JAYA
MINI PROPOSAL
Di ajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kebidanan
Disusun Oleh :
Alya Rahmawati Gunawan
F522443
FAKULTAS KEBIDANAN
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Hubungan Antara Perilaku
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat. Kami menyadari
bahwa di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan.
Untuk itu, kami berharap adanya kritik, dan saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang. Pada kesempatan ini tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak-
pihak terkait yang telah membantu dan memberikan idenya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUA............................................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG....................................................................................................................1
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH..........................................................................................................5
1.3. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................................5
1.4. TUJUAN PENELITIAN...............................................................................................................5
BAB II....................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................6
2.1. DESKRIPTIF TEORITIK...............................................................................................................6
2.1.1. ROKOK.......................................................................................................................6
BAB III.................................................................................................................................... 17
METODE PENELITIAN......................................................................................................... 17
3.1. RANCANGAN PENELITIAN.....................................................................................................17
3.2. KERANGKA BERPIKIR.............................................................................................................17
3.3. LOKASI PENELITIAN...............................................................................................................17
3.4. POPULASI DAN SAMPEL........................................................................................................18
3.5. SUMBER DATA.......................................................................................................................18
3.6. TEKNIK PENGUMPULAN DATA..............................................................................................19
3.7. TEKNIK ANALISIS DATA..........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 22
LAMPIRAN............................................................................................................................ 23
Lampiran 1. Pertanyaan Kuesioner..................................................................................................24
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
prevalensi remaja usia 16-19 tahun yang merokok meningkat 3 kali lipat dari 7,1% di
tahun 1995 menjadi 20,5% pada tahun 2014.Lebih dari sepertiga atau 36,3 persen
penduduk Indonesia saat ini menjadi perokok. Bahkan 20% remaja usia 13-15 tahun
adalah perokok. Saat ini, remaja laki-laki yang merokok kian meningkat.Data pada
tahun 2016 memperlihatkan peningkatan jumlah perokok remaja laki-laki mencapai
58,8 %, kebiasaan merokok di Indonesia telah membunuh setidaknya 235 ribu jiwa
setiap tahun (Moeloek, 2017).
Industri rokok di Indonesia tumbuh dengan pesat, dari semula hanya industri
rumah tangga menjadi industri berskala besar nasional dan multinasional. Sejalan
dengan itu industri rokok juga telah berperan dalam perekonomian nasional sebagai
penyumbang penerimaan negara melalui cukai. Tumbuhnya industri rokok juga diikuti
oleh berkembangnya pertanaman tembakau yang diusahakan petani di banyak daerah,
dan telah berperan sebagai lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat serta
perekonomian daerah. Berkembang pesatnya industri rokok dan jumlah perokok
mengundang penentangan oleh terutama kelompok masyarakat yang peduli kesehatan
dan lingkungan. Banyak bukti menunjukkan bahwa rokok memicu berbagai penyakit
dan berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan. Penentangan terhadap rokok
terjadi di hampir semua negara dengan tingkat yang berbeda. Kesadaran akan bahaya
merokok terhadap kesehatan di negara maju menyebabkan tingkat penentangan
2
masyarakat di negara maju relatif kuat dibanding negara berkembang atau negara
terbelakang.
3
Jenis rokok yang diproduksi di Indonesia adalah rokok kretek dan rokok putih.
Penurunan produksi rokok Indonesia terutama terjadi pada rokok putih dan tampaknya
Industri rokok lebih mengutamakan produksi rokok kretek. Proporsi produksi rokok
kretek terus meningkat yaitu dari 87,19 persen (pada tahun 1999)menjadi 93,10 (pada
tahun 2007). Rokok kretek adalah rokok khas Indonesia dan umumnya hanya
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dengan memperbesar produksi rokok kretek
dan mengurangi rokok putih berarti Industri rokok telah mengkonsentrasikan untuk
mengeksploitasi lebih besar potensi pasar rokok di dalam negeri.
Dengan kondisi demikian perusahaan rokok skala kecil dan rumah tangga
semakin terdesak karena kurang bersaing dan dapat dipastikan akan semakin menyusut.
Dengan situasi ini berarti manfaat terbesar dari berkembangnya industri rokok dinikmati
oleh perusahaan besar rokok tersebut, sementara masyarakat hanya memperoleh
dampak negatif rokok bagi kesehatan dan lingkungan dan menanggung biaya kesehatan
yang cukup besar. Manfaat industri rokok bagi masyarakat hanya dinikmati oleh petani
tembakau tertentu dan buruh pabrik rokok.
4
dikuasai oleh hanya beberapa perusahaan besar. Keadaan ini memunculkan pola
perdagangan tembakau dan rokok yang oligopsoni dan oligopoli, dimana perusahaan
rokok secara bersama sama dapat mengatur harga bahan baku (daun tembakau ) dan
harga output (rokok).
Yang terjadi di Kelurahan Mekar Jaya, Kabupaten Bandung Barat, banyak kepala
keluarga yang malas untuk bekerja mereka lebih memilih menggantungkan hidup dari
wilayahnya, mereka cenderung tidak semangat untuk bekerja karena pengaruh dari
perilaku merokok.
Dari latar belakang dan identifikasi masalah, maka di dapatkan rumusan masalah
yakni bagaimana hubungan positif perilaku merokok dengan motivasi kerja Kepala
Keluarga Mekar Jaya.
1. Tujuan umum
Peneliti ingin meneliti mengenai hal yang terjadi di Kelurahan Mekar Jaya.
2. Tujuan khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara
perilaku merokok dengan motivasi kerja Kepala keluarga di kelurahan Mekar
Jaya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dengan kondisi demikian perusahaan rokok skala kecil dan rumah tangga
semakin terdesak karena kurang bersaing dan dapat dipastikan akan semakin menyusut.
Dengan situasi ini berarti manfaat terbesar dari berkembangnya industri rokok dinikmati
oleh perusahaan besar rokok tersebut, sementara masyarakat hanya memperoleh dampak
negatif rokok bagi kesehatan dan lingkungan dan menanggung biaya kesehatan yang
cukup besar. Manfaat industri rokok bagi masyarakat hanya dinikmati oleh petani
tembakau tertentu dan buruh pabrik rokok.
6
usia, watak, tabiat, sistem norma, nilai dan kepercayaan yang dianutnya
(Sopiah., 2013).
B. Definisi Rokok
Berdasarkan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1995)
mendefinisikan rokok sebagai gulungan tembakau yang dibungkus dengan daun
nipah, dibungkus dengan kertas berbentuk silinder, ukuran panjang 70-120 mm,
diameter 10 mm, serta berwarna putih atau cokelat. Rokok adalah hasil olahan
tembakau yang terbungkus, sejenis cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan
dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan sejenisnya. Asap rokok
mengandung sekitar 4000 bahan kimia dengan diantaranya bersifat karsinogen.
Pengaruh asap rokok dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit, seperti:
kanker mulut, kanker faring, kanker paru, kanker prostat, gangguan kehamilan
dan janin, penyakit jantung koroner, pneumonia dan lainnya.
7
tidak langsung menghisap rokok, namun turut menghisap asap rokok disebut
perokok pasif.
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan,
baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Dilihat dari sisi kesehatan,
pengaruh bahan-bahan kimia yang di kandung rokok seperti nikotin, CO
(Karbon monoksida) dan tar yang dapat mengakibatkan tekanan darah
meningkat dan detak jantung bertambah cepat. Asap rokok mengandung sekitar
60% adalah gas dan uap yang terdiri dari 20 jenis gas, diantaranya gas
monoksida yang merupakan gas yang sangat berbahaya karena persentasenya
yang tinggi dalam aliran darah seorang perokok aktif mampu menyedot
persediaan gas oksigen yang sangat dibutuhkan oleh setiap individu untuk bisa
bernafas.
Asap rokok mengandung jutaan zat kimiawi yang sangat beragam, yang
dihasilkan dari perubahan kertas sigaret yang awalnya berwarna putih pucat
menjadi warna kuning. Perilaku merokok merupakan perilaku yang
menyenangkan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif, karena sifat
nikotin adalah adiktif (ketergantungan). Tembakau atau rokok termasuk zat
adiktif karena menimbulkan ketagihan dan ketergantungan, sama halnya dengan
naza (narkotika, alkohol dan zat adiktif). Sehingga mereka yang sudah ketagihan
tembakau atau rokok bila pemakaiannya dihentikan secara langsung akan timbul
sindrom putus tembakau atau ketagihan atau ketergantungan tembakau. Gejala
ketagihan tembakau atau rokok seperti perasaan tidak enak di mulut, emosi tidak
stabil, terlihat sedikit gelisah, gangguan konsentrasi, mengantuk dan nyeri
kepala. Merokok disamping merugikan kesehatan, secara ekonomi juga
merugikan ekonomi keluarga, khususnya bagi keluarga yang kurang mampu.
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh
dan menghembuskannya kembali keluar. Pendapat lain dari Levy menyatakan
bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa
membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap
oleh orang-orang disekitarnya.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian
menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap
yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. Dalam kaitannya dengan
8
perilaku merokok, pada dasarnya hampir tidak ada orang tua yang menginginkan
anaknya untuk jadi perokok, bahkan masyarakat tidak menuntut anggota
masyarakat untuk menjadi perokok namun demikian, dalam kaitan ini secara
tidak sadar, ada beberapa agen yang merupakan model dan penguat bagi seorang
perokok
9
Tahap ini berlangsung pada saat belum pernah merokok. Pada tahap
ini, mulai membentuk opini tentang rokok dan perilaku merokok. Hal ini
disebabkan karena adanya perkembangan sikap pada seorang perokok,
munculnya tujuan mengenai rokok dan citra perilaku merokok yang
diperoleh seorang perokok.
2) Tahap inisiasi
Tahap ini merupakan tahap coba-coba untuk merokok. Beranggapan
bahwa dengan merokok, remaja akan terlihat dewasa, keren, gagah dan
berani.
3) Tahap menjadi seorang perokok
Pada tahap ini, memberikan identitas pada dirinya sebagai seorang
perokok. Juga sudah mulai ketergantungan rokok. Seorang perokok, besar
kemungkinan akan tetap menjadi seorang perokok dimasa yang akan datang.
4) Tahap tetap menjadi perokok
Tahap ini dipengaruhi oleh faktor psikologis dan biologis. Faktor
psikologis yang mempengaruhi seorang untuk terus merokok adalah: adanya
kebiasaan, stres, depresi, kecanduan, menurunkan kecemasan, ketegangan,
upaya untuk memiliki teman menjadi faktor biologis yang mempengaruhi
seorang untuk tetap menjadi perokok yaitu efek dan level dari nikotin yang
dibutuhkan dalam aliran darah perokok. Smet mengklasifikasikan tipe
perokok berdasarkan banyaknya jumlah batang rokok yang dihisap setiap
harinya.
Tiga tipe perokok tersebut adalah: perokok ringan menghisap 1-4
batang rokok perhari, perokok sedang menghisap 5-14 batang rokok perhari
dan perokok berat menghisap lebih dari 15 batang rokok perhari. Berbeda
halnya dengan mengklasifikasikan perokok menjadi empat tipe perokok.
Tipe perokok sangat berat menghisap rokok lebih dari 31 batang perhari dan
selang merokoknyalima menit setelah bangun pagi. Tipe perokok berat
menghisap sekitar 21-30 batang rokok perhari dengan selang waktu sejak
bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Tipe perokok sedang menghisap
rokok 11-21 batang perhari dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun
pagi. Sedangkan, tipe perokok ringan menghabiskan rokok kurang dari 10
batang dengan selang waktu setelah 60 menit dari bangun pagi
F. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
10
Determinan perilaku sebagai faktor penentu manusia merupakan
resultansidari berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal
dalam hal ini adalah keyakinan, niat, percaya diri. Sedangkan faktor ekternal
atau faktor lingkungan yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Beberapa
profesi bahkan mewajibkan merokok. Bidang-bidang yang berkaitan dengan
konsentrasi tinggi, seperti seni dan kerja intelektual, menurutnya tanpa rokok
mereka tidak bisa mengerjakan pekerjaannya secara optimal dan tidak bisa
berfikir.
Merokok dapat mendatangkan berbagai kenikmatan. Banyak perokok yang
mengaku tidak bisa berhenti merokok karena merokok dapat menenangkan
pikiran. Padahal semakin banyak rokok yang terisap, perokok akan mengalami
berbagai penyakit. Perilaku merokok tergantung dari beberapa fungsi yaitu, niat
atau behaviour intention seseorang untuk merokok. Niat dipengaruhi oleh
kepentingan pribadi, dukungan sosial masyarakat sekitar atau social support,
yang mendorong seseorang untuk merokok, informasi atau accessebility of
information.
Kurangnya informasi karena ketidak tahuan tentang bahaya rokok
menyebabkan dia merokok, otonomi pribadi atau personal outonomy dalam
mengambil tindakan atau keputusan untuk merokok atau tidak, situasi atau
action situation yaitu situasi yang memberi kemungkinan untuk merokok.
Berbagai alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab mengapa
seseorang merokok. Setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang
berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Pendapat
tersebut didukung oleh Smet (1994) yang menyatakan bahwa seseorang
merokok karena faktor-faktor sosio cultural seperti kebiasaan budaya, kelas
sosial, gengsi dan tingkat pendidikan. Perilaku merokok merupakan fungsi dari
lingkungan dan individu, artinya perilaku merokok selain disebabkan oleh faktor
dalam diri, juga disebabkan oleh faktor lingkungan.
Adapun faktor dari individu yaitu: (Pandji, 1992)
1. Faktor Biologis: Banyak Penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam
rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada
ketergantungan merokok
2. Faktor Psikologis: Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan
konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga
11
timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern, lebih
percaya diri dan berwibawa. Sehingga bagi individu yang sering
bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari
3. Faktor Demografis: Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang
yang merokok pada usia dewasa semakin banyak akan tetapi pengaruh
jenis kelamin zaman sekarang sudah tidak terlalu berperan karena baik
pria maupun wanita sekarang sudah merokok.
4. Faktor lingkungan yaitu:
a) Faktor Lingkungan Sosial ; Lingkungan sosial berpengaruh
terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok
b) Faktor Sosial-Kultural ; Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat
pendidikan, penghasilan dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi
perilaku merokok pada individu.
c) Faktor Sosial Politik ; Menambahkan kesadaran umum berakibat
pada langkahlangkah politik yang bersifat melindungi bagi orang-
orang yang tidak merokok dan usaha melancarkan
kampanyekampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku
merokok. Merokok menjadi masalah yang bertambah besar di
negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi seorang
perokok yaitu:
1. Tahap Preparatory: Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai perokok dengan cara mendengar, melihat
atau dari hasil bacaan. yang menyebabkan minat untuk merokok.
2. Tahap Innitiation: Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becominga Smoker: Apabila seseorang telah mengkonsumsi
rokok sebanyak 4 batang perhari maka mempunyai kecenderungan
menjadi perokok.
4. Tahap Maintenance of Smoking: Tahap ini merokok sudah menjadi
salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating). Merokok
dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Sedangkan menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat
12
diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe
perokok tersebut adalah:
Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam
sehari.
Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
Berbagai pandangan dari masyarakat mengenai perilaku merokok,
diantaranya:
1. Aspek Positif Rokok
Aspek positif dari perilaku merokok terutama berkaitan dengan masalah
relaksasi, yakin diri, serta membuat fikiran terasa lebih cemerlang dan
kenikmatan. Rokok dapat menghadirkan khayalan, rokok dapat
menenangkan pikiran, rokok dapat menghadirkan teman, rokok dapat
menjadi persahabatan, rokok dapat mengendurkan otot-otot yang tegang,
serta dapat menghadirkan kepuasan.
2. Aspek Negatif Rokok
Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok,
perilaku merokok tidak pernah surut dimata para perokok. Rokok
mengandung lebih dari 700 jenis bahan kimia tambahan diantaranya
nikotin yang mengakibatkan kecanduan bagi pemakainya, tar yang dapat
menimbulkan kanker. Asap rokok mengandung 4000 zat, termasuk
arsenik, aseton, butan, karbon monoksida dan sianida yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit diantaranya paru-paru, kanker
dan lain sebagainya. Banyak alasan pemicu remaja merokok, ada yang
karena merasa gagah, ada juga yang karena merasa bebas dan semata-
mata karena ingin saja.
13
dari nikotin adalah membuat pemakainya kencanduan. Menurut ilmu
kedokteran, rokok mengandung kurang lebih 222 bahan kimia diantaranya
adalah nikotin. Sebanyak 45 dari berat kimia tembakau ialah nikotin. Nikotin
merupakan racun saraf manjur dan digunakan sebagai racun serangga. Nikotin
juga menyebabkan darah lebih cepat membeku.
2. Tar mengandung bahan kimia beracun yang mengakibatkan kerusakan sel paru-
paru dan menyebabkan kanker. Partikel tar dalam asap rokok akan mengendap
pada lendir yang berada dalam waktu yang lama disaluran pernapasan. Serangan
terus menerus kronis dari tar terhadap dinding saluran pernapasan akan
mengubah bentuk sel paru-paru dimulai dengan pra kanker yang lambat laun
akan menjadi kanker paru-paru.
3. Karbonmonoksida merupakan gas beracun yang mengakibatkan berkurangnya
kemampuan darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati.
Akibatnya otak, jantung dan organ-organ vital tubuh lainnya akan kekurangan
oksigen. Zat ini merusak lapisan dalam pembuluh darah dan meningkatkan
endapan lemak pada dinding pembuluh-pembuluh darah menjadi tersumbat dan
terjadilah serangan jantung.
14
mempertimbangkan apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan para karyawan. Dari
pengertian yang telah di jabarkan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi kerja
merupakan dorongan yang menggerakkan seseorang dalam bekerja untuk melakukan
suatu pekerjaan dengan segala upaya dan bekerja secara efektif untuk mencapai suatu
tujuan yang di inginkan.
15
dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa
sendiri atau dengan kata lain motivasi instrinsik tidak memerlukan rangsangan
dari luar tetapi berasal dari diri siswa.
Siswa yang termotivasi secara instrinsik dapat terlihat dari kegiatannya
yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar karena butuh dan ingin
mencapai tujuan belajar yang sebenarnya. Dengan kata lain, motivasi
instrinsik dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan adalah ingin
mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan itu sendiri. Siswa yang
memiliki motivasi instrinsik menunjukkan keterlibatan dan aktivitas yang
tinggi dalam belajar.
Motivasi dalam diri merupakan keinginan dasar yang mendorong
individu mencapai berbagai pemenuhan segala kebutuhan diri sendiri. Untuk
memenuhi kebutuhan dasar siswa, guru memanfaatkan dorongan
keingintahuan siswa yang bersifat alamiah dengan jalan menyajikan materi
yang cocok dan bermakna bagi siswa. Pada dasarnya siswa belajar didorong
oleh keinginan sendiri maka siswa secara mandiri dapat menentukan tujuan
yang dapat dicapainya dan aktivitas- aktivitasnya yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan belajar. Seseorang mempunyai motivasi instrinsik karena
didorong rasa ingin tahu, mencapai tujuan menambah pengetahuan. Dengan
kata lain, motivasi instrinsik bersumber pada kebutuhan yang berisikan
keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Motivasi
instrinsik muncul dari kesadaran diri sendiri, bukan karena ingin mendapat
pujian atau ganjaran.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik berbeda dari motivasi instrinsik karena dalam
motivasi ini keinginan siswa untuk belajar sangat dipengaruhi oleh adanya
dorongan atau rangsangan dari luar. Dorongan dari luar tersebut dapat berupa
pujian, celaan, hadiah, hukuman dan teguran dari guru. Menurut Sardiman
motivasi ekstrinsik adalah “motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
adanya rangsangan atau dorongan dari luar”.
Motivasi instrinsik juga diperlukan dalam kegiatan belajar karena tidak
semua siswa memiliki motivasi yang kuat dari dalam dirinya untuk belajar.
Guru sangat berperan dalam rangka menumbuhkan motivasi ekstrinsik.
Pemberian motivasi ekstrinsik harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa,
16
karena jika siswa diberikan motivasi ekstrinsik secara berlebihan maka
motivasi instrinsik yang sudah ada dalam diri siswa akan hilang. Motivasi
ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi instrinsik, sehingga motivasi
ekstrinsik sangat diperlukan dalam pembelajaran.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
18
3.4. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono., 2017). Populasi dalam
penelitian ini adalah Kepala Keluarga Kelurahan Mekar Jaya yang berjumlah 40
orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling,
yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan pendapat Slovin dengan tingkat
kesalahan 10%, dirumuskan sebagai berikut: (Sugiyono., 2017)
N
n= 2
1+ N ( e )
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
40
n= 2
1+ 40 ( 10 % )
n=29 Sampel
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan
oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang
memerlukannya. Dalam penelitian ini data primer yang dikumpulkan adalah data
19
yang diperoleh dengan mengajukan kuesioner dan pertanyaan kepada Kepala
Keluarga Kelurahan Mekar Jaya.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data sekunder dalam
penelitian ini bersumber dari buku-buku dan literature yang membahas mengenai
materi penelitian berupa gambaran, sumber - sumber pustaka yang ada dan data
pendukung lainnya yang dianggap mendukung penelitian ini.
20
3.7. TEKNIK ANALISIS DATA
1. Regresi Linier Sederhana
Analisis Regresi (Regression Analysis) merupakan suatu teknik untuk
membangun persamaan dan menggunakan persamaan untuk membuat perkiraan
(prediction) (Kurniawan., 2014). Dalam penelitian ini analisis menggunakan
bantuan program SPSS. Persamaan umum dari regresi linier sederhana adalah:
Y = a + b. X + ε
Keterangan:
b = Koefisen Regresi
ε = error
2. Uji t
Penelitian ini menggunakan uji t untuk menguji hipotesis. Uji t merupakan
suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi
signifikan atau tidak (Kurniawan., 2014). Langkah pengujiannya adalah dengan
membuat hipotesis terlebih dahulu. Dalam hal ini pengujiannya adalah dengan
membuat hipotesis terlebih dahulu. Dalam hal ini pengujian untuk uji t lazimnya
terbentuk:
H0 = β = 0 Ha = β ≠ 0
Pengujian terhadap β (koefisien regresi populasi) akan dilakukan
berdasarkan data yang tersedia. Jika sama dengan nol, berarti tidak mempunyai
pengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Sedangkan jika tidak sama dengan
nol, berarti mempunyai pengaruh signifikan.
21
Koefisien determinasi adalah bagian variasi total dari variabel dependen (Y)
yang dijelaskan oleh garis regresi (Kurniawan., 2014). Determinasi 0 menunjukkan
tidak adanya hubungan antara variabel bebas (indepedenden) dan variabel terikat
(dependen). Sebaliknya, apabila nilai determinasi diperoleh 1 atau mendekati, maka
itu (independen) dan variabel terikat (dependen) dan penggunaan regeresi tersebut
dibenarkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Hasan., I. (2004). Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Kurniawan., A. (2014). Metode Riset untuk Ekonomi & Bisnis. Bandung: Alfabeta.
23
LAMPIRAN
24
Lampiran 1. Pertanyaan Kuesioner
PERTANYAAN KUESIONER
1. Perilaku Merokok
2. Motivasi Kerja
25
Lampiran 2. Dummy Table
DUMMY TABLE
1. Semangat Bekerja
2. Lama Merokok
4. Penurunan Kesehatan
26
27
Lampiran 3. Interprestasi Data
INTERPRESTASI DATA
1. Analisis Variabel Perilaku Merokok
28
2. Analisis Variabel Motivasi Kerja
3. Uji Normalitas
29
Variabel Taraf Signifikan Keterangan
Perilaku Merokok
Motivasi Kerja
6. Uji T
30
31
Lampiram 4. Review Jurnal
32
resiko berperilaku merokok.
Fernando, P. X1 : Mengetahui Studi analitik deskriptif Diketahui distribusi tingkat Terdapat hubungan yang
(2019). Tingkat hubungan dengan pendekatan pendidikan sampel penelitian bermakna secara statistik
Hubungan Pendidikan tingkat cross-sectional. yaitu kelompok tidak sekolah (p < 0,05) antara tingkat
Tingkat X2 : pendidikan, Pengumpulan data dan sebesar 19,2% (415 orang), pendidikan, pekerjaan
Pendidikan, Pekerjaan pekerjaan informasi tingkat tingkat pendidikan rendah dan umur terhadap
Pekerjaan Dan X3 : Umur dan umur sebesar 36,3% (785 orang), perilaku merokok di Kota
pendidikan, pekerjaan,
Umur Terhadap terhadap Pontianak tahun 2015
umur dan perilaku tingkat pendidikan menengah
Y : Perilaku perilaku
Perilaku Merokok merokok anggota sebesar 31,7% (685 orang) dan pekerjaan menjadi
merokok di
Di Kota Merokok keluarga atau rumah dan tingkat pendidikan tinggi faktor yang paling
Kota
Pontianak Tahun tangga berasal dari data sebesar 12,9% (278 orang). berpengaruh terhadap
Pontianak
2015. Jurnal tahun 2015. hasil Survei Sosial Berdasarkan hasil tersebut perilaku merokok
Mahasiswa Pspd Ekonomi Nasional dapat disimpulkan bahwa pada dibanding tingkat
Fk Universitas Kota Pontianak tahun saat penelitian dilaksanakan, pendidikan dan umur.
Tanjungpura, 2015. jumlah terbesar terdapat pada
5(1). Analisis data kelompok tingkat pendidikan
menggunakan uji Chi- rendah dan yang terkecil pada
square dan uji regresi kelompok tingkat pendidikan
logistik berganda. tinggi
Pemilihan sampel Hasil yang diperoleh
menggunakan caranon- menunjukkan bahwa tingkat
probabilistik dengan pendidikan memiliki
teknik total sampling hubungan dengan perilaku
merokok (p = 0,002)
Adanya hubungan antara
pekerjaan dengan perilaku
merokok (p = <0,001)
Hasil penelitian yang telah
33
diperoleh juga menunjukkan
bahwa terdapat hubungan
antara umur dengan perilaku
merokok (p = <0,001)
Ama, P. G. B., X1 : Untuk Penelitian ini Dari 39 jumlah total Dapat disimpulkan
Wahyuni, D., & Motivasi mengetahui merupakan penelitian responden yang diteliti, bahwa, kedua variabel
Kurniawati, Y. X2 : pengaruh kuantitatif analitik adapun terkait kesulitan independen yaitu
(2021). Pengaruh Persepsi persepsi observasional dengan berhenti merokok, 59% persepsi dan motivasi
Motivasi dan Y: risiko dan studi cross sectional. diantaranya menyatakan tidak secara statistik
Persepsi Dengan Kesulitan motivasi sulit sementara sisanya yaitu memberikan pengaruh
Populasi dari penelitian
Kesulitan berhenti terhadap yang bermakna terhadap
ini adalah semua 41% menyatakan sulit
kesulitan berhenti
Berhenti merokok Kesulitan karyawan Laki-laki berhenti merokok. Pada
merokok pada karyawan
Merokok pada Berhenti universitas MH variabel persepsi reiko,
universitas MH Thamrin
Karyawan Merokok thamrin sebanyak 76 sebagian besar responden
Universitas MH. Karyawan orang. yaitu 53,1% memiliki persepsi
Thamrin. Jurnal Universitas Teknik analisis data resiko yang rendah terhadap
Ilmiah Kesehatan, MH Thamrin. yang digunakan adalah bahaya rokok sementara
13(2), 216-223. analisis univariat dan sisanya yaitu 48,7 % memiliki
bivariat (uji chi square, persepsi resiko yang tinggi
dengan batas kritis p terhadap bahaya rokok.
value 0,05) Hasil uji statistik Chi Square
diperoleh nilai p sebesar
0,042. Nilai p ini lebih kecil
dari alpha (0,05), sehingga
dengan demikian secara
statistik disimpulkan bahwa
ada pengaruh antara persepsi
risiko merokok terhadap
kesulitan berhenti merokok
34
pada karyawan universitas
MH Thamrin.
Hasil uji pula diperoleh nilai
OR sebesar 5,029 dengan CI :
1,264-20,002. Artinya,
responden yang memiliki
persepsi resiko yang rendah
terhadap bahaya merokok
lebih sulit berhenti merokok 5
kali lebih besar dibanding
responden yang memiliki
persepsi resiko merokok yang
tinggi.
35