ANALISIS FARMASI
OLEH:
DAFTAR ISI i
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Percobaan 2
BAB II 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Iodium 3
2.2 Povidon Iodin (Betadine) 4
2.3 Lugol 5
2.4 Kalium Iodida 5
2.5 Kalium Iodat 6
2.6 Kanji 6
2.7 Asam Sulfat 6
2.8 Penentuan Iodida 6
BAB III 8
METODE PERCOBAAN 8
3.1 Alat 8
3.2 Bahan 8
3.3 Prosedur Percobaan 8
BAB IV 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
4.1 Hasil 10
4.2 Pembahasan 13
BAB V 15
KESIMPULAN DAN SARAN 15
5.1 Kesimpulan 15
5.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
iodida dalam sampel lugol dan betadine dengan metode spektrofotometri UV-Vis
berdasarkan pembentukan kompleks biru iodium-amilum untuk mengetahui apakah
kadar iodida dalam betadine dan lugol sudah sesuai dengan ketentuan/persyaratan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Iodium
Iodium merupakan salah satu mineral yang esensial bagi tubuh kita meskipun
diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil. Hal ini karena iodium merupakan
komponen dari hormone tiroksin. Hormon tiroksin berperan penting dalam
metabolisme di dalam tubuh. Kebutuhan iodium yang direkomendasikan oleh WHO
untuk anak-anak umur 0-5 tahun adalah 90 µg/hari, untuk umur antara 6-12 tahun
adalah 120 µg/hari, sedangkan untuk ibu hamil dan menyusui dibutuhkan iodium
sebesar 250 µg/hari. Di dalam usus, semua bentuk senyawa iodium, baik dari
makanan ataupun minuman akan diubah menjadi iodida. Organ utaman yang
mengambil iodida adalah tiroid, yang akan masuk ke dalam sirkulasi darah dan
selanjutnya akan diikat oleh kelenjar tiroid untuk dipakai sebagai bahan dasar
pembentukan hormon tiroid serta ginjal yang mengekskresikannya ke dalam urin
sebagai iodida (Febrianti, Sulistyarti, & Atikah, 2013).
Kekurangan (defisiensi) iodium yang terus-menerus dalam waktu yang lama
akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Defisiensi
iodium disebut juga Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah
satu masalah gizi yang menjadi faktor penghambat pembangunan sumber daya
manusia karena dapat menyebabkan terganggunya perkembangan mental dan
kecerdasan manusia (Febrianti, Sulistyarti, & Atikah, 2013). Gangguan serius akibat
kekurangan iodium dapat menyebabkan kretinisme, komplikasi kehamilan, gondok
(pembesaran kelenjar tiroid – yang merupakan adaptasi terhadap kurangnya asupan
iodium), terganggunya pembentukan hormon tiroid, dan gangguan mental. Sedangkan
kelebihan iodium dalam tubuh dapat menimbulkan risiko hipertiroid. Hipertiroid
merupakan suatu keadaan klinis yang dapat ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari
hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3). Akibatnya, aktivitas tiroid
menjadi tidak terkontrol sehingga memblok fungsi tiroid dalam pembentukan hormon
(Lema, Sulistyarti, & Atikah, 2014).
Penentuan kadar iodida salah satunya adalah untuk mengetahui jumlah iodida
di dalam urin sehingga gejala GAKI dapat dideteksi lebih dini. Kandungan iodium
dalam urin untuk penderita GAKI berat adalah < 2 µg/dL, untuk GAKI moderat 2,0-
4,9 µg/dL, dan untuk GAKI ringan yaitu 5,0-9,9 µg/dL. Kadar iodium dalam urin
3
normal adalah 40,64 µg/dL atau 406,4 ppm, sedangkan kadar iodide dalam urin
penderita hipertiroid (kelebihan iodide) adalah >2,99 mg/L. Iodida dalam urin cukup
stabil selama penyimpanan serta pengukurannya secara teknis lebih mudah
dibandingkan pemeriksaan klinis T3, T4, dan TSH dalam darah.
4
terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian povidon iodin adalah serbuk amorf,
cokelat kekuningan, sedikit berbau khas. Larutan bereaksi asam terhadap kertas
lakmus. Kelarutan dari povidon iodin adalah larut dalam air dan dalam etanol, praktis
dan tidak larut dalam kloroform, dalam karbon tetraklorida dan dalam eter, dalam
heksana, dalam aseton.
Mekanisme kerja povidon iodin dimulai setelah kontak langsung dengan
jaringan, maka elemen iodin akan dilepaskan secara perlahan-lahan dengan aktivitas
menghambat metabolisme enzim bakteri sehingga akan mengganggu multiplikasi
bakteri yang mengakibatkan bakteri menjadi lemah.
2.3 Lugol
Iodin lugol pertama kali dibuat oleh fisikawan Perancis Jean Lugol pada tahun
1829. Iodin lugol dikenal juga sebagai larutan lugol adalah larutan yang merupakan
campuran dari senyawa kalium iodida dan iodin dalam air. Lugol adalah obat dan
desinfektan yang digunakan untuk sejumlah penggunaan tertentu. Pengobatan lugol
secara oral digunakan untuk mengobati tirotoksikosis sampai operasi dapat dilakukan,
melindungi kelenjar tiroid dari iodium radioaktif, dan untuk mengobati kekurangan
iodium. Efek terapi pada kasus hipertiroid bekerja dengan cara mengurangi produksi
hormon dari kelenjar tiroid, hal ini terjadi karena lugol memiliki kadar iodin yang
tinggi. Selain itu, lugol juga dapat mengurangi vaskularisasi tiroid, dan mengurangi
ukuran kelenjar tiroid.
Kegunaan lugol yang lain adalah untuk skrining leher rahim pada pasien
kanker serviks. Lugol dipakai sebagai desinfektan yaitu untuk luka kecil. Efek
samping yang ditimbulkan dari penggunaan larutan ini antara lain alergi, sakit kepala,
dan muntah. Penggunaan dalam jangka panjang dapat menyebabkan susah tidur dan
depresi, serta tidak boleh digunakan untuk ibu hamil dan menyusui. Larutan lugol
tersedia dalam berbagai tingkat konsentrasi iodin. Konsentrasi iodin yang lebih dari
2,2% pada larutan dapat dikenakan regulasi.
5
Kelarutan sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih; larut
dalam etanol 95% P; mudah larut dalam gliserol P.
2.6 Kanji
Amilum atau kanji merupakan kombinasi amilosa yang memberikan warna
biru jika bereaksi dengan iodium dan amilopektin yang memberikan warna biru jika
bereaksi dengan iodium. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang
digunakan.
6
bahan pereaksi yang banyak serta mahal. Kendala ini kemudian dapat diatasi dengan
penentuan iodida menggunakan metode spektrofotometri berdasarkan pembentukan
kompleks amilum-iodium menggunakan oksidator kalium iodat. Metode ini cepat,
sederhana, akurat, dan mudah dalam menetapkan kadar iodida.
Metode spektrofotometri ini didasarkan pada reaksi reduksi-oksidasi dan
pembentukan kompleks amilum-iodium sesuai dengan reaksi (1) dan (2) (Febrianti,
Sulistyarti, & Atikah, 2013). Istilah oksidasi dipakai apabila terjadi kenaikan bilangan
oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.
Proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh electron.
Iodat adalah salah satu dari beberapa oksidator kuat yang dapat mengoksidasi
iodida dengan cepat menjadi iodium dalam suasana asam. Beberapa oksidator lain
yang dapat mengoksidasi iodida diantaranya cerium, arsen, permanganat, hidrogen
peroksida, dan persulfate. Namun, beberapa dari oksidator tersebut bersifat berbahaya
apabila digunakan yaitu cerium dan arsen. Pada percobaan ini, reaksi akan dilakukan
pada kondisi asam dengan penambahan asam sulfat (H2SO4). Karena reaksi terjadi
pada keaadaan asam kuat, maka amilum yang digunakan sebagai indikator akan
terhidrolisis. Selain itu, pada keadaan ini iodida (I-) yang dihasilkan dapat diubah
menjadi iodium (I2) dengan adanya oksigen (O2) dari udara bebas dan reaksi ini
melibatkan ion (H+) dari asam sulfat. Persamaan reaksi dapat ditunjukkan sebagai
berikut:
7
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat yang diperlukan pada percobaan ini adalah Spektrofotometer UV-Vis
(Bio-Rad SmartSpec Plus), timbangan analitik (Denver Top Balance SI-6002), labu
tentukur 100 ml (Pyrex), labu tentukur 50 ml (Pyrex), gelas ukur 100 ml (Pyrex),
beaker glass 50 ml (Pyrex), pipet ukur 1 ml (Pyrex), pipet tetes, rubber bulb, spatula,
kertas perkamen.
3.2 Bahan
Bahan yang diperlukan pada percobaan ini adalah aquadest, kalium iodida
(KI), kalium iodat (KIO3), asam sulfat (H2SO4), larutan kanji 1%, lugol, dan betadine.
8
2. Ditambahkan larutan KIO3 (konsentrasi 1250 ppm) masing-masing
sebanyak 0,17 ml; 0,34 ml; 0,51 ml; 0,68 ml; dan 0,85 ml ke dalam
labu tentukur tadi.
3. Dipipet 1 tetes amilum dan 1 tetes H2SO4 ke dalam masing-masing labu
tentukur tadi.
4. Ditambahkan aquadest sampai batas garis tanda dan dikocok masing-
masing larutan tersebut.
5. Diberi label masing-masing larutan dengan konsentrasi 10 ppm, 20
ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm yang telah dibuat.
6. Diukur absorbansi, kurva kalibrasi, dan koefisien determinasi masing-
masing larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang maksimum 615 nm.
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Larutan Standar KI (konsentrasi 3000 ppm)
10
c. Larutan konsentrasi 30 ppm
11
1. 0 ppm (blanko) -
2. 10 ppm 0,080
3. 20 ppm 0,092
4. 30 ppm 0,071
5. 40 ppm 0,152
6. 50 ppm 0,356
Kurva Kalibrasi
0.4
0.35
0.3
Absorbansi (Y)
0.1
0.05
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Konsentrasi (X)
12
Kelompok 2: Konsentrasi iodida = 106,9601 µg/ml
Kelompok 6: Konsentrasi iodida = 33,3016 µg/ml
7. Hasil Pengukuran Spektrofotometer UV-Vis
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, ditambahkan kalium iodat dengan perbandingan mol iodat
(IO3-) terhadap iodida (I-) adalah 1:3 karena diketahui bahwa pada rasio tersebut akan
memberi absorbansi maksimum (Sulistyarti, Atikah, Fardiyah, Febriyanti, &
Asdauna, 2015). Oleh sebab itu, larutan KIO 3 dibuat dengan konsentrasi 1250 ppm
dan larutan KI dibuat dengan konsentrasi 3000 ppm.
Penambahan asam sulfat dilakukan untuk optimasi pH larutan. Oksidasi iodida
oleh iodat dilakukan dalam kondisi asam untuk mencapai oksidasi maksimum iodida
menjadi iodium. pH larutan yang diinginkan adalah 1-3 (Sulistyarti, Atikah, Fardiyah,
Febriyanti, & Asdauna, 2015). Akan tetapi, pada percobaan ini tidak dilakukan
pengukuran pH larutan.
Panjang gelombang maksimum yang dipakai pada percobaan ini adalah 615
nm sesuai dengan hasil penelitian pada artikel jurnal (Sulistyarti, Atikah, Fardiyah,
Febriyanti, & Asdauna, 2015). Panjang gelombang maksimum inilah yang dipakai
13
dalam pengukuran absorbansi dan konsentrasi masing-masing larutan kalium iodida
dan sampel. Abosorbansi yang diperoleh yaitu 0,080 (10 ppm); 0,092 (20 ppm); 0,071
(30 ppm); 0,152 (40 ppm); 0,356 (50 ppm).
Berdasarkan hasil percobaan, maka didapatkan persamaan regresi, y = 0,0061x
– 0,0334 dengan koefisien determinasi (R2) adalah 0,6577. Persyaratan koefisien
determinasi yang baik adalah 0,99. Hal ini dapat diartikan bahwa pada percobaan ini
masih terdapat kekurangan-kekurangan. Penetapan konsentrasi pada sampel lugol dan
betadine juga masih kurang akurat.
Konsentrasi sampel lugol berturut-turut adalah 100,9468 ppm; 58,8454 ppm;
dan 56 ppm dengan rata-rata yang diperoleh adalah 71,9307 ppm. Konsentrasi sampel
betadine berturut-turut adalah 113,0943 ppm; 106,9601 ppm; 33,3016 ppm dengan
rata-rata yang diperoleh adalah 84,452 ppm.
Kekurangan pada percobaan ini dapat disebabkan oleh kurangnya ketelitian
praktikan dalam membuat larutan kalium iodida dengan masing-masing konsentrasi
dan ketika membuat larutan sampel, tidak dilakukannya optimasi pH larutan, tidak
diukur dengan pasti waktu optimum reaksi oksidator dengan stopwatch. Waktu
optimum yang baik adalah antara 5-9 menit. Jika lebih dari 9 menit, absorbansi dapat
menurun karena ketidakstabilan kompleks, yang mungkin disebabkan oleh hilangnya
iodium karena iodium berair mengeluarkan uap iodium yang signifikan (Sulistyarti,
Atikah, Fardiyah, Febriyanti, & Asdauna, 2015).
14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perbandingan mol iodat terhadap iodida adalah 1: 3. Larutan KIO 3 dan KI
dibuat dengan masing-masing konsentrasi 1250 ppm dan 3000 ppm.
2. Panjang gelombang maksimum yang dipakai pada percobaan ini adalah 615
nm.
3. Abosorbansi yang diperoleh yaitu 0,080 (10 ppm); 0,092 (20 ppm); 0,071 (30
ppm); 0,152 (40 ppm); 0,356 (50 ppm).
4. Persamaan regresi yang diperoleh adalah y = 0,0061x – 0,0334 dengan
koefisien determinasi (R2) = 0,6577.
5. Konsentrasi sampel lugol berturut-turut adalah 100,9468 ppm; 58,8454 ppm;
dan 56 ppm dengan rata-rata yang diperoleh adalah 71,9307 ppm. Konsentrasi
sampel betadine berturut-turut adalah 113,0943 ppm; 106,9601 ppm; 33,3016
ppm dengan rata-rata yang diperoleh adalah 84,452 ppm.
5.2 Saran
Sebaiknya ketika melakukan percobaan ini, praktikan lebih teliti dan berhati-
hati dalam pengerjaan, dilakukannya optimasi pH larutan, dan diukur dengan pasti
waktu optimum reaksi oksidator dengan stopwatch agar mendapat hasil percobaan
yang akurat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Febrianti, S., Sulistyarti, H., & Atikah. (2013). Penentuan Kadar Iodida Secara
Spektrofotometri Berdasarkan Pembentukan Kompleks Amilum-Iodium
Menggunakan Oksidator Iodat. Kimia Student Journal, 1(1), 50-56.
Ferdina, R., Busman, & Putri, R. A. (2022). Penggunaan Obat Kumur Povidone Iodine
Sebagai Tindakan Pra-Prosedural Untuk Mengurangi Risiko Penularan Covid 19.
MENARA Ilmu, 16(2), 77-83.
Kapantow, A. N., Fatimawali, & Yudistira, A. (2013). Identifikasi dan Penetapan Kalium
Iodat Dalam Garam Dapur Yang Beredar Di Pasar Kota Bitung Dengan Metode
Spektrofotometri UV-Vis. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi - UNSRAT, 2(1),
90-95.
Karwiti, W., Basa, I. H., Asrori, & Silvia, V. (2018). Gambaran Kadar Iodium (Sebagai
KIO3) Dalam Garam Dapur Yang Dijual Di Pasar Kota Palembang Tahun 2017. JPP
(Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang), 13(2), 98-110.
Lema, A. T., Sulistyarti, H., & Atikah. (2014). Pengembangan Metode Spektrofotometri
Untuk Penentuan Iodida Menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2) Sebagai
Oksidator. NATURAL B, 2(4), 309-316.
Rakhman, L. F. (2020). Obat Kumur Povidone Iodine Sebagai Tindakan Pra-Prosedural
Untuk Mengurangi Risiko Penularan SARS-CoV-2 Dalam Praktik Kedokteran Gigi.
Medica Hospitalia - Journal of Clinical Medicine, 7(1A), 337-343.
Sulistyarti, H., Atikah, Fardiyah, Q., Febriyanti, S., & Asdauna. (2015). Metode
Spektrofotometri Sederhana dan Aman Untuk Penentuan Iodida. Jurnal Sains
Makara, 19(2), 43-48.
16
17