Anda di halaman 1dari 4

3.

1 Definisi

Ruang resusitasi (RR) merupakan tempat penanganan kondisi gawat darurat dan
penyakit kritis, yang akan menjadi lokasi pertama untuk menangani pasien.

Ruang resusitasi menjadi tolak ukur kualitas penilaian di Instalasi Gawat Darurat.
Ruang resusitasi dengan pelayanan prima dapat mengurangi keterlambatan pelayanan,
kematian dan angka kecacatan bagi pasien.

3.2 Indikasi

Jenis penyakit yang paling banyak dialami pasien lanjut usia yang masuk ke ruang
resusitasi gawat darurat adalah penyakit sistem saraf (31,40%), penyakit sistem peredaran
darah (30,68%) dan penyakit sistem pernapasan (11,31%), disusul penyakit sistem
pencernaan (9,54%). dan trauma (7,03%).

Untuk pasien yang sembuh di RR darurat dan dipulangkan setelahnya penyakit yang
paling banyak ditemukan adalah penyakit hematologi (58,33%), penyakit sistem kemih
(56,79%), penyakit sistem endokrin (55,43%) dan penyakit lainnya (52,72%). Untuk pasien
yang harus dirawat di rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut setelah diselamatkan di RR
darurat, paling banyak penyakit yang umum terjadi antara lain penyakit sistem pernafasan
(82,24%), penyakit sistem pencernaan (62,47%), penyakit sistem saraf (49,24%) dan
penyakit sistem saluran kemih (43,21%). Untuk pasien yang meninggal di RR darurat,
penyakit terbanyak adalah penyakit lain (29,35%), tumor lanjut (25,27%), penyakit sistem
endokrin (10,87%) dan penyakit sistem saraf (7,23%). Selanjutnya, untuk pasien yang
dipindahkan ke rumah sakit lain atau dipulangkan secara otomatis setelah dirawat di RR
darurat, spektrum penyakitnya terdiri dari penyakit sistem pencernaan (2,75%), penyakit
sistem saraf (2,36%), dan penyakit sistem peredaran darah (1,42%).

Tiga penyakit teratas dengan kematian tinggi pada RR darurat meliputi penyakit lain
(29,35%), tumor stadium lanjut (25,27%) dan penyakit sistem endokrin (10,87%). Kematian
mendadak diklasifikasikan sebagai penyakit lain yang berkontribusi terhadap kematian yang
tinggi.

3.3 Alat

Infrastruktur di ruang resusitasi terdiri dari alat jalan napas, masker oksigen berbagai
jenis dan ukuran, alat bantu pernapasan, defibrillator, alat sirkulasi misalnya monitor tekanan
darah, elektrokardiografi, infus, dan pompa jarum suntik. Perlengkapan dasar terpenuhi,
dilengkapi dengan trauma set mulai dari neck collar, long spine board, dan hand and foot
splints. Kemudian dilengkapi dengan alat resusitasi lanjutan seperti: USG, ventilator, alat
intraosseous, akses vena sentral, dan alat hemodialisis.

Selain peralatan medis, obat-obatan emergency juga harus disediakan di IGD untuk
mempersingkat waktu resusitasi. Apotek di dalam atau di samping IGD dapat mempercepat
waktu resusitasi bila diperlukan. Apotek di beberapa rumah sakit yang lokasinya jauh dari
IGD tidak efektif untuk proses resusitasi, dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas. 

3.4 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia di Instalasi Gawat Darurat harus terpenuhi baik kualitas
maupun kuantitasnya. Untuk mendukung mutu pelayanan, setiap tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan medis di Instalasi Gawat Darurat harus mendapatkan pelatihan dan
standarisasi pengetahuan dan keterampilan. Departemen darurat dipimpin oleh dokter di
tempat selama 24 jam. Dokter umum yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat di rumah sakit
di seluruh Indonesia, harus memiliki sertifikasi Advance Trauma Life Support dan Advanced
Cardiac Life Support. Perawat yang bekerja di IGD, harus mendapatkan Pelatihan Basic
Trauma dan Cardiac Life Support.

Dalam hal ini, resusitasi dilakukan oleh tim gawat darurat yang dipimpin oleh
spesialis gawat darurat untuk mengelola pasien kritis di Ruang Gawat Darurat, mencapai
waktu tanggap 0 menit. Analisis kasus, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologi dan pengobatan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Peran tim
resusitasi dengan perannya masing-masing, dengan mengetahui tugasnya maka proses
resusitasi akan berjalan dengan lancar. Dalam kasus, rata-rata waktu resusitasi pada pasien
membutuhkan waktu sekitar 3 jam untuk stabil.

Kualitas spesifik yang membedakan tim pemula dari tim ahli. Tim ahli berbicara lebih
banyak ke ruangan daripada tim pemula. Selain itu, pembicaraan di dalam ruangan
menimbulkan pembicaraan lebih jauh di dalam ruangan, sedangkan tim pemula cenderung
beralih ke koordinasi eksplisit (yaitu, memberikan instruksi).
Setelah diagnosis dibuat, tim tidak harus terlibat dalam pemecahan masalah yang
kompleks dan kreatif, tetapi mengikuti algoritme yang ditentukan yang membutuhkan
kepemimpinan. Mengingat tingkat pengalaman tim ahli yang lebih tinggi dengan resusitasi,
kemungkinan tim ahli memiliki lebih banyak pengalaman dengan masing-masing algoritme.
Ketersediaan pengetahuan ini mungkin telah menyebabkan tingkat koordinasi tim implisit
yang lebih tinggi, yang memungkinkan tim untuk mengantisipasi dan melakukan tindakan
yang diperlukan dan menginformasikannya kepada rekan tim mereka.

Tim dengan anggota yang lebih berpengalaman menunjukkan pola koordinasi implisit
yang berbeda dibandingkan dengan tim dengan anggota yang kurang berpengalaman. Pola
koordinasi membedakan antara tim dengan anggota yang kurang berpengalaman
dibandingkan dengan yang lebih berpengalaman.

3.5 Prosedur

Alur pasien kritis di IGD dimulai dari pasien masuk ruang resusitasi sampai pindah ke
ruangan.

1. Perawatan awal di Instalasi Gawat Darurat adalah triase. Triase dibagi menjadi triase
primer dan triase sekunder. Triase primer dilakukan saat pasien datang ke IGD,
kemudian pasien diarahkan ke triase sekunder. Jika pasien tidak sadarkan diri, pasien
segera diarahkan ke ruang resusitasi di Instalasi Gawat Darurat. Warna hijau adalah
pasien yang tidak gawat (ringan), warna kuning yaitu kasus berat yang mengancam
nyawa, warna merah artinya pasien gawat darurat dan mengancam nyawa, warna
hitam artinya pasien meninggal.

2. Instalasi Gawat Darurat harus mampu melakukan manajemen jalan napas,


pernapasan, sirkulasi untuk menstabilkan pasien sebelum dipindahkan ke bangsal
rumah sakit atau bangsal intensif. Terlepas dari rumah sakit tipe A/B/C/D, pelayanan
resusitasi dasar harus diberikan dengan baik.

Mulai dari triase, ruang resusitasi, tim resusitasi, dokter, dan perawat handal
sehingga resusitasi dapat dilakukan dengan baik. Aliran ruang darurat memainkan
peran besar dalam menentukan resusitasi. Penempatan ruang resusitasi di sebelah
triase mempercepat proses manajemen resusitasi pasien kritis.

Setelah triase dan tingkat kegawatdaruratan ditentukan, dilakukan resusitasi,


dan tim gawat darurat melakukan penatalaksanaan resusitasi jalan napas, pernapasan,
dan sirkulasi dengan waktu tanggap 0 menit.

3. Instalasi gawat darurat harus mampu melakukan manajemen jalan napas, pernapasan,
sirkulasi untuk menstabilkan pasien sebelum dipindahkan ke bangsal rumah sakit atau
bangsal intensif. Dalam kasus, rata-rata waktu resusitasi pada pasien membutuhkan
waktu sekitar 3 jam untuk stabil.

Anda mungkin juga menyukai