Anda di halaman 1dari 3

Akra terbangun karena suara berisik dikamar ini.

Akra duduk dengan wajah bantal dan melihat Hera


hilir mudik dengan handuk di kepala. Gadis itu masih memakai piama tidurnya tapi wajahnya sudah
segar dan aroma sabun memenuhi seluruh kamar tidur. Akra keluar dari selimut dan langsung
menuju kamar mandi. Keluar dari kamar mandi, Akra tidak menemukan Hera di kamar. Yang ia
temukan setelan lengkap di salah satu gantungan pakaiannya yang biasa digunakan untuk
menempatkan pakaian yang akan digunakan.

Selesai dengan berpakaian dan menyisir rambut dengan rapi, Akra keluar kamar dan sudah disuguhi
aroma sedap. Aroma yang biasa ia hirup saat Hera bersamanya. Tapi entah mengapa aroma kali ini
sangat menyenangkan. Akra menyusul Hera ke dapur dan sudah melihat istrinya sibuk dengan kopi
dengan pakaian semi formal.

“Kamu kerja ?” tanya Akra.

Tidak biasa melihat Hera sejak pagi sudah rapi. Selama mereka hidup bersama, Akra sangat jarang
melihat Hera sudah rapi dengan setelan kantor seperti ini. Atau dirinya saja yang tidak pernah
memperhatikan Hera.

“Aku mau tinjau lokasi lalu ke kampus untuk ambil toga.”

“Toga ?” tanya Akra lebih tertarik dengan toga yang disebut Hera.

Hera mengangguk yakin. “Iya. Sabtu aku wisuda.”

Akra diam, ia menatap Hera tidak percaya. Seingatnya Hera masih menyusun tesisnya saat mereka
dalam masa perceraian. Tapi kini istrinya sudah lulus.

“Maaf, aku tidak tahu.”

Akra mengangguk, ia menanyakan jam berapa dan dimana lokasi wisudanya. Obrolan ringan saat
sarapan ini sangat berbeda dengan hari-hari mereka. Tentu saja Hera senang, kini makanannya tidak
lagi berakhir ditempat sampah. Akra makan dengan lahap dan meminum habis kopi yang ia
sediakan.

“Aku antar ?” tawar Akra saat mereka bersama ke garasi.

“Lokasinya di Bogor. Kamu pasti sampai siang hari di kantor kalau mengantarku.”

Tidak ada jawaban dari Akra. Mereka masuk ke mobil masing-masing dan pergi menuju tempat
kerja. Hari pertama yang mereka lalui sukses. Setidaknya tidak ada pertengkaran atau suasana dingin
seperti biasa.

Hera melajukan mobilnya sesuai dengan petunjuk map dan mencoba menghubungi Seno yang
katanya akan menunggu hingga Hera tiba baru pergi ke kantor. Satu jam ia berkendara dan tiba
dirumah seno tepat pukul depalan pagi. Pria itu sudah menunggunya di pintu utama dengan setelan
rapi. Disamping pria itu ada wanita paruh baya yang menyambut Hera sangat ramah. Setelah
dikenalkan, Seno pamit ke kantor meninggalkan Hera dan ibunya.

“Tante ingat kamu yang dulu sering main ke rumah Tante di Depok kan ?” tanya ibu Seno sambil
menemani Hera ke kamar Seno.

Rumah ini akan di dekor ulang. Total.

“Iya Tante. Tante masih ingat aja.” Mereka tertawa lucu.


“Ingat dong. Kan cuma kamu yang suka bentak-bentak Seno kalau Seno mulai bertingkah.”

Mereka tertawa lagi mengenang masa sekolah. Hera yang galak dan Seno yang sebodo-amat.
Kadang mereka disatukan dalam kelompok belajar dan pertengkaran tak akan pernah ada habisnya.

“Ruang kerja Seno tidak usah direnov.”

Hera berjalan mengamati ruang tamu, ruang kerluarga dan ruangan lainnya di rumah ini. Ia
mencatat beberapa hal yang sekiranya perlu untuk ia persiapkan. Pembangunan direncanakan akan
mulai pada awal bulan depan, sekitar 10 hari lagi. Selama itu ia akan mencari bahan yang cocok
untuk permintaan Seno. Satu jam ia berkeliling dan meneliti, kini Hera sedang menikmati cireng
pedas buatan ibu Seno.

“Kalau tahu kamu jadi cantik begini, sudah Tante jodohin kamu dengan Seno.”

Mereka kembali tertawa. Obrolan ringan dan cerita-cerita nostalgia menghabiskan waktu Hera
hingga menuju jam makan siang. Tawaran makan siang terpaksa Hera tolak. Ia mengingat lalu lintas
Bogor ke Depok tidak mudah dan ia harus mengambil toga itu hari ini.

“Hati-hati, Nak.”

Hera mengucapkan salam dan melajukan mobilnya ke kampus Depok. Bertemu dengan teman-
temannya sejenak meluapkan rasa rindu kuliah. Dan menyemangati beberapa temannya yang hari
ini maju sidang meja hijau. Tawa itu tak lepas dari bibirnya hingga ia sampai kembali ke rumah. Di
rumah, Hera bersenandung ria. Ia sibuk di meja kerja milik Akra dengan laptop dan teleponnya. Ia
menelepon beberapa vendor yang biasa membantunya, menyepakati beberapa hal dan Hera akan
meninjaunya esok hari.

“Wallpaper, lemari, done. Okay.” seru Hera pada diri sendiri.

Hera membereskan laptop dan peralatan lainnya lalu terpaku pada sebuah foto yang ada di sudut
meja. Berada di bawah tumpukan file milik Akra. Tangannya menjulur mengambil foto itu. Hatinya
harus kuat melihat pasangan yang berpose mesra dengan senyum di masing-masing bibir.

Tiffany memeluk pinggang Akra mesra dan Akra diam dengan senyum dan mata tertutup, menikmati
pelukan Tiffany. Keduanya tampak bahagia. Dibalik foto itu terdapat tanggal pengambilan foto.

’11 Nov 2019. Kita.’

Hera memarahi hatinya yang membiarkan matanya menangis. Perlahan ia mengembalikan foto itu
ke tempat asal. Tidak ingin foto ini jadi bahan pertengkaran mereka. Hei, mereka baru saja berbaikan
dua hari lalu setelah satu setengah tahun hidup saling diam.

Hera bangkit untuk membersihkan diri menyambut Akra pulang. Suaminya sudah mengabari jika ia
ingin makan gulai ayam yang pernah Hera masak saat acara keluarga. Bersyukur masih ada beberapa
potong ayam di kulkas. Selesai mandi Hera langsung menghaluskan bumbu dan semua yang
diperlukan untuk menghasilkan ayam gulai pesanan suaminya.

Satu jam yang Hera butuhkan untuk membuat gulai ayam, sambal terasi dan lalapan sebagai
pelengkap. Hera melirik jam setengah enam. Sebentar lagi Akra akan pulang. Hera duduk disofa dan
menonton film asal pilih. Saat ia fokus, suara mobil Akra memasuki garasi terdengar. Hera tidak bisa
meninggalkan sofanya karena film tersebut sedang pada klimaks.
Akra masuk kerumah dan tak mendapati Hera di dapur padahal harum masakan dapat ia rasakan
dari bagasi. Akra terus masuk ke ruang makan lalu ke ruang keluarga. Ia melihat kepala Hera
menyender di lengan sofa. Akra mendekatinya dan mengelus kepala Hera.

“Hei.” sapa Akra sambil mengelus lembut kepala Hera.

Hera terkejut dengan perlakuan Akra. Ia terdiam.

“Ra ?”

Hera berbalik dan mendapati Akra dengan senyumnya. Pria itu masih wangi meskipun hari sudah
malam.

“Kok sapaanku tidak dijawab ?” tanya Akra bingung.

Hera bangkit dari duduk dan langsung memeluk Akra. Hera memeluk erat suaminya. Entah mengapa
keinginan memluk Akra sejak tadi sengat kuat. Seolah menggambarkan hatinya yang tak ingin
melepas Akra.

Akra menyambut pelukan Hera. Keduanya berpelukan hingga Hera yang pertama menyudahi.

“Mandi. Pakaian mu sudah aku siapkan.”

Akra tanpa banyak bicara segera melakukan perintah Hera. Begitu masuk ke walk in colsetnya ia
melihat pakaian yang disediakan Hera. Akra menghela nafas lelah. Hidupnya dua hari ini memang
lebih teratur. Ia merasa lebih sehat. Tapi entah mengapa hatinya tidak tenang. Ia belum bisa
merasakan perubahan selain perasaan mempunyai teman di hidupnya.

Tak ingin terus berpikir yang tidak-tidak, Akra segera mandi dan menyusul Hera di ruang makan.

Anda mungkin juga menyukai