Anda di halaman 1dari 2

Buah dari Pahitnya Modernisasi

Oleh : Tiorivaldi

Segala hal itu mudah. Pergi ke lokasi yang ingin dituju saja hanya tinggal memegang stir dan
menginjak pedal sebuah kendaraan tanpa harus menggunakan anggota gerak tubuh secara
optimal atau bahkan hanya tinggal duduk manis di kendaraan lalu membayar kepada pihak
berwenang maka tempat dimanapun yang kita inginkan bisa saja tercapai.
Berinteraksi dengan orang lain itu mudah. Tinggal menggunakan sebuah alat elektronik lalu
menggerakan jari sudah bisa berinteraksi kepada siapapun yang diinginkan tanpa harus
menatap satu sama lain dan bercakap menggunakan alat pengucap (mulut).

Tetapi perlu di ingat kembali, hampir atau mungkin segala hal yang memiliki keuntungan
pasti memiliki kerugiannya juga. Dalam satu pihak dapat memberikan kemudahan dan
keuntungan, tetapi di pihak lain bisa merendahkan bahkan menghancurkan suatu aspek.
Ketika kita sudah terbiasa naik ke lantai atas menggunakan lift, coba di hari esok naik tangga
kira-kira mau gak ? Pasti kebanyakan akan merasa malas, dan itulah salah satu dampak
buruk yang langsung kita rasakan.

Dalam bidang kesenian. Semakin berkembangnya zaman maka semakin mudahnya untuk
menciptakan hasil kesenian. Tetapi efek dari semua itu juga, akan semakin merendahkan
dan mengurangi esensi dan estetika kesenian. Kesenian yang dulunya ber-esensi tinggi dan
dibesar-besarkan, tapi kini mulai terasa biasa dan bernilai rendah. Kesenian yang dulu
dihasil dan diciptakan para seniman bisa menguak uang senilai jutaan hingga milyaran
dalam satu lukisan. Kini bisa kita dapatkan dengan harga ribuan, bahkan gratis dengan cara
mengklik tombol unduh di layar monitor. Memang nampak berbeda dalam fisikal-materi
nya, namun substansial dari lukisan tersebut bisa kita nikmati kapan pun jua.

Dalam bidang sosial. Kita bisa dengan sangat mudah berinteraksi seperti yang ku paparkan
di awal tulisan. Tetapi rasa sosial bermasyarakat semakin berkurang. Dulu saya pernah di
nasihati oleh salah satu teman saya, kurang lebih dia berkata seperti ini, "Hai pak, sudah
dulu lah kau main HP itu. Ada kawanmu disini masih bisanya kau bermain HP." Awalnya saya
cuek saja tetap bermain HP. Tetapi setelah sudah lama berpikir, ternyata benar-benar terasa
apa yang mungkin ia rasakan pada kala itu. Beberapa hari kemudian dia membalas
perbuatanku yang lalu dengan bermain hp. Rasanya memang sangat kurang
membahagiakan, serasa ramai dalam bentuk raga tetapi serasa sepi dalam bentuk jiwa. Ada
dampak lebih parahnya lagi selain tadi, ada saat ini istilah NEET (Not Employment,
Education), kalau di jepang ada istilah namanya hikikimori dan otaku. Istilah-istilah tersebut
digunakan pada mereka yang tidak mau atau mengurung diri dari bersosial masyarakat.
Penyebabnya tidak lain salah satunya adalah karena perkembangan zaman dan teknologi
saat ini. Para orang NEET tidak punya keinginan atau hasrat untuk mencari pekerjaan,
kehidupannya masih ketergantungan dengan orang tuanya. NEET tipe hikikimori (di jepang),
lebih senang untuk mengurung diri di rumahnya dan meng-hedonis kan diri dengan bermain
konsol game. Dan OTAKU tidak kalah buruknya, bahkan bisa lebih buruk dari kedua hal
sebelumnya. Biasanya para OTAKU ini cukup mudah untuk di identifikasi. Tinggal lihat saja
kamarnya, kalau penuh dengan hal-hal yang berkaitan dengan anime dan manga (istilah
dalam kartun dan komik di jepang), maka kemungkinan besar orang tersebut adalah OTAKU.
Bahkan ada para OTAKU yang senang atau cinta dengan layar monitor. Pengertian lebih
tepatnya adalah mencintai program yang berada di monitor yang memunculkan sosok
karakter anime. Dari hal itu, ada orang yang membandingkan sosok kartun tersebut dengan
manusia, dan merasa sosok kartun tersebut lebih baik dan lebih menyejukkan dibandingkan
dengan manusia. Pikiran tersebut karena membawa nilai idealis dari creator game tersebut
dalam bentuk percakapan di dalam monitor. Permainan tersebut bisa dinamakan galge,
visual novel, dating sim, dan mungkin masih banyak nama lainnya. Sehingga dengan pikiran
seperti itu tidak heran sampai ada yang menikahi sosok kartun di layar monitor tersebut.

Dan masih banyak lagi dampak dari modernisasi dalam bidang lainnya.
Satu contoh lagi yaitu dalam bidang keagamaan (Islam). Hayati hal ini "Makanan sudah siap,
foto dulu !!! (cekrek)". Wahai makhluk pengkoreksi adab, jikalau makanan sudah siap, maka
dimakan lah, bukan anda sibuk mem-foto bahkan dimasukkan kedalam sosial media demi
perhatian dari pegiat sosial media lainnya. Tak heran pun berdo’a sebelum makan sudah
digantikan dengan mem-foto tersebut. Pola gerak nya sama, hanya saja versi barunya
mengangkat kedua tangan buat pencet tombol "ambil foto". Sekarang juga berdo'a ada
model barunya, buka sosmed terus tinggal ketik do'a apapun di kotak status yang sudah di
sediakan, misal "Ya Tuhan, semoga tahun ini menjadi lebih baik". Aamiin ya Allah, semoga
saja sampai tujuan. Tapi saya sering berpikir juga dan ingin rasanya bertanya kepada pelaku
perbuatan seperti itu, "Kira-kira Allah menggunakan hp untuk mengabulkan do’a yang anda
ajukan ?" Pasti orang itu bakal mengatakan, "Ya tidak mungkin". Lalu terus kenapa anda
do'a di sosmed kalau anda sendiri mengatakan tidak mungkin ? Ingin memperlihatkan
eksisten anda dalam segala aktivitas anda ? Atau biar anda dikira orang shalih ? Atau
memang di zaman modern saat ini, itu aturan syar'i terbaru dalam berdo'a ?

Maka coba renungkan kembali saudara-saudaraku, cobalah untuk mengurangi penggunaan


hal-hal yang bersifat modern terlebih kepada teknologi. Gunakan saja apa yang sekiranya
benar-benar perlu untuk kita gunakan. Ketika saudara-saudara menganggap chatting
dengan lawan jenis, itu berbeda dengan interaksi berdua secara langsung. Maka perlu
diketahui lagi, bahwa salah satu hal kenapa kita tidak boleh berdua dengan non muhrim
adalah untuk penjagaan hati. Ketika kita mengucapkan kata manis di depan non muhrim.
Coba kita ucapkan di telpon seluler, apakah hati nya tidak tergerak ? Tentu saja akan berasa
dan mengganjal dalam hati

Jika saudara-saudara merasa tidak punya cara agar tidak berkhalwat ? Gunakan saja grup
sosial media sebagai wadah untuk berinteraksi dengan non muhrim. Atau jika hal tersebut
sekiranya cukup bersifat privasi. Ajaklah orang yang kita percayakan, lalu membentuk grup
tersebut. Memang terlihat rumit, tetapi InsyaAllah cara tersebut lebih mulia di sisi Allah
SWT. Maka tidak ada kata berkhalwat lagi dalam penggunaan teknologi modern

Wallahu a'lam

Anda mungkin juga menyukai