Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

SURVEI KESELAMATAN KERJA


PT. NITERRA MOBILITY INDONESIA

Disusun Oleh :
1. dr. Petrus Edyanto Sirait
2. dr. Aditya Galatama Purwadi, MARS
3. dr. Siti Aisyah Mastur
4. dr. Bertha Ighnatya Sitinjak
5. dr. Mita Afriani
6. drg. Renvi Hardyanto
7. dr. Dedi Agus Permana
8. dr. Nadia Nu’ma Pratiwi
9. dr. Elvi Hariyani
10. dr. Fenny

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


PERIODE 13 - 18 NOPEMBER 2023
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala nikmat yang telah diberikan sehingga laporan ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dari pelatihan
HIPERKES yang telah diselenggarakan oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan
Energi yang dilaksanakan pada tanggal 13 - 18 Nopember 2023.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
pelatihan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan
laporan ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini jauh dari kesempurnaan,
maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca agar dapat menjadi bahan pertimbangan dari kami dalam penulisan laporan pada
kesempatan yang akan datang.
Harapan Kami, semoga perilaku K3 tidak saja menjadi pedoman bagi kita dalam
bekerja, namun lebih jauh dari itu dapat menjadi budaya masyarakat dalam kehidupan sehari
hari untuk berperilaku K3 dalam segala aktifitasnya.

Jakarta, 18 Nopember 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................................3
LANDASAN TEORI......................................................................................................................3
2.1 Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Dunia.....................................................3
2.2 Sajarah K3 di Indonesia..................................................................................................6

i
2.3 Pengertian Keselamatan Kerja........................................................................................8
2.4 Alasan Pentingnya Keselamatan Kerja.........................................................................10
2.5 Lambang Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)........................................................11
2.6 Fungsi Keselamatan Kerja............................................................................................12
2.7 Landasan Keselamatan Kerja.......................................................................................12
2.8 Faktor-Faktor Keselamatan Kerja.................................................................................13
2.9 Penggunaan APD..........................................................................................................15
2.10 Dasar Hukum................................................................................................................16
2.11 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja................................................17
2.12 Pengendalian Keselamatan Kerja.................................................................................19
a. Eliminasi.......................................................................................................................19
b. Substitusi.......................................................................................................................19
c. Engineering Control......................................................................................................19
d. Adminitrasi Control......................................................................................................19
e. Alat pelindung Diri.......................................................................................................19
BAB III.........................................................................................................................................20
PEMBAHASAN...........................................................................................................................20
3.1 Profil Perusahaan..........................................................................................................20
3.2 Hasil Survey Kunjungan…………………………………………………………...….21
3.3 Identifikasi Risiko…………………………………………………………………….22
BAB IV.........................................................................................................................................25
PENUTUP....................................................................................................................................26
4.1 Kesimpulan...................................................................................................................26
4.2 Saran.............................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................27

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia industri saat ini semakin berkembang dan teknologi proses produksi
juga semakin maju. Banyak sekali mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru
dan sebagainya serba pelik digunakan dalam proses produksi. Bahan-bahan baru
banyak diolah dan dipergunakan yang menyebabkan mekanisasi dan elektrifikasi
diperluas dimana-mana. Hal ini dapat meningkatkan intensitas operasional kerja
dan tempo kerja para pekerja sehingga dapat menimbulkan kelelahan, kurang
perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan
tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Pengetahuan keselamatan kerja sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut untuk mencapai keamanan yang baik dan realistis dalam
memberikan rasa tentram dan kegairahan dalam bekerja pada tenaga kerja, agar
dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktifitas
kerja.
Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan kerja, diharapkan
tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang
tinggi. Disamping itu keselamatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan
kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam
keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan
psikologi.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat

1
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya
keselamatan kerja.
Meskipun ketentuan mengenai keselamatan kerja telah diatur sedemikian rupa,
tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di
lapangan yang mempengaruhi keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan
dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan
kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam
makalah ini kemudian akan dibahas mengenai permasalahan keselamatan kerja serta
bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan keselamatan kerja kerja di PT. Niterra Mobility Indonesa.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui sistem kerja di PT. Niterra Mobility Indonesia.
b. Untuk mengetahui perilaku pekerja terhadap Keselamatan Kerja di PT Niterra
Mobility Indonesia.
c. Mengetahui penerapan APD di PT. Niterra Mobility Indonesia.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Dunia

Sejak zaman purba pada awal kehidupan manusia, untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya manusia bekerja. Pada saat bekerja mereka mengalami kecelakaan dalam
bentuk cidera atau luka. Dengan akal pikirannya mereka berusaha mencegah
terulangnya kecelakaan serupa dan ia dapat mencegah kecelakaan secara preventif.
Selama pekerjaan masih dikerjakan secara perseorangan atau dalam kelompok maka
usaha pencegahan tidaklah terlalu sulit, sifat demikian segera berubah, tatkala revolusi
industri dimulai yakni sewaktu umat manusia dapat memanfaatkan hukum alam dan
dipelajari sehingga menjadi ilmu pengetahuan dan dapat diterapkan secara praktis.
Penerapan ilmu pengetahuan tersebut dimulai pada abad 18 dengan munculnya
industri tenun, penemuan ketel uap untuk keperluan industri. Tenaga uap sangat
bermanfaat bagi dunia industri, namun pemanfaatannya juga mengandung risiko
terhadap peledakan karena adanya tekanan uap yang sangat tinggi. Selama awal abad
pertengahan berbagai bahaya diidentifikasi, termasuk efek paparan timbal dan
mercury, kebakaran dalam ruang terbatas, serta kebutuhan alat pelindung perorangan.
Namun demikian, tidak ada standar atau persyaratan keselamatan yang terorganisasi
dan ditetapkan pada saat itu. Para pekerja biasanya pengrajin independen atau bagian
dari toko atau pertanian keluarga dan bertanggung jawab sendiri untuk keselamatan,
kesehatan, dan kesejahteraannya. Selanjutnya menyusul revolusi listrik, revolusi
tenaga atom, dan penemuan-penemuan baru di bidang teknik dan teknologi yang
sangat bermanfaat bagi umat manusia. Di samping manfaat tersebut, pemanfaatan
teknik dan teknologi dapat merugikan dalam bentuk risiko terhadap kecelakaan apabila
tidak diikuti dengan pemikiran tentang upaya K3.
Sebagai gambaran tentang sejarah perkembangan keselamatan dan kesehatan
kerja dapat dijelaskan sebagai berikut. Kesadaran umat manusia terhadap keselamatan
kerja telah mulai ada sejak zaman prasejarah. Ditemukan tulisan tertua tentang

3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berasal dari zaman manusia pra-sejarah di
zaman batu dan goa (paleolithic dan neolithic), ketika itu manusia telah mulai
membuat kapak dan tombak untuk berburu. Kemudian bangsa Babylonia pada dinasti
Summeri (Irak) membuat disain pegangan dan sarung kapak, membuat tombak yang
mudah untuk digunakan agar tidak membahayakan pemakainya serta pembawanya
menjadi aman. Selain itu mereka juga telah mulai membuat saluran air dari batu untuk
sanitasi. Sekitar tahun 1700 SM, Hamurabi, raja Babylonia, dalam kitab Undang-
undang menyatakan bahwa “Bila seorang ahli bangunan membuat rumah untuk
seseorang dan pembuatannya tidak dilaksanakan dengan baiksehingga rumah itu
roboh dan menimpa pemilik rumah hingga mati maka ahli bangunan tersebut harus
dibunuh”.
Demikian pula pada zaman Mozai, lebih kurang lima abad setelah Hamurabi,
telah ada ketentuan bahwa ahli bangunan bertanggung jawab atas keselamatan para
pelaksana dan pekerjaannya. Pada waktu itu telah ada kewajiban untuk memasang
pagar pengaman pada setiap sisi luar atap rumah. Sekitar 80 tahun sesudah Masehi,
Plinius seorang ahli Encyclopedia bangsa Roma, mensyaratkan agar para pekerja
tambang memakai tutup hidung. Pada tahun 1450, Dominico Fontana yang diserahi
tugas membangun obelisk di tengah lapangan St. Pieter Roma, selalu menyarankan
agar para pekerja memakai topi baja.
Pemahaman atas kesehatan kerja yang paling tua ditemukan pada bangsa
Mesir, ketika Ramses II pada tahun 1500 sebelum Masehi, membangun terusan dari
mediterania ke laut merah dan juga ketika membangun Rameuseum. Saat itu Ramses
II menyediakan tabib untuk menjaga kesehatan para pekerjanya. Pemahaman
mengenai pentingnya kesehatan kerja secara khusus, dimulai pada abad ke-16 oleh
Paracelsus dan Agricola. Paracelsus pada zaman renaissance mulai memperkenalkan
penyakit yang menimpa para pekerja tambang. Keduanya menguraikan mengenai
pekerjaan dalam tambang, cara mengolah biji tambang dan penyakit yang diderita oleh
para pekerja. Keduanya telah mulai melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit
akibat kerja. Agricola misalnya, telah menganjurkan penggunaan ventilasi dan tutup
muka yang longgar. Paracelus lebih banyak menguraikan tentang bahan-bahan kimia,
sehingga dia dianggap sebagai bapak toksikologi modern.

4
Bernardine Ramazzini (1633-1714) dari Universitas Modena di Italia, dianggap
sebagai bapak kesehatan kerja. Beliau yang pertama menguraikan hubungan berbagai
macam penyakit dengan jenis pekerjaannya. Ramazzini menganjurkan agar seorang
dokter dalam memeriksa pasien, selain menanyakan riwayat penyakitnya, juga harus
menanyakan pekerjaan pasien dimaksud. Ramazzini menulis mengenai kaitan antara
penyakit yang diderita seorang pasien dengan pekerjaannya. Mengamati bahwa para
dokter pada waktu itu jarang mempunyai perhatian terhadap hubungan antara
pekerjaan dan penyakit. Oleh Ramazzini mulai mengembangkan ilmu kedokteran dari
sudut pandang ilmu sosial (Socio Medicine). Ia juga menemukan bahwa terdapat dua
kelompok besar penyebab penyakit akibat kerja yaitu bahaya yang terkandung di
dalam bahan yang digunakan kertika bekerja dan adanya gerakan janggal yang
dilakukan oleh pekerja ketika bekerja (ergonomi factor).
Peristiwa sejarah tersebut menggambarkan bahwa masalah keselamatan dan
kesehatan manusia pekerja menjadi perhatian para ahli pada zaman itu. Pada masa
revolusi industri, di Inggris banyak terjadi kecelakaan kerja yang membawa korban.
Pada waktu itu para pengusaha beranggapan bahwa kecelakaan yang menimbulkan
penderitaan dan kerugian bagi pekerja, merupakan bagian dari risiko pekerjaan yang
harus ditanggung sendiri oleh para pekerja. Bagi pengusaha kehilangan pekerja karena
kecelakaan akan akan mudah diatasi, menggantinya dengan pekerja baru. Keadaan
yang tidak adil ini telah menimbulkan kesadaran masyarakat bahwa hal itu tidak sesuai
dengan asas perikemanusiaan karena kecelakaan dan pengorbanan pekerja dalam
hubungan kerja yang terus dibiarkan, pada dasarnya adalah perbuatan yang tidak
manusiawi. Kesadaran masyarakat yang berkembang ini, membuka peluang dan
mendorong pekerja untuk menuntut perlindungan, dengan meminta agar pengusaha
melakukan tindakan pencegahan dan menanggulangi kecelakaan yang terjadi. Sejak
itu, bagi pekerja yang mengalami kecelakaan dilakukan perawatan.
Pada tahun 1911, di Amerika Serikat diberlakukan Undang-Undang Kerja
(Works Compensation Law) yang antara lain mengatur bahwa setiap kecelakaan kerja
yang terjadi, baik akibat kesalahan tenaga kerja atau tidak, yang bersangkutan akan
mendapat ganti rugi jika hal itu terjadi dalam pekerjaan. Undang-Undang ini
merupakan permulaan usaha pencegahan kecelakaan yang lebih terarah. Di Inggris
pada mulanya
5
aturan perundangan yang serupa juga telah diberlakukan, namun harus dibuktikan
bahwa kecelakaan tersebut bukanlah terjadi karena kesalahan si korban. Jika kesalahan
atau kelalaian disebabkan oleh si korban maka ganti rugi tidak akan diberikan. Karena
posisi buruh/pekerja dalam posisi yang lemah, maka pembuktian salah tidaknya
pekerja yang bersangkutan selalu merugikan korban. Akhirnya peraturan tersebut
diubah tanpa memandang kecelakaan tersebut diakibatkan oleh si korban atau tidak.
Berlakunya peraturan perundangan tersebut dianggap sebagai permulaan dari gerakan
keselamatan kerja yang membawa angin segar dalam usaha pencegahan kecelakaan
industri.
Pada tahun 1931, H. W. Heinrich dalam bukunya Industrial Accident
Prevention, menulis tentang upaya pencegahan kecelakaan di perusahaan, tulisan itu
kemudian dianggap merupakan permulaan sejarah baru bagi semua gerakan
keselamatan kerja yang terorganisir secara terarah. Prinsip-prinsip yang dikemukakan
Heinrich merupakan dasar- dasar program keselamatan kerja yang berlaku hingga saat
ini. Peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia sendiri sudah lama
ada yakni dimulai dengan diterbitkannya UU Uap (Stoom Ordinantiae, STBL. No. 225
Tahun 1930) yang mengatur secara khusus tentang keselamatan kerja di bidang ketel
uap, Undang-undang Petasan (STBL. No. 143 Tahun 1932) dan masih banyak lagi
peraturan yang terkait dengan keselamatan di dunia kerja.

2.2 Sajarah K3 di Indonesia

Usaha K3 di Indonesia dimulai tahun 1847 ketika mulai dipakainya mesin uap
oleh Belanda di berbagai industri khususnya industri gula. Tanggal 28 Pebruari 1852,
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad No 20 yang mengatur mengenai
keselamatan dalam pemakaian pesawat uap yang pengawasannya diserahkan kepada
lembaga Dienst Van Het Stoomwezen. Selanjutnya, penggunaan mesin semakin
meningkat dengan berkembangnya tekonologi dan perkembangan industri. Untuk itu,
pada tahun 1905 dengan Stbl no 521 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
perundangan keselamatan kerja yang dikenal dengan Veiligheid Regelement disingkat
VR yang kemudian disempurnakan pada tahun 1930 sehingga terkenal dengan stbl 406
tahun 1930 yang menjadi landasan penerapan K3 di Indonesia.

6
Perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan kerja di Indonesia juga telah
mengarungi perjalanan sejarah yang panjang, telah dimulai lebih dari satu abad yang
lalu. Usaha penanganan keselamatan kerja di Indonesia dimulai sejalan dengan
pemakaian mesin uap untuk keperluan Pemerintah Hindia Belanda yang semula
pengawasannya ditujukan untuk mencegah kebakaran. Pada mulanya pengaturan
mengenai pesawat uap belum ditujukan untuk memberi perlindungan kepada tenaga
kerja, karena hal itu bukan merupakan sesuatu yang penting bagi masyarakat Belanda.
Baru pada tahun 1852 untuk melindungi tenaga kerja di perusahaan yang memakai
pesawat uap, ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang pesawat uap,
Reglement Omtrent Veiligheids Maatregelen bij het Aanvoeden van Stoom Werktuigen
in Nederlands Indie (Stbl no. 20), yang mengatur tentang pelaksanaan keselamatan
pemakaian pesawat uap dan perlindungan pekerja yang melayani pesawat uap. Upaya
peningkatan perlindungan dimaksud telah dilakukan dan terus ditingkatkan dari waktu
ke waktu, sejalan dengan semakin banyaknya dipergunakan mesin, alat pesawat baru,
bahan produksi yang diolah dan dipergunakan yang terus berkembang dan berubah. Di
akhir abad ke-19 penggunaan tenaga listrik telah dimulai pada beberapa pabrik.
Sebagai akibat penggunaan tenaga listrik tersebut banyak terjadi kecelakaan oleh
karenanya maka pada tahun 1890 ditetapkan peraturan perundangan di bidang
kelistrikan yaitu Bepalingen Omtrent de Aanlog om het Gebruik van Geleidingen voor
Electriciteits Verlichting en het Overbrengen van Kracht door Middel van Electriciteits
in Nederlands Indie.
Pada awal abad ke-20, sejalan dengan perkembangan di Eropa, Pemerintah
Hindia Belanda kemudian mengadakan berbagai langkah perlindungan tenaga kerja
dengan menerbitkan Veilegheids Reglement (Undang-undang Keselamatan) yang
ditetapkan pada tahun 1905 Stbl. No. 251, yang kemudian diperbaharui pada tahun
1910 (Stbl. No. 406). Undang-Undang yang terakhir ini, telah berlaku dalam waktu
yang sangat lama, lebih dari 60 tahun, sampai kemudian dicabut oleh Undang-Undang
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Selain itu, untuk mengawasi berbagai
hal khusus, telah pula diterbitkan 12 peraturan khusus Direktur Pekerjaan Umum No.
119966/Stw Tahun 1910, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Stbl. No. 406
Tahun 1910. Setelah itu, diterbitkan pula ketentuan tentang Pengangkutan dengan
Trem
7
Dalam Jumlah yang Besar (Stbl. No. 599 Tahun 1914). Pada tahun 1926 dilakukan
perubahan atas beberapa pasal dari Burgerlijke Wetbookoud (KUH Perdata Lama) ke
dalam KUH Perdata, ketika dalam ketentuan baru dimaksud, perlindungan terhadap
tenaga kerja dimuat dalam Buku III Titel tujuh A. Isinya mulai mengatur tentang
kewajiban pengusaha untuk melindungi pekerjanya. Beberapa ketentuan itu telah
mewajibkan kepada pengusaha agar pekerja yang tinggal bersamanya diberi
kesempatan menikmati istirahat dari pekerjaannya dengan tidak dipotong upahnya
(Pasal 1602u KUH Perdata). Kewajiban untuk mengatur pekerjaan sedemikian rupa,
sehingga pada hari minggu dan hari-hari yang menurut kebiasaan setempat pekerja
dibebaskan dari pekerjaannya (Pasal 1602v KUH Perdata). Kewajiban pengusaha
untuk mengatur dan memelihara ruangan, piranti atau perkakas, menyuruh pekerja
untuk melakukan pekerjaan sedemikian rupa agar melakukan pekerjaan dengan baik
dan mengadakan aturan serta memberikan petunjuk sehingga pekerja terlindungi jiwa,
kehormatan, dan harta bendanya.

2.3 Pengertian Keselamatan Kerja

Perlindungan tenaga kerja memiliki beberapa aspek dan salah satunya yaitu
perlindungan keselamatan. Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara
aman melakukan kerjanya sehari-hari untuk meningkatkan produktivitas. Secara
Filosofi yaitu “Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan
makmur”.
Secara Keilmuan yaitu “Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan, penyakit akibat kerja, kebakaran, dan
pencemaran lingkungan”.
Secara etimologi yaitu “suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu
dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta
bagi orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses produksi
dapat digunakan secara aman dan efisien dalam pemakaiannya.”
Menurut Bangun Wilson (2012:377) Keselamatan Kerja adalah perlindungan
atas keamanan kerja yang dialami pekerja baik fisik maupun mental dalam lingkungan
8
pekerjaan. Menurut Mondy dan Noe, dalam (Pangabean Mutiara, 2012:112),
Manajemen Keselamatan kerja meliputi perlindungan karyawan dari kecelakaan di
tempat kerja sedangkan, kesehatan merujuk kepada kebebasan karyawan dari penyakit
secara fisik maupun mental. Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman
atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja
(Mangkunegara, 2000:161 Dalam Wahyu Ratna S. 2006:16). Sedangkan Undang-
Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja menyatakan bahwa :
1. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional;
2. Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula
keselamatan kerja;
3. Setiap sumber produksi perlu dipakai dan digunakan secara aman dan efisien.
Untuk melakukan perlindungan terhadap 3 hal ini perlu adanya daya upaya
untuk membina norma-norma perlindungan kerja dengan peraturan keselamatan kerja
yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.
Undang Undang ini mengatur keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di
darat, didalam tanah, dipermukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Adapun tempat kerja adalah tiap
ruang atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja
bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha yang
dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya yang termasuk tempat kerja yaitu
semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian bagian
atau yang berhubungan dengan tempat kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja diatur
tentang : Keselamatan Kerja yang di dalamnya antara lain memuat tentang istilah-
istilah, ruang lingkup, syarat-syarat keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan,
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja; kecelakaan; kewajiban dan hak
tenaga kerja; kewajiban bila memasuki tempat kerja; dan kewajiban pengurus. Dalam
Undang- Undang ini diadakan perubahan prinsipil untuk diarahkan menjadi pada sifat
preventif.

9
Peraturan baru ini dibandingkan dengan yang lama, banyak mendapatkan perubahan-
perubahan yang penting, baik dalam isi, maupun bentuk dan sistimatikanya.
Jadi, menurut hasil diskusi kelompok kami dapat disimpulkan bahwa
Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang
aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan
dimana para tenaga kerja/ pekerja tersebut adalah aset yang berharga bagi perusahaan
yang bersangkutan. Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja
dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja memiliki
sifat sebagai berikut:
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja.
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada yang
menyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang
hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.

2.4 Alasan Pentingnya Keselamatan Kerja

Menurut Bangun Wilson (2012:379) terdapat tiga alasan keselamatan kerja


merupakan keharusan bagi setiap perusahaan untuk melaksanakannya, antara lain
alasan moral, hukum, dan ekonomi.
a. Moral
Manusia merupakan makhluk termulia di dunia, oleh karena itu
sepatutnya manusia memperoleh perlakuan yang terhormat dalam organisasi.
Manusia memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatn dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat manusia dan nilai-nilai agama (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Para
pemberi kerja melaksanakan itu untuk membantu dan memperingan beban
pederitaan atas musibah kecelakaan kerja yang dialami para karyawan dan
keluarga.

10
b. Hukum
Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan jaminan bagi setiap
pekerja untuk menghadapi resiko kerja yang dihadapi yang ditimbulkan
pekerjaan. Para pemberi kerja yang lalai atas tanggung jawab dalam
melindungi pekerja yang mengakibatkan kecelakaan kerja akan mendapat
hukuman yang setimpal yang sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan.
Yang tertara pada undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan
dan kesehatan kerja untuk melindungi para pekerja pada segala lingkungan
kerja baik di darat, dalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun di udara,
yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
c. Ekonomi
Alasan ekonomi akan dialami oleh banyak perusahaan karena
mengelurkan biaya-biaya yang tidak sedikit jumlahnya akibat kecelakaan kerja
yang dialami pekerja. Kebanyakan perusahaan membebankan kerugian
kecelakaan kerja yang dialami karyawan kepada pihak asuransi. Kerugian
tersebut bukan hanya berkaitan dengan biaya pengobatan dan pertanggungan
lainnnya, tetapi banyak faktor lain yang menjadi perhitungan akibat kecelakaan
kerja yang diderita para pekerja.

2.5 Lambang Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)

Berdasarkan Kepmenaker RI 1135/MEN/1987 Tentang Bendera Keselamatan


Dan Kesehatan kerja bentuk Lambang K3 adalah Palang dilingkari Roda bergigi
sebelas berwarna hijau diatas warna dasar putih.
a. Arti dan Makna Tentang Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja
 Palang : Bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(PAK);
 Roda Gigi : Bekerja dengan Kesegaran jasmani dan Rohani;
 Warna Putih : Bersih dan suci;
 Warna Hijau : Selamat, sehat, dan sejahtera.
 Sebelas Gerigi Roda : Sebelas Bab dalam Undang-Undang No 1
Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.

11
2.6 Fungsi Keselamatan Kerja

1. Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap risiko dari bahaya kesehatan di


tempat kerja;
2. Memberikan saran terhadap perencanaan, pengorganisasian dan praktek kerja
termasuk desain tempat kerja;
3. Memberi saran, informasi, pelatihan dan edukasi tentang kesehatan kerja dan
APD;
4. Melaksanakan surveilans terhadap kesehatan kerja;
5. Terlibat dalam proses rehabilitasi;
6. Mengelola tindakan P3K dan tindakan darurat;
7. Antisipasi, identifikasi dan evaluasi kondisi praktek yang berbahaya;
8. Membuat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur dan program;
9. Menerapkan pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya;
10. Mengukur dan memeriksa kembali keefektifan pengendalian bahaya dan
program pengendalian bahaya.
Tujuan akhir daripada penerapan keselamatan kerja adalah mencapai
kecelakaan nihil (Zero accident). Perusahaan yang bisa mencapai kecelakaan nihil
adalah perusahaan yang bebas dari kerugian baik manusia maupun harta benda. Seperti
yang telah kita ketahui bahwa tugas dan fungsi dokter perusahaan adalah melakukan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, mencegah kecelakaan merupakan fungsi
promotif dan preventif. Untuk itu keselamatan kerja merupakan aspek penting untuk
kelangsungan jalannya proses produksi sebagai bisnis yang sukses. Keselamatan yang
penting dengan produktif, kualitas, profit dan kepercayaan stake holder (moral) karena
lima aspek ini akan saling berkaitan sehingga untuk kelangsungan bisnis yang sukses,
kelima aspek yang harus berjalan seirama. Bila salah satu dari aspek ini gagal maka
akan menghancurkan aspek lainnya.

2.7 Landasan Keselamatan Kerja

Syarat-syarat keselamatan kerja seperti pada Undang-undang No. 1 Tahun


1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 yaitu :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

12
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Memberi kesempatan atau jalan penyelamatan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang membahayakan;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. Memberi alat-alat pelindungan diri pada pekerja;
g. Mencegah atau mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan udara, cuaca, sinar radiasi, kebisingan
dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, keracunan, infeksi, dan penularan;
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang cukup;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman dan
barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan, dan
penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi”

2.8 Faktor-Faktor Keselamatan Kerja

1) Faktor Bahaya Fisik/Mekanik


 Ketinggian.
 Konstruksi (Infrastruktur).
 Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat.

13
 Ruangan Terbatas (Terkurung).
 Tekanan.
 Kebisingan.
 Suhu.
 Cahaya.
 Listrik.
 Getaran.
 Radiasi.
2) Faktor Bahaya Kimia
 Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya.
 Beracun.
 Reaktif.
 Radioaktif.
 Mudah Meledak
 Mudah Terbakar/Menyala.
 Iritan
 Korosif.
3) Faktor Bahaya Biologi
 Jamur.
 Virus.
 Bakteri.
 Tanaman.
 Binatang
4) Faktor Bahaya ergonomi
 Gerakan Berulang.
 Postur/Posisi Kerja.
 Pengangkutan Manual.
 Desain tempat kerja/alat/mesin.
5) Faktor Bahaya Psikologi
 Stress.

14
 Kekerasan.
 Pelecehan.
 Pengucilan.
 Intimidasi.
 Emosi Negatif

2.9 Penggunaan APD

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) Alat


Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi
pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya
(hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik,
mekanik dan lainnya(OSHA, 2009).
Alat pelindung diri (APD) mempunyai peran penting terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peranan dan
kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai pelaku pembangunan,
perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik, sosial,
teknis, dan medis dalam mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. Terjadinya
kecelakaan kerja dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan,
menurunnya mutu dan hasil produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan
lingkungan, dan akhirnya akan merugikan semua pihak serta berdampak kepada
perekonomian nasional (Anizar, 2009).
Menurut (Suma’mur, 2013) Alat pelindung diri bermacam-macam jika
digolongkan berdasarkan anggota tubuh yang di lindungi, maka alat pelindung diri
yang dimaksud adalah:
1) Bagian Kepala : Penutup rambut, Safety helmet, Topi atau
tudung kepala
2) Bagian Mata : Kacamata pelindung
3) Bagian Muka : pelindung muka
4) Bagian Tangan dan jari : Sarung Tangan (sleeve&gloves)
5) Bagian telinga : Tutup telinga (Ear plug)
6) Bagian Tubuh : Pakaian Kerja

15
7) Bagian Pernafasan : Masker
8) Bagian Kaki : Safety shoes
9) Dan lain-lain : sabuk pengaman.

2.10 Dasar Hukum

Yang menjadi dasar hukum dari keselamatan kerja :


1. Undang-undang no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
2. Undang-undang Republik Indonesia no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaaan
3. Undang-Undang UAP Tahun 1930
4. Peraturan UAP Tahun 1930
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI no. Per – 01/MEN/1980
tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja pada konstruksi bangunan
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI no. Per – 04/MEN/1980
tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI no. Per – 01/MEN/1982
tentang bejana tekanan
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Per-04/MEN/1985 tentang Pesawat
Tenaga, dan Produksi.
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1985 tentang Pesawat
angkat angkut
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI no. Per – 02/MEN/1989
tentang pengawasan instalasi penyalur air
11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI no. Per –
088/MEN/1999 tentang penanggulangan kebakaran ditempat kerja
12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI no. Per –
187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan kimia berbahaya
13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI no. Per – 75/MEN/2002
tentang pemberlakuan SNI No. SNI 04-0225-2000 mengenai persyaratan umum
instalasi listrik 2000 ditempat kerja.

16
14. Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengawasan
Ketenagakerjaaan nomor 113 tahun 2006 tentang pedoman dan pembinaan
teknis petugas K3 ruang terbatas.
15. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan nomor
kep-45/DJPPK/X/2088 tentang pedoman keselamatan dan kesehatan kerja
bekerja pada ketinggian dengan menggunakan akses tali.
16. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3)
a. PP 50 Tahun 2012, tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
b. Permenakertrans No. Per. 01/MEN/2007 Pedoman Penghargaan K3
bagi Perusahaan.
c. Permenaker No. Per. 03/MEN/2008 Tata Cara Pemeriksaan dan
Pelaporan Kecelakaan.
d. Kepmenaker No. Kep-125/MEN/1982, tentang Pembentukan Susunan
dan Tata Kerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional,
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia
Pembina.

2.11 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan


bagian integral dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang terdiri dari
satu set pengaturan-pengaturan secara sistematis yang meliputi struktur organisasi,
tanggung jawab, prosedur, proses, serta sumber daya dalam upaya mewujudkan
kebijakan lingkungan yang telah digariskan oleh perusahaan. Penerapan sistem
manajemen K3 merupakan salah satu cara menjamin konsistensi dan efektifitas
perusahan dalam pengendalian sumber bahaya dan meminimalkan resiko, mengurangi
dan mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta memaksimalkan efisiensi
perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas perusahaan untuk
memacu peningkatan daya saing barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan
terlebih untuk mengantisipasi pemberlakuan sertifikasi K3 ataupun standar K3 secara
internasional.

17
Sistem Manajemen K3 diarahkan untuk mengendalikan kecelakaan kerja dan
ini jelas melengkapi konsep dalam standart manajemen modern yang juga didukung
oleh Sistem Manajemen Lingkungan, sehingga dapat memenuhi obsesi zero delay,
zero defect, zero emission dan zero eccident (Green Company 2002). Tujuan dan
sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan sistem Keselamatan dan Kesehatan
di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat keja yang aman, efisien
dan produktif.
Tujuan akhir dari pada penerapan keselamatan kerja adalah mencapai
kecelakaan nihil (Zero accident). Perusahaan yang bisa mencapai kecelakaan nihil
adalah Perusahaan yang bebas dari kerugian baik manusia maupun harta benda. Seperti
yang kita telah ketahui bahwa tugas dan fungsi dokter Perusahaan adalah melakukan
promotive, preventif. Untuk itu keselamatan kerja merupakan aspek penting untuk
kelangsungan jalannya proses produksi sebagai bisnis yang sukses. Keselamatan sama
pentingnya dengan produksi, kualitas, profil dan kepercayaan stake holder (moral)
karena kelima aspek ini akan saling berkaitan, sehingga untuk kelangsungan bisnis
yang sukses, kelima aspek ini harus berjalan seirama.
Budaya Keselamatan Kerja
Penerapan keselamatan kerja masih belum efektif bila tidak di imbangi dengan
budaya keselamatan kerja (safety behavior), seperti yang dinyatakan oleh William W.
Heinrich dalam teori domino bahwa 88% dari kecelakaan disebabkan oleh pekerja.
Dari pernyataan ini dapat di ambil kesimpulan betapa pentingnya perubahan cara
pandang Masyarakat terhadap penerapan kesalamatan kerja.
Apa yang harus ditanamkan dalam cara berfikir (mindset) Masyarakat
Perusahaan terhadap penerapan keselamatan kerja sebagai kunci sukses dalam bisnis:
a. Aspek keselamatan sama berharganya dengan produksi, kwalitas, profit dan
moral Perusahaan.
b. Insiden dan kecelakaan dapat dihindarkan melalui menegement k3.
c. Kecelakaan nihil dapat diraih.
d. Perubahan sikap dari reaktif menjadi pro aktif terhadap masalah k3

18
e. Keselamatan adalah tanggung jawab menegement dan didukung oleh seluruh
karyawan sebagai suatu kebutuhan.
f. Keselamatan kerja menjadi salah satu agenda pertemuan menegement
g. Kondisi dan perilaku tidak aman tidak dapat di toleransi dalam aktifitas
Perusahaan
h. Keselamatan kerja merupakan skala prioritas dalam kelangsungan hidup
karyawan.

2.12 Pengendalian Keselamatan Kerja


a. Eliminasi
Eliminasi berarti menghilangkan sumber bahaya dari tempat kerja.
Misalnya saja ketika di tempat kerja kita melihat ada oli yang tumpah atau
berceceran, maka sesegera mungkin kita hilangkan sumber bahaya ini.
b. Substitusi
Mengganti sesuatu yang memiliki potensi bahaya tinggi dengan sesuatu
yang memiliki potensi bahaya lebih kecil. Contohnya kasusnya adalah
mengganti lantai yang berbahan licin ke yang tidak licin,
c. Engineering Control
Melakukan rekayasa teknis untuk mengurangi potensi bahaya.
Engineering control kita lakukan apabila proses substitusi tidak bisa dilakukan.
Biasanya terkendala dari segi biaya untuk penggantian alat & bahan.
d. Administrasi Control
Merupakan pengendalian risiko & bahaya dengan peraturan-peraturan
terkait dengan keselamatan & kesehatan kerja yang dibuat. Contohnya adalah
dengan melaksanakan inspeksi keselamatan terhadap peralatan secara periodik.
e. Alat pelindung Diri
Memberikan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja. Alat Pelindung
Diri adalah hierarki pengendalian risiko terakhir dalam K3. Pengendalian ini
banyak digunakan karena sederhana & murah.

19
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil Perusahaan

PT NGK Busi Indonesia secara resmi mengganti nama menjadi PT Niterra Mobility
Indonesia (NMI) pada 5 April 2023. Keputusan ini merupakan aturan secara global dari Grup
NGK Spark Plugs Co., Ltd. Identitas baru menyimpan makna terkait dengan arahan baru dari
perusahaan untuk menjadi lebih hijau di masa depan.
Setelah 86 tahun menjadi produsen busi NGK, NGK Spark Plugs Co., Ltd memilih
mengubah nama perusahaan menjadi Niterra Co., Ltd. Mulai efektif 1 April 2023 dan turut
berimbas kepada semua anak perusahaannya, termasuk di Indonesia. Tidak hanya sekadar
berganti nama, bisnis yang dijalani ke depannya juga semakin luas.
“Bisnis mobility kami seperti busi NGK dan sensor oksigen kendaraan masih tetap
berjalan. Kami juga tetap menggunakan expertise dan kekuatan jaringan distribusi di bidang
tersebut untuk memperkenalkan produk-produk baru di masa mendatang,” kata Atsushi Aoki,
Presiden Direktur Niterra Mobility Indonesia.
Niterra sendiri menggabungkan dua kata dari bahasa Latin, yaitu “Niteo” yang artinya
bersinar dan “Terra” Bumi. Dengan perubahan nama ini, penjajakan ke arah sustainable and green
society sudah dimulai.
Beberapa tahun lalu, perusahaan yang kini bernama Niterra telah menyiapkan ekspansi
fungsi bisnis perusahaan ke empat pilar, yaitu Energy and environmentally friendly, Mobility,
Medical dan Communication. Di seluruh dunia, Niterra (sebelumnya NGK Spark Plugs) adalah
salah satu pemasok keramik otomotif dan teknis terkemuka. Dengan kantor pusat di Nagoya,
Jepang, perusahaan ini memiliki organisasi penjualan dan fasilitas produksi di seluruh dunia.
Perusahaan yang berspesialisasi di bidang pengapian dan teknologi elektronik kendaraan
telah mengembangkan sisi otomotifnya untuk memasok Original Equipment (OEM) ke pelanggan
di seluruh dunia. Selain itu, perusahaan juga bergerak menuju arah yang didorong oleh
keberlanjutan dengan mengubah organisasi dan portofolio bisnisnya.

20
Dengan mempekerjakan 16.100 karyawan, perusahaan telah menghasilkan total omset
tahunan sekitar 3,8 miliar Euro di seluruh dunia melalui kegiatan keramik otomotif dan teknisnya.
Dengan melakukan transformasi bisnis ini, perusahaan dapat lebih berfokus pada pengembangan
teknologi yang lebih ramah lingkungan dan memberikan solusi yang lebih berkelanjutan bagi
pelanggan di seluruh dunia.
Perubahan secara global maupun nasional ternyata tidak berimbas kepada kualitas
produk dan kemasan NGK saat ini. Merek yang dijual oleh NMI di Tanah Air yaitu NGK untuk
busi dan DID untuk rantai motor juga masih ada.
Selain mengumumkan nama baru perusahaan, PT Niterra Mobility Indonesia turut
meluncurkan aplikasi Bengkel Points. Dikembangkan khusus untuk pemilik bengkel yang
menjual produk NGK Busi dan rantai motor DID.
Pemilik bengkel yang mau mendaftar, bisa mengunduh aplikasi ini melalui Google
Playstore atau Appstore dan melengkapi form registrasinya. Beragam keuntungan bisa didapat
seperti points yang dapat ditukar menjadi rewards, hingga informasi terkini seputar produk busi
NGK dan DID.
Untuk mendapatkan points, pemilik bengkel hanya perlu melakukan scan kode unik yang
terdapat di balik kemasan busi NGK atau rantai motor DID. Menariknya, poin yang terkumpul
dapat ditukar dengan berbagai reward, seperti voucher elektronik, merchandise, hingga peralatan
rumah tangga.

21
3.2 Hasil Survey Kunjungan
No Hasil Kunjungan Gambar
1 Untuk menerapkan sistem keselamatan kepada para pekerja
terutama pekerja yang baru saja masuk ke lingkup PT.
Niterra Mobility , ada kegiatan yang dinamakan Training
Management of Hazardous Material, Training of Protective
Equipment dan secara rutin pula dilakukan Socialization of
Training of Ergonomic.

2 PT. Niterra Mobility sendiri memiliki gedung training. Di


dalam ruangan tersebut ada beberapa pelatihan yang
dilakukan dimana para pekerja akan diajarkan setiap tahapan
proses produksi yang ada di PT. Niterra Mobility Indonesia,
selain itu para pekerja akan diberikan gambaran situasi ketika
seseorang tidak lengkap dalam pemakaian APD dan
gambaran ketika terjadi kecelakaan kerja sehingga mereka
bisa menerapkan sistem keselamatan kerja dan
membudayakan hal tersebut.

3 Area PT. Niterra Mobility Indonesia menerapkan Lean


Management yang baik (5R, Kanban, Kaizen, dsb) yang
bertujuan untuk memastikan efisiensi dan efektifitas
karyawan dalam bekerja (4 Zero Defect, Zero Breakdown,
Zero Accident dan Zero Waste) yang tentunya ini juga akan
berpengaruh kepada lingkungan kerja yang aman di area
pabrik.

4 Sistem pengecekan terhadap APD, produksi, absen


karyawan, pemakaian air, mesin (sebelum dan sesudah
22
beroperasi), kualitas bahan baku Besi yang digunakan oleh
pekerja dilakukan setiap hari oleh supervisor.

5
Setiap Area Pabrik memiliki Kotak P3K, Tanduh, dan
APAR

6
Terdapat jalur khusus untuk pejalan kaki dari mulai pintu
masuk sampai ke dalam pabrik untuk memisahkan dengan
jalur kendaraan atau alat berat.

23
3.3 Indentifikasi Risiko
No Langkah kerja Aktual Risiko Pengendalian Foto
1. Penggunaan APD Pekerja tidak Pekerja dapat Pelatihan pada
lengkap menggunakan sarung cedera jari para pekerja,
tangan, masker tangan promosi
tergores, kesehatan kerja,
Tekena tersedianya P3K,
percikan api, Punishment
dan gangguan
saluran
pernapasan
(kecelakaan
pada pekerja)
2. Penempatan dan Bahan baku besi Pekerja dapat Pelatihan pada
pengangkutan ditempatkan dan cedera apabila para pekerja,
bahan baku besi diangkut dengan besi atau bahan promosi kesehtan
dengan letaknya sesuai olahan terjatuh kerja, tersedianya
P3K, Punishment

3 Pemrosesan bahan Tidak menggunakan Pekerja dapat Pelatihan pada


baku besi sarung tangan APD cedera jari para pekerja,
tangan tergores promosi kesehtan
kerja, tersedianya
P3K, Punishment

24
4 Melakukan Kondisi pekerja Bahan/besi Pelatihan pada
pemindahan alat yang fokus dapat terjatuh para pekerja,
antar area ke petugas promosi kesehtan
sehingga kerja, tersedianya
mengalami P3K, Punishment
cedera

5 Kumpulan listrik Tata Kelola listrik Korsletik listrik, Penyediaan alat


dengan baik dan rapih kebakaran APAR dan
hydrant air setiap
Foundry Plants

25
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil survey dan identifikasi keselamatan kerja yang kami lakukan di PT.
Niterra Mobility Indonesia, terdapat beberapa potensial bahaya yang bersumber dari
hazard fisika, kimia, biology, ergonomi dan psikososial. Pengendalian atau pemecahan
masalah telah dilakukan PT. Niterra Mobility Indonesia sangat baik dengan cara
promotif dan preventif. Namun, tidak sedikit para pekerja tidak patuh dalam
pemakaian APD yang lengkap. Sehingga dapat menyebabkan risiko kecelakan kerja.
Semoga dalam pembuatan makalah ini dapat menjadi masukan agar penerapan
Keselamatan Kerja di PT. Niterra Mobility Indonesia dapat lebih baik lagi kedepannya.

4.2 Saran

1. Bagi Perusahaan
a. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
b. Berdasarkan Kepmenaker No. 187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan
Kimia Berbahaya Pasal 22, maka wajib memiliki Petugas K3 Kimia atau Ahli
K3 Kimia.
c. Berdasarkan Permenaker No. 15/MEN/2008 tentang Pertolongan Pertama di
Tempat Kerja Pasal 3, maka wajib memiliki Petugas P3K (Penambahan
Personil Petugas P3K dari yang sudah ada).
d. Permenakertrans RI No. Per-04/MEN 1980 Tentang Syarat-Syarat Pemasangan
dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
e. Berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pasal 87 (Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan).
f. Berdasarkan Permenakertrans PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung
Diri, maka perusahaan wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang
rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat kerja serta
melakukan inspeksi, evaluasi dan pelaporan tentang penggunaan APD.

26
g. Adanya penerapan 5K (Ketelitian, Kerapihan, Kebersihan, Kesegaran,
Kedisiplinan ).
h. Selalu meningkatkan upaya-upaya pencegahan kecelakaan kerja mulai dari
identifikasi dan pengendalian bahaya di tempat kerja, pembinaan dan
pengawasan, dan juga sistem manajemen keselamatan kerja.

2. Bagi Pekerja
a. Meningkatkan pemahaman dan Kepedulian tentang keselamatan kerja.
b. Terus berusaha memperbaiki perilaku kerja agar sesuai dengan prinsip KK.

3. Bagi Peserta pelatihan


a. Terus meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi potensi bahaya dan
hazard di lingkungan kerja serta menanggulanginya.
b. Menerapkan ilmu yang didapat dalam pelatihan hiperkes dan KK di lingkungan
kerja masing-masing.

27
DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER. 01/Men/1980 tentang Keselamatan Kerja Pada
Konstruksi Bangunan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER-04/Men/1980 tentang


Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemliharaan Alat Pemadam Api Ringan

Peraturan Mentri ESDM No. 36 tahun 2014 tentang Pemberlakuan SNI 0225.2 2011
mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011)

Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI. No. 31/Men/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. PER. 02/MEN/1989 Tentang Pengawasan Instalasi Penyaluran
Petir

Peraturan Menteri Tenaga No. 31/Men/2015 Tentang Pengawasan Instalasi Penyalur


Listrik (Perubahan atas peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per 02/Men/1989)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor KEP-186/MEN/1999 Tentang


penanggulangan kebakaran Di tempat Kerja

SKB Menteri PU danMenaker No. Kep.17/Men/1986 – 104/Kpts/1986 tentang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi

Instruksi menteri Tenaga Kerja RI Nomor. Ins.11/5/B/1997 Tentang Pengawasan khusus


K3 Penanggulangan Kebakaran

Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No. 15 Tahun 2008 tentang P3K
ditempat kerja.

28

Anda mungkin juga menyukai