Anda di halaman 1dari 7

Tariklah Hakku tapi Tidak Untuk Cintaku

(Menakar Kembali Resistansi Rakyat Palestina)


Oleh: Tiorivaldi

Kesadaran Empiris
Empiris jiwa dapat kita pahami sebagai gelombang terbentuknya sebuah pengalaman
kesadaran. Setiap materi yang nampak diraih dalam bola mata dan merasuk dalam setiap
panca indera kita, mengalurkan proses secara kontinu apa yg kita pahami lewat akal sehat.
Kesadaran diri beroleh dari pemahaman dan pembelajaran masing-masing individu dalam
memandang alam semesta. Karena untuk meningkatkan kesadaran yang lebih luas, kita
menemukannya dari setiap pengalaman yang kita alami. Artinya, kesadaran yang lebih luas
tersebut dicapai dari pengetahuan yang bukan berasal dari pikiran kita, melainkan berasal
dari suatu pembelajaran yang benar akan sebuah pengalaman dalam mempersepsi alam
semesta. Sehingga manusia dapat mencapai legitimasi yang cukup ilmiah dalam
pernyataannya dari pemahaman secara empiris, terhadap permasalahan yang terjadi
berdasarkan pengamatannya langsung di lapangan.
Seseorang yang berpijak di lingkungan satu dengan orang lainnya yg berpijak di lingkungan
dua, beroleh keadaan yang berbeda. Yang akhirnya terciptalah masing-masing individu yang
mempunyai warna yang berbeda dalam kesempatannya menyimpulkan sebuah objek
analisa. Ada yang menapakkan kaki di lingkungan bergedung tinggi dan adapun yang
menapakkan kaki di lingkungan berhutan rimba. Sama juga, ada yang tiap waktunya melihat
langit dalam keadaan cerah tanpa sebuah kemurungan. Dan di waktu yg sama, di medan lain
ada yang sering melihat eloknya pesawat meludahi kawasannya. Iya, bukan sembarang
ludah berliur yang menyampahi wajah seseorang. Akan tetapi ludahnya bahkan tidak becek,
ia berbentuk padat dan keras serta dapat menciptakan kobaran api bagi alam yg
menyentuhnya
Maka, tak salah jika tingkat kepedulian dan kedewasaan seseorang terangkum lewat
pengalaman lingkungannya masing-masing. Seseorang yang dahulu berdiri dalam keadaan
terjajah, akan menimbulkan surplus semangat nasionalis dan berjiwa tidak takut pada
kematian. Berbeda dengan mereka yang lahir dalam keadaan damai tanpa keraguan akan
kemungkinan tergolek pada kematian, serta tentram tanpa berpikir akan busung lapar tak
beroleh asupan makanan. Kondisi yang pertama tidak dipungkiri jika mereka memiliki
mentalitas lebih dibanding dengan kondisi yang kedua. Maka dari itu mereka yang pernah
berada pada kondisi pertama, akan merasakan simpati kepada bangsa yang masih dalam
keadaan keterjajahan. Itulah kesadaran diciptakan lewat proses berinteraksi kepada realitas
dirinya di dalam berkehidupan. Dan pada akhirnya kesadaran itulah yang akan menentukan
bagaimana seseorang akan bersikap di dalamnya.
Indonesia dan Palestina
Indonesia berdiri sebagai negara yg pernah beroleh pengalaman terjajah oleh bangsa
lainnya. Maka, sudah cukup lah realitas yg di alami secara langsung tersebut menjadi gelora
bangsa Indonesia sebagai pengutuk terciptanya penjajahan. Bisa kita lihat dengan
dicantumkannya di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945 pada alinea pertama yang berbunyi:
”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.”
Sudah menjadi kemestian jika dari isi tersebut, Indonesia akan mengutuk setiap penjajahan
dan eksploitasi terhadap bangsa lain yang terlingkup dalam lingkungan bumi. Maka
Indonesia ikut turut serta mengambil peranan tersebut lewat Pembukaan UUD 1945 alinea
keempat, bahwa Indonesia: “...ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”.
Sungguh kenyataan tersebut terangkum kembali dalam sebuah ungkapan cinta dari Sang
Proklamator kemerdekaan Indonesia kepada bangsa Palestina:
"Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina,
maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel," (Soekarno,
1962)
Dukungan kepada Palestina selain karena kesadaran empiris bangsa Indonesia. Lebih dari
itu, dukungan terhadap Palestina bisa dikatakan merupakan hutang yang mesti dibayarkan
para pendiri Republik. Mengingat bahwa bangsa Palestina merupakan pihak pertama yang
mengakui Indonesia berdaulat. Sebagai contoh, pada 6 September 1944, Radio Berlin
berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini
(melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islami,
bertepatan ‘pengakuan Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia. Berita yang disiarkan radio
tersebut dua hari berturut-turut disebar-luaskan, bahkan harian “Al-Ahram” yang terkenal
telitinya juga menyiarkan. Selain itu, hal ini ditandai juga dengan penerimaan Syekh Amin Al-
Husaini yang berkenan menyambut kedatangan Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia di
tahun pertama deklarasi kemerdekaan secara penuh.
Banyak masyarakat Indonesia bahkan pejabat pemerintahan Indonesia yang pada saat ini
tidak mengetahui tentang hal tersebut. Sehingga tidak mengherankan banyak suara-suara
nyaring yang dilontarkan kepada masyarakat Indonesia bahkan cenderung sinis ketika ada
anak negeri Indonesia turut membantu perjuangan rakyat Palestina. Saya pun sering
menemukan ungkapan “Kenapa kita harus mikirin negara lain? Jika negara sendiri masih
banyak yang harus dibenahi”. Ungkapan tersebut memang cenderung ada nilai logis di
dalamnya, akan tetapi jika kita melangkah lebih jauh lagi kita mesti menyimpulkannya
dengan skala prioritas serta wilayah kerja internal dan eksternal. Seseorang di indahkan
mengurus wilayah kerja eksternal (di luar dirinya) selama kerja internal (di dalam dirinya)
berada pada kondisi yang baik. Saya harus dalam keadaan rajin shalat (internal), jika hendak
mengajak orang lain untuk shalat (eksternal). Kemunafikan akan tercipta jika saya mengajak
seseorang kepada hal yang bertentangan sendiri bagi jiwaku. Lalu apa korelasi yang bisa kita
simpulkan dengan kondisi Palestina?
Bahwa bangsa Indonesia saya posisikan sebagai diriku sendiri (internal). Sedangkan,
Palestina berada pada posisi yang lainnya (eksternal). Secara internal, saya sudah
mempunyai suatu modal untuk dapat melangkah ke wilayah eksternal, yaitu kedaulatan dan
kemerdekaan. Jika saya sudah mempunyai modal tersebut, sudah barang mestinya jika saya
diperbolehkan untuk ikut turut serta memperjuangkan kemerdekaan diwilayah eksternal.
Logika semacam itu yang harusnya kita tangkap. Terlebih lagi, apakah kita tidak merasa
malu jika bangsa yang sudah cukup berkontribusi atas kemerdekaan Indonesia itu. Lalu, kita
sendiri enggan untuk membalas budinya dengan bentuk memperjuangkan kemerdekaan
Palestina. Di sinilah pentingnya mengenal dan mengetahui sejarah, sehingga tidak mudah
dibodohi orang. Ada sebuah ucapan penuh hikmah, “orang yang tahu sejarah akan punya
‘izzah”. Izzah adalah mereka yang memiliki kehormatan, kekuatan, serta kemuliaan.
“Orang yang paling banyak bersyukur kepada Allah adalah orang yang paling banyak
berterima kasih kepada manusia”. (HR Thabrani).
“Tidak dianggap bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia”.
(HR Abu Daud).

Kartu Merah HAM dari Palestina


Penjajahan adalah menyalahi Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) menurut
wikipedia adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang menggambarkan standar
tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam
hukum kota dan internasional. Indonesia, menurut Undang-Undang nya Nomor 39 tahun
1999 tentang HAM bahwa: “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”. 
Dalam diri manusia ada tiga hal yang selalu melekat yaitu hidup, kebebasan, dan
kebahagiaan. Tiga hal ini termasuk dalam Hak Asasi Manusia yang akan coba kita gelar lebih
dalam lagi
1. Hidup
Setiap manusia yang terlahir di bumi telah diberikan setiap perangkat penunjang
kehidupannya seperti jantung, paru-paru, ginjal, hati, hidung, mulut dengan fungsinya
masing-masing. Jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh manusia, paru-paru yang
menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah, serta ginjal yang
menghilangkan kelebihan air dari tubuh, atau mempertahankannya saat dibutuhkan.
Tuhanlah yang telah memasukkan semua komponen tersebut untuk bekerja menurut
bidang dan fungsinya masing-masing. Namun, manusia telah bersikap buas untuk
menghilangkan kehidupan manusia lainnya. Sehingga jantung terputus dari pompa, paru-
paru berhenti memproduksi O2 dan CO2, ginjal tak lagi berurusan dengan air. Iya, jangankan
untuk mendapatkan jaminan tempat tinggal, makan, minum jika bahkan hidupnya pun tak
menentu dapat melihat langit cerah di esok harinya. Bentuk Hak Asasi Manusia paling
mendasar yang seharusnya mereka miliki, yaitu hak untuk hidup dan merasakan keamanan
terhadap apa yang hendak terjadi pada dirinya. Tak elok mereka peroleh hal tersebut
selama senjata api selalu ditodongkan bagi mereka, dan langit masih dipenuhi dengan
capung raksasa. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 pada
pasal 4 di cantumkan berkaitan asas-asas dasar HAM yang berbunyi:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan
di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan
oleh siapapun.”
2. Kebebasan
Manusia diciptakan sebagai satu-satunya makhluk yang mempunyai kebebasan untuk
berekspresi dan memilih sendiri jalan hidupnya serta memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dirinya sendiri. Terlepas dari perbedaan setiap sosiolog dalam
mendefinisikan kebebasan, secara umum kebebasan adalah keadaan bebas, merdeka dan
terlepas sama sekali dari hal yang dapat menghambatnya. Di dalam agama Islam sendiri,
kebebasan itu diakui akan tetapi bukan berarti tak ada batasan tertentu seseorang dalam
berpikir dan berkehendak merdeka. Sebagai contohnya, Allah memberikan kebebasan
kepada manusia untuk berpikir tentang alam ciptaan-Nya tetapi membatasi manusia untuk
tidak berpikir tentang diri-Nya. Semua itu guna upaya preventif terhadap manusia agar tak
berpikir terhadap hal yang tak termuat dalam kapasitasnya sendiri. Guna mengendalikan
tingkat psikologis manusia, agar tak berlebihan, yang dimana banyak berujung pada
ketidaknyamanan dan ketidakpercayaan terhadap adanya Yang Maha Pencipta.
Kebebasan dibagi menjadi kebebasan yang berbentuk materi dan non-materi. Untuk hal
yang menyangkut kebebasan materi ini, baik dari kalangan pemuka agama dan pejuang
sosial, mereka bersepakat bahwa hal itu harus diperjuangkan. Sehingga penindasan
terhadap sesama manusia, pengambilan hak saudara sendiri dan penjajahan di atas dunia
merupakan hal yang menjoroki nilai kebebasan materi tiap manusia. Dan itulah yang waktu-
waktu ini tak juga rampung terjadi di bumi Palestina, Suriah, dan lain sebagainya
“Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan
sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dalam semangat persaudaraaan.” (UU RI nomor 39 tahun 1999 pasal 3 ayat 1)
3. Kebahagiaan
Manusia, adalah sebuah bentuk cita rasa yang begitu kompleks dalam mempelajarinya. Tak
pernah kita benar-benar beroleh pemahaman secara komprehensif dan mutlak terhadap
manusia selain diri kita sendiri. Maka, saat memandang sebuah kebahagiaan pun, manusia
beroleh rasa dan warna yang berbeda-beda. Kebahagiaan atau kegembiraan adalah suatu
keadaan pikiran atau perasaan yang ditandai dengan kecukupan hingga kesenangan, cinta,
kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan yang intens (wikipedia). Ada yang memandang
harta sebagai sumber kebahagiaan, ada pula yang beroleh kedudukan adalah kebahagiaan.
Para peneliti juga telah mengidentifikasikan beberapa hal yang berhubungan dengan
kebahagiaan: hubungan dan interaksi sosial, status pernikahan, pekerjaan, kesehatan,
kebebasan demokrasi, optimisme, keterlibatan religius, penghasilan, serta kedekatan
dengan orang-orang bahagia lain.
Bagi kita yang berada di tanah lapang nan bebas, kebahagiaan bisa diperoleh dari mana saja
dan kapan saja. Bahkan hanya dengan menonton video komedi yang tersedia di layar ponsel
saja, kita bisa mendapatkan kebahagiaan, tersenyum dan tertawa. Namun, berbeda dengan
mereka yang tanahnya selalu dirampas oleh pihak yang rakus. Palestina, mereka adalah
saudara-saudara kita se-muslim, jika tak sampai bersaudara dalam satu keyakinan minimal
kita adalah saudara sesama manusia (humanisme). Kebahagiaan mereka direnggut oleh
tentara zionis, senyuman mereka di ambil alih, pesta raya tak lagi disambut dengan dekorasi
yang estetis. Bagaimana mungkin mereka bisa begitu saja tertawa lepas, jika melihat dengan
mata kepala sendiri keluarga mereka dibunuh satu persatu dihadapan mereka sendiri. Tak
juga dapat gembira dengan lahapan makanannya, jika mereka bahkan khawatir apa yang
bisa dimakan pada esok hari.

The Power of Love from Palestine


Hadil Hashlamon?
Seorang wanita Palestina yang meninggal ditembak tentara Israel karena alasan menolak
melepas cadarnya dan membuka isi tasnya. Di kala itu usia nya masih berkisar 18 tahun,
dimana pada usia ini dibelahan bumi lainnya banyak muslimah yang masih bimbang untuk
memakai jilbab di setiap aktivitasnya.
Dilansir dari Al-Jazeera, Hadil Hashlamon yang kala itu hanya mau membuka kerudungnya di
hadapan tentara wanita penjajah justru ditembak tentara Yahudi di perbatasan militer Jalan
Syuhada, Barat Kota Kholil, dengan beberapa butir peluru tajam pada Selasa (22/09/2015)
sore. Al-Jazeera memperlihatkan jasad Hadil Hashlamon tergeletak kaku di atas tanah,
kemudian Zionis menyeret dengan cara menarik kakinya hingga kerudung (jilbabnya)
terlepas karena bergesekan dengan tanah. Tidak cukup satu peluru saja bagi Zionis untuk
memaksa Hadil Hashlamon membuka cadar dan memperlihatkan isi tasnya. Bahkan
serentet tembakan peluru tajam dilepaskan menyerang nya,” terang keterangan Al-Jazeera.
Wanita Palestina, bahkan ketika tidurpun masih mengenakan jilbabnya. Bila ditanya,
“mengapa masih mengenakan jilbab saat tidur?” mereka menjawab, “kalau setibanya
rumah saya dibom, mereka akan menemukan mayat saya masih dalam keadaan menutup
aurat.” Itu merupakan sebuah potret gambaran kekuatan cinta yang dimiliki oleh rakyat
Palestina sangat mendalam terhadap keyakinannya. Dan karena keyakinan inilah mereka
masih kuat menghadapi segala rintangan, yang, belum tentu saya secara pribadi akan dapat
bertahan. Seperti yang pernah dinyatakan oleh Hasan Al-Banna:
“Pemikiran akan mungkin berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya,
ikhlas dalam berjuang di jalan-Nya, bersemangat dalam merealisasikannya, siap beramal
dan berkorban demi menjelmakannya.”
Ada sebuah lagu dari bumi Palestina yang cukup mewakili perasaan hati yang mereka
rasakan, yang selanjutnya lagu ini bahkan di cover oleh Nissa Sabyan bersama Sabyan
gambus. Lagu itu di beri judul “Atouna El Toufoule”
Jeena N’ayedkon
Kami datang dengan Ucapan Selamat Berlibur
Bel-Eid Mnes’alkon
Dan selama liburan kami bertanya padamu
Lesh Ma Fee ‘Enna La ‘Ayyad Wala Zeineh
Kenapa kami tidak punya Liburan ataupun Dekorasi ( Perhiasan )

Ya ‘Alam
Wahai Dunia
Ardhi Mahroo’a 
Tanahku Habis terbakar
Ardhi Huriyyeh Masroo’a
Tanahku dicuri kebebasannya

Samana ‘Am Tehlam ‘Am Tes’al El-Ayam


Langit kami Sedang bermimpi bertanya kepada hari hari
Wein Esh-Shames El-Helwe W-Rfouf El-Hamam
Dimana matahari yang indah dan di mana kipasan sayap burung merpati?

Ya ‘Alam
Wahai Duniaa
Ardhi Mahroo’a
Tanahku Habis terbakar
Ardhi Huriyyeh Masroo’a
Tanahku dicuri kebebasannya

Ardhi Zgheere Metli Zgheere


Tanahku Kecil, seperti aku, itu kecil
Redoulha Es-Salam ‘Atouna Et-Tufoole
Berikan kedamaian kembali padanya, beri kami masa kecil

A’touna Et-Tufoole 
beri kami masa kecil
A’touna Et-Tufoole
beri kami masa kecil
A’touna Et-Tufoole
beri kami masa kecil
A’touna ‘Atouna ‘Atouna Es-Salam
Beri Kami, Beri Kami, Beri kami Kedamaian .

I am A Child with something to say, Please listen to me!


Aku anak kecil dengan sesuatu yang ingin kukatakan, Tolong dengarkan aku!
I am a Child Who wants to play, why dont you let me?
Aku anak kecil yang ingin bermain, kenapa tidak kau biarkan ?
My Doors are waiting, my friends are praying, small hearts are begging
Pintuku menunggu(untuk dibuka) , temanku berdoa, hati kecil kami memohon
Give us a Chance!
Berikan kami kesempatan

Sebuah untaian kata yang indah dinyanyikan di dalam lagu tersebut oleh seorang anak kecil.
Yang menjelaskan bagaimana akhirnya Hak Asasi Manusia terutama hak-hak anak direnggut
untuk mendapatkannya. Bermain, pendidikan, perlindungan, kesehatan tak mereka peroleh
begitu saja tanpa adanya rasa ketenangan. Suara ledakan bom lah yang menjadi
pendengaran mereka setiap harinya.
Pada akhirnya mereka tetap memiliki resistensi yang kuat, dan tidak memilih untuk
mengakhiri hidupnya dengan cara yang remeh. Karena kekuatan dari kecintaan mereka
terhadap hal diluar dunia, yaitu kehidupan setelah adanya kematian. Mereka pandang dunia
sebagai senda gurau, yaitu hanya pemberhentian sebelum menuju lokasi yang dituju.
Sehingga mereka tetap istiqomah di jalan-Nya, dan benarlah apa yang difirmankan oleh
Allah SWT:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....” (QS. Al-
baqarah: 286)
Jika benar rakyat Palestina diberikan beban tersebut karena sesuai dengan kesanggupannya.
Lalu, apakah beban itu tak diberikan kepadaku, karena tak kesanggupanku untuk
menjalaninya?
Sumber Referensi:

 Pembukaan UUD RI 1945


 Wikipedia
 Pidato Soekarno pada tahun 1962
 www.presidenri.go.id/program-prioritas-2/jalan-panjang-dukungan-ri-untuk-
kemerdekaan-palestina.html
 UU RI nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
 http://kasihpalestina.com/2017/11/bahkan-saat-tidur-pun-wanita-palestina-memakai-
jilbab/

Anda mungkin juga menyukai