Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FORTIFIKASI IODIUM
Disusun Oleh:

SUCI ADRIANI

NPM:

2013020006

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH

BANDA ACEH

2023

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya kepada kita semua khususnya bagi kami yang telah mampu menyelesaikan
karya tulis ilmiah yang bertemakan “FORTIFIKASI IODIUM”.
Dalam menulis karya ilmiah ini, alhamdulillah saya tidak mendapatkan banyak
kendala, sehingga penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan baik. Selain itu kami juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan
dan motivasi sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. 
Jika seandainya dalam penulisan karya ilmiah ini terdapat hal – hal yang tidak sesuai
dengan harapan, untuk itu kami dengan senang hati menerima masukan, kritikan dan saran
dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini.

Banda Aceh,15 Juni 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................ 2
DAFTAR ISI................................................................................... 3
BAB I PEDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan .............................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Devenisi ............................................................................................ 5
B. Tujuan Fortifikasi ............................................................................... 5
C. Macam-Macam Fortifikasi ................................................................. 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................... 9
B. Saran.................................................................................................. 9
Daftar pustaka ........................................................................... 10

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Garam merupakan salah satu kondisi strategi karena selain merupakan kebutuhan
manusia, juga digunakan sebagai bahan baku industry. Untuk kebutuhan garam konsumsi
manusia, garam telah dijadikan sarana fortifikasi zat iodium menjadi garam konsumsi
beriodium dalam rangka penggulangan Gangguan Akibat Kekurangan yodium (GAKY).
Garam merupakan salah satu sumber sodium dan klorida dimana kedua unsur tersebut
diperlukan untuk metabolisme manusia (Burhanuddin,2001).
Yodium merupakan zat mineral mikro yang harus tersedia didalam berfungsi untuk
membentuk zat tiroksin yang terbentuk pada kelenjar tiroid yang menstimulasi proses -
proses oksidasi dalam tubuh, sehingga mempengaruhi cepatnya pertumbuhan, dan
pemakian tenaga oleh tubuh. Serta berdasarkan penelitian hormon tiroid sangat bergantung
pada kecukupan asupan yodium yang sangat penting dalam perkembangan normal otak dan
berperan penting untuk membantu perkembangan kecerdasaran atau kepandaian pada
anak. (Arisman,2009)
Garam beriodium merupakan garam yang telah diperkaya dengan iodium yang sangat
dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Garam beriodium sangat penting
untuk kesehatan dari usia balita ,anak-anak ,dewasa hingga lansia Garam beriodium yang
digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi standar nasional Indonesia (SNI)
Antara lain mengandung yoidum sebsar 30-80 ppm (Dep Kes RI 2000).
Gangguan akibat kekurangan iodium merupakan salah satu masalah kesehatan yang
menjadi faktor penghambat pembangunan sumber daya manusia karena dapat
menyebabkan terganggunya perkembangan mental dan kecerdasan terutama pada
anakanak (Arisman,2004). Tingkat endemisitas dan prevalensi GAKI dihitung dengan Total
Goiter Rate (TGR) . TGR pada anak sekolah dapat digambarkan masalah Gaki pada
masyarakat. dengan demikian untuk mengetahui angka TGR pada masyarakat, cukup
dilakukan survey pada anak sekolah (dianjurkan Antara umur 6-12 tahun ).( Arisman,2009).
Kekurangan garam beriodium sangat berakibat fatal bayi baru lahir. Hal ini akan berdampak
pada kesehatan dan perkembangan anak. Ternyata, kandungan iodium sangat penting bayi
pertumbuhan fisik dan kognitif anak salah satu penyebab anak mengalami stunting adalah

3
kurangnya asupan garam beriodium. Asupan iodium yang berlebihan dapat menimbulkan
gejala hipertiroid di masyarakat. (Wardani,2009)
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Devenisi Nya ?


2. Apa Tujuan Fortifikasi?
3. Macam-Macam Fortifikasi?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini memberi pengetahuan dan wawasan mengenai
fortifikasi iodium, serta memberitahu lebih lanjut tentang fortifikasi iodium kepada
masyarakat awam dan mahasiswa/teman-teman pada khususnya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

(FORTIFIKASI IODIUM)

A. DEFINISI
Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. BTP ditambahkan untuk memperbaiki
karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah
teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah
teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat
dikesampingkan. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji
lama sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah telah mengeluarkan aturan-
aturan pemakaian BTP secara optimal.
Salah satu kategori bahan tambahan pangan menurut fungsinya yaitu nutritional
additives. Nutritional additives digunakan untuk memperbaiki zat gizi yang hilang atau
berkurang selama pemrosesan, bisa juga untuk fortifikasi atau pengayaan untuk memperbaiki
kekurangan seseorang terhadap zat gizi tertentu. Fortifikasi makanan dimulai tahun 1924 saat
iodium ditambahkan dalam garam. Vitamin juga banyak ditambahkan untuk memperbaiki
nilai gizi. Selain iodium sekarang banyak zat gizi yang ditambahkan dalam bahan makanan.
Contohnya vitamin A dan D ditambahkan pada produk hewani dan sereal, vitamin B
ditambahkan pada tepung, sereal, pasta, dan vitamin C ditambahkan pada minuman rasa
buah, sereal, permen. (1)
Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizi mikro adalah salah
satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status mikronutrien
pangan.Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrient) ke dalam
suatu pangan. (2)

B. TUJUAN FORTIFIKASI

5
Tujuan utama dari fortifikasi adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi
yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Adapun tujuan dari fortifikasi
antara lain (2):

a. Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan

b. Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siquifikan
dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan.

c. Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan yang digunakan
sebagai sumber pangan bergizi. Misalnya : susu formula bayi.

d. Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan
pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega .

C. MACAM – MACAM FORTIFIKASI


Banyak program fortifikasi yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kandungan
gizi pada makanan ataupun untuk mencegah terjadinya defisiensi mikronutrien lainnya. Salah
satunya yaitu fortifikasi iodium. Fortifikasi iodium adalah penambahan iodium dalam jumlah
tertentu pada suatu produk pangan sedemikian rupa sehingga produk tersebut dapat berfungsi
sebagai sumber penyedia iodium, terutama bagi masyarakat yang mengalami kekurangan
iodium. Ada beberapa macam fortifikasi iodium antara lain :

1. Fortifikasi iodium dalam garam


Fortifikasi iodium dalam garam adalah penambahan iodium dalam jumlah tertentu ke
dalam garam sehingga garam tersebut berfungsi sebagai sumber penyedia iodium untuk
masyararakat yang mengalami kekurangan iodium.
Iodisasi garam menjadi metode paling umum yang dapat diterima oleh banyak negara
didunia, sebab garam digunakan secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat, prosesnya
sederhana dan tidak mahal. Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida (KI) dan
Kalium Iodat (KIO3). Iodat lebih stabil dalam garam murni pada penyerapan dan kondisi
lingkungan (kelembapan) yang buruk, tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa garam.
Proses fortifikasi KIO3 pada garam harus mengacu standar SNI 3556-2010. Garam Konsumsi
Beryodium mempersyaratkan kandungan KIO3 minimal 30 ppm.(3) Fortifikasi garam ini

6
efektif dalam menurunkan prevalensi GAKI di beberapa negara yang melakukan program
fortifikasi iodium pada garam
: (2)

Gambar 1. Bagan fortifikasi


iodium pada garam

Proses Iodisasi di
Indonesia sudah diatur dalam
Keputusan Presiden no. 69
tahun 1994 Tentang Pengadaan
Garam Beriodium.
Fortifikasi iodium dilakukan
melalui penambahan
senyawa Kalium Iodat
(KIO3) kedalam garam
bahan baku yang telah dicuci,
secara kontinu dan
homogen sehingga memenuhi persyaratan SNI 01-3556-2000. (4)

Gambar : Syarat mutu garam konsumsi beriodium (4)

7
Selain proses iodisasi, ketentuan peralatan proses iodisasi juga telah ditentukan.
Peralatan iodisasi yang digunakan pada prinsipnya secara kontinu untuk menjamin
homogenitas kandungan iodium dalam garam yaitu : (4)
a. Sistem penetesan (drip feeding system) padabelt conveyor atau screw conveyor, atau
b. Sistem penyemprotan (spray mixing system), atau
c. Sistem penyemprotan garam yang telah dikeringkan (dry mixing system).

Dalam pembuatan garam beriodium pemerintah juga mengeluarkan keputusan


mengenai persyaratan pengemasan dan pelabelan pada garam beriodium. Adapun
keputusannya adalah sebagai berikut (4) :

a. Ketentuan pengemasan
Garam yang akan dipasarkan, wajib dikemas dalam wadah yang ditutup rapat sehingga
aman selama pengangkutan dan penyimpanan. Untuk menjamin ketepatan berat isi bersih
garam, maka pengisian dan penimbangan dilakukan secara otomatis, sedangkan penutupan
kemasan dapat dilakukan secara mekanis atau manual. (4)

b. Ketentuan berat
Berat bersih isi garam konsumsi yang diperdagangkan adalah 50 kg, 25 kg, 5 kg, 1 kg,
500 gr, 250 gr, dan 100 gr. (4)

c. Ketentuan bahan pengemasan


 Bahan kemasan untuk isi bersih 50 kg dan 25 kg adalah karung plastik jenis polly-
propylene (PP) yang bagian dalamnya dilapisi kantung plastik warna dasar putih. (4)
 Bahan kemasan untuk isi 5 kg, 1 kg, 500 gr, 250 gr, dan 100 gr adalah plastik polly-
propylene (PP) atau polly-ethylene (PE) dengan ketebalan minimal 0,5 mm. (4)

d. Ketentuan pelabelan
Pada kemasan garam konsumsi harus ditulis dengan jenis keterangan berupa (4) :
 Tulisan “Garam Beriodium”
 Kandungan Kalium Iodat (KIO3) minimal 30 ppm
 Berat bersih

8
 Tanda/logo SNI
 Nomor pendaftran dari Badan POM
 Komposisi isi Garam Konsumsi
 Merk dagang
 Nama dan alamat perusahaan
Pada kemasan garam bahan baku yang harus ditulis dengan jelas berupa (4):
 Tulisan “Garam Bahan Baku”
 Berat bersih
 Nama dan alamat perusahaan
Untuk garam bahan baku jika belum dicuci ditambahkan keterangan berupa tulisan “
Garam Bahan Baku Belum Dicuci”. (4)

2. Fortifikasi Iodium dalam beras


Selain fortifikasi pada garam, iodium juga dapat difortifikasikan ke dalam beras.
Fortifikasi iodium dalam beras adalah penambahan iodium dalam jumlah tertentu ke dalam
beras sehingga beras tersebut berfungsi sebagai sumber penyedia iodium untuk masyararakat
yang mengalami kekurangan iodium.
Fortifikasi dilakukan pada beras, karena beras merupakan bahan pangan pokok yang
dikonsumsi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia saat ini sekitar
150 kg/kapita, atau sekitar 200 g/hari, sedangkan kebutuhan iodium untuk pertumbuhan
normal pada manusia dewasa antara 120 – 150 µ g /hari. Dengan demikian iodium sebagai
fortifikan pada beras hanya diperlukan dalam kadar yang sangat kecil (sekitar 750 µg /kg atau
0,75 ppm).   Apabila dibandingkan dengan fortifikan iodium pada garam yang dianjurkan,
yaitu 80 ppm, maka tambahan biaya dalam pembuatan garam beriodium akan jauh lebih
mahal dibandingkan dengan biaya pembuatan beras beriodium.
Pembuatan beras beriodium sangat sederhana karena tidak perlu menggunakan
peralatan khusus. Dengan penambahan alat pengkabut fortifikan iodium pada komponen alat
penyosoh akan diperoleh hasil beras giling yang mengandung iodium. Fortifikan yang
digunakan adalah iodat 1 ppm. Larutan fortifikan dikabutkan dengan bantuan tekanan udara
40 psi yang berasal dari kompresor, sehingga terjadi kabut fortifikan iodium. Debet fortifikan
yang digunakan 4-5 L/jam tergantung pda kekeringan beras yang difortifikasi (5)

9
3. Fortifikasi iodium pada bahan makanan lain
Fortifikasi iodium juga dapat digunakan pada bahan makanan lain seperti coklat dan air
mineral. Fortifikasi iodium pada coklat pernah dilakukan di Swedia. Pemberian coklat
beriodium ini tidak dilakukan setiap hari namun hanya seminggu sekali dengan sasaran anak-
anak usia sekolah. Namun usaha fortifikasi ini banyak ditentang oleh ibu rumah tangga dan
juga dokter gigi yang khawatir dengan kesehatan gigi pada anak-anak usia sekolah karena
sering mengkonsumsi makanan manis.
Selain pada coklat usaha fortifikasi iodium juga pernah dilakukan pada air minum.
Fortifikasi ini pernah dilakukan di Netherland. Dengan penambahan 50 mcg iodium dalam
satu liter air minum. Dalam sehari penduduk dianjurkan minum 1,5 liter sehingga tiap hari
otomatis ada tambahan 75 mcg iodium yang masuk dalam tubuh. Namun usaha fortifikasi ini
terhenti setelah terjadinya perang dengan jerman.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Garam beriodium merupakan garam yang telah diperkaya dengan iodium yang sangat
dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Garam beriodium sangat penting
untuk kesehatan dari usia balita ,anak-anak ,dewasa hingga lansia Garam beriodium yang
digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi standar nasional Indonesia (SNI)
Antara lain mengandung yoidum sebsar 30-80 ppm (Dep Kes RI 2000).
B. Saran

10
Apabila terdapat kesalahan saya dalam menulis makalah ini maka saya meminta saran dan
kritikan yang membangun dari kawan-kawan semua demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Zulkarnain. Peta Prevalensi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Kota
Padang Tahun 2006. Staf Pengajar PSIKM FK-UNAND. Jurnal Kesehatan
Masyarakat,September 2007.

Almatsier S. Prinsip dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Percetakan PT. Gramedia Pustaka Utama:2004

Aritonang E, Evinaria. Pola Konsumsi Pangan, Hubungannya Dengan Status Gizi Dan Prestasi
Belajar SD Di Daerah Endemik GAKI Desa Kuta Dame Kecamatan Kerajaan

Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara, Artikel Info Kesehatan, volume VII, Nomor 1,
Maret 2003.

11
Arisman. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta :EGC; 2004.

Bachtiar H. Faktor Determinan Kejadian Gondok diDaerah Pantai Jawa Timur. Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat FK Unand. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maretseptember
2009, vol 03, No.2.

12

Anda mungkin juga menyukai