Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA PREVALENSI KASUS TB DI KOTA


MAGELANG TAHUN 2019

Disusun oleh :

Bimo Cahya Mardani J410170001

lFitriani Rahma J410170017

M Raja Pangestu J410170018

Febri Renaldi J410170030

Meila Nur Masyaroh J410170032

Anita Ayu Permatasari J410170033

Ayu Ismail J410170042

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pengendalian penyakit adalah upaya penurunan insidens, prevalens, morbiditas
atau mortalitas dari suatu penyakit hingga level yang dapat diterima secara lokal.
Angka kesakitan dan kematian penyakit merupakan indicator dalam menilai derajat
kesehatan suatu masyarakat. Pengendalian penyakit yang akan dibahas yaitu kasus TB
dan Kusta.
a. Data Penyakit tahun 2016 – 2018
Tuberculosis
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8
juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima Negara
dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan.
Pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberculosis sebanyak 425.089 kasus,
meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun
2016 yang sebesar 360.565 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di
provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 43% dari jumlah seluruh
kasus tuberkulosis di Indonesia.Angka kematian penderita penyakit TB di Indonesia
berdasarkan data dari kemenkes RI 2017 sebesar 2,5% ,gagal mengalami pengobatan
sebesar 0,4% dan sembuh 42%. Salah satu indikator yang digunakan untuk
pengendalian TB adalah CDR. Sedangkan beban penyakit yang di akibatkan oleh TB
dapat di ukur dengan CNR.
CNR untuk semua kasus TB di Jawa Tengah tahun 2017 sebesar 132,9 per
100.000 penduduk, hal ini menunjukkan bahwa penemuan kasus TB di Jawa Tengah
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2016 yaitu 118 per 100.000 penduduk.
Kabupaten/kota dengan CNR seluruh kasus TB tertinggi adalah Kota Magelang yaitu
845,4 per 100.000 penduduk.
Kusta
Tahun 2016, Jumlahpenderitakusta yang dilaporkandari 143 negara di semua
regional WHO adalahsebanyak 214.783 kasusbarukustadanprevalensiterlaporadalah
171.948 kasus, denganangkacacattingkat 2 sebesar 12.819 per 1.000.000
pendudukdanjumlahkasusanak di antarakasusbarumencapai 18.230 (WHO, Weekly
Epidemiological Record, 1 September 2017). Angkaprevalensikusta di Indonesia
padatahun 2017 sebesar 0,70kasus/10.000
pendudukdanangkapenemuankasusbarusebesar 6,08 kasus per 10.000 penduduk.
Angkakejadiandalam 5 tahunterakhirdapatdilihatdari table berikut.

Pengendalian kasus Kusta antara lain dengan meningkatkan deteksi kasus


sejak dini. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan dalam
mendeteksi kasus baru kusta salah satunya adalah angka cacat tingkat 2.Angka cacat
tingkat 2 pada tahun 2017 adalahs ebesar 4,26 per 1.000.000 penduduk, menurun
dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 5,27 per 1.000.000 penduduk.Tersebut
menunjukkan kegiatan penemuan kasus semakin kearah dini dan keterlambatan kasus
dapat dicegah. Berikut ini grafik angka cacat tingkat 2 tahun 2011-2017.

Provinsidenganangkacacattingkat 2 tertinggipadatahun 2017 adalah Maluku


(12,61 per 1.000.000 penduduk), Maluku Utara (11,58 per 1.000.000 penduduk),
Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan (9,44 per 1.000.000 penduduk). Data
tersebutdapatdilihatpadagrafikberikut.
Dari data di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa di antara kedua penyakit
tersebut penyakit yang mempunyai prevalensi tertinggi untuk jumlah penderita kasus
baru dan angka kematian tertinggi adalah penyakit TB pada tahun 2017 ditemukan
jumlah kasus tuberculosis sebanyak 425.089 kasus, meningkat bila dibandingkan
semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2016 yang sebesar 360.565
kasus sedangkan di Jawatengah penderita penyakit TB tertinggi pada tahun 2017
teletak di daerah kota magelang dan Angka kematian penderita penyakit TB di
Indonesia berdasarkan data dari kemenkes RI 2017 sebesar 2,5% , gagal mengalami
pengobatan sebesar 0,4% dan sembuh 42% sedangkan untuk penyakit kusta angka
prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 0,70 kasus/10.000 penduduk
dan angka penemuan kasus baru sebesar 6,08 kasus per 10.000 penduduk.

2. Rumusanmasalah
Mengetahui faktor penyebab tingginya penyakit TB di kota magelang tahun 2017

3. Tujuan penulisan
a) Untuk mengetahui pengertian penyakit TB
b) Untuk mengetahui penyebab penyakit TB
c) Untuk mengetahui gejaladari penyakit TB
d) Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan penyakit TB
e) Untuk mengetahui penyebab tingginya prevalensi kasus TB tertinggi di kota
Magelang

4. Ruanglingkup
Kejadian penyakit TB di Jawa Tengah khusus nya di daerah kota Magelang
pada tahun 2019 dengan membahas prevalensi penyakit TB di kota Magelang ,faktor
penyebab, gejala dan cara pengobatan dan pencegahan penyakit di kotaMagelang .

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-
paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatan nya tidak tuntas dapa
tmenimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian

2. Etiologi
Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois.
Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan bentuk
dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak
mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal yang
terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewa,
karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan
alcohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu bakteri
ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada
kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan
namun bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau
aliran udara.

3. Keluhan dan gejala penyakit


Kebanyakan orang tidak menyadari gejala TB atau bingung membedakannya
dengan penyakit lain. Gejala TB memang dimulai secara bertahap dan berkembang
dalam jangka waktu beberapa minggu hingga berbulan-bulan. Pada masa awal
terinfeksi, gejala yang timbul hanya ringan bahkan sering tidak muncul gejala
sampai penyakit ini berkembanga. Namun, mengetahui gejala TB sedini mungkin
bisa mencegah seseorang terkena komplikasi seperti infeksi PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif Kronik) pada organ tubuh lain. Berikut 10 gejala khas dari orang yang
terkena TB:

 Batuk. Jenis batuk yang dialami biasanya batuk berdahak dan berlangsung
selama lebih dari 21 hari.
 Batuk berdarah. Pada tahap selanjutnya, batuk bisa menghasilkan dahak
berwarna abu-abu atau kuning yang bisa bercampur dengan darah.
 Tidak napsu makan.
 Berat badan turun.
 Mudah lelah.
 Demam
 Berkeringat di malam hari. Ini adalah cara tubuh melindungi dari penyakit.
Diawali dari demam, kemudian akhirnya menyebabkan keringat berlimpah
dan disertai dengan menggigil.
 Panas dingin.
 Nyeri dada, yang bisa menyebabkan sesak napas.
 Warna urin berubah warna menjadi kemerahan atau keruh.

4. Pemeriksaan penunjang diaknostik


Untuk mendeteksi TBC (tuberkulosis), pertama-tama dokter akan menanyakan
keluhan dan penyakit yang pernah diderita. Kemudian dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik, terutama dengan mendengarkan suara napas di paru-paru
menggunakan stetoskop. Dokter juga
akanmemeriksaadatidaknyapembesarankelenjar, biladicurigaiadanya TBC
kelenjar.Jikapasiendidugamengalami TBC,
dokterakanmemintapasienmelakukanpemeriksaandahak yang disebutpemeriksaan
BTA. Pemeriksaan BTA juga dapatdilakukanmenggunakansampelselaindahak,
untukkasus TBC yang terjadibukan di paru-paru.
Jikadoktermembutuhkanhasil yang lebihspesifik,
dokterakanmenganjurkanpemeriksaan kultur BTA, yang juga
menggunakansampeldahakpenderita. Tes kultur BTA
dapatmengetahuiefektifatautidaknyaobat TBC yang
akandigunakandalammembunuhkuman. Namun, tesinimemakanwaktu yang lebih
lama.Selainpemeriksaan BTA, dokterdapatmelakukanserangkaianpemeriksaan lain
sebagaipendukung diagnosis, meliputi:

 Foto Rontgen
 CT scan
 Teskulit Mantoux atau Tuberculin skin test
 TesDarah IGRA (interferon gamma release assay).

5. Cara pengobatan
Di Indonesia masih banyak ditemukan ketidak berhasilan dalam terapi
tuberkolosis, hal ini disebabkan karena ketidak patuhan pasien dalam meminum
obat secara rutin sehingga dapat menyebabkan resistensi kuman tuberkulosis
terhadap obat-obat anti tuberkulosis dan kegagalan terapi. Ketidaksesuaian
pemilihan jenis obat OAT berdasarkan standar pengobatan dapat menyebabkan
terjadinya kegagalan terapi dan terjadinya kekambuhan karena jenis obat yang
diterima pasien tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan pengobatan
tuberkulosisnya (Anonim, 2008).
a. Obat-obat primer
Obat-obat ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi
menimbulkan resistensi dengan cepat bila di gunakan sebagai obat tunggal. Oleh
karena itu, terapi selalu di lakukan dengan kombinasi dari 2-4 macam obat, untuk
kuman tuberkulosis yang sensitif. Obat anti tuberkulosi yang termasuk obat-obat
primer adalah:
1) Isoniazid
Isoniazid merupakan derivat asam isonikotinat yang berkhasiatuntuk obat
tuberkulosis yang paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam fase
istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang tumbuh pesat. Obat ini masih
tetap merupakan obat kemoterapi terpenting terhadap berbagai tipe tuberkulosis
dan selalu dalam bentuk kombinasi dengan rifampisin dan pirazinamid (Tjay dan
Rahardja, 2007).Indikasi dari isoniazid adalah tuberkulosis dalam kombinasi
dengan obat lain, sedangkan kontraindikasinya adalah penyakit hati yang aktif
hipersensitifitas terhadap isoniazid. Efek samping dari isoniazid adalah mual,
muntah, neuritis perifer, neuritis optic, kejang, demam, purpura, hiperglikemia, dan
ginekomastia.
Dosis isoniazid yang diberikan umumnya per oral, tapi dapatdiberikan secara
intramuscular atau intravena. Dewasa dan anak-anak: 5mg/kg (4-6mg/kg) per hari,
maksimum 300mg/hari;10mg/kg tiga kali seminggu atau 15mg/kg dua kali
seminggu. Pada terapi pencegahan buat orang-orang yang ada kontak dengan
penderita atau yang berada di daerah endemik penyakit tuberkulosis maka
diberikan dosis 300mg/hari selama 6 bulan atau lebih, untuk anak : 5mg/kg/hari
(maksimum 300mg/kg/hari)
selama 6 bulan atau lebih (Anonim, 2000).
Isoniazid terjadi resistensi apabila menurunnya daya penitrasi obatatau
kamampuan penyerapan obat oleh mikroorganisme (Wattimena dkk,
1999).Isoniazid berinteraksi dengan anestetik yaitu hepatotoksik mungkin di potensi
oleh isofluran. Aluminium hidroksida yaitu gel yang dapat menurunkan absobsi
isoniazid dan mungkin dapat meningkatkan kadar plasma theofilin.
2) Rifampisin
Rifampisin menghambat mekanisme kerja RNA-polimerase yangtergantung
padaDNA dari mikrobakteri dan beberapa mikroorganisme. Penggunaan pada
konsentrasi tinggi untuk menginsibisi enzim bakteri dapat pula sekaligus
menghinsibisi sintesis RNA dalam mitokondria mamalia (Wattimena dkk, 1999).
Indikasi dari rifampisin adalah tuberkulosis dan lepra sedangkan kontraindikasinya
tidak boleh digunakan pada keadaan sirosis, insufisiensi hati, pecandu alkohol dan
pada kehamilan muda. Efek samping pada rifampisin adalah gangguan saluran
cerna, terjadi sindrom influenza, gangguan respirasi, udem, kelemahan otot,
gangguan menstruasi, warna kemerahan pada urin (Anonim, 2002). Dosis
rifampisin yang diberikan umumnya pada oral 450-600mg sekaligus pagi sebelum
makan. Rifampisin resistensi terhadap M. fortuitum Secara in vitro mikroorganisme
termasuk mikro bakteri dapat menjadi resisten terhadap obat ini. Rifampisin
berinteraksi dengan antiepileptik yaitu metabolisme fenitoin dipercepat.
Klarittomisin dan penghambat protease: rifampisin menginduksi enzim.
Antikoagulansia yaitu obat ini dipercepat metabolismenya (nikumakon dan
warfarin). Kontrasepsi oral yaitu rifampisin mempercepat katabolisme obat.
3) Pirazinamid
Pirazinamid ini bekerja sebagai bakterisida (pada suasana asam ph5-6) atau
bakteriostatis, tergantung pada PH dan kadarnya di dalam darahPirazinamid dengan
spektrum kerjanya sangat sempit dan hanya meliputi M. tuberculosis, berdasarkan
pengubahanya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang berasal dari
basil TBC. Begitu PH dalam makrograf diturunkan, maka kuman yang berada di
sarang infeksi yang menjadi asam akan mati (Tjay dan Rahardja, 2007).Indikasi
dari pirazinamid adalah tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain sedangkan
kontraindikasi gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, diabetes. Dosis
pirazinamid diberikan dua atau tiga bulan pertama yaitu 25mg/kg/hari
(20-30mg/kg/hari),35mg/kg(3040mg/kg/hari), 35mg/kg (30-40mg/kg) 3 x
seminggu, 50mg/kg(4060mg/kg) dua kali seminggu (Anonim, 2000). Efek samping
dari pirazinamid adalah hepatotoksisitas, temasukdemam anoreksia, hepatomegali,
ikterus, gagal hati, mual, muntah, artlagia, anemia, urtikaria. Pirazinamid resistensi
terhadap M. tuberculosis terhadap obat ini dapat cepat timbul selama pemberian,
oleh sebab itu sebaiknya pemakaiannya dalam kombinasi. Pirazinamid berinteraksi
dengan antagonis efek probenesid dan sulfinpirazan (Wattimena dkk, 1999).
4) Etambutol
Derivat etilendiamin berkhasiat spesifik terhadap M. Tuberculosisdan M.
atipis’ tetapi pada dosis terapi kurang efektif dibanding obat-obat primer. Dengan
mekanisme kerjanya adalah penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang
membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel (Tjay
dan Rahardja, 2007). Indikasi dari etambutanol adalah tuberkulosis dalam
kombinasi dengan obat lain, sedangkan kontraindikasinya anak di bawah 6 tahun,
neuritis optic, gangguan visual. Efek samping dari etambutanol adalah neuritis
optik, buta warna merah/hijau, neuritis primer (Anonim, 2002). Dosis yang
diberikan untuk etambutol adalah oral sehari pakai 2025mg/kg/hari selalu dalam
kombinasi dengan INH, intravena 1 dd 15mg/kg dalam 2 jam (Anonim, 2000).
Resistensi etambutol timbul apabila digunakan secara tunggal tidakdengan
kombinasi dengan antibiotik lain. Etambutol dapat berinteraksi dengan
sulfinpirazon di mana efek urikosurik dari sufinpirazon dapat tidak timbul karena
pengaruh etambutol (Wattimena dkk, 1999).
5) Setreptomisin
Saat ini sudah jarang digunakan kecuali untuk kasus resistensi, kadar obatnya
dalam plasma harus diukur terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Aminoglikosida ini bersifat bakterosida dan tidak diserap melalui saluran cerna
sehingga harus diberikan secara parentral. Toksisitasnya merupakan keberatan besar
karena dapat merusak saraf otak yang melalui organ keseimbangan dan
pendengaran Tjay dan Raharja, 2007).
b. Obat-obat sekunder
Obat-obat sekunder diberikan untuk tuberkulosis yang disebabkan oleh
kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak
dapat ditoleransi. Termasuk obat sekunder adalah kapreomisin, sikloserin,
makrolide generasi baru (asotromisin dan klaritromisin), quinolon dan protionamid
(Anonim, 2000).
BAB III
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TB

1. Analisis Situasi Penyakit TBC


a. Tujuan Analisa Situasi (Objective)
Analisa Situasi TB ini bertujuan mendapatkan data dan melakukan
analisa mengenai kondisi penyakit TB, termasuk tentang prevalensi TB,
kebijakan terkait TB, penganggaran daerah dalam penanggulangan TB,
kondisi layanan termasuk akses terhadap layanan kesehatan terkait TB, dan
para pemangku kepentingan dalam penanggulangan TB, TB-HIV, TB-
MDR. Analisa situasi TB ini juga untuk mengidentifikasi isu-isu dan
beberapa kemungkinan dalam rangka menguatkan penanggulangan TB.
b. Metodologi dan Pendekatan digunakan dalam Analisa Situasi
Analisa situasi TB ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : 1) tinjauan
situasi (sebagai langkah asesmen), dengan penelusuran data primer dan
sekunder mengenai TB 2) analisa, dengan analisa data primer dan sekunder
yang telah diperoleh, 3) rekomendasi aksi advokasi (sebagai langkah aksi),
dengan seminar hasil melibatkan instansi terkait dengan penanggulangan TB
Kota Bandung. Kombinasi metodologi secara terperinci terdiri dari Analisa
Profil, Root Cause Analysis, DALY (Disability Adjusted Life Year) dan
Analisa Peran. Untuk melengkapi kebutuhan dan keabsahan data, juga
melakukan survey lapangan dengan menggunakan kuesioner, wawancara
dan Focus Group Discussion serta seminar hasil analisa.
2. Triad Epidemiologipenyakit TBC
a. Host
Umur merupakan factor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3
puncak kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi)
dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa
muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen
kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam
perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak
berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup
sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi.
Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan
resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi
yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondi sisosio-
ekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit
terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi
keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam
keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam
infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,
kondisi keseatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku
sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas
spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi,
namun sulit untuk dievaluasi.
b. Agent
TBC disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri gram
positif berbentuk batang halus mempunyai sifat tahan asam dan aerobic.
Karakteristik alami dari agen TBC hamper bersifat resisten terhadap
disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak
yang kering untuk jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara
MycobacteriumTuberculosis  sangat tinggi. Patogenesis hamper rendah dan
daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat
resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah
penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan
mengembangkan obat baru.
Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu)
yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak
langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.
c. Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi
kejadian yang besar  dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya.
Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak
geografis. Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC.
Pembelajaran sosio biologis menyebutkan adanya korelasi positif antara
TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan,
pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat
pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi
komunitas perdesaan.  Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik,
penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC
dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemic penyakit
ini. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan
berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.
3. Riwayat Alamiah Penyakit
Riwayat alamiah penyakit natural history of disease adalah deskripsi
tentang perjalanan/waktu dan perkembangan penyakit pada individu,
dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya
akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh
suatu intervensi preventif maupun terapetik. Tahapan riwayat alamiah
penyakit Tuberkulosis adalah sebagai berikut.
A. Tahap Peka/Rentan/Pre pathogenesis
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit.
Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit
berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh pejamu. Pada
keadaan ini belum ditemukan adanya tanda - tanda penyakit dan daya tahan
tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut
sehat. Risiko terinfeksi tuberkulosis sebagian besar adalah faktor risiko
eksternal, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat,
pemukiman padat dan kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis,
sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang
disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita
seperti kurang gizi, infeksi HIV/AID dan pengobatan dengan
immunosupresan.
B. Tahap Pra geala/Masa Inkubasi/Suklinis
Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan gejala dan
masih belum terjadi gangguan fungsi organ. Pada penyakit Tuberkulosis
paru sumber infeksi adalah manusia yang mengeluarkan basil tuberkel dari
saluran pernapasan, kontak yang rapat (misalnya dalam keluarga) pasien TB
dapat mengeluarkan kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke
udara pada waktu pasien TB tersebut batuk (sekitar 3.000 droplet) dan
bersin (sekitar 1 jutadroplet). Droplet tersebut dengan cepat menjadi kering
dan menjadi partikel yang sangat halus di udara. Ukuran diameter droplet
yang infeksius tersebut hanya sekitar 1 – 5 mikron. Pada
umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan dalam beberapa
jam sampai beberapa hari. Pada keadaan gelap dan lembab kuman TB dalam
droplet tersebut dapat hidup lebih lama sedangkan jika kena sinar matahari
langsung (sinar ultra-violet) maka kuman TB tersebut akan cepat mati.
Pasien TB yang tidak diobati maka setelah 5 tahun akan; 50% meninggal,
30% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 20%
menjadi kasus kronik yang tetap menular (Nadia dan Donaldo, 2003).
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
tuberkulosis,droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat m
ele-wati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehingga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman
tuberkulosis paru berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri
di paru, yang mengakibatkan peradangan didalam paru, saluran
limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai komplek primer. 2aktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek  primer adalah 4 – 6
minggu.
Infeksi TB dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
Tuberculin dari negative menjadi posisitf. Kelanjutan selain infeksi primer
tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan tuberkulosis. Meskipun
demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persistent atau
dormant  (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang
bersangkutan akan menjadi penderita tuberculosis paru.
Masa inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai men
jadi sakit, diperkirakan selama 6 bulan. Paru merupakan port d’entree lebih
dari 98 kasus infeksi TB Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus.
Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik.
Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkankuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang
terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. 
Bokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GHON. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limferegional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran
ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di k
elenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus
paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar
limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak
diapeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks prim
er merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masainkubasi pada proses infeksi lain, yaitu
/aktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala
penyakit. Masa TB biasanya berlangsung dalam waktu 4 - 8 minggu dengan
rentang waktu antara 2 - 12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103 – 104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas seluler.
C. Tahap Klinis
Telah terjadi perubahan fungsi organ yang terkena dan menimbulkan gejala.
Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khasterutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik
1. Gejala Umum
a. Batuk – batuk selama > 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
b. Demam tidak terlalu tinggi yg berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertaikeringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan
d. Perasaan tidak enak, lemah
2. Gejala Khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak
b. Kalau ada cairan di rongga pleura (pengbungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada
c. Bila mengenai tulang, akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
D. Tahap Penyakit Lanjut/Ketidakmampuan
Tahap saat akibat dari penyakit mulai terlihat. Pasien yang menderita
penyakit TB semakin bertambah parah dan penderita tidak dapat melakukan
pekerjaan sehingga memerlukan perawatan (bed rest).
E. Tahap Akhir Penyakit (Tahap Terminal)
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan p
eny-akit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu sembuh sempurna,
sembuh dengan cacad(fisik, fungsional, dan social), karier, penyakit
berlangsung kronik, berakhir dengan kematian. Menurut Depkes RI (2008)
Riwayat alamiah penyakit TB, apabila tidak mendapatkan pengobatan sama
sekali, dalam kurun waktu lima tahun adalah sebagai berikut:
1. Pasien 50% meninggal
2. 25% akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi
3. 25% menjadi kasus kronik yang tetap menular (Herlina, 2007)

4. Pola penularan/transmisi penyakit

Tuberkulosis atau yang biasa disebut dengan penyakit TB atau TBC


disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyerang
paru-paru, meski ada organ tubuh lain yang dapat terserang penyakit TBC,
yaitu tulang belakang, ginjal, atau otak.

Pada dasarnya penularan TBC tidak semudah yang dibayangkan. Tidak semua
orang yang menghirup udara yang mengandung bakteri TB dapat langsung
sakit. Bakteri yang berada di udara bisa bertahan berjam-jam sebelum
akhirnya terhirup. Ketika terhirup, tubuh yang memiliki sistem imun yang kuat
akan segera membunuh bakteri yang masuk. Orang-orang yang berisiko tinggi
terkena penularan TBC adalah mereka yang sering bertemu atau berdiam di
tempat yang sama dengan penderita, seperti keluarga, teman sekantor, atau
teman sekelas.

Ketika terhirup dan sistem imun tidak berhasil menyingkirkan bakteri, maka
bakteri akan berdiam di paru-paru. Pada kebanyakan kasus, bakteri yang
terhirup akan berdiam di paru tanpa menimbulkan penyakit atau menginfeksi
orang lainnya. Bakteri tetap ada di tubuh sambil menunggu saat yang tepat
untuk menginfeksi, yaitu ketika daya tahan tubuh sedang rendah.

Ada dua kondisi yang mungkin terjadi ketika seseorang menghirup bakteri
TB, yaitu:

a. Laten Yaitu kondisi ketika tubuh sudah didiami oleh bakteri TB.
Ketika sistem kekebalan tubuh sedang baik, sistem imunitas dapat
menghalau bakteri. Dengan demikian, bakteri tidak menyerang dan
Anda tidak terinfeksi TBC. Anda pun tidak mengalami gejala-gejala
penyakit TBC dan tidak berpotensi menulari orang lain. Meski begitu,
bakteri dapat aktif dan menyerang Anda kembali sewaktu-waktu,
terutama saat sistem kekebalan tubuh sedang melemah.Karenanya,
meskipun masih dalam kondisi laten, Anda disarankan untuk
memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan pengobatan antibiotik
guna mencegah penyakit TBC. Apabila seseorang dalam keadaan laten
TBC tidak mendapatkan perawatan, potensi untuk terjadinya penyakit
TBC adalah 5-10 persen lebih tinggi dibandingkan seseorang yang
menjalani pencegahan.
b. Pengidap TBC aktif Ini adalah kondisi Anda yang sudah mengidap
penyakit TBC. Bakteri pada tubuh Anda telah aktif sehingga Anda
mengalami gejala-gejala penyakit TBC selain turut berpotensi
menulari orang lain. Disarankan bagi pengidap TBC aktif untuk
mengenakan masker, menutup mulut ketika batuk dan bersin, serta
tidak meludah sembarangan. Selain itu, Anda sudah harus berobat
secara rutin sesuai prosedur medis agar cepat sembuh dan mencegah
terjadinya kekebalan bakteri terhadap obat TB. Cegah TBC Sedini
Mungkin

5. Pencegahan dan penanggulangan

1. Pemberian Vaksin BCG

Vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) efektif untuk mencegah TBC


sampai seseorang berusia 35 tahun. Efektivitas BCG bisa meningkat bila
tidak ada pengidap TBC di lingkungan tempat tinggal kamu. Vaksin ini
pertama kali dikembangkan pada tahun 1920-an dan paling banyak
digunakan untuk memvaksin hampir 80% bayi baru lahir di seluruh dunia.

1. Diagnosis Sejak Dini

Pencegahan penyebaran TBC akan efektif bila dilakukan diagnosis dan


pengobatan sejak dini. Seseorang dengan penyakit TBC dapat menularkan
bakteri kepada 10-15 orang setiap tahunnya. Bisa kamu bayangkan
bagaimana penyebarannya bila tidak dilakukan pengobatan?

1. Menjaga Lingkungan Tempat Tinggal

TBC adalah penyakit yang menular melalui udara saat penderita TBC
bersin atau batuk. Risiko infeksi bisa dikurangi dengan membuat sistem
sirkulasi udara atau ventilasi yang bagus di rumah. Bakteri TBC dapat
mengendap lebih lama dalam rumah apabila sistem ventilasi tidak bagus.
Berikan juga pencahayaan yang cukup bagi rumah. Sinar UV dari matahari
mampu membunuh bakteri TBC. Jadi, pastikan rumah kamu mendapatkan
pencahayaan yang cukup ya!

1. Tingkatkan Sistem Imun

Sistem imun bisa ditingkatkan dengan mengonsumsi makanan bergizi dan


rutin berolahraga. Sistem imun yang baik membantu kamu terhindar dari
berbagai macam penyakit, termasuk bakteri penyebab TBC ini.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri


Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.
Kuman ini berukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron berbentuk batang tahan aerobic dan
tahan asam merupakan organisme patogen maupun saprofit.

Sumber penyebarannya adalah individu actively-infected (penderita TBC aktif).


Riwayat alamiah penyakitnya ialah tahap prepatogen, tahap pathogenesis, dan tahap pasca
pathogenesis. Pencegahan dan penanggulangan seperti pemberian vaksin BCG, Diagnosis
dini, menjaga lingkungan tempat tinggal dan sekitar serta peningkatan imun tubuh

Saran
Pendidikan atau penyuluhan kesehatan perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara
intensif kepada individu , keluarga, dan masyarakat tentang penularan dan cara pencegahan
serta pemberantasan penyakit tuberculosis. Agar masyarakat dapat berperan aktif untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya serta segera memeriksakan kesehatnnya.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Edisi 2: cetakan II: Jakarta

Herlina, L. 2007. Tuberkulosis dan factor risiko kejadian Multidrug Resistant Tuberculosis
(MDR TB/Resistensi Ganda). Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Epidemiologi Universitas Padjajaran: Bandung

Nadia ait-Khaled., Enarson, Donaldo. 2003. Tuberculosis, A manual for Medical Students.
By WHO

Anda mungkin juga menyukai