempat kerja atau lingkungan kerja
tidak bersih dan jorok, penerangan yang kurang dan buruk, dan sebagainya.
Perilaku keselamatan ialah perilaku yang mendukung praktek-praktek dan
aktivitas keselamatan yang dimana kedua hal tersebut harus diterima oleh
karyawan sebagai persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja untuk
menghindari kecelakaan ditempat kerja.

20
DAFTAR PUSTAKA

Bosch Anderson, Stacey, Leong, Kirsten, Musgrave, Karl, Powers, Jenny and
Wong, David. 2010. Zoonotic Disease Risk Perception and Use of Personal
Protective Measures among Wildlife Biologists an Application of the Health
Belief Model.
(https://www.researchgate.net/publication/233449077Zoonotic_Disease_Risk_Per
ception_and_Use_of_Personal_Protective_Measures_among_Wildlife_Biologists
_An_Application_of_the_Health_Belief_Model.)
https://www.sodexo.co.id/5-manfaat-menjaga-kesehatan-lingkungan-kerja-di-
perusahaan-anda/
https://www.ruanghse.com/2021/04/apa-itu-behaviour-based-safety-atau-bbs.html
http://eprints.umm.ac.id/56748/52/BAB%20II.pdf
https://titikdua.net/pengertian-k3/
https://katigaku.top/2022/01/13/penerapan-budaya-k3-proses-dan-cara-
menilainya/
Dignan MB., Carr PA., 1992. Program Planning for Health Education and
Promotion. Second Edition.
USA : Lea & Febiger
Fertman, Cl., & Allensworth, DD.2010. Health Promotion Program. San
Francisco, US : A Wiley Imprint.
Keleher, H., MacDougall, C., & Murphy, B. 2007. Understanding Health
Promotion. Victoria, Australia : Oxford University Press.www.who.int. 1998
https://www.academia.edu/9165859/
Promosi_kesehatan_di_tempat_kerja#:~:text=Contoh%20penerapan%20perilaku
%20promkes%20di,air%20kecil%20%2D%20Menggunakan%20air%20bersih
http://adhkediri.ac.id/media/file/
28974944213EVALUASI_PROMOSI_KESEHATAN.pdf
https://upp.ac.id/blog/pengertian-alat-pelindung-diri
https://mutuinstitute.com/post/alat-pelindung-diri-k3/

21

Anda mungkin juga menyukai