S
ebelum duduk sebagai Wakil Rektor III di Universitas Prof. Dr.
Moestopo (Beragama), Dr. Andriansyah, M.Si., sudah memiliki segu-
dang pengalaman. Selain concern pada dunia pendidikan, pria
kelahiran Jakarta, 01 Oktober 1971 ini sangat aktif mengikuti berbagai
organisasi, seperti menjadi Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Fakul-
tas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Tahun 1992-1993, sebagai
Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo
(Beragama) Tahun 1993-1994, Ketua Bidang I SMPT Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
tahun 1994-1995, dan menjadi Sekretaris Kompartemen Hubungan Luar Asosoasi Perguruan
Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah III DKI Jakarta 2007-2011.
Selain itu, ayah dua putri, Ghifari Azhar Fadiyah dan Ghifari Zahra Mutmainnah hasil pernikah-
annya dengan seorang dokter bernama Eva Mardhiati ini juga aktif di berbagai organisasi seperti
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Provinsi Banten 2000-2004, Sekjen Gabungan Pen-
gusaha Muda Islam Tahun 2003 – sekarang, menjadi Sekretaris Asosiasi Dosen Indonesia (ADI)
Wilayah DKI Jakarta – sekarang, hingga menjadi Ketua Bidang Litbang ASPA DKI Jakarta tahun
2010- sekarang. Andriansyah juga aktif di organisasi kepemudaan dan masyarakat di Banten, tem-
pat di mana dirinya dibesarkan. Andriansyah tetap menerima kepercayaan yang diberikan kepa-
danya oleh masyarakat Pandeglang dengan bergabung di MPK Karang Taruna Kabupaten Pan-
deglang Provonsi Banten periode 2012-2016, menjadi Ketua Dewan Pembina Pemuda Pelopor
Banten periode 2012-2016, dan Sekretaris Jenderal Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Na-
sional periode 2013-2017.
Andriansyah yang berhasil meraih S-1 Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Prof Dr. Moestopo (Beragama) lulus Tahun 1995 dan S-2 Mag-
ister Ilmu Administrasi Program Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Lulus Ta-
hun 2002 ini pernah menjadi Tenaga Ahli Lembaga Studi Pembangunan (LSP) Tahun 1997-2005,
Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Sosial Ekonomi Masyarakat (LPSEM) Tahun 1998-
2005, Tim Pengkaji HAKI kementrian Polhukam RI Tahun 2007, Tenaga Ahli Porgram Keluarga
Harapan (PKH) Pada Kementerian Sosial RI tahun 2009-2013, Tim Penilai Pusat Citra Pelayanan
Publik pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI, tahun
2010, Praktisi Program Keluarga Harapan (PKH) pada kementerian sosial RI tahun 2014-sekarang,
dan menjadi Tim penilai pekerja sosial (PSM) berpretasi tingkat nasional pada kementerian sosial
RI tahun 2012- sekarang.
Andriansyah kini mengabdikan diri dengan menjadi Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poli-
tik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Tahun 1998 sampai sekarang, menjadi Kasubag Ke-
mahasiswaan FISIP UPDM (B) tahun 2004-2005, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Tahun 2005
-2006, memangku jabatan sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi dan keuangan Fakultas Ilmu
sosial dan Ilmu politik Universitas Prof. Dr. Meostopo (Beragama) tahun 2006 – sekarang, hingga
akhirnya menjadi Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) tahun 2012-2016.
I
Kepemimpinan Visioner
Kepala Daerah
II
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau keseluruhan isi buku
Tanpa izin dari penerbit
III
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan YME karena telah berha-
sil menerbitkan buku Kepemimpinan Visioner Kepala Daerah. Buku ini merupakan
pengembangan Disertasi penulis pada saat mengambil program doktoral di UN-
PAD Bandung, Jawa Barat. Tidak lupa, penulis juga menghaturkan terimakasih yang
sebesar-besarnya pada kedua orangtua, isteri tercinta Eva Mardhiati dan kedua anak
penulis, Ghifari Azhar Fadiyah dan Ghifari Zahra Mutmainnah dan seluruh keluarga.
Buku ini tidak akan pernah berada di tangan Anda bila tanpa dukungan mereka
serta teman-teman dekat.
Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa “the dynamic of transformational lead-
ership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision
of the future, or going beyond the self-interest exchange of rewards for compliance”.
Dengan demikian, pemimpin visioner dan transformasional merupakan pemimpin
IV
yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa or-
ganisasi mencapai tujuannya. Pemimpin visioner dan transformasional juga harus
mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahan-
nya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari
pada apa yang mereka butuhkan.
Bangsa yang besar dan berpengaruh adalah bangsa yang mampu melakukan
perubahan cepat terarah dan konsisten dan mempunyai budaya organisasi yang
kuat. Untuk membangun budaya organisasi yang kuat diperlukan core belief, core
values, visi misi yang mampu menjadi paradigma dan sekaligus kekuatan penggerak
untuk melakukan perubahan dan menerapkan Kepemimpinan Visioner. Perjalanan
sejarah Indonesia, sejak kemerdekaan mencatat berbagai peristiwa kepemudaan,
kepemimpinan, kemiliteran, dan bidang lain. Setiap era, rezim/kepemimpinan
memiliki ciri yang menjadi trade mark pada zamannya. Berdasarkan pemikiran
tersebutlah maka buku berjudul Kepemimpinan Visioner Kepala Daerah ini berada
di tangan Anda dengan harapan semoga bisa memberi manfaat bagi bangsa dan
negara.
Penulis
V
Daftar ISI
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v-x
BAB I
BAB II
VI
TEORI KEPEMIMPINAN VISIONER 30
Pengertian Kepemimpinan Visioner 30
Memahami Karakteristik dan Unsur Visi 33
Memahami Tujuan Visi 33
VII
Kepemimpinan dalam Beragam Budaya dan Negara 49
Kepemimpinan Visioner 50
Kepemimpinan Ahli 50
Aplikasi Kepemimpinan dalam Organisasi Kepemimpinan 51
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi 52
Kepemimpinan dan Inovasi 52
Kepemimpinan Spiritual 53
Ciri-ciri Kepemimpinan Spiritualitas 54
Kepemimpinan yang Melayani 55
Sebab Keberhasilan Pemimpin Visioner 57
BAB III
BAB IV
VIII
Perlukah Belajar dari Ali Sadikin? 83
Legalkan Judi dan Pelacuran demi Pembangunan Jakarta 85
Dicekal dan Namun tidak Pernah Dipenjara 88
BAB V
INOVASI PEMERINTAH DAERAH 107
Pengertian Inovasi 107
Inovasi Pemerintahan Daerah dalam Undang-undang 110
Memahami Inovasi Pemerintahan 113
Konteks 113
IX
Desentralisasi jauh lebih inovatif 116
Argumen Pokok 116
BAB VI
PEMIMPIN VISIONER SELALU HARUS JADI PIONIR 132
Harus Bisa Melihat Big Picture 132
Kepemimpinan Visioner di Dunia Pendidikan 136
Visi adalah Peluru bagi Pemimpin Visioner 136
Teori Kepemimpinan Visioner 137
Langkah-langkah Menjadi Visionary Leadership 138
Penciptaan Visi 138
Perumusan Visi 138
Transformasi Visi 139
Implementasi Visi 139
Komunikasi dalam Kepemimpinan 139
Fungsi Komunikasi Kepemimpinan 140
X
Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Kepemimpinan 141
Urgensi Komunikasi Kepemimpinan 141
PENUTUP
Teori Kepemimpinan dan Pengaruhnya pada Inovasi 149
Hubungan Kepemimpinan dan Inovasi 149
Perilaku Pemimpin mempengaruhi Perilaku Inovatif 149
XI
BAB I
KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN
Pengertian Kepemimpinan
Tinjauan hirarkis administrasi menyatakan bahwa manejemen merupakan inti
administrasi, sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan atau leader-
ship. (Siagian, 1980). Kepemimpinan di mata para pakar, khususnya ilmu-ilmu sosial
masih memiliki interpretasi beragam, sesuai dengan pendekatan yang digunakan-
nya. Secara umum istilah kepemimpinan diartikan sebagai the ability and readiness
to inspire, guide, direct, or manage other (Good, 1973). Ini berarti, kepemimpinan
merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi,
membimbing, dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar mereka mau ber-
buat sesuatu demi tercapainya tujuan bersama.
1
yang diinginkan pemimpin. Sementara itu, Hersey dan Blanchard (1982) menyata-
kan bahwa “Leadership is the process of influencing the activities of an individual,”
Kepemimpinan tidak lain adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kel-
ompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Kepemimpinan pada hakekatnya dapat muncul di mana pun, apabila ada unsur-
unsur :
Berdasarkan hakekat sistem sosial di atas, bahwa dalam setiap sistem sosial terse-
2
but secara inheren sudah terkandung kepemimpinan. Apa bila tidak ada kepemimpi-
nan, maka sistem sosial tersebut akan hancur atau hilang, karena anggota-anggota
sistem sosial tidak ada lagi yang mengarahkan, tidak ada lagi yang mempengaruhi
pola perilaku tertentu, sehingga setiap anggota akan berjalan sendiri-sendiri. Apabi-
la keadaan sudah demikian (setiap anggota berjalan atau berperilaku sendiri-send-
iri), maka tidak ada lagi pola interaksi tertentu, tidak ada lagi stuktur tertentu, tidak
permanen, dan tentunya sudah tidak berdasarkan pola perilaku tertentu.
Dengan kondisi demikian, maka sistem sosial tersebut telah hancur. Untuk itu,
agar suatu sistem sosial tetap eksis, maka diperlukan kepemimpinan untuk menga-
rahkan, membimbing anggota dalam sistem sosial tersebut kepada pola perilaku.
Bila dilihat dari unsur-unsur sistem sosial, sistem sosial memiliki sepuluh unsur, yaitu
:
1. Tujuan
2. Kepercayaan
3. Norma
4. Sangsi
5. Sentiment
6. Peran-status
7. Kekuasaan (power)
8. Social-change
9. Fasilitas
10. Tekanan atau tegangan
3
pengaruhi persepsi, sikap, perilaku, atau aktivitas seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Sedangkan Rupert Eales–White
mengartikan kepemimpinan pada zaman modern seperti sekarang ini sebagai
penciptaan pertumbuhan dan pembelajaran atau creator of growth and learning
baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang ada di bawah tanggung-
jawabnya. Dengan demikian, selain sebagai pemimpin (orang yang mengatur dan
membimbing orang lain) juga sebagai pendengar (orang yang menerima ajaran
dari orang lain).
1. Intelegensia yang berarti, para pemimpin pada umumnya relatif lebih cerdas
dari rata-rata pengikutnya
2. Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi dari dalam, artinya bahwa
pemimpin umumnya mempunyai dorongan yang besar untuk dapat menyelesai-
kan sesuatu
3. Kematangan dan keluasan pandangan sosial, artinya bahwa secara emo-
si pemimpin pada umumnya selalu matang, sehingga mampu mengendalikan
4
keadaan yang kritis. Mereka umumnya juga mempunyai keyakinan dan kepercayaan
pada diri sendiri
Terry (Kartini Kartono, 1992) mengemukakan ada sepuluh sifat yang terdapat da-
lam diri seorang pemimpin, yaitu :
2. Stabilitas emosi, artinya bahwa pemimpn yang baik itu tidak mudah marah
dan tidak meledak-ledak secara emosional
4. Kejujuran, artinya bahwa pemimpin yang baik itu harus memiliki kejujuran
yang tinggi, jujur dalam arti pada diri sendiri dan pada orang lain
5
9. Keterampilan sosial, pemimpin juga diharapkan memiliki kemampuan untuk
mengelola manusia, agar mereka dapat mengembangkan potensinya. Pemimpin
harus bersifat ramah, terbuka, dan menjalin bersahabatan berdasarkan rasa saling
percaya mempercayai, menghargai pendapat orang lain, untuk bisa memupuk kerja
sama yang baik
10. Kecakapan manajerial, artinya bahwa pemimpin itu harus mempunyai kema-
hiran manajerial untuk membuat rencana, mengelola, menganalisis keadaan, mem-
buat keputusan, mengarahkan, mengontrol dan memperbaiki situasi yang tidak
mapan
3. Sifat inkuisitif yaitu rasa ingin tahu, merupakan sikap yang mencerminkan
tidak merasa puas dan kemauan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru
5. Daya ingat yang kuat, yaitu kemampuan intelektualnya seperti daya kognitif
dan penalaran
6
sikap mental dan karakter para bawahannya
11. Pragmatisme, secara sederhana diartikan sebagai berfikir dan bertindak se-
cara realistic
13. Kemampuan membedakan yang urgen dan yang penting, artinya bahwa
seorang pemimpin perlu memiliki kemampuan untuk membedakan kegiatan apa
yang bersifat urgen dan kegiatan apa yang bersifat penting
16. Rasa relevansi yang tinggi, artinya memperhitungkan kegiatan mana yang
harus dan akan dilaksanakan sendiri dan kegiatan mana yang dapat diserahkan ke-
pada orang lain
17. Keteladanan
20. Fleksibilitas, berarti mampu melakukan perubahan dalam cara berfikir, cara
bertindak, bersikap, dan berperulaku sesuai dengan tuntutan stuasi dan kondisi
7
22. Keberanian
Dari pendapat para pakar di atas, maka dapat disimpulkan 11 ciri-ciri pemimpin,
yaitu :
4. Lincah (surgency), dalam arti bahwa pemimpin harus selalu gembira, antusias,
senang bicara, dinamis, dan ringan kaki atau ringan langkah.
5. Memiliki emosi yang stabil, yaitu ditandai dengan emosi yang tidak berfluk-
tuasi atau tidak meledak-ledak. Artinya, pola emosi atau temperamen yang mantap,
misalnya tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung, sehingga dapat dijadikan
pedoman perilaku oleh para anggotanya.
8
7. Berkompeten, artinya mampu untuk menjadi pemimpin, becus, bisa diandal-
kan dalam melaksanakan tugas.
9. Mempunyai sifat konsisten, artinya bahwa seorang pemimpin cara berfikir dan
bertindaknya harus konsisten. Antara ucapan dan tindakannya sama.
10. Mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, tidak cepat bingung dalam meng-
hadapi masalah, mempunyai keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan
semua perilaku yang dikerjakan, tahu ke mana dengan persis arah yang hendak di-
tuju, serta pasti memberikan manfaat pada diri sendiri maupun bagi anggotanya.
Orientasi Tugas
a. Merencanakan dan mengorganisir kegiatan
b. Menyediakan informasi yang diperlukan oleh atasan maupun staf
c. Membuat penugasan, memberi pengarahan dan bimbingan
d. Bertanggung jawab atas pekerjaannya dan pekerjaan orang lain
e. Mendukung kerjasama dan partisipasi staf
f. Mengevaluasi hasil dan menganalisa kekuatan dan kelemahan staf
Orientasi HAM
a. Memberi dorongan dengan sikap bersahabat
b. Mengungkapkan perasaan yang dialami
c. Mendamaikan/mempertemukan pendapat yang berbeda dan menyelesaikan
9
konflik
d. Memperlancar urusan dengan sebaik-baiknya
e. Menentukan aturan main
1. Memberikan pengarahan
2. Melakukan supervisi
3. Melakukan koordinasi
4. Memberikan motivasi
Wewenang Pemimpin
Agar seseorang pemimpin bisa mencapai tujuan secara efektif, ia harus mempu-
nyai wewenang untuk memimpin dalam usaha mencapai tujuan. Secara umum ada
dua konsep pemberian wewenang dilihat dari arahnya : yaitu dari atas dan bawah.
Wewenang dari atas ke bawah umumnya berasal dari atasan misalnya, seorang
direktur RS menunjuk seseorang perawat untuk menjadi kepala bagian keperawa-
tan dan kemudian diberi wewenang untuk memerintah. Cara demikian disebut
top- down authority (kewenangan dari atas ke bawah). Konsep yang kedua adalah
bottom –up authority (kewewenang dari bawah ke atas). Pada konsep ini pemimpin
dipilih oleh mereka yang akan menjadi bawahannya. Apabila seseorang diterima se-
bagai pemimpin dan diberi wewenang untuk memimpin maka para bawahan akan
menghargai wewenang tersebut.
10
puan membina hubungan kerja, dan lain-lain
11
3. Kepemimpinan menggantungkan diri pada sumber-sumber yang ada pada di-
rinya untuk mencapai tujuan, manajemen mempunyai kesempatan untuk menger-
ahkan dana dan daya yang ada dalam organisasi untuk mencapai tujuan
Menurut Tannenbaum & Schmidt, ada empat faktor yang mem-pengaruhi gaya
kepemimpinan, yaitu:
1. Sistem nilai
2. Rasa yakin terhadap bawahan/anggota yang dipimpin
12
3. Kecenderungan dalam kepemimpinan
4. Perasaan aman dalam situasi tertentu
Banyak sekali tipe/gaya kepemimpinan yang dapat dipakai, baik yang bersifat
tradisional maupun yang modern dan lebih sesuai diterapkan pada situasi saat ini.
Eugene Emerson Jennings & Robert T. Golembiewaski mengatakan ada enam tipe/
gaya kepemimpinan, yaitu :
1. Otokratis
2. Diktatoris
3. Demokratis
4. Kharismatis
5. Paternalistis
6. Laissez-Faire
1. Tipe Otoriter
2. Tipe Demokratis
3. Tipe Bebas (Laissez Faire/Free-Rein)
Secara singkat beberapa tipe tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah
ini.
a. Otokrat (Autocrat)
b. Diktatoris (Dictator)
c. Otokrasi yang Lunak (Benevolent Autocrat)
d. Pembelot (Diserter)
e. Pelindung dan Penyelamat (Missionary)
13
f. Gaya/perilaku Kepemimpinan Kompromis (Compromiser)
Dampak dari kepemimpinan otoriter yang dilaksanakan pada titik ekstrim tert-
inggi pada kehidupan organisasi/perusahaan adalah:
b. Anggota tidak ikut berpartisipasi aktif bukan karena tidak mampu, tetapi kar-
ena tidak dihargai atau mungkin akan dinilai sebagai pembangkangan yang dapat
merugikan dirinya.
i. Tidak ada rapat/diskusi untuk memecahkan masalah. Yang ada hanya rapat
untuk menyampaikan instruksi, sanksi bagi anggota yang melakukan pelanggaran,
dan sejenisnya.
j. Disiplin diterapkan secara ketat dan kaku, sehingga iklim kerja menjadi tegang,
saling mencurigai, dan saling tidak percaya.
14
k. Pemimpin cenderung tidak menyukai perubahan, perbaikan, dan perkemban-
gan organisasi.
Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Diktatoris. Gaya ini lebih keras dan kejam dari-
pada gaya otoriter dengan ciri-ciri :
a. Pemimpin berperilaku sebagai penguasa tunggal dan tidak dapat diganti. Pe-
rilaku ini didukung teori bahwa pemimpin diciptakan dengan membawa karakteris-
tik/sifat kepemimpinan, yang tidak dimiliki orang lain;
c. Orientasi kepemimpinan hanya pada hasil, tidak peduli bagaimana cara men-
capainya
15
g. Antaranggota sering terjadi saling curiga
h. Anggota tidak boleh berinisiatif, bahkan tidak boleh mengome-tari ucapan,
keputusan, serta perintah pimpinan.
e. Menolak kreativitas, inisiatif, dll. dari anggota yang bukan kroni atau orang
kepercayaannya
c. Pemimpin cenderung hanya melibatkan diri pada tugas ringan dan mudah
16
f. Pemimpin cenderung iri hati terhadap teman (sesama pemimpin) yang sukses,
dan berusaha menghalanginya dengan cara yang tidak jujur dan tidak sportif
17
e. Tidak tertarik pada pengembangan pekerjaan dan organisasi, karena akan
menambah beban kerja dan tanggung jawab
2. Memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk
mengaktualisasikan diri melalui prestasinya
3. Memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk
mengembangkan kemampuan masing-masing, dengan meng-hormati nilai/norma
yang berlaku
5. Memberikan kesempatan setiap individu untuk maju dan bersaing secara ju-
jur/fair dan sehat
18
Tipe kepemimpinan Demokratis juga dapat bergerak dari titik ekstrim tertinggi
menuju titik ekstrim terendah, yang meliputi lima gaya kepemimpinan, yaitu :
1. Birokrat
2. Pembangun/Pengembang Organisasi
3. Eksekutif
4. Organisatoris dan Administratif
5. Legitimasi/Resmi atau berdasarkan Pengangkatan (Headmanship).
d. Untuk membina kerja sama, dilakukan pemimpin dengan orientasi pada po-
sisi/kedudukan dalam struktur organisasi
g. Pemimpin lebih menyukai pekerjaan rutin yang statis dan beresiko rendah
b. ekerja secara teratur dan bertanggung jawab, sehingga efek-tivitas kerja tinggi
dalam menggerakkan anggota untuk mencapai tujuan
19
c. Mau dan mampu mempercayai orang lain dalam melaksanakan pekerjaan,
dengan memberikan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas
d. Selalu berusaha meningkatkan kemampuan kerja anggota, agar proses dan
hasil kerjanya sesuai standar
f. Mau dan mampu membina hubungan manusiwai yang efektif, baik di dalam
maupun di luar jam kerja
f. Memiliki semangat, moral, loyalitas, dan dedikasi kerja yang tinggi, sehingga
menjadi teladan bagi anggota
20
i. Memiliki kemampuan mewujudkan kualitas kehidupan kerja yang kondusif, se-
hingga anggota merasa aman, terjamin, dan memiliki kepuasan kerja yang tinggi
j. Memiliki perhatian yang positif dalam menyelesaikan konflik antaranggota
atau antara anggota dengan pemimpin
k. Terbuka terhadap kritik, saran atau pendapat, yang dimanfa-atkan untuk mem-
perbaiki kekeliruan dalam kepemimpinannya
l. Mampu membedakan masalah yang perlu atau tidak perlu diselesaikan di da-
lam maupun di luar rapat, serta memiliki prioritas dalam pemecahan masalah
f. Meyakinkan anggota bahwa ide, inisiatif, dan kreativitas pemimpin harus dilak-
sanakan dengan tanggungjawab
21
a. Pemimpin mempertahankan diri sebagai pelindung anggota, sebagaimana
ayah melindungi anggota keluarganya. Pemimpin berusaha mengetahui segala
kegiatan/masalah anggota, karena ikut bertanggungjawab atas dampak positif
maupun negatifnya
b. Pemimpin berada paling depan dalam menghadapi masalah dan penyelesai-
annya, baik masalah organisasi maupun masalah pribadi anggota. Harapannya, ang-
gota tetap percaya dan kedudukannya sebagai pemimpin tetap bertahan
Ada beberapa perbedaan pokok antara tipe kepemimpinan Otokratis dan tipe
kepemimpinan Demokratis.
Otokratis Demokratis memiliki ciri :
a. Lebih berorientasi pada tugas
b. Mempengaruhi anggota dengan memberitahu pekerjaan dan cara
melakukannya
c. Menekankan bahwa kuasa pemimpin berasal dari posisi/jabatan yang
dimiliki, dan bawahan cenderung malas dan sulit dipercaya
d. Kebijakan dan keputusan lahir dari pemimpin
e. Lebih berorientasi pada hubungan
f. Berbagi tanggung jawab kepemimpinan dengan melibatkan anggota dalam
perencanaan dan pelaksanaan tugas
g. Menekankan bahwa kuasa pemimpin berasal dari kelompok yang dipimpin,
dan bawahan dapat mengarahkan sendiri dan kreatif jika dimotivasi
h. Kebijakan terbuka dari forum diskusi dan keputusan kelompok
22
Dampak yang sering terjadi dalam tipe kepemimpinan ini adalah terjadi kekacauan,
karena pemimpin sengaja membiarkan para anggota berbeda kepentingan dan
kemampuan untuk bertindak ke arahnya sendiri. Pemimpin lebih banyak berperan
sebagai penasihat jika diperlukan. Gaya/perilaku kepemimpinan yang termasuk tipe
kepemimpinan bebas ini adalah Agitator dan Simbol.
Model Kepemimpinan Situasional Tiga Dimensi dari Reddin Menurut Reddin, ada
tiga pola dasar yang dapat digunakan untuk menetapkan pola perilaku kepemimpi-
23
nan, yaitu:
1. Berorientasi pada tugas (task oriented);
2. Berorientasi pada hubungan (relationship oriented)
3. Berorientasi pada efektivitas (effectiveness oriented)
Model Kepemimpinan Kontinum dari Tannenbaum & Schmidt. Ada tiga faktor
yang perlu dipertimbangkan untuk merealisasikan kepemimpinan yang efektif,
yaitu:
a. Kekuatan pemimpin (pendidikan, pengalaman, pribadi, dan lain-lain)
b. Kekuatan anggota organisasi sebagai bawahan (pendidikan, pengalaman,
motivasi kerja, tanggungjawab, dan lain-lain),
c. Kekuatan situasi/interaksi pimpinan dengan anggota (suasana/ iklim kerja,
budaya organisasi, dan lain-lain).
24
h. Pemimpin mempercayakan kepada anggota untuk menjalankan fungsinya
dalam batas-batas yang telah ditetapkan pimpinan.
Model Kepemimpinan Situasional dari Hersey dan Blanchard Model ini bertolak
dari prinsip bahwa kepemimpinan yang efektif dapat diwujudkan melalui kemam-
puan memilih perilaku/gaya kepe-mimpinan yang tepat berdasarkan tingkat kesia-
pan (readiness) dan kematangan (maturation) anggota organisasi. Teori ini menya-
takan bahwa keefektifan kepemimpinan sangat dipengaruhi tingkat kemampuan
(kesiapan & kematangan) anggota organisasi dalam menerima atau menolak pimpi-
nan. Gaya/perilaku kepemimpinan dalam model ini terdiri atas :
25
2. Sesuai jika kesiapan dan kematangan anggota sangat tinggi
3. Kemampuan dan keahlian anggota untuk bekerja juga tinggi, sehingga layak
diberikan pelimpahan wewenang.
GAYA/PERILAKU KEPEMIMPINAN KARISMATIK
Yaitu gaya/perilaku kepemimpinan berdasarkan karakteristik kualitas kepriba-
dian istimewa pemimpin, karena memiliki daya tarik yang sangat memukau seh-
ingga memperoleh banyak anggota. Indikator kepemimpinan karismatik menurut
Yulk adalah:
1. Pengikutnya meyakini kebenarannya dalam cara memimpin
2. Pengikutnya menerima gaya kepemimpinannya tanpa bertanya
3. Pengikutnya memiliki kasih sayang kepada pemimpin
4. Adanya kesadaran untuk mematuhi perintah pemimpin
5. Dalam mewujudkan misi organisasi melibatkan pengikutnya secara
emosional
6. Mempertinggi pencapaian kinerja pengikutnya
7. Dipercaya pengikutnya bahwa dengan kepemimpinannya akan mampu
mewujudkan misi organisasi.
26
Gaya/perilaku Kepemimpinan Transformasional. Merupakan gaya kepemimpi-
nan yang ditandai dengan pemimpin yang memandu/memotivasi anggota untuk
mencapai tujuan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas. Kepemimpinan
transformasional lebih menekankan pada kegiatan pemberdayaan melalui pening-
katan konsep diri anggota yang positif. Pemimpin jenis ini memiliki cirri :
a. Cenderung karismatik, melalui perumusan visi dan misi yang jelas, bangga
terhadap pimpinan
b. Mengutamakan inspirasi dengan mengomunikasikan harapan yang tinggi
c. Mampu memberikan rangsangan intelektual, menggalakkan kecerdasan,
membangun organisasi belajar, mengutamakan rasionalitas, dan pemecahan
masalah secara teliti
d. Mempertimbangkan faktor individu, perhatian secara pribadi,
memperlakukan anggota secara individu, menyelenggarakan pelatihan,
dan menasehati.
27
Teori Douglas McGregor
Pada tahun 1950, Douglas McGregor (1906-1964), seorang psikolog yang men-
gajar di MIT dan menjabat sebagai presiden Antioch College 1948-1954, Konsep
teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side En-
terprise di mana para manajer/pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis
pandangan terhadap para pegawai/karyawan yaitu teori X atau teori Y.
Teori X. Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk
pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil un-
tuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan
hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta
diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Teori X
menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak
tertarik akan rasa tanggungjawab serta menginginkan keamanan atas segalanya.
Lebih lanjut menurut asumsi teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada
hakekatnya adalah:
a. Tidak menyukai bekerja
b. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab
c. Lebih menyukai diarahkan atau diperintah
d. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi
masalah-masalah organisasi
e. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja
f. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan
organisasi
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberi-
kan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y
Teori Y. Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti
halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam
secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bek-
erja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi,
kepandaian serta memahami tanggungjawab dan prestasi atas pencapaian tujuan
kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam
bekerja. Ini adalah salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganut-
nya.
28
dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan
Theori X dan Teori Y. Teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya
tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara kes-
eluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut :
29
BAB II
TEORI KEPEMIMPINAN VISIONER
Menurut Ibnu Sair yang dikutip dari blognya, pemimipin visioner adalah
pemimpin yang mempunyai suatu pandangan dan visi misi yang jelas dalam or-
ganisasi. Pemimpin visioner sangatlah cerdas dalam megamati suatu kejadian pada
masa depan dan dapat menggambarkan visi misinya dengan jelas. Dia dapat mem-
bangkitkan semangat para anggotanya dengan menggunakan motivasi serta imaji-
nanasinya untuk membuat suatu organisasi lebih hidup, menggerakan semua kom-
ponen yang ada dalam organisasi, agar organisasi dapat berkembang.
30
orang lain untuk berbuat dengan cara-cara yang tepat. Hal itu berarti, pemimpin
yang visioner mampu melihat tantangan dan peluang sebelum keduanya terjadi
sambil kemudian memposisikan organisasi mencapai tujuan-tujuan terbaiknya.
2. Berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya diri, tidak peragu, dan
selalu siap menghadapi resiko. Pemimpin visioner juga menunjukkan perhitungan
yang cermat, teliti dan akurat dalam memperhitungkan kejadian yang di anggapnya
penting
3. Mampu menggalang orang lain untuk bekerja keras dan bekerjasama dalam
menggapai tujuan. Pemimpin visioner adalah sosok pemimpin yang patut dicontoh,
dia mau membuat contoh agar masyarakat sekitar mencontoh dirinya
31
4. Mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan menggugah, mengelo-
la ‘mimpi’ menjadi kenyataan. Pemimpin visioner merupakan orang yang memiliki
komitmen kuat terhadap visi yang diembannya.
5. Mampu mengubah visi ke dalam aksi : dia dapat merumuskan visi ke dalam
misinya yang selanjutnya dapat diserap anggota organisasi yang dapat menjadikan
bahan acuan dalam setiap melangkah ke depan
8. Innovative dan proaktif : dalam berfikir pemimpin vioner sangatlah kreatif dia
mengubah pola berpikir konvesiomal menjadi paradigma baru, dia sosok pemimpin
yang kreatif dan aktif. Dia selalu mengamati langkah–langkah ke depan dan isu–isu
terbaru tentang organisasi/instasi.
1. Komitmen terhadap nilai spiritual sebagai ciri paling menonjol dari pemimpin
visioner. Mereka mewujudkan integritas pribadi, dan memancarkan energi, vitalitas,
dan kehendak.
2. Memiliki inspirasi visi yang bersih dalam bentuk kemampuan mewujudkan visi
dasar yang telah ditrencanakan, didukung oleh inspirasi positif ke masa depan, serta
arah yang jelas tentang bagaimana mencapai visi tersebut.
32
kan rasa hormat yang lebih besar bagi orang lain dan hati-hati mengembangkan
semangat tim.
Memahami karakteristik dan unsur visi - Visi yang baik memiliki tujuan utama
yaitu
a. Memperjelas arah dan tujuan, mudah dimengerti dan diartikulasikan
b. Mencerminkan cita-cita yang tinggi dan menetapkan standar of excellence
c. Menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen
d. Menciptakan makna bagi anggota organisasi
e. Merefleksikan keunikan atau keistimeaan organisasi
f. Menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi
g. Konstektual dalam arti memperhatikan secara seksama hubungan organisasi
dengan lingkungan dan sejarah perkembangan organisasi yang bersangkutan
Memahami tujuan visi - Visi yang baik memiliki tujuan utama yaitu :
a. Memperjelas arah umum perubahan kebijakan organisasi
b. Memotivasi karyawan untuk bertindak dengan arah yang benar
c. Membantu proses mengkoordinasi tindakan –tindakan tetentu dari orang
yang berbeda-beda
33
the best performance untuk pemberdayaan, kesanggupan untuk memberikan ara-
han konkrit yang sistematis.
2. Berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya diri, tidak peragu dan
selalu siap menghadapi resiko. Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner juga
menunjukkan perhitungan yang cermat, teliti dan akurat. Memandang sumber daya,
terutama sumberdaya manusia sebagai asset yang sangat berharga dan memberi-
kan perhatian dan perlindungan yang baik terhadap mereka
3. Mampu menggalang orang lain untuk kerja keras dan kerjasama dalam meng-
gapai tujuan, menjadi model (teladan) yang secara konsisten menunjukkan nilai-
nilai kepemimpinannya, memberikan umpan balik positif, selalu menghargai kerja
keras dan prestasi yang ditunjukkan oleh siapun yang telah memberi kontribusi
5. Mampu mengubah visi ke dalam aksi, menjelaskan dengan baik maksud visi
kepada orang lain, dan secara pribadi sangat commited terhadap visi tersebut[7].
34
box thinking’). Lebih bersikap atisipatif dalam mengayunkan langkah perubahan,
ketimbang sekedar reaktif terhadap kejadian-kejadian. Berupaya sedapat mungkin
menggunakan pendekatan ‘win-win’ ketimbang ‘win-lose’.
35
mata upaya pencapaian tujuan final dari organisasi. Hal ini dilakukan guna menghin-
dari segala kecenderungan dan ‘godaan’ penyitaan energi dan pemborosan sumber
daya kepada hal-hal kecil dan tidak prinsip yang mungkin timbul. Untuk menjaga
agar semua rencana aksi focus kepada tujuan organisasi, memerlukan kekompak-
kan dan pemeliharaan hubungan antara pimpinan dan seluruh staff/karyawan.
36
memposisikan diri mereka untuk siap berubah.
Atribut-atribut Pemimpin
Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat pada
diri seorang pe- mimpin adalah:
1. Mumpuni yang berarti memiliki kapasitas dan kapa- bilitas yang lebih baik dari
pada orang-orang yang dipimpinnya
2. Juara, artinya memiliki prestasi baik akademik maupun non akademik yang
lebih baik diban- ding orang-orang yang dipimpinnya
5. Walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang lebih
tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya.
37
Meskipun demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda-beda
antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi dengan situasi
dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki variasi atribut tertentu
pula.
Jika kita cermati, satu- satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari
teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai
lebih banyak bawahan yang puas. Hasil studi kepemimpinan Ohio State University
menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kat-
egori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan Uni-
versity menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorien-
tasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil. Sementara itu, model
leadership continuum dan Likert’s Management System menunjukkan bagaimana
perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Di sisi lain,
managerial grid yang sebenarnya menggambarkan secara grafik kriteria yang di-
gunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh Michigan
38
University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku
yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiannya
pada produksi.
Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengi-
kut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk
memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut. LPC Contingency Model dari Fie-
dler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional
pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut
model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-
situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan
skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntung-
kan maupun tidak menguntungkan.
39
hingga saat ini masih diakui oleh banyak orang yaitu:
Kepemimpian Karismatik
Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara
pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri,
keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara, dan yang lebih pent-
ing adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin tersebut relevan dengan ke-
butuhan para pengikut. Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan
kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh
pemimpin terhadap tujuan-tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atri-
busi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses
utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder.
Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial dan
pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang
sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial menjelas-
kan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin
melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses
penularan sosial. Di sisi lain, penjelasan psikoanalitis tentang karisma memberikan
kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi prib-
adi dengan pemimpin tersebut. Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beber-
apa pendekatan yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk
merutinisasi karisma walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik
memiliki dampak positif maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi.
Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin pentransformasi (transforming leaders) mencoba menimbulkan kesa-
daran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral
yang lebih tinggi. Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan transformasion-
al dalam organisasi dan membedakan kepemimpinan transformasional, karismatik,
dan transaksional. Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi
40
lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan kebutuhan-ke-
butuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih me-
mentingkan organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya kepercayaan
dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut, serta termotivasi untuk melakukan
sesuatu melebihi dari yang diharapkan darinya.
Ada beberapa sub-tipe pemimpin publik : Menurut Bell, dkk: formal leader,
reputational - Menurut Pluto: timocratic, plutocratic, dan tyrannical - Menurut J.M.
Burns, ada pemimpin legislative leader, social leader, dan influential leader yang
ideologues, tribunes, careerist. Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin perem-
puan, yang oleh masyarakat dilekati setereotip, yaitu sebagai: the earth mother, the
manipulator, the workaholic, dan the egalitarian.
41
a. ISTJ: introvert - sensing - thinking – judging
b. ESTJ: extrovert - sensing - thinking – judging
c. ENTJ: extrovert - intuitive - thinking – judging
d. INTJ:introvert - intuitive - thinking – judging
Kemudian dengan menggunakan tipe kepri- badian yang disusun berdasar kon-
sep psikoanalisa Jung, Delunas melakukan penelitian terhadap para manajer dan
ekesekutif negara bagian, dan mengelompokkan tipe pemimpin berdasar kepriba-
dian :
a. Intuitive – feelers
b. Intuitive - thinkers
c. Sensors - judgers
d. Sensors - perceivers
Tipologi kepribadian yang lain adalah sebagaimana yang disusun dengan meng-
gunakan skala CPI (California Personality Invetory) yang mengelompokkan tipe
pemimpin menjadi: leader, inno- vator, saint, dan artist.
Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi pada masa mendatang, para pemimpin
harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja.
Peran Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional Tindakan
manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi meliputi:
42
1. Mengelola harta milik atau aset organisasi
2. Mengendalikan kualitas kepemimpinan dan ki- nerja organisasi
3. Menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi
kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi.
43
pun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika komu-
nikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan ber-
tahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan koordinasi kerja di dalamnya
jelek. Penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa
sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan mem-
berikan manfaat yang diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-
menerus dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitor-
ing tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul dirancang secara
efektif dan sistemik.
Peran Consulting
Selain itu, seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik
ke lingkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga
tercipta budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak
dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin,
seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan sim-
patik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan peker-
jaannya.
44
ing, di samping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota
kelompok/organisasi.
Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang se-
45
bagai satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan pe-
nentu nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain harus tunduk
dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pimpinan digunakan
untuk menekan bawahan, dengan mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai
alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan ke-
patuhan yang bersifat kaku. Kepemimpinan dengan gaya otoriter banyak ditemui
dalam pemerintahan Kerajaan Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai un-
dang-undang atau ketentuan hukum yang mengikat. Di samping itu sering pula
terlihat gaya dalam kepemimpinan pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di
masa Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.
46
alahan. Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun orang-orang yang dip-
impin atau bawahan yang mengambil inisiatif untuk menetapkan suatu keputusan
dan tidak pula melakukan sesuatu kegiatan, maka kepemimpinan dan keseluruhan
kelompok/organisasi menjadi tidak berfungsi. Kebebasan dalam menetapkan suatu
keputusan atau melakukan suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan ini diserahkan
sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin.
47
uh dan otoritas. Kekuasaan merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi
yang berubah dan tindakan-tindakan para pengikut. Berkaitan dengan hal ini te-
lah dikemukakan social exchange theory, strategic contingency theory dan proses-
proses politis sebagai usaha untuk mempertahankan, melindungi dan meningkat-
kan kekuasaan. Dalam kaitan dengan kekuasaan, para pemimpin membutuhkan
kekuasaan tertentu agar efektif. Keberhasilan pemimpin sangat tergantung pada
cara penggunaan kekuasaan. Pemimpin yang efektif kemungkinan akan menggu-
nakan kekuasaan dengan cara yang halus, hati-hati, meminimalisasi perbedaan sta-
tus dan menghindari ancaman-ancaman terhadap rasa harga diri para pengikut.
Pengaruh
Pengaruh sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang
untuk mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara yang spesi-
fik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki kekuasaan, tetapi
perlu pula mengkaji proses-proses mempengaruhi yang timbal balik yang terjadi
antara pemimpin dengan yang dipimpin. Para teoretikus telah mengidentifikasi ber-
bagai taktik mempengaruhi yang berbeda-beda seperti persuasi rasional, permint-
aan berinspirasi, pertukaran, tekanan, permintaan pribadi, menjilat, kon- sultasi,
koalisi, dan taktik mengesahkan. Pilihan taktik mempengaruhi yang akan digunakan
oleh seorang pemimpin dalam usaha mempengaruhi para pengikutnya tergantung
pada beberapa aspek situasi tertentu.
Konflik
Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana sebuah usaha dibuat
dengan sengaja oleh seseorang atau suatu unit untuk menghalangi pihak lain yang
menghasilkan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain atau meneruskan kepentin-
gannya. Ada beberapa pandangan tentang konflik yaitu pandangan tradisional, ne-
tral dan interaksionis. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik itu negatif,
pandangan netral menganggap bahwa konflik adalah ciri hakiki tingkah laku ma-
nusia yang dinamis, sedangkan interaksionis mendorong terjadinya konflik. Untuk
mengurangi, memecahkan dan menstimulasi konflik ada beberapa pendekatan
48
atau strategi yang dapat ditempuh sebagaimana disarankan oleh beberapa teore-
tikus.
PERKEMBANGAN MUTAKHIR
TENTANG KEPEMIMPINAN
Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi dinamika
kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin perempuan cenderung
diberikan porsi pada organisasi perempuan dan sosial. Namun dengan adanya glo-
balisasi telah merubah paradigma kepemimpinan ke arah pertimbangan core com-
petence yang dapat berdaya saing di pasar global. Oleh sebab itu banyak organ-
isasi berkaliber dunia yang memberikan kesempatan bagi perempuan yang mampu
dan memenuhi persyaratan kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini.
Hambatan bagi kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya stereotipe
negatif tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental (perempuan) yang
bersangkutan.
49
atau negara. Demikian pula terdapat perbedaan sikap dan perilaku pemimpin pada
Negara-negara yang menganut system nilai berbeda.
Kepemimpinan Visioner
Seorang pemimpin visioner harus bisa menjadi penentu arah, agen perubahan,
juru bicara, dan pelatih. Oleh karena itu seorang pemimpin visioner harus:
1. Menyusun arah dan secara personal sepakat untuk menyebarkan
kepemimpinan visioner ke seluruh organisasi
2. Memberdayakan para karyawan dalam bertindak untuk mendengar da
mengawasi umpan balik
3. Selalu memfokuskan perhatian dalam membentuk organisasi mencapai
potensi terbesarnya.
Kepemimpinan Ahli
Pada era globalisasi, banyak terjadi perubahan dalam segala sendi kehidupan
masyarakat, terutama yang berhubungan dengan bidang ekonomi perdagangan,
industri, telekomunikasi, dan informasi. Dalam masa post modernism yang sekarang
sedang kita jalani, perubahan paradigma manajemen turut bergerak secara dina-
mis, dari paradigma manajemen klasik hingga paradigma post modernism yang
salah satunya diwakili oleh learning organization dengan pengukuran kinerja bal-
anced score card yang memperhitungkan pula keterkaitan dengan lingkungan luar
organisasi.
50
antara paradigma lama dan baru dilihat dari aspek-aspek antara lain :
1. Dari aspek tanggungjawab organisasi: paradigma lama menitikberatkan pada
pertanggung jawaban organisasi tentang lingkungan akibat dari proses input-
proses-output organisasi sedangkan pada paradigma baru menekankan tanggung
jawab pada pembangunan yang berkelanjutan
2. Dari aspek tim manajemen: paradigma lama menekankan struktur dan fungsi
interaksi kelompok untuk mencapai sinergi sosial dalam mengelola organisasi mas-
ing-masing, sedangkan paradigma baru menitikberatkan pada struktur dan proses
dengan pendekatan learning organization
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah tersebut perlu
dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan.
51
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk menyumbang-
kan bakatnya secara senang hati dan bersemangat untuk kepentingan organisasi.
Dengan demikian pemimpin atau manajer harus mengarahkan perilaku para ang-
gota organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai. Para pemimpin perlu mem-
bentuk, mengelola, meningkatkan, dan mengubah budaya kerja organisasi. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, manajer perlu menggunakan kemampuannya dalam
membaca kondisi lingkungan organisasi, menetapkan strategi organisasi, memilih
teknologi yang tepat, menetapkan struktur organisasi yang sesuai, sistem imbalan
dan hukuman, sistem pengelolaan sumber daya manusia, sistem dan prosedur kerja,
dan komunikasi serta motivasi.
Salah satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi yang
jelas dan langkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja yang jelas,
menindaklanjuti tujuan yang telah dicapai, menetapkan sistem imbalan yang adil,
menciptakan iklim kerja yang lebih terbuka dan transparan, mengurangi permainan
politik dalam organisasi, dan mengembangkan semangat kerja tim melalui pengem-
bangan nilai-nilai inti
52
Kepemimpinan Spritual
Kepemimpinan spiritualitas mempunyai seperangkat cirri. Salah satunya
yang menonjol adalah Cintai Tuhan, Sayangi Sesama, Selamat Menyelamatkan.
Kepemimpinan Spiritual mampu efektifkan budaya bangsa Indonesia karena model
ini visioner, kerja keras-cerdas dan ikhlas serta tidak hanya kerja betul tetapi juga
kerja benar. Persoalan besar Indonesia sebagai suatu bangsa adalah keterpurukan
dalam hampir semua lini bidang kehidupan. Bidang ekonomi, politik, hukum dan
sosial budaya bangsa. Kesemuanya ditengarai dengan hilangnya value/nilai kara-
kter budaya bangsa, yang mempunyai nilai positif dan dibangun dan berakar pada
bangsa ini.
Value dan karakter ini mampu menjadi inspirasi dan pendorong penggerak
kemajuan bangsa. Tidak ada bangsa yang maju tanpa nilai di dalamya. Bangsa
Jepang maju karena digerakkan nilai Bushido, bangsa China Maju karena nilai Con-
fucianism, bangsa Eropa maju karena semangat nilai Renaisance. Jadi Value mampu
menggerakkan spirit dalam segala aktivitas bangsa. Konon bangsa Jepang mampu
mempercepat akselerasi kemajuan yang demikian cepat, adanya doktrin bahwa se-
mangat rakyat Jepang harus berusaha agar matahari tetap berkibar di atas bumi
Jepang, simbol matahari adalah kaisar. Jadi setiap elemen bangsa Jepang berusaha
agar kaisar tetap jaya, kaisar akan jaya bila Jepang punya prestasi di antara negara-
negara dunia, prestasi tidak akan terwujud tanpa kerja, maka kerja dan karya wajib
hukumnya bagi bangsa Jepang.
Sebenarnya bangsa Indonesia sudah memiliki nilai yang sudah berurat bera-
kar dalam sanubari bangsa, namun sayangnya nilai tersebut memudar dan ada in-
dikasi ada usaha-usaha akan diganti dengan nilai asing yang tidak cocok dengan
masyarakat Indonesia, nilai asing tersebut adalah materialism liberal. Untuk meng-
gerakkan dan mengembangkan nilai di atas bisa terwujud dan bisa berkembang
cepat bila didukung dengan adanya model kepemimpinan yang tepat. Maka harus
mencari dan mengembangkan sebuah model kepemimpinan bangsa yang mampu
mengatasi masalah besar tersebut dan menuju bangsa yang mempunyai budaya
organisasi yang efektif bagi kemajuan bangsa ini ke depan. Persoalannya adalah
model kepemimpinan bangsa yang bagaimana yang cocok dan mampu merubah
bangsa sebagai organisasi besar sehingga mampu mewujudkan efektifitas budaya
bangsa.
Budaya organisasi bangsa adalah watak, karakter dan kepribadian bangsa yang
dibangun oleh para anggota komunitas dari seluruh elemen bangsa. Budaya bang-
sa mengacu pada sistem makna dan nilai (value) yang dianut oleh bangsa tersebut.
53
Bila bangsa tersebut ingin maju maka nilai menjadi jawabannya. Sebagaimana dika-
takan di atas tidak ada bangsa yang maju tanpa value yang mendasarinya, sehingga
diperlukan upaya untuk membangun value tersebut. Bangsa sebagai organisasi be-
sar dikatakan effektif bila bangsa tersebut mempunyai nilai, yang meliputi karakter
yang kuat, kepribadian yang kuat pula serta memiliki kekuatan untuk mengembang-
kan dan memobilisasi seluruh sumberdaya untuk mencapai tujuan bangsa tersebut.
Bangsa yang efektif mampu melakukan perubahan cepat terarah dan konsisten dan
mempunyai budaya organisasi yang kuat. Untuk membangun budaya organisasi
yang kuat diperlukan core belief, core values, visi misi yang mampu menjadi para-
digma dan sekaligus kekuatan penggerak untuk melakukan perubahan.
54
Kepemimpinan Spiritual Mampu Efektifkan Budaya Bangsa Indonesia,
kepemimpinan spiritual berbasis pada etika religius adalah kejujuran sejati, fairness,
pengenalan diri sendiri, fokus pada amal saleh, spiritualisme yang tidak dogmatis,
bekerja lebih efisien, membangkitkan yang terbaik dalam diri sendiri maupun orang
lain, keterbukaan dalam menerima perubahan, visioner tetapi fokus pada persoalan,
doing the right thing, disiplin tetapi fleksibel, santai dan cerdas dan rendah hati.
Model kepemimpinan ini diyakini mampu dalam mengefektifkan budaya bangsa,
karena model kepemimpinan spiritualitas mampu dan mempunyai kemampuan-
kemampuan,
Hati yang Melayani - Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita.
Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karak-
ter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk
melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas
seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang
dipimpinnya. Seorang pemimpin sejati justru memiliki kerinduan untuk memban-
gun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak
pemimpin dalam kelompoknya.
55
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan
kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpin-
nya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun
tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu da-
lam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.
Kepala yang Melayani - Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati
atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpi-
nan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki
kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin,
tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak
memiliki metoda kepemimpinan yang baik. Tidak banyak pemimpin yang memiliki
kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di
sekolah-sekolah formal. Oleh karena itu seringkali kami dalam berbagai kesempatan
mendorong institusi formal agar memperhatikan ketrampilan seperti ini yang kami
sebut dengan softskill atau personal skill.
Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan
sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong ter-
jadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi
berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan
dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi
yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisa-
si. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi
yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Ada dua aspek mengenai visi, yaitu
visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya da-
pat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki kemam-
puan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan
atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya
dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari
mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi
dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya. Seorang
pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang
yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk
menginspirasi, mendorong, dan memampukan anak buahnya dalam menyusun
perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan
56
sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan
pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
1. Kemampuan untuk memiliki kesadaran diri dan harga diri yang mampu
mendeteksi dimana terdapat khasanah kompetensi yang akan dibutuhkan, tanpa
merasa terancam oleh kebutuhan untuk berubah (terwujud dalam kemampuan di-
agnosis untuk memahami hal-hal baru apa yang diperlukan, dilupakan/unlearned,
ditambah dengan keluwesan perilaku untuk berubah).
2. Memiliki batas-batas organisasi yang cukup ber- pori-pori dan dapat ditem-
bus, agar dapat melihat hal-hal (terwujud dalam kemampuan untuk melihat ke de-
pan hal-hal baru sebelum orang lain dapat melihatnya dengan dunia luar memiliki
batas-batas organisasi yang berpori-pori dan dapat dirembesi oleh info yang diper-
lukan).
1. Pemahaman akan tujuan yang jelas dan tertentu, terwujud dalam perilaku
yang dapat membedakan antara: - Memimpin/underled (melakukan hal-hal “yang”
benar) dengan Mengelola/over manage (melakukan hal-hal “dengan” benar). - Man-
ager (berfokus pada efisiensi, mengontrol secara efektif dan pintar dalam membuat
berbagai kebijakan, praktek dan prosedur) dengan Pemimpin (menciptakan visi ke
depan yang menarik dan mempersatukan semua orang dalam organisasinya).
57
Tindakan bicara lebih Keras daripada kata-kata. Kepemimpinan yang berhasil,
tidak tergantung pada maskulinitas/ feminitas, bukan perkara menjadi garang, lem-
but atau asertif (menyatakan sesuatu secara tegas) ataupun perasa, tetapi tergan-
tung pada atribut kepemimpinan yang dimiliki semua pemimpin, baik laki-laki atau
wanita, yaitu:
1. Pemahaman akan tujuan yang jelas dan tertentu, terwujud dalam perilaku
yang dapat membedakan antara: Memimpin/underled (melakukan hal-hal “yang”
benar) dengan Mengelola/over manage (melakukan hal-hal “dengan” benar). - Man-
ager (berfokus pada efisiensi, mengontrol secara efektif dan pintar dalam membuat
berbagai kebijakan, praktek dan prosedur) dengan Pemimpin (menciptakan visi ke
depan yang menarik dan mempersatukan semua orang dalam organisasinya).
4. Kemampuan beradaptasi dan tahu sebanyak mungkin situasi yang dapat di-
masuki.
58
BAB III
IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN
VISIONER KEPALA DAERAH
Pemimpin adalah sosok yang memiliki kegesitan, kecepatan, serta mampu ber-
adaptasi dalam membawa organisasi. Pemimpin adalah juga seorang yang memiliki
peranan penting dalam menghadapi kondisi organisasi yang senantiasa mengalami
perubahan. Sebab, fleksibilitas organisasi pada dasarnya merupakan karya orang-
orang yang mampu bertindak proaktif, kreatif, inovatif, dan non konvensional. Se-
orang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang
jelas ke arah mana organisasi, perusahaan, bahkan sebuah negara akan dibawa.
Pemimpin Visioner
Kepemimpinan visioner merupakan pola kepemimpinan yang ditujukan untuk
memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para
anggota organisasi, perusahaan, atau masyarakat sebuah negara dengan cara mem-
beri arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang
jelas (Diana Kartanegara, 2003).
59
3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan
mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin
dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertah-
ankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu
jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).
60
kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.
1. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di mana se-
orang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk
suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang dari
“get-go.” Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan
esensi dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampai-
kan visi, mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan
orang bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung parti-
sipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
61
ing kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan, lingkungan
eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan politis terjadi se-
cara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan yang lainnya ber-
langsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah
sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang
efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke
depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bah-
wa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat
mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan.
Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung pengambilan adalah juga penting
lingkungan yang berubah.
4. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang
baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama
kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimal-
kan kemampuan seluruh “pemain” untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau
usaha mereka, ke arah “pencapaian kemenangan,” atau menuju pencapaian suatu
visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk memusatkan
pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan, dan membangun keper-
cayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa de-
pan. Dalam beberapa kasus, hal tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai
pelatih, lebih tepat untuk ditunjuk sebagai ‘player-coach.’
62
ing hal tersebut, media yang dipergunakan di sini akan menjadi sesuatu yang pent-
ing untuk ditulis. Hal ini menjadi penting bagi para pembaca bahwa memadukan
apa yang terjadi dalam kenyataan dengan teori haruslah menjadi keharusan, karena
kepemimpinan visioner tidak dinilai dari sudut pendekatan teoretis atau ideologi
semata.
Harper (2001), dan para pengarang buku lain tentang kepemimpinan dan mana-
jemen percaya bahwa speed merupakan faktor penting untuk mempertahankan
posisi kompetitif, merespon secara kompetitif terhadap kebutuhan pelangan dan
menghemat uang. (Grant and Gnyawali, 1995; McKenna, 1997; LeBoeuf, 1993; Rein-
hardt, 1997; Carnevale, 1990). Para ahli setuju bahwa perdagangan dan bisnis pada
hari ini mencakup sektor jasa juga.
63
formasi, pelayanan on-line melalui internet merupakan prasyarat bagi pemerintah
dalam membentuk highest quality service. Hal ini menandakan, kecepatan pelayan-
an membantu pemerintah dalam meraih simpati dan kerja sama warga.
Agility atau Kecerdikan - merupakan istilah lain yang secara perlahan ber-
hubungan dengan kepemimpinan visioner. The National Baldrige Program mend-
efinisikan hal kecerdikan ‘a capacity for rapid change and flexibility.’ Harper (2001)
mengatakan bahwa ‘agility is the ability to turn on a dime’” Kecerdikan merupakan
kemampuan seorang pemimpin untuk melihat ke depan dalam kaitan dengan fak-
tor apa yang terletak di depan bagi sebuah organisasi (perceptiveness). Hal ini juga
termasuk kapasitas untuk mempersiapkan dan juga menjadi fleksibel, guna mem-
buat perubahan atau penyesuian untuk menghilangkan ancaman dan mengambil
keuntungan dari oportunitas. Agility memiliki beberapa komponen integral:
1. The ability to develop and make available new and desirable products
and services.
2. The ability to enter new markets or connect with new constituencies.
3. The ability to adjust and respond to changing customer needs.
4. The ability to adjust swiftly from one organizational process or procedur
to another.
5. The ability to compress time in the delivery of goods and services.
64
baik (good governance). Dengan begitu, dari sisi subtansi, pilkada diharapkan bisa
melakukan proses seleksi pemimpin yang dinilai rakyatnya terbaik untuk melakukan
perubahan-perubahan yang menjanjikan dan memberi manfaat kepada masyarakat
luas.
Namun realitanya, secara umum hampir di semua daerah proses pilkada belum
melahirkan pemimpin yang bisa melakukan perubahan mendasar untuk memper-
cepat kemajuan daerah, bahkan ada kecenderungan dengan pilkada justru menim-
bulkan sejumlah persoalan yaitu:
65
tidak ada masalah, namun ketika pasangan itu terpilih dan kemudian memimpin pe-
merintahan terjadi konflik kepentingan karena berbagai faktor seperti: kewenangan
tidak bisa diimplementasikan secara efektif, kepala daerah/wakil kepala daerah bisa
dikendalikan kepentingan partai politik, rebutan pengaruh kekuasaan dan kepent-
ingan rebutan proyek.
3. Ketiga, legitimasi calon terpilih rendah. Aturan main calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah terpilih dalam UU hanya mensyaratkan 25 %. Ketentuan ini te-
lah menyebabkan terjadinya proses delegitimasi terhadap kepemimpinan kepala
daerah. Dengan ketentuan ini seorang kepala daerah bisa terpilih dengan modal
dukungan hanya sekitar 25 % dari total pemilih, artinya 75 % pemilih sesungguhnya
tidak memberikan dukungan terhadap kepala daerah terpilih.
2. Berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya diri, tidak peragu dan
selalu siap menghadapi resiko. Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner juga
menunjukkan perhitungan yang cermat, teliti dan akurat. Dalam memperhitungkan
kejadian yang di anggapnya pentig;
3. Mampu menggalang orang lain untuk kerja keras dan kerjasama dalam meng-
gapai tujuan. Pemimpin visioner adalah sosok pemimpin yang patut di contoh, dia
mau membuat contoh agar masyarakat sekitar mencontoh dia;
66
4. Mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan menggugah, mengelola
‘mimpi’ menjadi kenyataan: Asmuriyono 190 mimpin visioner sangatlah orang yang
mempunyai komitmen yang kuat terhadap visi di embannya, dia ingin mewujudkan
visinya kedalam suatu organisasi yang dia masuki;
5. Mampu mengubah visi ke dalam aksi : dia dapat merumuskan visi kedalam
misinya yang selanjutnya dapat diserap anggota organisasi. Yang dapat menjadikan
bahan acuan dalam setiap melangkah kedepan;
Secara tidak langsung hubungan itu akan terjalin dengan sendirinya. Mereka
juga tidak malu- malu dalam memberi reward dan punisment terhadap anggotan-
ya, tingkat integritasnya sangatlah tinggi; Innovatif dan proaktif : dalam berfikir
pemimpin vioner sangatlah kreatif dia mengubah berpikir konvesional menjadi
paradigma baru, dia sangatlah sosok pemimpin yang kreatif dan aktif. Dia selalu
mengamati lankah-langkah kedepan dan isuisu terbaru tentang organisasi/instasi.
Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh “pemain” untuk bekerja
sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah “pencapaian kemenan-
gan,” atau menuju pencapaian suatu visi organisasi.
Guna menghadapi perubahan pesat ini dengan baik, pemimpin harus memiliki
serangkaian kompetensi yang pokok seperti kemampuan antisipasi, kecepatan, ke-
cerdikan dan persepsi. Antisipasi berarti bahwa kepemimpinan visioner harus secara
pro aktif mengamati lingkungan guna menemukan perubahan yang secara negatif
maupun positif mempengaruhi organisasi. Pemimimpin harus secara aktif mendu-
67
kung pekerja untuk bersiap setiap saat menghadapi perubahan pesat lingkungan,
dan untuk mempertahankan pemimpin dan para manajer selalu menaruh perhatian
atas hal tersebut. Menjadi “perceptive, nimble dan innovative” dalam lingkungan
yang berubah pesat akan memberikan manfaat bagi organisasi.
Pelayanan yang cepat, bersahabat dan efisien merupakan contoh dari apa yang
diinginkan oleh pelanggan terhadap pelayanan pemerintah. Teknologi informasi,
pelayanan on-line melalui internet merupakan prasyarat bagi pemerintah dalam
membentuk highest quality service. Hal ini menandakan, kecepatan pelayanan mem-
bantu pemerintah dalam meraih simpati dan kerja sama warga. Kecerdikan (agility)
merupakan istilah lain yang secara perlahan berhubungan dengan kepemimpinan
visioner. Harper (2001) mengatakan bahwa kecerdikan merupakan kemampuan
seorang pemimpin untuk melihat ke depan dalam kaitan dengan faktor apa yang
terletak di depan bagi sebuah organisasi (perceptiveness).
Hal ini juga termasuk kapasitas untuk mempersiapkan dan juga menjadi flek-
sibel, guna membuat perubahan atau penyesuian untuk menghilangkan ancaman
dan mengambil keuntungan dari oportunitas. Perceptiveness merupakan kapasitas
penting lain dari kepemimpinan visioner. Pemimpin harus waspada terhadap segala
bentuk intrik dan perubahan di lingkungan eksternal. Kewaspadaan ini harus segera
ditindaklanjuti guna merespon secara cepat dan tepat, dan mengambil langkah-
langkah yang tepat. Pada kasus dimana peluang dirasa ada, pemimpin harus segara
bertindak. Lead-time juga penting bagi kesuksesan organisasi; karenanya, pemimpin
visioner harus memiliki “radar screens” yang selalu menyala setiap saat.
68
kesuksesan atau prestasi. Menjadi seorang pemimpin apalagi kepala daerah bukan-
lah perkara mudah, yang dibutuhkan bukan hanya kesan kharismatik dan pencitraan
di mata publik. Ia haruslah orang yang memiliki integritas dan jiwa kepemimpinan
yang tinggi. Bila itu terlewatkan, tidak mustahil sebuah negara akan hancur dan
penduduknya akan menderita. Itu menjadi cerminan keadaan tatkala menjadi se-
orang pemimpin yang hanya bisanya mengeluh dan mengeluh.
Ia menjadi pemimin bukan sebagai seorang yang hanya gila pangkat dan ja-
batan. Melainkan memiliki kriteria khusus yang patut untuk diteladani oleh rakyat.
Kriteria tersebut meliputi hal-hal berikut : Pertama, seorang pemimpin harus jelas
memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME, karena agama sebagai lan-
dasan kehidupan manusia memegang peranan penting dalam kehidupan. Ajaran
agama menjadi salah satu pondasi kuat yang akan membantu seorang pemimpin
untuk terus bertahan dalam kondisi apapun. Agama menjadi salah satu benteng
pertahanan terkuat bila banyak sekali serangan yang menyergap. Namun, agama
bukanlah sebuah tameng semata, ia harus dihadirkan dalam setiap tutur kata, sikap
dan perilaku pemimpin dalam kehidupan seharihari.
Bila sudah demikian, dapat dipastikan Ibaratnya sebuah kapal, seorang calon
kepala daerah yang merupakan pemimpin adalah nakhoda yang akan mengarahkan
kapal pada suatu dermaga. Ia adalah nakhoda yang akan membawa arah kehidupan
bangsa ini hingga lima tahun ke depan. Hal lainnya yang dibutuhkan oleh seorang
pemimpin ialah, dirinya haruslah orang yang tahan banting. Artinya, ia seorang yang
ulet dan pantang menyerah dalam melakukan perubahan. Seorang pemimpin sejati
akan lebih menghargai proses ketimbang hasil. Dengan proses dan langkah yang
baik, tentu tujuan baikpun akan bisa didapatkan. Saat ini, bila kita melihat kondisi
yang terjadi bangsa ini, perubahan dalam berbagai bidang memang sangat diper-
69
lukan. Calon kepala daerah yang nantinya memimpin masyarakat ini haruslah orang
yang memiliki jiwa ulet, tekun dan pantang menyerah dalam menghadapi beragam
rintangan. Ia mampu tampil di depan publik untuk bertindak langsung dalam me-
nyelesaikan segala bentuk permasalahan yang menyangkut masyarakatnya.
Kepercayaan Masyarakat
Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain di
mana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental
yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang
mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan
dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai
(Moorman, 1993).
70
harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan penting untuk pihak yang
mempercayainya, terlepas dari kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan
tindakan pihak yang dipercaya (Mayer et al, 1995).
Hasil penelitian di atas didukung oleh penelitian M. Ikhsan (2005), Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan Pilkada langsung dilihat dari indikator kuantitatif
dapat dianggap belum sepenuhnya mencerminkan kualitas pelaksanaan Pilkada
langsung yang sebenarnya. Hal ini karena dibalik keberhasilan kuantitatif pelaksan-
aan Pilkada, terdapat berbagai permasalahan baik dari sisi kebijakan, kelembagaan,
maupun operasional, serta masalah peraturan perundangan, pendeknya waktu
persiapan Pilkada, keberadaan Desk Pilkada, maupun permasalahan money politics
dalam Pilkada.
Jadi, mekanisme rekrutmen politik yang dilakukan partai politik terdiri dari dua
sistem yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka akan memungkink-
an lahirnya calon-calon legislatif yang betul-betul demokratis dalam melaksana-
kan tugas dan wewenangnya, hal ini dikarenakan oleh proses pengangkatan calon
tersebut dilakukan secara terbuka.
71
gangkatan calon kepala daerah tersebut dilakukan secara tertutup. Hal ini memung-
kinkan timbulnya calon kepala daerah yang tidak kompetitif, berhubung proses
pengangkatan tidak diketahui oleh umum.
Fungsi rekruitmen politik ini sangat penting bagi kelangsungan sistem politik se-
bab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem
politik akan terancam. Melalui proses ini akan terus ada orang-orang yang berperan
untuk melanjutkannya. Peran partai politik sebagai sarana rekruitmen dalam rangka
meningkatkan partisipasi politik masyarakat, yaitu bagaimana partai politik memili-
ki andil yang cukup besar dalam hal : menyiapkan kader-kader dalam pimpinan poli-
tik, melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan, serta perjuangan
untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, dan memiliki kredibilitas
yang tinggi serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan-jabatan politik
yang bersifat strategis.
Apabila pencalonan kepala daerah tidak selektif maka ini akan menjadi umpan
balik yang merugikan bagi kelanggengan partai politik maupun calon kepemimpi-
nan kepala daerah tersebut. Apabila dicermati fungsi partai politik sebagai sarana
rekruitmen politik, parpol saat ini belum mampu mengemban aspirasi masyarakat
dalam mengantarkan figur-figur pembangunan yang berintegritas sesuai dengan
harapan dan tujuan dibentuknya partai-partai demi kepentingan masyarakat, untuk
menjembatani rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak. Untuk mengemba-
likan kepercayaan masyarakat, perlu konsistensi.
Fungsi merekrut calon kepala daerah harus benar-benar dilakukan secara ketat
dan obyektif, karena yang dilakukan selama ini justru penyimpangan dan penyalah-
gunaan. Untuk itu, diperlukan perbaikan tingkah laku para politisi dan menjalankan
fungsinya dengan benar. Kalau itu dilakukan dengan baik maka pada gilirannya
akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat. Untuk itu diperlukan ke-
percayaan masyarakat terhadap partai politik, dengan membangun kepercayaan
masyarakat kepada partai politik agar mampu menumbuhkan pencitraan, dengan
tindakan nyata untuk mensejahterakan rakyat, dengan mensejahterakan rakyat,
kepercayaan masyarakat akan meningkat. Meningkatnya kepercayaan masyarakat
terhadap partai politik, maka tidak mustahil untuk periode berikut rakyatlah yang
akan mengusung untuk tetap menjadi pemimpinya.
72
kemauan itu dibandingkan dengan tingkat yang dibutuhkan dari waktu ke waktu
oleh organisasi yang memiliki SDM tersebut (Ruky, 2003). Padahal kalau kita ber-
bicara tentang kualitas, yang dimaksudkan adalah juga aspek visi, motivasi, sikap
mental, komitmen, disiplin, dan integritas moral, semuanya itu justru sangat pent-
ing dan bersama-sama pengetahuan menentukan keberhasilan organisasi mere-
alisasi visinya. Menurut Masaaki (dalam Kaizen, 1986), istilah kualitas sumber daya
manusia adalah tingkat kemampuan dan kemauan yang dapat ditunjukkan oleh
sumber daya manusia. Tingkat itu dibandingkan dengan tingkat yang dibutuhkan
dari waktu ke waktu oleh organisasi yang memiliki sumber daya manusia tersebut.
Di sisi lain, kepala daerah adalah juga pemimpin kesatuan masyarakat hu-
kum. Oleh karena itu, perlu memiliki kepemimpinan sosial yang berbeda dengan
kepemimpinan organisasional. Di dalam kepemimpinan sosial, hubungan antara
pemimpin dengan pengikutnya relatif lebih cair karena jumlah, jenis dan karakter-
istik pengikutnya sangat beraneka ragam. Selain itu, pemimpin sosial perlu lebih
banyak menggunakan kapasitas dan kualitas pribadinya untuk menggerakkan
73
bawahannya, dibandingkan menggunakan fasilitas manajerialnya. Pada bentuk
kepemimpinan ini, dimensi sosial dan politik lebih dominan dibandingkan dimensi
adminsitratif. Karena kepala daerah harus memiliki kedua bentuk kepemimpinan,
maka cara pengisiannyapun perlu dipertimbangkan kemampuan pada kedua hal
tersebut.
Derajat pentingnya dari ketiga aspek tersebut di atas akan sangat tergantung
pada tingkatan dari wilayah pengaruh dari pimpinan pemerintahan. Kepribadian
Pemilihan pemimpin pemerintahan (kepala daerah) sangat membutuhkan kehatia-
hatian, karena banyak faktor atau variabel-variabel lain turut menentukan dalam
mempengaruhi pilihan politik seseorang. Para pemilih akan menentukan pilihan
terhadap calon pimpinan pemerintahan (kepala daerah) berdasarkan penilaiannya
terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan. Artinya para pemilih dapat me-
nentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional. Perilaku
memilih berdasarkan pertimbangan rasional tidak hanya berupa memilih alter-
natif yang paling menguntungkan atau yang mendatangkan kerugian yang paling
sedikit, tetapi juga dalam arti memilih alternatif yang menimbulkan resiko yang pal-
74
ing kecil. Untuk itu diperlukan pertimbangan faktor-faktor yang berpengaruh dalam
memutuskan pemilihan calon pimpinan pemerintahan (kepala daerah) yaitu salah
satunya adalah kepribadian seorang calon pemimpin pemeritahan.
Kepribadian meliputi segala tingkah laku manusia yang terhimpun dalam diri
dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuikan dirinya terhadap segala rangsang
baik yang datang dari luar maupun yang berasal dari dalam dirinya sendiri, sehingga
corak perilakunya merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi manusia itu
(Maramis, 1990). Kartini K. (1998), mengemukakan bahwa kepribadian adalah suatu
totalitas yang terorganisasi dari disposisi psikis. Manusia secara individu yang akan
memberi rangkaian terhadap ciri-cirinya yang umum dengan pribadi lainnya. Ke-
pribadian adalah corak dinamisa tingkah laku sosial, dorongan dan keinginan, ger-
ak-gerik corak opini dan sikap.
75
lar tapi gagal dalam memunculkan kepala daerah yang memilki kapasitas dalam
mengelola pemerintahan ke arah perubahan yang lebih baik, maka kita jangan ber-
harap banyak terhadap kemajuan masyarakat dan daerahnya, oleh sebab itu, sudah
saatnya ada pembelajaran politik bagi masyarakat agar bisa secara cerdas mendor-
ong terjadinya proses seleksi calon kepala daerah yang mengedepankan aspek ke-
mampuan dan memiliki keberpihakan untuk memajukan masyarakat dan daerah-
nya serta mewujudkan kepemrintahan yang baik atau good governance.
76
(nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
77
Menggunakan prinsip good governance, titik tekannya (emphasize) mesti men-
gandung kesadaran sustainable (berkelanjutan). Di manapun, pembangungan den-
gan kaidah good and clean governance itu ditujukan guna memenuhi kebutuhan
generasi sekarang tanpa harus mengorbankan kepentingan generasi yang akan da-
tang untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep dari pembangunan berkelanjutan ini
merupakan respon atas berbagai kerusakan lingkunan yang disebabkan oleh pem-
bangunan yang memacu pertumbuhan dan tidak menginterasikan aspek lingkun-
gan dalam kebijakannya.
Intinya, good and clean governance yang juga mengintegrasikan prinsip. Ke-
berlanjutan ekosistem dalam sistemnya tersebut akan berfungsi sangat baik untuk
menuju pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup bersama di
daerah. Maka, refleksi kita bersama adalah adalah bagaimana menanamkan komit-
men yang kuat untuk bisa berperan maksimal sesuai dengan kapasitas masing-mas-
ing elemen mewujudkan good and clean governance, bukan hanya sebagai retorika
tapi menjadi paradigma sistem negara. Good governance merupakan sebuah kon-
sep yang akhir-akhir ini banyak diperkenalkan sebagai upaya merumuskan pemer-
intahan yang baik. Pada era otonomi daerah seperti ini, kita melihat tampaknya ada
tempat khusus bagi perbaikan kinerja pemerintahan yang ada, terutama pemer-
intah lokal, di mana nanti diharapkan akan mendukung proses demokrasi ke arah
yang sesungguhnya.
78
Konsep ini sendiri sebenarnya telah banyak dikembangkan oleh berbagai badan
internasional. Secara umum, konsep good governance mengundang keterlibatan
masyarakat sebagai pendorong pemerintah (jalur struktur) untuk lebih menghargai
sekaligus menempatkan masyarakat sebagai subyek kebijakan, bukan hanya obyek
yang bisa diatur ke mana arah kebijakan dirumuskan. Memang, bahwa konsep good
governance (yang dirumuskan oleh negara-negara maju kapitalis) tidak sepenuhnya
bisa diterapkan di Indonesia. Konsep ini sendiri harus dipadankan dengan situasi di
Indonesia agar jalan menuju terwujudnya demokrasi yang dicita-citakan semakin
lempang. Untuk bisa sampai pada apa yang dicita-citakan sebagai “pemerintahan
yang baik”, nyaris semua aspek yang terlibat dalam pembangunan Indonesia harus
dilibatkan. Aktivis parpol, Ornop, LSM, pemerintah, politisi, pengusaha, agamawan,
dan masyarakat secara luas mesti memahami arah dan tujuan pencapaian pemban-
gunan Indonesia. Hal ini mutlak diperlukan, sebab akan menjadi sangat ironis jika
antarelemen bangsa justru tidak padu. Bahkan tidak hanya tidak padu, melainkan
sulit dimengerti dalam rangka mewujudkan demokrasi yang sehat, jalan-jalan yang
tidak sehat tetap digunakan. Ironisnya lagi, itu dianggap sebagai sah sebab mereka
mengatasnamakan “pembawa aspirasi demokrasi”.
Orde Baru adalah contoh yang baik untuk kita bisa mengerti bahwa rezim pada
saat itu memilih salah satunya. Mereka berusaha terlebih dahulu untuk mencipta-
kan “pemerintahan yang baik” di satu sisi, yang lantas mengabaikan “keberdayaan
masyarakat” di lain pihak. Dari sini bisa kita mengerti bahwa upaya keras untuk men-
ciptakan demokrasi harus didukung oleh kedua jalur itu; tidak hanya satu. Satu jalur
berkeinginan keras untuk menciptakan demokrasi, sementara di sisi lain terlihat
enggan untuk berpartisipasi dalam meraih demokrasi, di samping fatal, hal ini ten-
tunya akan senjang dan timpang. Inilah yang jarang kita sadari. Sering kita terjebak
pada fatamorgana bahwa demokrasi hanya akan bisa terwujud melalui aksi massa
rakyat pada pemerintah yang korup.
79
Good Coorporat Governance
Peran ketiganya bukan hanya sebagai target pembangunan namun juga pelaku
pembangunan. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat merupakan penentu ke-
berhasilan pembangunan, atau disebut sebagai stakeholders pembangunan. Peran
stakeholders dalam pembangunan serupa dalam lingkungan korporasi yaitu men-
jaga tercapainya tujuan yang telah disepakati bersama. Tugas utama stakeholders
korporasi adalah memastikan pengelolaan perusahaan oleh jajaran direksi dilak-
sanakan secara tepat dan tertib guna peningkatan kinerja usaha. Stakeholders pem-
bangunan juga menaruh perhatian pada kinerja penyelenggaraan negara dalam
rangka mencapai tujuan.
80
pat dikelompokkan menjadi masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Peran dari
masing-masing menurut Pedoman Good Corporate Governance 2006 sebagai beri-
kut :
81
BAB IV
KEPALA DAERAH VISIONER DI INDONESIA
2. Berani Bertindak dalam Meraih Tujuan - Penuh percaya diri, tidak peragu dan
selalu siap menghadapi risiko. Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner juga
menunjukkan perhitungan yang cermat, teliti, dan akurat.
82
7. Membangun Hubungan (relationship) Secara Efektif - Pemimpin visoner
harus sangatlah pandai dalam membangun hubungan antar-anggota atau antar-
masyarakat dalam scoop lebih besar, dalam hal memotivasi, memberi, membuat
anggotanya atau masyarakatnya lebih maju dan mandiri. Secara tidak langsung
hubungan itu akan terjalin dengan sendirinya. Dia juga tidak malu-malu dalam
memberi reward dan punnisment terhadap serta memiliki integritas tinggi
Pemimpin visioner juga memiliki ciri yang dikemukakan oleh McLaughin (2001),
di antaranya :
1. Komitmen Terhadap Nilai Spiritual - Sebagai ciri yang paling menonjol dari
pemimpin visioner. Mereka mewujudkan rasa integritas pribadi, dan memancarkan
rasa energi, vitalitas, dan kehendak.
83
erti digambarkan. Akan tetapi, ketika pemimpin ‘dambaan’ tersebut ada, mereka
kerap kali mendapat cercaan bahkan cibiran dari masyarakat. Ketika kita menoleh
lagi ke belakang, mungkin hanya seorang Ali Sadikin yang memiliki sedikit karakter-
istik seperti dijelaskan di atas. Letnan Jenderal TNI KKO AL (Purn) H. Ali Sadikin atau
yang biasa dipanggil Bang Ali menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera
Adipradana karena dinilai berjasa luar biasa terhadap negara dan bangsa, khusus-
nya mengembangkan Kota Jakarta sebagai Kota Metropolitan.
Ia datang ke Istana Negara bersama istrinya, Linda Mangaan, dan putra bung-
sunya, Yasser Umarsyah (14). Setelah upacara, ia menerima ucapan selamat berupa
tempel pipi dari Megawati. Tempel pipi juga diberikan oleh mantan Gubernur DKI
Jakarta Surjadi Soedirdja, mantan Menteri Negara Peranan wanita Sulasikin Mur-
pratomo, artis film Christine Hakim, dan kelima putranya yang hadir.
Gaya memimpin Bang Ali dinilai cocok dengan kondisi Ibu Kota yang semrawut
dan memerlukan kedisiplinan. Ternyata pilihan Soekarno tidak salah. Jenderal Ang-
katan Laut ini mampu menyulap Jakarta dari sekadar sebagai pusat pemerintahan
menjadi pusat perdagangan sekaligus industri. Sikap keras orang Sumedang, Jawa
Barat, ini bukan cuma ditujukan kepada aparatnya yang tidak berdisiplin. Ketika
memimpin Jakarta selama 10 tahun, ia juga dikenal kuat dalam mempertahankan
prinsip. “Sebagai gubernur, saya harus melindungi dan menyejahterakan rakyat. Itu
prinsip saya,” katanya.
84
Lalu, bagaimana cara seorang Bang Ali memimpin Jakarta. Inilah yang men-
gundang kontroversi. Ia membuat gebrakan dengan melegalisasi perjudian. Untuk
mengisi pundi anggaran daerah, Ali juga nekat mengizinkan bar dan panti pijat.
Yang penting baginya, ada dana untuk membuat mulus jalan-jalan di seluruh Ja-
karta. Kritik keras yang datang dari para ulama tidak didengarnya. Soal ijin perjudian
tidak terlepas dari minimnya anggaran Pemda dalam upaya membangun Jakarta.
Pada saat pertama kali menjabat, Bang Ali membuat rencana program pembangu-
nan Jakarta. Saat itu dibutuhkan uang banyak untuk melakukan pembangun demi
kesejahteraan masyarakat.
Bang Ali bertanya kepada mereka, “Saudara-saudara ini dapat berapa, sih, peng-
hasilan dari judi? Akan saya ganti, malah bisa lebih tinggi.” Mereka tidak bisa mela-
wan. Sebab, uang dapat, tanggung jawab juga lepas. Nah, waktu itu ada empat tem-
pat judi yang dijaga tentara. Lalu staf saya langsung mengatur, semua duit dari judi
langsung masuk ke rekening bank. Dari judi ini setahun dapat sekitar Rp 40 miliar.
Selain judi, Ali Sadikin juga membuka tempat hiburan dan melegalisasi pela-
curan. Namun ia mengatakan upaya itu sebagai bagian dari melayani masyarakat.
Karena itu, ia berani membuka judi, steam bath, dan klub-klub, terutama untuk
orang asing. Kalau habis bekerja, mereka biasanya tak mau pulang dulu, tapi pergi ke
klub untuk minum kopi, setelah itu baru pulang. Pembukaan klub-klub itu dilakukan
untuk melayani masyarakat kelompok ini. Sedangkan pelacuran, karena dulu setiap
menjelang malam di Jakarta bertebaran “becak komplet”. Maksudnya, di dalam ada
pelacurnya. Si tukang becak itulah yang menjadi makelarnya. Daripada berkeliaran
dan meresahkan warga Jakarta, maka dibuatlah lokalisasi di Kramat Tunggak.
Saat menerima tugas sebagai Gubemur DKI Jakarta pada 1966, inflasi menca-
pai 600 persen. Sarana pendidikan, kesehatan, pasar, dan tempat ibadah jumlahnya
tidak mencukupi untuk melayani masyarakat Jakarta. Sedangkan anggaran yang
ada hanya Rp 66 juta. Pada akhir masa jabatannya tahun 1977, dia meninggalkan
uang di kas daerah sebesar Rp 89,5 miliar. Juga, jalan-jalan yang mulus, penamba-
han ratusan sarana pendidikan dan kesehatan, terminal bus, dan pasar. Ali Sadikin
85
juga mewariskan sejumlah bangunan penting seperti Taman Ismail Marzuki bagi
para seniman, dan sebuah gelanggang mahasiswa di daerah Kuningan.
Perubahan Jakarta setelah dirinya usai memimpin membuat Bang Ali sempat
merasa dikhianati. Berbagai fasilitas untuk rakyat yang sudah dibangunnya ternyata
tidak dipelihara, ada yang rusak, bahkan sebagian ditukar-guling (ruilslag). Menurut
pandangannya, para penggantinya sebagai Gubernur Jakarta tidak ada yang me-
nambah fasilitas untuk rakyat. Gelanggang Mahasiswa Soemantri Brodjonegoro di
Jalan H.R. Rasuna Said yang dimaksudkan para mahasiswa mempunyai tempat un-
tuk kumpul-kumpul, sekarang malah diganti menjadi pertokoan. Lalu gelanggang
remaja di Bulungan malah disewakan untuk swasta. Gedung Perfilman Usmar Ismail
di Kuningan yang diproyeksikan menjadi pusat film semacam Hollywood di Amerika
Serikat, sekarang tanahnya di-ruilslag. Dulu di tiap kecamatan juga ada balai rakyat
yang bisa dipakai untuk hajatan, olahraga, dan segala macam, tetapi sekarang entah
ke mana.
Meskipun kecewa terhadap kinerja Gubernur Jakarta sesudahnya, Bang Ali tidak
mau melakukan# penilaian itu sebagai kesalahan pribadi. Sebab, kepemimpinan se-
orang gubernur itu ditunjang oleh perangkat dan aparat pemerintahan. Menangani
Ibu Kota menurut Bang Ali, perlu penanganan serius dan berkelanjutan. Namun hal
ini tidak berarti seorang gubernur harus menjabat hingga dua kali masa jabatan.
Yang penting, menurutnya, harus ada program jangka panjang, misalnya untuk 20
tahun. Selain itu, pengganti gubernur yang menjabat itu nantinya tidak sok-sokan
dengan terus menggagas idenya sendiri, seolah-olah ide gubernur lama itu salah
dan hanya ia sendiri yang punya ide yang benar. Mereka harus meneruskan program
itu. Membina kota itu bukan membina keluarga yang bisa beberapa tahun saja.
Di tingkat nasional pun sebetulnya juga harus ada program jangka panjang.
Sehingga siapa pun yang jadi presiden mempunyai pegangan. Masalah yang ada
sekarang ini adalah tidak adanya program jangka panjang berskala nasional. Pro-
86
gram pembangunan jangka panjang praktis hancur setelah Indonesia dilanda krisis
ekonomi sejak tahun 1997. Perumusan program jangka panjang masih terus diu-
payakan dan masih menjadi wacana yang belum sampai pada solusi. Dulu Bang Ali
menjabat Gubernur DKI Jakarta sampai dua periode (1966-1977). Satu tahun per-
tama digunakan untuk menentukan dasar-dasar pembangunan. Baru pada tahun
kedua bisa menjalankan visi, misi, dan program yang telah dibuat.
Selama masa Orde Baru, Gubernur DKI kebanyakan berasal dari militer atau mili-
ter yang sudah pensiun. Hal ini dijelaskannya karena kekuasaan Orde Baru itu adalah
kekuasaan tentara dan Golkar. Maka bukan hanya DKI saja melainkan banyak bu-
pati dan gubemur di berbagai provinsi di Indonesia berasal dari tentara dan Golkar.
Angkatan Darat pun menjadi alat kekuasaan. Tapi menurut Bang Ali, itu bukanlah
kesalahan institusi Angkatan Darat. Ini adalah masalah politik.
Hal tersebut juga berlaku bagi penanganan masalah sampah. Tangerang dan
Bekasi tidak mau menampung sampah dari Jakarta. Padahal hidupnya Bekasi kar-
ena pengaruh dan perkembangan Jakarta. Adanya pabrik segala macam itu karena
Jakarta telah penuh dengan pembangunan, maka terus merembet ke sana. Ang-
garan pendapatan di Bogor, Bekasi, dan Tangerang sangat besar, melampaui kota-
kota lain. Itu pun karena terimbas perekonomian di Jakarta. Kalau malam hari orang
Jakarta tinggal di sana dan membayar pajak tanah dan rumah untuk ketiga daerah
itu.
Solusinya, antara Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) itu harusnya
dibuat sebuah lembaga tersendiri, dipimpin oleh seorang yang mungkin setingkat
Menteri. Tugasnya menyelamatkan lingkungan kehidupan. Dulu waktu Bang Ali
memimpin Jakarta sudah dicoba dilembagakan, tapi baru tahap semacam kantor
perwakilan di Jakarta.
87
Dicekal dan Namun tidak Pernah Dipenjara
Sebagai mantan perwira tinggi marinir, Ali Sadikin mengaku cukup prihatin den-
gan kemampuan dan kondisi Tentara Nasional Indonesia saat ini. Asrama tempat
tinggal prajurit amat parah. Sementara sumbangan dari Presiden Megawati untuk
asrama dipersoalkan. Ia menanyakan, apa sih sebenarnya maunya DPR itu. Bukan
cuma kesejahteraan tentara yang turun, peralatan TNI pun sekarang kurang sekali.
Kemampuan TNI sekarang sudah tertinggal dari Singapura dan Malaysia.
Meskipun pada waktu Presiden Soeharto berkuasa ia pernah dicekal, namun hal
itu tak jadi halangan untuk menjalin tali silaturahmi. Misalnya, lebaran tahun 2001
ia datang ke rumahnya. Pada saat itu ada Ali Alatas (bekas Menteri Luar Negeri).
Karena waktu itu Pak Harto sudah tidak bisa bicara, jadinya dua Ali yang ngobrol (Ali
Sadikin dan Ali Alatas). Setelah itu mereka makan hidangan Lebaran. Pencekalan
itu ternyata tidak membuatnya sakit hati. Ia ikhlas, malah mengaku untung dicekal.
Karena pencekalan itu anak, istri, dan dirinya sendiri tidak bisa ke luar negeri, malah
bisa menghemat. Selama hidupnya, ia belum pernah bersama anak-anak rekreasi ke
luar negeri. Di dalam negeri pun hanya sekali, itu pun ke Bali.
Sejak tahun 1959 hingga 1977, Ali Sadikin memegang beberapa jabatan sep-
erti Deputi Kepala Staf\ Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja,
Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet
Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan, dan terakhir Gubernur Jakarta
selama 11 tahun. Setelah tahun 1977, namanya menjadi popular karena menjadi
tokoh Petisi 50 yang menentang secara terbuka pemerintahan rezim Soeharto. Ia
dicekal, tetapi tidak pernah dipenjara atau diajukan ke pengadilan.
88
PEMIMPINAN VISIONER DAN KADERISASI
Pemimpin dan Kredibilitas
Kredibilitas seorang pemimpin sesungguhnya bukan hanya ditentukan oleh ke-
mampuan mereka untuk mengembangkan gagasan inovatif dan merumuskan lang-
kah-langkah pengembangan organisasi yang taktis dan strategis, tetapi justru yang
terpenting adalah kemampuan pemimpin menghadapi situasi krisis, tekanan berat
yang tengah dialami, dan sejauhmana pemimpin terbukti berhasil membawa keluar
organisasi yang dipimpin dari berbagai persoalan yang tengah membelitnya.
Lebih dari seorang creator yang mampu melihat kesempatan yang tidak dilihat
orang lain dan kemudian memanfaatkannya, pemimpin yang dibutuhkan di era
pasar bebas yang makin kompetitif seperti sekarang ini tak pelak adalah seorang
pemimpin yang tetap tegar meski organisasi yang dipimpinnya tengah mengh-
adapi masalah, dan sekaligus mampu menyiasati dan mengubah berbagai keter-
batasan yang dihadapi menjadi peluang dan keunggulan utama organisasi atau
perusahaan.
Pemimpin yang baik seharusnya memiliki visi ambisius, ditandai dengan keingi-
nan besar untuk mencapai tujuan dan kapasitas perubahan yang berarti. Seorang
89
pemimpin harus memiliki visi dan mampu membuka jendela bagi masa depan.
Pemimpin yang handal, tidak akan sekadar menuruti kemauan dan selera pribadin-
ya atau mencoba menggerakkan energi SDM yang dimilikinya hanya dengan model
instruksi atau iming-iming kenaikan gaji. Lebih dari sekedar kemauan untuk me-
nawarkan insentif atau mengandalkan pada kekuasaan yang dimilikinya, seorang
pemimpin yang memiliki kharisma leadership diharapkan juga memiliki kemam-
puan untuk mensosialisasikan, meyakinkan dan membangun kepercayaan serta
sense of belonging karyawannya.
Berbagai ahli umumnya sepakat bahwa yang disebut pemimpin visioner bukan
sekadar sosok atau pribadi yang memiliki kemampuan memerintah atau mengatur
orang lain, bagaimana menghadapi berbagai tantangan dan memecahkan berbagai
masalah yang dihadapi organisasi, kelompok atau perusahaan yang dipimpinnya.
Tetapi, yang tak kalah penting, pemimpin juga harus memiliki kemampuan mem-
prediksi, mengkalkulasi dan merancang berbagai solusi untuk menyikapi setiap pe-
rubahan yang terjadi dengan cepat di sekitarnya (Hesselbein & Johnston, 2005).
Seorang pemimpin yang visioner, sudah tentu harus memiliki visi yang benar-
benar jelas dan terfokus. Yang dimaksud visi di sini adalah pernyataan mengenai
tujuan, berorientasi pada masa depan dan dapat direalisasikan –dalam arti bu-
kan sesuatu yang diawang-awang dan hanya merupakan utopia belaka. Seorang
90
pemimpin yang visioner, niscaya harus memiliki kapasitas pribadi: cara berpikir yang
berbeda, keyakinan, kompetensi dan juga kemampuan memformulasi pikirannya
dalam tujuan yang jelas dan terarah. Dua pemimpin dalam satu organisasi mung-
kin memiliki pengalaman dan peluang yang serupa, namun mereka bisa saja memi-
liki visi mengenai masa depan organisasi yang berbeda. Mengapa? Karena mereka
mungkin bertindak berdasarkan premis atau logika yang berbeda, visi mengenai
cara kerja dunia yang berbeda.
Seorang pemimpin yang visioner dihargai bukan karena kekuasaan dan ke-
wenangan yang dimilikinya. Berbeda dengan manajer yang kewenangannya diakui
dan kepemimpinannya diikuti karena posisi struktural dan mandat kekuasaan yang
diterimanya dari jajaran komisaris atau pemilik perusahaan. Pemimpin visioner, di-
hargai, menjadi panutan, bahkan idola dan memiliki kharisma personal yang kuat
karena kemampuan, kompetensi, dan ide-ide inovatif yang dikembangkannya
(Chowdhury, 2005). Dalam berbagai kasus, pemimpin yang visioner biasanya tidak
mudah larut dalam arus yang tengah berkembang. Ia justru sering melawan arus,
tidak terseret mainstream yang tengah berlaku dan dipercaya masyarakat. Memin-
jam istilah Edward de Bono, pemimpin yang visioner tak pelak memiliki dan senan-
tiasa mengembangkan pikiran-pikiran yang melawan arus.
Di dunia bisnis, kita mengenal sejumlah nama yang sering disebut-sebut sebagai
pemimpin yang visioner, seperti Bill Gates, Donald Trump, atau di tingkat nasional
seperti sosok Ciputra, Dahlan Iskan, dan lain sebagainya. Bill Gates, bos Microsoft
yang terkenal itu dikategorikan pemimpin yang visioner karena berhasil memperke-
nalkan konsep sistem syaraf digital agar perusahaan dapat merespon secara cepat
peluang dan hal-hal darurat. Gates disebut-sebut sebagai pioner dalam menum-
buhkan industri software dan Personal Computer (PC) yang sekaligus menjadi sim-
bol datangnya era informasi serta kapitalisme dunia digital.
91
Di Indonesia, salah satu tokoh yang layak disebut sebagai pemimpin yang vision-
er adalah Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos Group yang sudah terbukti mampu membawa
berbagai perusahaan yang ada di bawah kendalinya bukan saja maju pesat, tetapi
juga berkali-kali berhasil keluar dari situasi krisis yang menekan mereka. Ketika krisis
ekonomi melanda bangsa Indonesia, dan salah satunya ditandai dengan kenaikan
harga kertas yang luar biasa tinggi, apa yang dilakukan Dahlan Iskan benar-benar
menakjubkan. Ia bukan saja mempelopori gerakan penghematan di internal peru-
sahaannya dengan cara memangkas gajinya sendiri dan berjanji tidak akan berganti
kacamata (yang sudah patah salah satu gagangnya) hingga Jawa Pos maju lagi, tetapi
yang menakjubkan ia justru memanfaatkan dan menyiasati kenaikan harga kertas
dengan tindakan yang cerdas, yakni memotong lebar halaman korannya menjadi
lebih kecil, tetapi hal itu kemudian dipromosikan sebagai ukuran koran yang lebih
seksi bagi pembacanya. Langkah yang dipilihnya terbukti berhasil karena Jawa Pos
dapat menghemat ongkos produksi meski harga kertas naik, dan di saat yang sama
merebut hati pembaca barunya dengan tampilan baru yang serba menarik.
Sampai saat ini, motto Jawa Pos yang kemudian menjadi ikon dan budaya kerja
yang menjadi acuan seluruh kinerja wartawan dan jajaran redaksinya adalah ”Se-
lalu Ada yang Baru”. Jawa Pos bukan saja menjadi satu-satunya koran nasional yang
tetap terbit meski tanggalan berwarna merah atau hari libur nasional, tetapi Jawa
Pos juga menjadi koran pertama yang memiliki cabang di berbagai daerah (Radar)
yang isinya mengkombinasikan berita di tingkat nasional dan berita di tingkat lokal
secara proporsional sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah.
Hal terbaru yang sekaligus makin membuktikan reputasi Dahlan Iskan memang
patut disebut sebagai pemimpin visioner adalah tatkala ia menulis artikel berseri
tentang pengalamannya melakukan operasi Ganti Hati di Tiongkok, yang kemu-
dian juga dibukukan, dan dicetak hingga puluhan ribu eksemplar. Ketika kebanya-
kan orang tatkala sakit dan melakukan operasi lebih banyak menghabiskan waktu
untuk berisirahat dan berdoa, sembari khawatir tentang keselamatannya, Dahlan
Iskan justru menuangkan pengalamannya dalam serial tulisan yang luar biasa, dan
mampu menjadi ilham bagi banyak orang agar tetap tegar menghadapi berbagai
masalah, meski sepahit apapun persoalan yang dihadapi.
Di dunia politik, sejumlah tokoh yang pantas disebut pemimpin yang visioner
adalah Nelson Mandela, Mahathir Muhammad, Lee Kuan Yew, Soekarno, Soeharto,
Habibie, Gus Dur, atau yang lain. Mereka layak dikategorikan pemimpin yang vision-
er karena kemampuan dan integritasnya, serta (yang terpenting) karena pandan-
92
gannya yang jauh ke depan, melewati batas waktu, dan dua-tiga langkah di depan
rakyat yang dipimpinnya. Gus Dur, misalnya, dengan empatinya yang luar biasa ter-
hadap pemahaman mutikulturalismbenar-benar menempatkannya sebagai salah
satu pemimpin yang visioner, terlebih bagi bangsa Indonesia yang masyarakatnya
pluralistik. Sementara itu, Lee Kuan Yew, sering disebut sebagai pemimpin kebang-
gaan Asia karena kemampuannya memajukan negara kecil Singapura menjadi salah
satu ikon bisnis di dunia internasional.
Di dunia akademik, sejumlah tokoh yang layak disebut adalah Amartya Sen,
Stephen William Hawking, Muhammad Hatta, Nurcholish Masdjid, Muhammad Yu-
nus (Pemenang Nobel Perdamaian 2006) dan lain-lain. Hawking, misalnya adalah
seorang ilmuwan paling masyur, fisikawan terbesar yang memperlihatkan kece-
merlangannya memerikan ruang dan waktu dalam menyingkap rahasia terdalam
jagat raya. Berbagai karya besar Hawking, seperti teorinya tentang determinisme
dan probabilisme, pikirannya tentang Lubang Hitam, dan teorinya tentang Usulan
Nir-Batas untuk alam semesta benar-benar merubah pandangan orang tentang
alam semesta. Sementara itu, Nurcholish Madjid dikenal bukan saja karena pikiran-
pikirannya yang menyejukkan, tetapi juga acapkali disebut sebagai Guru Bangsa
karena memiliki reputasi yang bersih secara moral, integritas yang kuat dan kapasi-
tas intelektual yang mumpuni.
93
visioner, biasanya bukan memperoleh kewenangan kepemimpinannya karena ama-
nah atau karena sesuatu yang sifatnya given, tetapi ia diposisikan sebagai pemimpin
karena track record yang baik, reputasi, serta kemampuannya yang memang spek-
takuler.
Seorang pemimpin yang visioner dalam banyak hal akan bersikap pro-aktif
mendorong perubahan, dan umumnya adalah perubahan yang sifatnya radikal.
Satu hal yang penting untuk dicatat, seorang pemimpin yang visioner tidak akan
bersikap superior menjajakan gagasannya ke para pengikut atau orang-orang yang
dipimpinnya dengan cara-cara represif dan aturan yang regulatif. Justru kelebihan
seorang pemimpin yang visioner adalah kesediaannya untuk belajar, mengembang-
kan pendekatan learning from the people, dan meminjam istilah Frances Hesselbein
(2007), ibaratnya adalah musafir yang tidak pernah berhenti sepanjang jalan: terus
belajar dan mengembangkan berbagai gagasan inovatif dan radikal.
Lokomotif Perubahan
Seorang pemimpin harus mampu mengelola perubahan yang terus-menerus.
Artinya, seorang pemimpin perusahaan seyogyanya tidak selalu terpaku dan kaku
pada aturan yang membelenggu, sebaliknya ia harus fleksibel dan pandai membaca
perubahan yang terjadi di sekitarnya agar dapat segera merespon perubahan den-
gan cepat. Pemimpin harus fleksibel dan cair untuk segera belajar beradaptasi serta
mampu merespon perubahan dengan langkah-langkah yang inovatif (Hesselbein &
Johnston (eds.), 2005a: 193).
94
na menghadapi tantangan; kedua, mewujudkan semangat komunitas atau staf yang
ada di bawahnya, mempertahankannya dan menggerakkan menjadi energi demi
kelangsungan dan perkembangan organisasi (Nicholson, 2001 dalam: Hesselbein,
Frances & Rob Johnston, 2005b). Dengan kata lain, seorang pemimpin yang baik
harus benar-benar menguasai proses pengelolaan dan pemanfaatan aset produksi,
SDM yang ada dan teknologi yang dimiliki organisasi menjadi lebih bernilai di hari
esok.
Pemimpin yang sukses selalu merupakan pemikir yang kreatif. Mereka tahu ba-
gaimana melihat dari luar ke dalam, menantang status quo, bergerak proaktif, me-
lihat dan mengembangkan bakat. Mereka menterjemahkan visi masa depan men-
jadi apa yang disebut Noel Tichy (1999 dalam Hesselbein, Frances & Rob Johnston,
2005a) sebagai ”pandangan yang dapat diajarkan”. Pandangan ini, menurut Tichy
memiliki empat elemen, yaitu: (1) Ide, yakni produk, jasa, pasar, saluran distribusi
atau segmen konsumen yang akan menjadi terpenting, (2) Nilai, yakni sikap dan
idealisme yang mendukung ide-ide bisnis, (3) Energi Emosional, yakni dorongan,
komunikasi satu sama lain, yang menciptakan hasil positif, dan (4) Edge, yakni cara
maju dalam bisnis yang membuat pemimpin mampu menghasilkan keputusan ya
atau tidak yang berat.
Sementara itu, menurut Markides (1999 dalam Hesselbein, Frances & Rob John-
ston, 2005a), ada tiga cara yang biasanya dikembangkan pemimpin untuk mendor-
ong inovasi dan kemajuan organisasi.Pertama, menguncang status quo, dalam arti
tidak terlena dengan kemauan yang telah dicapai, dan untuk mencari perfoma di
jalan yang baru. Kedua, memonitor kesehatan strategis.
Di sebuah perusahaan yang dipimpin oleh seseorang yang pro status quo atau
anti perubahan, niscaya cepat atau lambat akan ketinggalan dalam iklim persaingan
yang makin kompetitif karena tidak siap dengan gagasan-gagasan kreatif dan cerdas
–yang sebetulnya merupakan modal dasar yang paling penting di era pasar global.
Bisa dibayangkan, apa yang bakal terjadi ketika inisiatif dan kreativitas karyawan
senantiasa direspon sebagai ancaman bagi perusahaan, sementara di luar sana riset
95
dan eksperimen terus dikembangkan para kompetitor untuk mencari produk dan
jasa terbaik yang dapat ditawarkan kepada pasar?
Di antara tiga mekanisme yang dikemukakan di atas, salah satu titik lemah yang
acapkali dihadapi seorang pemimpin adalah dalam proses kaderisasi. Sering terja-
di, kelangsungan hidup sebuah perusahaan ternyata hanya tergantung pada satu
orang pemimpin kharismatik yang merupakan cikal-bakal pendiri perusahaan, se-
hingga ketika sang pemimpin itu mulai memasuki masa pensiun, ternyata perusa-
haan tidak siap dengan calon pengganti yang memiliki reputasi dan kemampuan
yang sama, apalagi yang melebihi pemimpin terdahulunya.
96
diserahkan kepada satu-dua pemimpin kharismatik, yang mana mereka sebetulnya
adalah bagian dari keajaiban sejarah yang tidak selalu lahir dalam setiap kesempa-
tan.
Di bawah arahannya kini Surabaya jauh lebih maju, tidak hanya itu, Risma juga
dinobatkan sebagai salah satu Walikota terbaik dunia karena kerja kerasnya mem-
bangun kota dengan segudang prestasi yang diraihnya. Hal paling fenomenal yang
dilakukan Risma selama menjabat sebagai Wali Kota Surabaya adalah keberanian-
nya menutup lokalisasi Jarak yang didalamnya terdapat Gang Dolly. Meski menda-
pat banyak kritikkan dan ancaman, toh Risma tetap menutup lokasisasi terbesar di
Asia tersebut.
97
Cristiany Eugenia Paruntu
(Bupati Minahasa Selatan, Sulawesi Utara)
Lahir di Manado, 25 September 1967, Tetty, sapaan akrabnya, menjabat bupati
pada usia 42 tahun untuk periode 2010-2015. Ia adalah lulusan Harry Carlton Com-
prehensive School, Suthon Bomington, Nottingham, Inggris. Sebelum terjun ke
politik ia adalah pengusaha. Ayahnya, Jopie Paruntu adalah Ketua Komisi D DPRD
Sulawesi Utara, sementara sang ibu juga seorang politisi yang menjabat Ketua DPD
Partai Golkar Minahasa Selatan dan anggota DPR. Sampai saat ini dia masih menja-
bat Presiden Direktur di PT Puspita Adhiniaga Indonesia sejak 1992, Presiden Direk-
tur PT Chandra Ekakarya Pratama pada 2006, dan Direktur PT Partim Indomakmur.
Semua bergerak di bidang distribusi, alat-alat berat, perangkat telekomunikasi, dan
perkapalan.
98
bangunan (PPP) periode 2014-2017. . Illiza dikenal kerap blusukan di malam hari,
melakukan razia tempat yang diduga terjadi pelanggaran syariat islam Walikota
yang kerap disapa “Bunda” ini, juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kota
Banda Aceh antara 2004 – 2006.
Terlepas dari deretan nama dengan prestasi dan visi yang sudah, masih, dan se-
dang berlangsung, nama-nama yang patut dianggap sebagai pemimpin visioner
99
atau paling tidak mendapat nilai positif pada masa kini antara lain adalah :
Kemudian, pada tahun 2004, Ahok berhasil meyakinkan seorang investor Korea
untuk membangun Tin Smelter atau peleburan bijih timah di KIAK. Pada tahun itu
juga, Ahok mulai bergabung dengan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai
PIB), dan ditunjuk sebagai ketua DPC PIB Kabupaten Belitung. Pada Pemilu 2004, dia
terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung hingga tahun 2009. Satu tahun
kemudian, setelah mengantongi 37% lebih suara rakyat, Ahok menjabat sebagai Bu-
pati Belitung Timur. Dalam pemerintahannya, Ahok membebaskan biaya kesehatan
100
kepada seluruh warga tanpa kecuali. Namun, pada 22 Desember 2006, Ahok resmi
mengundurkan diri dari pemerintahan dan menyerahkan jabatan tersebut kepada
wakilnya, Khairul Effendi.
Pada tahun 2007, Ahok mencalonkan diri untuk menjadi Gubernur Bangka Be-
litung. Pada saat itu, dia mendapatkan dukungan penuh dari Abdurrahman Wahid.
Namun, dia kalah dengan Eko Maulana Ali. Tahun ini juga, Ahok mendapatkan peng-
hargaan sebagai Tokoh Anti Korupsi. program pelayanan kesehatan dan pendidikan
gratis bagi Belitung Timur juga berhasil mengantarkan Ahok untuk meraih peng-
hargaan tersebut. Kemudian, pada tahun 2008, Ahok meluncurkan sebuah buku
berjudul “Merubah Indonesia”. Ahok adalah seorang ayah dari Nicholas, Natania, dan
Daud Albeenner, dan seorang suami bagi seorang wanita asal Medan, Veronica.
Sebagai wakil gubernur DKI, Ahok Ahok juga sudah mempunyai rencana akan
membenahi sistem transportasi dengan memperbanyak jumlah busway sampai
seribu unit yang diperuntukkan khusus bagi orang cacat, anak-anak dan perem-
puan. Bahkan monorel serta kereta gratis yang menghubungkan Blok M sampai
Monas juga akan diadakan. Meski menjadi orang nomor dua di ibukota dia tetap
tampil sederhana. Ahok mengaku tidak pernah pusing memikirkan pakaian dan se-
patu yang dipakainya hanya itu-itu saja setiap waktu.
Selain menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, ia merupakan Ketua Umum Pen-
gurus Besar Persatuan Umat Islam (PUI) sejak tahun 2004 hingga sekarang. Ahmad
Heryawan adalah politikus yang juga aktif sebagai pendakwah atau mubaligh. Sebe-
lum terjun ke dunia politik, ia sempat aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi,
antara lain Ma’had Al Hikmah, Dirosah Isla miyyah Al Hikmah, Universitas Ibnu Khal-
dun Bogor, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta, dan Pusat Studi Islam Al
101
Manar. Hal unik yang dikenal masyarakat luas dari sosok gubernur ini adalah ia sem-
pat mendapat predikat sebagai Gubernur yang paling banyak memasang spanduk,
baliho, atau banner dan sejenisnya di sepanjang jalanan Kota Bandung dan Jawa
Barat.
Gubernur Ahmad Heryawan pada tahun 2011 dinobatkan sebagai tokoh peruba-
han 2011 oleh sebuah media cetak nasional. Pada tahun 2012, ketokohan Ahmad
Heryawan disosialisasikan sendiri olehnya melalui SBB yang tersebar di beberapa
sudut jalan di Kota Bandung. Ia menilai bahwa tindakannya yang terkesan “show-
off” dan ingin memanfaatkan kedudukannya sebagai seorang pejabat daerah ada-
lah wajar untuk tetap mengikat dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Se-
mentara itu dia akan maju lagi dalam pemilihan Gubernur periode 2013-2018. Kali
ini dia menggaet Deddy Mizwar sebagai wakilnya.
Puluhan judul film dan beberapa sinetron pun berhasil ia bintangi dengan akting
yang terkenal memukau dan penuh totalitas. Berkembang dari dunia entertainment
yang semula sebagai aktor, Rano lantas mengepakkan sayap menjadi seorang penu-
lis skenario sekaligus merangkap sebagai sutradara dan memiliki rumah produksi
film sendiri yakni Karnos Film. Perjalanan Rano dalam dunia entertainment memang
tidak sebentar. Menghabiskan waktu 38 tahun untuk menggeluti dunia hiburan,
layak rasanya suami dari Dewi Indriati ini mendapatkan banyak penghargaan. Sebut
saja penghargaan sebagai Aktor Utama Terbaik dalam Taksi FFI 1991 dan Penghar-
gaan Surjosoemanto dari BP2N (Dewan Film Nasional) tahun 1997, cukuplah mem-
buktikan bahwa karir ayah dua anak ini tidak bisa dibilang main-main.
Hingga pada tahun 2007, setelah genap 38 tahun berkibar di dunia hiburan, Rano
secara mengejutkan mengumumkan niatnya untuk terjun dalam dunia politik. Niat
tersebut diumumkan mendekati waktu Pilkada DKI Jakarta, namun, sebentar saja
diumumkan niatnya, pada akhirnya ia tak ikut mencalonkan diri sebagai Gubernur
DKI Jakarta pada periode tersebut. Pada akhir tahun 2007, nama Rano kembali mun-
102
cul di permukaan, bukan karena ia membintangi film terbaru, tapi karena ia mengu-
mumkan pencalonan dirinya pada Pilbup Tangerang bersama Ismed Iskandar. Pada
pemilukada tersebut, pasangan Ismed-Rano berhasil mengantongi suara terbanyak,
sehingga saudara dari Tino Karno dan Suti Karno ini berhak atas jabatannya sebagai
Wakil Bupati Tangerang.
Namun, sayangnya jabatan itu hanya sebentar saja dipegang karena pada 2011
Rano mengundurkan diri dari jabatan untuk mencalonkan diri sebagai Cawagub
Banten bersama Ratu Atut Chosiyah. Dalam pemilukada tersebut, pasangan Atut-
Rano mendapatkan perolehan suara terbanyak dan berhak memimpin Banten da-
lam periode 2012-2017. Dalam perjalanan kariernya sebagai Wakil Gubernur Banten,
banyak baru sandungan yang dia lalui hingga ketika sang Gubernur Atut tersand-
ung kasus korupsi. Cukup lama Rano menunggu dengan hanya menjabat Plt Gu-
bernur, sampai akhirnya dia diangkat menjadi Gubernur Banten secara penuh pada
12 Agustus 2015 di Istana Negara Jakarta oleh Presiden Joko Widodo untuk masa
jabatan 2012-2017.
Pakde Karwo terpilih sebagai gubernur dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur yang diselenggarakan selama tiga putaran (pu-
taran pertama tanggal 23 Juli 2008 dan putaran kedua tanggal 4 November 2008)
serta pemilihan ulang putaran kedua (putaran ketiga) di Kabupaten Bangkalan
dan Kabupaten Sampang tanggal 21 Januari 2009. Pada tanggal 12 Februari 2009,
Soekarwo dilantik sebagai gubernur dan Saifullah Yusuf sebagai wakil gubernur
Jawa Timur oleh Menteri Dalam Negeri H. Mardiyanto. Sebagai Gubernur Jawa Timur,
Pakde Karwo memegang komitmen mengentas kemiskinan lewat solusi memberi-
kan fasilitas dan kemudahan di Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta
memberikan fasilitas pada Koperasi.
103
Untuk menarik investor agar menanamkan modalnya di Jawa Timur, Pakde Kar-
wo telah melakukan langkah progresif dengan mendirikan Pusat pelayanan Periz-
inan Terpadu (P2T), yang memotong jalur birokrasi yang membutuhkan waktu lama
menjadi lebih cepat. Di samping itu, juga disediakan tanah yang siap untuk investor,
memberikan kecukupan listrik. Sehingga menjadikan suatu konsep yang berkorela-
si positif antara pengentasan kemiskinan dan memperluas lapangan kerja. Dengan
demikian, Pakde Karwo tetap berpihak pada rakyat miskin namun tetap memberi-
kan kesempatan pada pengusaha untuk mengembangkan investasinya. Rencanan-
ya, dia akan kembali maju dalam pemilihan gubernur selanjutnya.
Ganjar lantas serius menerjuni bisnisnya sebagai konsultan sumber daya manu-
sia. Di samping itu, ia juga banyak belajar dari ikon-ikon politik tanah air termasuk
Megawati dan Soetardjo Serjogoeritno, yang kian mempertajam kemampuan in-
telektualnya. Dari situ suami Siti Atikoh Supriyanti yang hobi mendengarkan rock
semacam Dream Theater, Metallica, dan Led Zeppelin untuk menghilangkan stres
ini semakin mantap untuk bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuan-
gan (PDI-P) bersama Megawati. Ia bahkan melakukan pelantikan untuk kader PDI-P
di awal 2003, sebelum akhirnya menjadi kandidat dalam pemilu legislatif di tahun
2004 dari daerah pemilihan Jawa Tengah 7.
Sayangnya, Ganjar kalah tipis. Namun setelah kandidat di atasnya terpilih seba-
gai duta besar, ia pun menggantikan posisi tersebut dan duduk di bangku DPR RI
Komisi IV. Kegigihan dan keberanian untuk bersuara menjadikan reputasinya men-
ingkat di kancah politik. Pria yang dulunya bersekolah di SD dan SMP Kutoarjo Jawa
Tengah dan menghabiskan masa SMA di BOPKRI Yogyakarta ini dinilai sebagai poli-
104
tikus yang berprinsip. Ia pun terpilih lagi dalam pemilu tahun 2009 dan dipercaya
menduduki jabatan Wakil Ketua Komisi II untuk urusan dalam negeri hingga 2014
nanti, serta panitia angket pengusutan kasus Bank Century.
September 2012, kepercayaan diri ayah satu anak yang juga aktif menekuni
pekerjaan lainnya baik di kantor hukum dan bisnis seperti di PT Prastawana Karya
Samitra dan PT Semeru Realindo Inti ini makin tinggi. Politisi yang ikut merampung-
kan Undang Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta itu memutuskan
untuk maju dalam ajang Pemilihan Gubernur Jawa Tengah dengan dukungan jaja-
ran Dewan Pimpinan Daerah PDI-P Jawa Tengah.
Ganjar merasa optimis bisa menang dalam sistem pemilihan langsung, meskip-
un Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih yang akan menjadi lawannya yang
akan memimpin salah satu provinsi berpenduduk terpadat di Indonesia tersebut.
Bersama timnya, ia telah mengerjakan lebih dari 50 proyek arsitektur dan urban
design di benua Amerika, Timur tengah dan Asia dan meraih penghargaan lebih dari
20 kali. Bermodalkan ilmu pendidikan Urban Design, ia diangkat sebagai penasihat
arsitektur kota Jakarta, penasehat ekonomi kreatif Taiwan dan penasehat pemban-
gunan kota Surabaya. Kini Ridwan Kamil aktif menjabat sebagai Prinsipal PT. Urbane
Indonesia, Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung, dan juga se-
bagai Senior Urban Design Consultant SOM, EDAW (Hong Kong & San Francisco),
dan SAA (Singapura).
105
Bima Arya – Wali Kota Bogor
Bima Arya Sugiarto menjabat sebagai wali kota Bogor periode 2014-2019. Pria
yang lahir pada 17 Desember 1972 ini telah dianugerahi dua anak dari pernikahan-
nya dengan Yane Ardian. Mereka adalah Kinaura Maisha dan Kenatra Mahesha. Lahir
sebagai anak dari seorang perwira polisi, Bima sendiri merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara. Dia menamatkan pendidikannya di SDN Polisi 3 Bogor, SMPN 1 Bo-
gor, dan SMAN 1 Bogor.
Pada tahun 1996, dia mendapatkan gelar sarjana Hubungan Internasional di FI-
SIP Unpar. Lalu dua tahun kemudian, 1998, dia mendapatkan gelar Master of Arts
untuk Studi Pembangunan di Monash University Melbourne, Australia. Pada 2006
lalu, Bima kembali menambah gelarnya sebagai Doktor Ilmu Politik, yang ditempuh-
nya di Australian National University Canberra, Australia.
Selain aktif di partai politik, Bima juga dikenal sebagai akademisi. Dia sempat
mengajar di beberapa kampus ternama di Indonesia. Antara tahun 1998-2001, dia
tercatat sebagai dosen Fisip di Universitas Parahyangan. Kemudian tahun 2001 sam-
pai sekarang, dia masih mengajar sebagai dosen Universitas Paramadina. Pengala-
man organisasi dan kepemimpinannya membuat anak dari Brigjen Polisi Drs. Toni
Sugiarto ini sering diminta menjadi konsultan di berbagai lembaga internasional.
Dia juga kerap dipanggil sebagai pembicara di berbagai forum mengenai isu-isu ke-
bangsaan, kepemudaan dan kepemimpinan.
Bima juga mengaku bahwa dirinya memiliki kedekatan dengan sosok Bung Kar-
no. Kedekatan tersebut berasal dari historis keluarganya. Ibunya, Melinda Susilarini,
diberi nama oleh Bung Karno, karena kakek Bima, Barna Mohammad, adalah kepala
rumah tangga istana Cipanas saat itu.
106
BAB V
INOVASI PEMERINTAH DAERAH
Pengertian Inovasi
Inovasi adalah sebuah ide, praktik atau objek yang dianggap baru oleh individu.
Inovasi dapat berupa produk atau jasa baru, teknologi proses produksi yang baru,
sistem struktur dan administrasi baru atau rencana baru bagi anggota organisasi
atau untuk scoop yang lebih luas, yakni pemerintahan baik pusat maupun daerah.
Inovasi sendiri sebenarnya juga merupakan istilah yang relatif baru apabila diukur
dari perjalanan sejarah peradaban manusia. Istilah ini berasal dari bahasa latin in-
novare yang berarti berubah atau sesuatu yang menjadi baru.
Istilah inovasi (innovation dan innovate) sendiri baru mulai dikenal dalam ko-
sakata bahasa Inggris pada abad ke-16. Hanya saja pada masa itu, istilah inovasi leb-
ih banyak diasosiasikan secara negatif sebagai troublemaker serta lebih identik den-
gan nuansa revolusi atau perubahan radikal yang membawa dampak yang sangat
luar biasa, terutama terhadap kemapanan sosial politik serta dianggap mengancam
struktur kekuasan. Sehingga rezim kekuasaan dan politik, serta otoritas keagamaan
pada masa itu cenderung menolak segala hal yang berbau inovasi. Adapun istilah
innovative sendiri mulai luas dipergunakan banyak orang sejak abad ke-17, atau
sekitar 100 tahun kemudian.
Barulah kemudian setelah sekitar 300 tahun kemudian, pengertian inovasi perla-
han mengalami pergeseran makna menjadi lebih positif. Inovasi dipahami sebagai
creating of something new atau penciptaan sesuatu yang baru. Istilah inovasi men-
emukan pengertian modernnya untuk pertama kali dalam Oxford English Diction-
ary edisi tahun 1939 yaitu the act of introducing a new product into market. Dalam
hal ini inovasi dipahami sebagai proses penciptaan produk (barang atau jasa) baru,
pengenalan metode atau ide baru atau penciptaan perubahan atau perbaikan yang
incremental.
Inovasi di sektor publik adalah salah satu jalan atau bahkan breakthrough untuk
mengatasi kemacetan dan kebuntuan organisasi di sektor publik. Karakteristik dari
sistem di sektor publik yang rigid, kaku dan cenderung status quo harus bisa dicair-
kan melalui penularan budaya inovasi. Inovasi yang biasanya hanya akrab di ling-
107
kungan dinamis seperti di sektor bisnis, perlahan mulai disuntikkan ke lingkungan
sektor publik, dan inovasi mulai mendapatkan tempat di sektor publik.
Hal ini tidak terlepas dari dinamika eksternal dan tuntutan perubahan yang sede-
mikian cepat yang terjadi di luar organisasi, di samping perubahan di masyarakat
dengan tingkat literasi yang lebih baik, mempunyai kesadaran (awareness) yang
lebih baik akan haknya. Dengan demikian maka sektor publik dapat menjadi sektor
yang dapat mengakomodasi dan merespons secara cepat setiap perubahan yang
terjadi. Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih dibandingkan
dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai kebaruan yang melekat dalam
inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.
Inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan terbukti mempunyai keun-
tungan atau nilai lebih dibandingkan dengan inovasi yang lama. Sehingga sebuah
produk inovasi harus meliwati fase ‘uji publik’, di mana setiap orang atau pihak mem-
punyai kesempatan untuk menguji kualitas dari sebuah inovasi. Sebuah inovasi
harus juga dapat diamati, dari segi bagaimana ia bekerja dan bagaimana ia dapat
menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
108
3. Policy to foster innovation and its diffusion (kebijakan untuk
mengembangkan inovasi dan penyebarannya
Inovasi diartikan oleh Galbraith (1973); Schon (1967) dalam Lukas dan Ferrel
(2000, h.240) didefinisikan sebagai proses dari penggunaan teknologi baru ke da-
lam suatu produk sehingga produk tersebut mempunyai nilai tambah. Inovasi da-
pat dilakukan pada barang, pelayanan, atau gagasan-gagasan yang diterima oleh
seseorang sebagai sesuatu yang baru, sehingga mungkin saja suatu gagasan telah
muncul di masa lampau, tetapi dapat dianggap inovatif bagi konsumen yang baru
mengetahuinya.
Dalam literatur modern, inovasi sendiri memiliki pengertian yang sangat berag-
am serta banyak perspektif yang mencoba memaknainya. Salah satu pengertian1
menyebutkan bahwa inovasi adalah kegiatan yang meliputi seluruh proses men-
ciptakan dan menawarkan jasa atau barang baik yang sifatnya baru, lebih baik atau
lebih murah dibandingkan dengan yang tersedia sebelumnya. Pengertian ini me-
nekankan pemahaman inovasi sebagai sebuah kegiatan (proses) penemuan (inven-
tion). Sedangkan dalam Damanpour dijelaskan bahwa sebuah inovasi dapat berupa
produk atau jasa yang baru, teknologi proses produksi yang baru, system struktur
dan administrasi baru atau rencana baru bagi anggota organisasi.
Sejalan dengan itu menurut Rogers , salah satu penulis buku inovasi terkemuka,
menjelaskan bahwa an innovation is an idea, practice, or object that is perceived as
new by individual or other unit of adopter. Jadi inovasi adalah sebuah ide, praktek,
atau objek yang dianggap baru oleh individu satu unit adopsi lainnya. Pengertian
dari Damanpour maupun Rogers ini menunjukkan bahwaa inovasi dapat merupa-
kan sesuatu yang berwujud (tangible) maupun sesuatu yang tidak berwujud (in-
tangible). Sehingga dimensi dari inovasi sangatlah luas. Memaknai inovasi sebagai
sesuai yang hanya identik dengan teknologi saja akan jadi menyempitkan konteks
inovasi yang sebenarnya.
Adapun pemikir lain yang mencoba memberikan limitasi dalam memahami ino-
vasi adalah Schumpeter (Halvorsen, 2005: 8) yang membatasi pengertian inovasi
yaitu restricted themselves to novel products and processes finding a commercial
application in the private sector. Albury (2003) secara lebih sederhana mendefinisi-
kan inovasi sebagai new ideas that work. Ini berarti bahwa inovasi adalah berhubun-
gan erat dengan ide-ide baru yang bermanfaat. Inovasi dengan sifat kebaruannya
harus mempunyai nilai manfaat. Sifat baru dari inovasi tidak akan berarti apa-apa
apabila tidak diikuti dengan nilai kemanfaatan dari kehadirannya.
109
Menurut West (2000), inovasi berasal dari kreativitas ide-ide baru. Inovasi adalah
penerapan ide-ide tersebut secara aktual dan praktek. Coyne (2004) mengatakan
bahwa inovasi dilakukan dengan tujuan menurunkan tingkat biaya, meningkatkan
efisiensi, menyampaikan kualitas yang baik pada harga yang sesuaI, kemungkinan
memperoleh profit dan pertumbuhan. Sumber-sember inovasi menurut Coyne da-
pat diciptakan melalui:Dalam pandangan Coyne ini, inovasi bersumber dari iklim
keterbukaan baik itu, ide kreatif, tidak menghukum suatu kesalahan dari ide kreatif,
mengkomunikasikan komitmen dan penyusunan tujuan.
Dengan dasar hukum yang semakin kuat ini, maka inovasi tidak lagi dipersepsi
secara keliru sebagai penyimpangan dari aturan tertentu, serta tidak dipandang
sebagai inisiatif pribadi seorang pimpinan daerah. Artinya, inovasi akan didorong
menjadi kebutuhan (jika belum menjadi kewajiban) dan bagian integral dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Inilah alasan bagi saya pribadi untuk men-
gatakan bahwa gagasan pengaturan inovasi dalam RUU Pemda adalah sebuah lang-
kah maju yang harus disambut positif dan didukung sepenuhnya.
Sayangnya, masih ada beberapa pihak yang melihat hal ini sebagai sesuatu yang
kurang tepat, sebagaimana dikemukakan oleh Pokja Otonomi Daerah (koalisi enam
LSM: KPPOD, Seknas Fitra, PSHK, Yappika, YIPD dan URDI) dalam policy brief mereka
berjudul “Inovasi Daerah dan Tindakan Hukum terhadap Aparat Daerah”. Mereka
berargumen bahwa peraturan pada hakekatnya adalah suatu upaya pembatasan.
Oleh karena itu mendorong inovasi melalui aturan merupakan tindakan yang ironis.
Bagi mereka, inovasi bisa didorong dengan menciptakan enabling environment ter-
masuk memberikan insentif dan penyederhanaan peraturan yang terlalu kompleks
yang dapat memberi ruang bagi kepala daerah untuk berkreasi. Dalam hal ini, kre-
atifitas aparat daerah untuk berinovasi dimungkinkan dengan adanya ruang bagi
diskresi.
110
Kita tentu sepakat bahwa inovasi akan mengalir dengan deras dalam lingkun-
gan yang kondusif untuk berkembangnya kreativitas. Potensi kreativitas itu pada
dasarnya ada pada setiap diri pejabat, sehingga tidak terlalu berlebihan untuk ber-
harap setiap pejabat mampu berpikir, berbuat, dan mengambil keputusan secara
kreatif dan inovatif pula. Namun faktanya, keberanian untuk berpikir out of the box
atau beyond regulation, dan mengambil keputusan yang berbeda dari kebiasaan
atau business unusual itu nyaris tidak pernah terjadi karena ketakutan bahwa hal itu
akan dianggap sebagai sesuatu yang tidak dibenarkan secara aturan.
Dan ketika hal ini berlangsung dalam waktu yang panjang, maka muncullah
kesesatan pendapat bahwa inovasi identik dengan pelanggaran aturan (baca tu-
lisan saya berjudul “Kambing Hitam Bernama Inovasi”). Pada saat yang bersamaan,
berkembang kekeliruan pandangan yang menyamakan inovasi dengan diskresi.
Padahal, secara konseptual keduanya sangat berbeda (baca tulisan saya berjudul
“Antara Diskresi dan Inovasi”). Dari argumentasi tersebut terlihat bahwa miskinnya
inovasi dalam pemerintahan daerah bukan karena ditutupnya ruang diskresi, me-
lainkan lebih pada kekhawatiran melanggar aturan.
Oleh karena itu, dalam hemat penulis, tidak diperlukan upaya untuk memper-
luas ruang-ruang diskresi, karena diskresi itu sudah melekat dalam setiap jabatan.
Di samping itu, setiap jabatan juga sudah memiliki kewenangan formal yang dija-
min oleh peraturan perundang-undangan, sehingga perluasan diskresi hanya akan
menimbulkan kesan tidak jelasnya kewenangan formal seorang pejabat. Yang lebih
diperlukan justru adalah memberikan garansi kepada setiap pejabat bahwa inovasi
yang dilakukan memiliki landasan hukum yang kuat. Sekali lagi, inilah urgensi dan
nilai tambah yang ditawarkan oleh RUU Pemda dengan penambahan pasal-pasal
inovasi.
Bila diteliti lebih jauh lagi, tidak terlihat ada semangat pembatasan inovasi da-
lam RUU Pemda tersebut. Sebaliknya, dari klausul yang mengatur bahwa inovasi
adalah semua bentuk pembaharuan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah, terlihat nyata bahwa RUU ini memberi keleluasaan yang besar bagi pejabat
daerah untuk melakukan berbagai inovasi. RUU ini juga inisiatif inovasi dapat be-
rasal dari siapa saja, baik kepala daerah, anggota DPRD, individuaparatur daerah,
ataupun perangkat daerah. Bila RUU ini masuk tahap implementasi secara penuh,
Indonesia akan berubah laksana kebun inovasi raksasa, di mana dari Sabang sampai
Merauke akan tumbuh beragam inovasi. Jika selama ini Indonesia dijuluki sebagai
zamrud yang bertebaran di bumi khatulistiwa, maka zamrud-zamrud itu adalah ino-
vasi-inovasi yang digagas dan dilahirkan oleh anak-anak negeri.
111
Sangat menggembirakan bahwasanya RUU Pemda ini juga memberikan apre-
siasi dan insentif bagi pemerintah daerah maupun pegawai dan SKPD yang melaku-
kan inovasi. hal ini akan memberi motivasi besar bagi setiap daerah, SKPD, maupun
pegawai untuk berlomba-lomba memberikan yang terbaik untuk daerah atau in-
stansinya melalui inovasi yang tiada henti. Bahkan lebih hebat lagi, RUU ini member-
ikan perlindungan terhadap inisiatif inovasi yang “gagal”. Dalam salah satu pasalnya
diatur bahwa “Dalam hal pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan pemer-
intah daerah dan inovasi tersebut tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan,
aparat daerah tidak dapat dipidana”.
Mungkin klausul ini terlalu berlebihan dan dapat menjadi sumber masalah baru
di kemudian hari. Paling tidak, ketentuan ini akan memunculkan banyak penafsir-
an (multiple interpretation) yang akan membawa para pihak kedalam perdebatan
panjang yang kontra produktif. Pada hakekatnya, hukum apapun dan dimanapun
sudah memiliki tujuan perlindungan bagi setiap orang sepanjang tidak melakukan
kesalahan dan pelanggaran. Sebaliknya, siapa saja yang terbukti melakukan kes-
alahan dan pelanggaran maka tidak boleh ada yang melindunginya. Terlepas dari
berbagai sisi positifnya, harus diakui adanya butir-butir dalam RUU Pemda ini yang
berpotensi menghambat inovasi. Beberapa di antaranya adalah pasal atau ayat yang
mensyaratkan usulan inovasi yang berasal dari anggota DPRD harus ditetapkan da-
lam rapat paripurna. Selanjutnya, keputusan sidang paripurna harus disampaikan
kepada kepala daerah untuk dituangkan dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah
sebagai inovasi daerah.
Ketentuan seperti ini akan menggeser inovasi ke arah komoditi politik karena
harus dibahas oleh banyak fraksi di DPRD, dengan kemungkinan harus diputuskan
berdasarkan suara terbanyak alias voting. Dengan proses yang panjang seperti itu,
ide inovasi tidak segera menjadi sebuah aksi, namun akan terbenam dalam jebakan
administrasi yang kaku dan jauh dari semangat inovasi. Selain itu, ada lagi klausul
yang “lucu”, karena menegaskan bahwa dalam hal inovasi berasal dari individu, yang
bersangkutan harus memperoleh izin tertulis dari pimpinan SKPD sebelum diangkat
sebagai inovasi SKPD tersebut. Artinya, pimpinan SKPD memiliki “hak veto” untuk
menyatakan sebuah inovasi boleh atau tidak boleh dilanjutkan.
Inovasi menjadi begitu prosedural dan birokratis, serta sangat berorientasi pada
pemegang kekuasaan tertinggi di sebuah instansi. Mungkin tidak akan menjadi
masalah manakala pimpinan instansi juga memiliki spirit untuk berinovasi. Namun
ketika mereka adalah orang-orang yang menyukai prinsip business as usual, mem-
pertahankan kemapanan dan kenyamanan, serta enggan untuk berubah (resistance
112
to change), maka dapat dipastikan inovasi akan mati suri. Pengaturan inovasi yang
begitu bagus menjadi sia-sia gara-gara seorang pimpinan instansi tidak memberi-
kan persetujuan.
Dengan kata lain, masih terkesan adanya kontradiksi antara semangat mendor-
ong inovasi secara kreatif dan dinamis dengan tradisi birokrasi lama yang kaku dan
statis. Ibarat sebuah rumah, pintu-pintu dibuka lebar namun tetap saja penghun-
inya tidak bisa keluar karena pagar/gerbangnya masih terkunci rapat-rapat. Inilah
yang menjadi tantangan besar untuk menyempurnakan materi pengaturan RUU
Pemda khusus yang mengenai inovasi daerah. Inilah momentum negeri ini untuk
segera keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap)
sekaligus segera melakukan lompatan besar (quantum leap) menuju negara den-
gan kapasitas bersaing setara dengan negara-negara maju. Kalau tidak sekarang,
kapan lagi negeri ini akan berbenah,
Konteks
Inovasi merupakan kosa kata baru dalam praktek pengelolaan pemerintahan. In-
ovasi memiliki makna yang sangat beragam karena itu di antaranya para ahli belum
ada kesepakatan mengenai definisi itu, artinya makna inovasi akan terus bertambah
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengelo-
laan pemerintahan.
2. Stephen Robbins. Inovasi sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk
memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.
113
3. Kuniyoshi Urabe. Inovasi bukan merupakan kegiatan satu kali pukul (one time
phenomenom), melainkan satu proses yang panjang dan kumulatif yang meliputi
banyak proses pengambilan keputusan di dalam dan oleh organisasi dari mulai pen-
emuan gagasan sampai implementasinya di pasar.
7. Suhono Harso S (2012) inovasi pada hakekatnya adalah suatu cara atau me-
tode baru atau gabungan lama dan baru untuk menyelesaikan atau memberi alter-
natif baru dalam pengelolaan pemerintahan
8. Joko Susanto (2003) inovasi adalah gambaran suatu prakarsa awal yang jeli,
terobosan yang menggambarkan paduan kreativitas dan kecerdasan dalam men-
gelola institusi pemerintahan Inovasi identik dengan sesuatu yang baru yang
menunjukkan kinerja dari pola-pola lama
114
110
Lima alasan inovasi dalam pemerintahan
1. Visi pemimpin
2. Berpikir riset
3. Tuntutan masyarakat
4. Regulasi kebijakan dari pemerintah
5. Dukungan pemerintah finansial/SDM/organisasi
Jenis Inovasi
1. Inovasi kreatif adalah program atau kebijakan inovasi yang rendah belum
menunjukkan praktek positif di lapangan, cerdas dari segi gagasan dan berpotensi
untuk menghasilkan efek langkah pendek yang positif
2. Inovasi strategis adalam program atau kebijakan inovatif yang cerdas berp-
potensi menghasilkan dampak jangka panajang yang positif tetapi belum terbukti
implementatif di lapangan
3. Inovatif produktif adalah program yang cerdas dari segi gagasan, berpo-
tensi menghasilkan dampak jangka pendek yang pasif, terbukti implementasi di
lapangan, namun belum cukup meyakinkan untuk jangka panjang
Hetifah SJ. Sumarto (2009) menyebutkan bahwa banyak kebijakan yang digulir-
kan selama era desentralisasi memberikan ruang lebih besar kepada pembaharuan
di tingkat lokal/daerah. Desentralisasi membuka ruang partisipasi dalam arti ter-
jadinya penyerahan kewenangan yang berarti ke unit terendah pemerintahan yang
dapat diakses dan akuntabel kepada masyarakat lokal, sehingga warga dapat mera-
sakan hak politik dan kebebasan penuh. Desentralisasi jauh lebih fleksibel daripada
sentralisasi. Dengan desentralisasi dapat memberikan respon yang cepat terhadap
lingkungan dan kebutuhan masyarakat
115
111
Argumen Pokok
1. Abdul Gaffar Karim (2003). Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa de-
sentralisasi mendorong peningkatan kualitas governance, terutama partisipasi
masyarakat, pembangunan sosial, orientasi pembangunan, dan manajemen per-
ekonomian
3. Gerry Stoker (2002). Politik lokal dan kebutuhan akan demokrasi lokal dapat
dibenarkan mengingat bahwa perpolitikan lokal merupakan satu”nya institusi yang
memiliki kapasitas, kepentingan, dam pengetahuan yang cukup rinci untuk melaku-
kan pengawasan terhadap penyediaan layanan dan untuk mengambil keputusan
yang sejalan dengan kondisi setempat.
2. Nilai penting dari sebuah pemerintahan adalah sistemnya yang terbuka, tidak
banyak rintangan bagi mereka yang ingin mengekspresikan ketidaksetujuan, dan
bisa memperkecil kendala bagi pihak-pihak yang kurang terorganisasi dan minim
sumber daya.
5. Akses individu dam pers terhadap dokumen pemerintah, baik secara langsung
maupun tidak, akses ini mencakup terbukanya arsip-arsip pribadi mengenai indi-
vidu pemerintah yang bersangkutan
116
6. Terbukanya rapat pemerintah bagi publik dan pers
Kapasitas bertindak
1. Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang memiliki kapasitas untuk
bertindak secara efektif dan efisien
2. Birokrasi yang efektif dan keahlian profesional akan terus diperlukan dalam
pemerintahan yang demokratis
4. Karena itu diperlukan upaya untuk memadukan semua sumber daya yang ada
pada pemerintah dan aktor-aktor diluar tubuh pemerintah (NGO dan Lembaga Do-
nor)
6. Memiliki elit politik yang berkemauan dan mampu memberikan prioritas pada
pembangunan ekonomi
7. Memiliki kebijakan yang dirancang dengan baik untuk mencapai tujuan pem-
bangunan
8. Memiliki birokrasi yang efisien dan tidak korup
Musyawarah
1. Pemerintahan yang baik harus diwarnai oleh musyawarah dengan warga, dis-
amping keterbukaan yang mereka gulirkan
117
3. Semangat bermusyawarah membutuhkan kesediaan untuk melibatkan se-
banyak mungkin unsur masyarakat ke atas meja perundingan.
118
3. Desentralisasi. Pada tahun 1991 pemerintah mengukuhkan sistem desentral-
isasi dengan memberikan otonomi yang seluasnya kepada pemerintah daerah dan
para pemimpinnya yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.
119
lepas terhadap para pemimpin yang mengelolanya. Perubahan dramatis dan tidak
dapat diproduksi ini mengakibatkan adanya tuntutan kepemimpinan yang dapat
mengantisipasi melalui perubahan terencana. Manusia merupakan faktor penting
dalam perubahan terencana.
Pemimpin era globalisasi adalah seorang pemimpin yang harus mempunyai pan-
dangan luas, kreatif, inovatif tidak menaruh ketakutan dan suka akan ide-ide baru,
punya visi dan mau belajar terus. Ia juga harus dapat menerima dan mengatasi hal-
hal yang sama sekali baru dan mungkin hal yang tidak diharapkannya. Pemimpin
global harus mampu menangani situasi baru yang tak pasti dan kompleks. Untuk
lebih jelasnya akan dibahas pada bab II pembahasan.
Dari uraian di atas, dapat dibatasi permasalahanya dalam rumusan sebagai beri-
kut:
1. Apa pentingnya pemimpin dalam inovasi?
2. Apa saja teori kepemimpinan dan pengaruhnya pada inovasi?
3. Bagaimana hubungan Kepemimpinan dan Inovasi?
4. Bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi perilaku inovatif?
120
mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan
nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya.
Kata inovasi atau innovation berasal dari bahasa latin innovatio yang berarti re-
newal atau renovation, berdasar pada novus (new). Dalam situs Wikipedia diartikan
sebagai “proses” dan/atau “hasil” pengembangan dan/atau pemanfaatan/mobilisasi
pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman
untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang dan/atau jasa), proses, dan/
atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan
(terutama ekonomi dan sosial).
Inovasi berkaitan dengan aktivitas penciptaan perubahan dan perbaikan. Pe-
rubahan yang berarti juga mengenalkan sesuatu yang baru dengan mengganti-
kan yang lama menuju ke suatu hal yang lebih baik. Perubahan merupakan sebuah
proses yang pasti terjadi, karena untuk bisa survivekita harus menyesuaikan (adap-
tif ) dengan perkembangan yang terjadi baik di dalam lingkungan internal maupun
eksternal.
121
proses yang instan kurang bisa menghasilkan sesuatu yang tidak optimal karena
lemahnya variabel pengalaman dan pengamatan, sehingga untuk mencapai hasil
yang optimal diperlukan persiapan. Inovasi berbeda dengan kreatifitas. Kreatifitas
lebih berfokus pada penciptaan ide sedangkan inovasi berfokus pada bagaimana
mewujudkan ide. Karena inovasi adalah proses mewujudkan ide, maka diperlukan
dukungan dari faktor-faktor organisasional dan leaderships (kepemimpinan). Untuk
melakukan inovasi pendidikan di sekolah dibutuhkan petunjuk-petunjuk sebagai
acuan seorang pemimpin diantanya adalah sebagai berikut:
122
Walaupun demikian proses inovasi itu sendiri dapat diartikan sebagai seperang-
kat tahapan atau fase-fase penerimaan sejak adanya inovasi sampai berakhir diter-
ima atau ditolaknya inovasi oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Sehingga se-
orang pemimpin juga harus memahami tahapan inovasi yang meliputi :
123
saan, kewibawaan, dan kemampuan.
1. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas,
pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;
2. Rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, keteladanan, ketegasan, keberanian,
sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat
deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efek-
tivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila
kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai
berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh
kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang in-
dividu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian
tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
124
120
liki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan,
menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya
setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin
yang lebih mementingkan tugas organisasi.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada
dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur
melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawa-
han/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak da-
pat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan.
Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri
kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi
kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitung-
kan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya
kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah sbb:
125
121
dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku terten-
tu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkemban-
glah model-model kepemimpinan berikut:
Model Jalan- Tujuan - Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini
adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawa-
han. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas
yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan
126
kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus
merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
Lalu kenapa harus berinovasi? Konon “tak ada hal yang pasti di dunia ini selain
perubahan”. Dan inovasi, menurut hemat Saya, adalah sarana untuk menjawab tan-
tangan perubahan. Perkembangan baru terjadi setiap saat, bahkan detik. Tugas se-
orang pemimpin adalah mengamati perubahan itu dan menyiapkan diri dan insti-
tusinya untuk menghadapi perubahan yang akan terjadi.
Di sini, kecerdasan melihat masa depan atau visi adalah kunci utama keberhasi-
lan seorang pemimpin. Tentunya inovasi terus menerus tiada henti pasti akan mem-
bawa kebaikan bagi dirinya dan juga institusinya. Lihat saja Apple yang dipimpin
Steve Jobs yang sangat inovatif, kini mulai melangkahi hegemoni Microsoft di pasar
gadget IT. Tak lain dan tak bukan adalah inovasi dan Visi dari Steve Jobs yang seakan
tak pernah henti.
127
doko juga menambahkan bahwa pendekatan perilaku kepemimpinan memusatkan
perhatiannya pada dua aspek yaitu :
1. Fungsi-fungsi kepemimpinan
2. Gaya-gaya kepemimpinan
128
Perilaku inovasi menurut Wess & Farr (dalam De Jong & Kemp,2003) adalah se-
mua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan, memperkenalkan, dan
mengaplikasikan hal-hal ‘baru’, yang bermanfaat dalam berbagai level organisasi.
Perilaku inovatif yang dimaksud dengan perilaku inovatif adalah perilaku manusia
yang mereka gunakan untuk menghasilkan, memanfaatkan hal-hal baru dalam set-
iap organisasi. Ada 2 dimensi yang mendasari perilaku inovasi, yaitu :
2. Pengambilan resiko. Ini dibutuhkan agar terciptanya dorongan dalam ide baru
untuk menghadapi rintangan yang ada sehingga pengambilan resiko merupakan
cara untuk mewujudkan ide yang kreatif menjadi nyata
129
Inovasi akan berjalan dengan lancar tergantung pada bagaimana perilaku sang
pemimpin.
Inovasi Pemerintahan adalah suatu hal yang sekarang ini sedang memasuki trend,
sedangkan inovasi sendiri memiliki pengertian sebagai kemampuan pemimpin
daerah untuk membuat sebuah terobosan dalam upaya meningkatkan kesejahter-
aan masyarakatnya, termsauk diantaranya kemampuan marketing dan promosi bagi
daerah (Dyah). salah satu yang sedang berkembang belakangan adalah adanya
website pemerintah daerah yang interaktif, guna memudahkan masyarakat menda-
pat informasi seputar pelaksanaan pemerintah daerah,melaksanakan transparansi,
hingga memudahkan pembayaran atas perizinan di daerah.
Menilik dari fakta yang ada, Indonesia hanya memiliki 1,2 komputer per 100 pen-
duduk. Hal ini jelas sangat Jauh tertinggal dari Amerika Serikat yang kepemilikan
Komputernya mencapai 66 kepemilikan Komputer dari 100 penduduk. Lantas jika
difikirkan sekarang, pertanyaan paling besar adalah “Efektifkah, Website Daerah di
Indonesia untuk saat ini?”. Mungkin penulis akan berpendapat bahwa pelaksanaan
E-Government melalui website daerah untuk saat ini akan berjalan kurang Efektif.
Mengingat minimnya sarana dan prasarana yang ada, selain itu sosialisasi atas ke-
beradaan website daerah masih sangat minim.
Masyarakat secara Luas masih belum memahami manfaat dari website daerah
130
secara mendasar. maka dari itu, menurut pendapat penulis Pemerintah di Daer-
ah setidaknya harus mau bekerja sama baik dengan BUMN seperti Telkom guna
mengembangkan jaringan Internet di Daerah dan bekerja sama dengan pusat da-
lam hal pemberian pendidikan seputar website daerah maupun daerah lain untuk
saling “mengiklan” kan keberadaan dari website Daerah lainnya. Informasi didapat-
kan dari berbagai sumber.
131
BAB VI
PEMIMPIN VISIONER SELALU
HARUS JADI PIONIR
Secara ekstensi, visioner dapat berarti orang dengan visi yang jelas, khas, dan
spesifik (dalam beberapa rincian) masa depan, biasanya dihubungkan dengan
kemajuan teknologi atau pengaturan sosial / politik. Bila didefinisikan secara luas,
visioner adalah orang yang memiliki ide-ide yang jelas tentang apa yang harus ter-
jadi atau dilakukan di masa depan. Menurut sebuah makalah yang diterbitkan oleh
University of Virginia, persona presiden pertama adalah kombinasi dari karakteristik
yang telah mempersiapkan dirinya bagi peran unik dalam sejarah. Presiden Ameri-
ka, George Washington tidak terdididik seperti Ben Franklin dan Thomas Jefferson,
namun kepemimpinan visioner membuatnya berbeda.
Melalui imajinasi, mereka dapat menarik kemungkinan masa depan bagi organ-
isasi. Pemimpin visioner sukses dalam menciptakan visi yang positif dan inspiratif
dari masa depan dan menyampaikan visi tersebut dengan melibatkan sikap yang
menarik komitmen pengikutnya. Seorang pemimpin visioner memahami kebutuhan
akan makna dan tujuan pengikutnya, dan menggunakan yang perlu untuk mengin-
132
spirasi pengikutnya guna mencapai dan membangun masa depan yang lebih baik.
Pengikutnya merasa termotivasi oleh visi dan sering merasakan solidaritas dalam
kelompok karena penyebab umum.
Kita bisa mengenali visioner dengan kemampuan mereka melihat gambaran be-
sar (big picture). Dalam sekelompok orang, visioner berbicara tentang gambaran
besar dan bagaimana berbagai faktor dihubungkan untuk menciptakan gambaran
itu. Mereka melihat seluruh proses dan bukan satu langkah. Karena pemimpin vi-
sioner yang berorientasi gambaran besar, mereka tidak terikat. Mereka tidak kha-
watir tentang mengapa hal ini terjadi dan mengapa itu tidak terjadi. Mereka me-
nikmati seluruh proses. Mereka telaten. Mereka melihat semua keterkaitan dalam
gambaran besar dan karena itu tidak menyalahkan orang lain.
Ketika kita berada di hadapan seorang visioner sejati, kita bisa merasakan kekua-
tannya. Visioner kuat karena fokus dan terkini. Dengan kata lain, fokus dan kekinian
menciptakan kekuasaan. Karena visioner terkini dan terfokus, kita dapat terhubung
dengannya ketika mereka berbicara tentang apa yang ada dalam benaknya, ketika
mereka mengajarkan kita sesuatu, atau ketika melakukan tugasnya. Orang-orang
lebih tertarik kepada mereka yang terfokus dan terkini. Itulah sebabnya visioner
memiliki lebih banyak pengikut. Pemimpin visioner mendorong pengikutnya untuk
mengembangkan semangat pionir, melakukan apa yang belum pernah dilakukan
orang lain dan menuju kearah dimana orang lain tidak akan kesana. Semangat per-
intis ini dimanifestasikan baik dalam sikap dan tindakan seorang pemimpin visioner
dan para pengikutnya.
Ia mampu berpikir lebih besar dari dirinya sendiri dan lebih besar dari sekarang.
Visioner memiliki pikiran terbuka. Mereka tidak membatasi diri terhadap pikiran
dan ide-ide mereka sendiri. Ketika kita berbicara dengan seorang pemimpin yang
visioner, ia terbuka bagi gagasan dan mendengarkan ide dan pemikiran kita den-
gan penuh perhatian. Satu hal yang membedakan pemimpin visioner dengan pe-
mikir terbuka lainnya adalah bahwa visioner memberitahu terlebih dahulu harapan-
nya kepada kita. Mereka memberi kita gambaran besar dari apa yang ada dalam
benaknya. Kemudian mereka membiarkan kita kreatif dan muncul dengan ide-ide
dan pemikiran baru tentang bagaimana mencapai visi itu. Mereka mendorong kita
sebisa mungkin kreatif dan tidak pernah takut akan ide konyol.
133
baru dan proses kemajuan. Ia berusaha menemukan cara yang lebih baik dan lebih
cepat untuk mencapai kesuksesan. Tanda Visioner sejati lainnya adalah sikap positif.
Karena visioner menyukai dan berhubungan dengan visi mereka, tingkat energi
positif mereka biasanya tinggi. Dengan demikian, mereka bertindak sebagai pem-
beri energi positif, yaitu, mengisi ulang orang lain dengan energi positif. Karena
sikap positif mereka, visioner sejati dikelilingi oleh orang-orang positif yang berse-
dia untuk membantu mencapai visi bersama.
Seperti disebutkan sebelumnya, visioner sejati melihat apa yang orang lain
tidak dapat melihatnya. Mereka melihat gambar besar. Mereka melihat hubungan
di antara berbagai aktivitas. Mereka melihat kemungkinan hambatan. Mereka tahu
akan ada tantangan di sepanjang jalan. Mereka tahu bahwa mereka mungkin men-
galami kemunduran sementara. Tapi mereka juga tahu nilai-nilai besar untuk pe-
menuhan visi. Oleh karena itu, visioner sejati tidak pernah menyerah. Mereka tidak
takut kegagalan karena mereka tahu bahwa kegagalan adalah juga bagian dari
proses. Dalam sekelompok pemimpin, visioner sejati dapat dikenali dengan kecend-
erungan mereka terhadap risiko dan mengubah peluang risiko. Pendekatan positif
dan fokus pada visi membantu mereka tidak takut akan kegagalan. Pemimpin sep-
erti itu bersedia menemukan jalur baru dan menjadi lampu sorot bagi orang lain.
Inilah rahasia keberhasilan mereka.
Salah satu tanda-tanda besar visioner adalah kesediaan mereka untuk berbagi
visi dengan dunia. Mereka tidak menyimpannya untuk diri sendiri karena tahu bah-
wa mereka tidak bisa sampai ke tujuan sendirian. Mereka membutuhkan orang lain
untuk mengisi kesenjangan dan itulah sebabnya mereka mengkomunikasikan visi
dan impian mereka dengan orang lain guna menarik orang yang tepat. Pemimpin
visioner memahami bahwa pembelajaran mendorong pengembangan keterampi-
lan pribadi dan kemampuan untuk membuat keputusan yang efektif. Seorang
pemimpin visioner menemukan bahwa belajar itu sangat memotivasi, dan menana-
mkan pada bawahannya semangat akan keinginan belajar yang sangat kuat den-
gan menciptakan berbagai kesempatan belajar dengan kompleksitas harian di tem-
pat kerja. Hal ini menyebabkan bawahannya sangat terampil dan berpengetahuan
untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi.
134
merupakan pendengar yang aktif. Karena semakin banyak orang “menangkap visi”,
pemimpin mendengarkan ide-ide dan pikiran, menggabungkannya ke dalam tujuan
yang lebih besar. Visioner melibatkan orang lain dalam mencapai tonggak mereka
dan membantu para anggota mencapai tujuan pribadi masing-masing.
Pemimpin visioner adalah pembangun fajar baru, bekerja dengan imajinasi, wa-
wasan, dan keberanian. Mereka menyajikan sebuah tantangan yang memanggil ba-
lik orang yang terbaik dan bersama-sama berbagi tujuan. Mereka bekerja dengan
135
kekuatan intensionalitas dan sejalan dengan tujuan yang lebih tinggi. Mata mereka
di cakrawala, tidak hanya sebatas tangan. Merekalah inovator sosial dan agen pe-
rubahan, melihat gambaran besar dan berpikir strategis.
136
Visi merupakan peluru bagi kepemimpinan visioner. Visi berperan dalam me-
nentukan masa depan organisasi apabila diimplementasikan secara komprehensif.
Dengan demikian visi terbentuk dari perpaduan antara inspirasi, imajinasi insight,
nilai-nilai informasi, pengetahuan dan judgement.
Benis dan Nanus, (1997:19) mendefinisikan Visi sebagai: “Something that articu-
lates a view of a realistic, credible, attractive future for the organization, a cobndition
that is beter in some important ways than what now exists”. Secara umum dapat kita
katakan bahwa visi adalah suatu gambaran mengenai masa depan yang kita ingink-
an bersama. Visionary Leadership didasarkan pada tuntutan perubahan zaman yang
meminta dikembangkannya secara intensif peran pendidikan dalam menciptakan
sumber daya manusia yang handal bagi pembangunan, sehingga orientasi visi di-
arahkan pada mewujudkan nilai comparative dan kompetitif peserta didik sebagai
pusat perbaikan dan pengembangan sekolah.
Memahami Konsep Visi. Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan or-
ganisasi yang merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang mencip-
takan budaya dan perilaku organisasi yang maju dan antisipatif terhadap persaingan
global sebagai tantangan zaman. “Visionary leadership”adalah visi kepemimpinan
yang harus dimiliki berdasarkan rambu-rambu tersebut di atas untuk mewujudkan
sekolah yang bermutu. Memahami Karaktersitik dan Unsur Visi. Suatu visi memiliki
karakteristik sebagai berikut:
137
a. Memperjelas arah dan tujuan, mudah dimengerti dan diartikulasikan
b. Mencerminkan cita-cita yang tinggi dan menetapkan standar of excellence
c. Menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen
d. Menciptakan makna bagi anggota organisasi
e. Merefleksikan keunikan atau keistimewaan organisasi
f. Menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi
g. Konstektual dalam arti memperhatikan secara seksama hubungan organisasi
dengan lingkungan dan sejarah perkembangan organisasi yang bersangkutan.
Memahami Tujuan Visi. Visi yang baik memiliki tujuan utama yaitu:
a. Memperjelas arah umum perubahan kebijakan organisasi
b. Memotivasi karyawan untuk bertindak dengan arah yang benar
c. Membantu proses mengkoordinasi tindakan-tindakan tertentu dari orang
yang berbeda-beda
Penciptaan Visi
Visi tercipta dari hasil kreatifitas pikir pemimpin sebagai refleksi profesionalisme
dan pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi pemikiran mendalam dengan
pengikut/personil lain berupa ide-ide ideal tentang cita-cita organisasi di masa de-
pan yang ingin diwujudkan bersama .
Perumusan Visi
Kepemimpinan visioner dalam tugas perumus visi adalah kesadaran akan pent-
ingnya visi dirumuskan dalam statement yang jelas agar menjadi komitmen semua
personil dalam mewujudkannya sehingga pemimpin berupaya mengelaborasi in-
formsi, cita-cita, keinginan peribadi dipadukan dengan citacita/ gagasan personil
lain dalam forum komunikasi yang intensif sehingga menghasilkan kristalisasi visi
organisasi. Visi perlu dirumuskan dalam statement yang jelas dan tegas dan peru-
musannya harus melibatkan stakeholders dengan fase kegiatan sebagai beirkut:
138
a. Pembentukan dan perumusan visi oleh anggota tim kepemimpinan
b. Merumuskan strategi secara konsensus
c. Membulatkan sikap dan tekad sebagai total commitment untuk mewujudkan
visi ini menjadi suatu kenyataan.
Transformasi Visi
Kemampuan membangun kepercayaan melalui komunikasi yang intensif dan
efektif sebagai upaya shared vision pada stakeholders, sehingga diperolehsense of
belonging dan sense of ownership .
Implementasi Visi
Implementasi visi merupakan Kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan
menterjemahkan visi ke dalam tindakan. Visi merupakan peluru bagi kepemimpinan
visioner. Visi berperan dalam menentukan masa depan organisasi apabila diimple-
mentasikan secara komprehensif. Kepemimpinan yang bervisi bekerja dalam empat
pilar sebagaimana dikatakan Nanus (2001), yaitu:
a. Penentu Arah
b. Agen Perubahan
c. Juru Bicara
d. Pelatih
e. Komunikator
139
erung mempengaruhi komunikasi, dengan demikian komunikasi dari bawahan ke-
pada pimpinan sangat berbeda dengan komunikasi antar sesamanya.
Di dalam organisasi dikenal dengan susunan organisasi formal dan informal. Ko-
munikasi formal mengikuti jalur hubungan formal mengikuti jalur hubungan formal
yang tergambar dalam struktur organisasi. Komunikasi informal arus informasinya
sesuai dengan kepentingan dan kehendak masing-masing pribadi yang ada dalam
organisasi tersebut.
140
Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Kepemimpinan
1. Hambatan dalam proses komunikasi pada umumnya
4. Hambatan yang bersifat teknis. Didapati pada alat-alat komunikasi massa yang
tidak selamanya bekerja dengan normal/sempurna
7. Kapan hal itu dikatakan. Apabila informasi disampaikan dalam waktu yang su-
dah kadaluarsa maka komunikasi tidak akan berhasil baik
141
KEPEMIMPINAN VISIONER
DALAM KANCAH GLOBAL
Globalisasi yang ditengarai oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi,
perdangan antar negara tanpa batas, dan semakin moderennya system manajemen
yang ada saat ini adalah nyata dan tak bisa dihindari. Oleh Alfin Tofler dikatakan
bahwa era global seperti sebuah penyakit muntaber, langkah pengobatannya tidak
perlu operasi besar, namun jika diobati secara baik akan berpotensi menjadi kanker
yang ganas dan mematikan. Arus gelombang perubahan yang begitu massif dan
turbulen saat ini sebagai efek globalisasi telah membawa manusia pada realita dan
harapan yang harus diterima dan dihadapi dengan membekali diri melalui berbagai
keunggulan, baik kompetitif naupun komparatif.
Dalam masa perkembangan pesat seperti sekarang ini globalisasi telah mem-
bawa konsekuensi logis bagi kehidupan organisasi seperti munculnya perbaikan
sistem upah, kenaikan kesejahteraan, perpanjangan masa pensiun yang dapat
memicu timbulnya berbagai konflik internal maupun eksternal. Pada situasi yang
serba tidak menentu akibat cepatnya perubahan sekarang ini, suatu organisasi me-
merlukan kepemimpinan visioner. Kepemimpinan visionerlah yang akan mampu
menjadi penyeimbang dan penyelaras berbagai kepentingan seluruh anggota or-
ganisasi pada masa datang.
142
Dwi Setyorini, (2008). Lebih jauh Drucker juga mengingatkan bahwa percepatan ak-
selerasi teknologi, kompetisi global, dan perubahan demografi telah menciptakan
tipe organisasi baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Dalam dunia bisnis yang penuh dengan persaingan, pemimpin kreatif dan ino-
vatif sudah merupakan kebutuhan dalam meningkatkan daya saing atas barang dan
jasa yang diproduksinya. Organisasi bisnis yang mampu mengadaptasikan dirinya
dengan lingkungan pasar yang penuh persaingan, tidak akan pernah kehilangan
daya inovasi dan penetrasi terhadap tuntutan pasar
143
kemasyarakatan tetapi juga di bidang pendidikan, pemasaran, industri, dan bisnis.
Secara sederhana, apabila ada sekelompok orang yang berkumpul kemudian salah
satu diantaranya mengajak teman yang lain untuk melakukan sesuatu seperti ber-
main bola, bersepeda, membaca buku, membersihkan lingkungan dan lain – lain,
maka sebenarnya orang tersebut telah melakukan kegiatan kepemimpinan karena
ada unsur mengajak, mengkoordinasikan, ada kegiatan, dan ada tujuan yang akan
diwujudkan.
144
ership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute
to a commonly are goal for the benefit of individual as well as the organization or
common good”.
145
Pemimpin adalah sebagai seorang pelopor dan pengembara di suatu wilayah
(ranah) yang belum pernah terjamah oleh siapapun. Kemauan dan pergerakan
untuk berubah menyesuaikan perkembangan yang dilakukan seorang pemimpin
organisasi saat ini merupakan jawaban atas perubahan paradigma baru bagi
pemimpin. Pemikiran ini berangkat dari cara pandang pimpinan yang menganggap
bahwa para bawahan adalah orang yang malas sehingga harus diperintah jika ingin
melakukan pekerjaan. Sementara organisasi perusahaan yang hidup sekarang ini
memandang bahwa bekerjasama, membaur, menyatu, saling membantu, dan saling
ketergantungan (independent) satu sama lain menjadikan kekuatan dalam mewu-
judkan tujuan.
Kemudian pada masa lalu perusahaan selalu berorientasi pada barang (product
oriented), sehingga pendekatan dalam setiap penyelesaian masalah–masalah yang
muncul terkesan kaku (mekanik), terpecah–pecah (parsial), dan mengabaikan hak–
hak karyawan yang telah ikut merintis dan membesarkan perusahaan. Dalam situasi
seperti ini tidak akan tercipta lingkungan kerja yang kondusif untuk mengembang-
kan ide dan inovasi untuk membantu mempercepat dan mempermudah mencapai
tujuan. Membangun hubungan dan membina komunikasi secara terus–menerus
antara pimpinan dan bawahan di tengah zaman yang dinamis ini adalah sebuah
pilihan yang tepat.
146
4. Terlalu ambisius, egoistik, bermain politik, mementingkan diri sendiri
5. Mempunyai masalah kinerja dengan dunia bisnis
6. Tidak mampu mendelegasikan dan membangun tim kerja
7. Tidak mampu memilih bawahan yang tepat
Nampak jelas bahwa seorang pimpinan yang gagal dalam menjalankan prak-
tik kepemimpinannya sebagian besar dipengaruhi oleh lemahnya kepekaan dan
kepedulian kepada bawahan dan orang–orang yang ada di sekitarnya. Sering-
kali dijumpai seorang pimpinan yang sombong, menjaga jarak, dan arogan dalam
memimpin. Arogansi kekuasaan yang dilakukan seringkali menimbulkan kebencian
dan tidak respeknya bawahan kepada pimpinnya. Ketidakmampuannya dalam men-
delegasikan tugas dan tanggungjawab kepada bawahan, bersikap subjektif terh-
adap hasil kerja bawahan, serta tidak memiliki kemampuan dalam membangun tim
(team buliding) yang kokoh, hal tersebut semakin memperjelas bahwa pemimpin
seperti ini adalah pemimpin yang gagal.
Visi adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik bagi organ-
isasi. Visi adalah pernyataan tujuan ke mana suatu organisasi akan dibawa, sebuah
masa depan yang lebih baik, lebih berhasil, atau lebih diinginkan dibandingkan
dengan kondisi sekarang. Dengan kata lain, visi sangat erat hubungannya dengan
masa depan yang penuh dengan berbagai kemungkinan yang lebih baik daripada
sekarang. Visi juga merupakan bentuk ekspresi dari kekuatan usaha setiap orang
dalam suatu organisasi dalam mewujudkan apa yang menjadi harapan–harapan
tersebut.
Pengejawantahan visi yang dilakukan secara benar dari seorang pemimpin akan
menghasilkan komitmen dan membangkitkan motivasi yang tinggi kepada para
bawahan yang ada dalam suatu organisasi. Visi yang jelas dan benar akan menya-
darkan setiap orang mengenai peran dan fungsinya dalam suatu organisasi, baik
langsung maupun tidak langsung. Seorang pemimpin visioner, dapat melihat dari
147
kemampuannya mengejawantahkan visi kepada seluruh anggota organisasi mela-
lui kontribusi masing–masing terhadap organisasi. Visi yang benar juga dapat mem-
berikan arti filosofis kepada setiap individu menyangkut pengabdian, kebanggaan,
dan citra diri bawahan dalam mengenali siapa dirinya dan siapa orang lain.
Warren Bennis dan Burt Nanus dalam bukunya The Leader’s Edge: The seven Keys
to leadership in Turbulent World, (1989), menyatakan bahwa ciri– ciri kepemimpinan
yang efektif antara lain :
Dengan kata lain, kepemimpinan yang efektif merupakan kekuatan bagi or-
ganisasi dalam mewujudkan kesejahteraan, baik kepada para anggotanya maupun
masyarakat secara luas. Masih menurut Burt Nanus dalam Kepemimpinan Visioner,
(2001), dikatakan bahwa para pemimpin yang efektif selalu mempunyai rencana,
berorientasi pada hasil, senantiasa mengadopsi visi–visi baru yang menantang
tetapi bisa dijangkau, mengkomunikasikannya visi–visi tersebut kepada seluruh
anggotanya. Visi yang kuat akan menuntun menuju kepemimpinan yang sukses, kar-
ena kepemimpinan yang sukses merupakan kunci keberhasilan organisasi. Organ-
isasi yang sukses adalah organisasi yang mampu melahirkan pemimpin – pemimpin
dengan komitmen kuat, memiliki visi masa depan, dan mampu menyejahterakan
seluruh anggotanya.
148
PENUTUP
Definisi kepemimpinan menggambarkan ‘asumsi’ bahwa kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi orang, baik individu maupun kelompok. Seorang pemimpin
adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melaku-
kan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Se-
orang pemimpin harus mempunyai terobosan-terobosan (inovasi) yang baik untuk
melakukan perubahan secara terus menerus dalam acuan untuk menjadai lebih baik
sesuai dengan perkembangan zaman. Organisasi yang mampu secara terus menerus
melakukan penciptaan pengetahuan disebut sebagai learning organization.
149
tidak memiliki apa-apa, sebaliknya bawahan tanpa adanya kepemimpinan akan liar
dan sesat. Kepemimpinan bukan sekedar pemberian otoritas dan wewenang dari se-
orang pemimpin kepada bawahan, tetapi lebih pada proses pemberian wewenang
tersebut diberikan. Paradigma baru tentang organisasi di masa datang telah men-
gubah orientasi dari masa industri menuju masa informasi.
Pada proses penyebaran informasi dan bakat dalam suatu organisasi, teknologi
informasi khususnya jaringan kerja menerobos sistem manajerial hierarkhis. Mau-
kah pemimpin tampil ke depan? bukan direktur utama atau orang dengan gelar
yang termasyhur, tapi model peranan. Bukan yang paling tinggi bayarannya dalam
kelompok, tapi pengambil resiko. Bukan dengan mobil atau rumah terbesar, tapi si
pelayan. Bukan orang yang mempromosikan diri sendiri, tapi yang mempromosi-
kan orang lain. Bukan administrator, tetapi pengambil prakarsa. Bukan penerima,
tapi pemberi. Bukan pembicara, tetapi pendengar (C. William Pollard ). Daftar Pus-
taka Agustian, Ary Ginanjar, ”Emotional Questient Spritual Emotional (ESQ)”, Jakarta,
2006.
150
eka laksanakan akan memberikan yang terbaik buat semua pihak. Dengan kemam-
puan tersebut seorang pemimpin yang visioner dan transformasional akan mampu
membawa organisasinya berkembang dan mampu menghadapi segala tantangan
zaman.
Chaos theory memberikan satu pelajaran penting, berubah dan antisipasi pe-
rubahan. Praktik terbaik untuk dapat mengantisipasi perubahan yang cepat dalam
dunia yang chaos salah satunya adalah melalui kepemimpinan visioner. Kepemimpi-
nan yang memiliki visi kuat adalah tonggak penentu organisas, sebuah daerah, bah-
kan negara. Kepemimpinan visioner memiliki beberapa faktor integral, seperti ke-
mampuan antisipasi, kecepatan, kecerdikan dan persepsi. Seluruh faktor tersebut
dirangkum dalam sebuah ikatan gaya kepemimpinan yang komunikatif, coaching,
terbuka, menjadi fasilitator, dan penumbuh motivasi. Faktor terakhir merupakan
prasyarat bagi kepemimpinan visioner dalam mengajak seluruh masyarakat yang
dipimpinnya meraih visi. Tanpa kemampuan tinggi dalam menumbuhkan seman-
gat dan motivasi melalui kesadaran kolektif, pencapaian visi dan keberlangsungan
organisasi dipertaruhkan.
o0o
151
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
1. Gea, Antonius Atosokhi, Antonina Panca Yuki W., dan Yohanes Babari. 2003. Relasi
Mengenal Diri Sendiri: Character Building I. Jakarta: Gramedia.
2. Littauer, Florence. 1996. Personality Plus: Bagaimana Memahami Orang lain
dengan Memahami Diri Sendiri. Jakarta: Binarupa Aksara.
3. Carnegie, Dale & Associates, Inc., Stuart R. Levine, dan Michael A Crom. 1996.
Pemimpin dalam Diri Anda: Cara Memperoleh Teman, Menanamkan Pengaruh terh-
adap Orang Lain, dan Meraih Keberhasilan dalam Dunia yang Sedang Berubah. Alih
bahasa oleh Tuntun Sinaga. Jakarta: Mitra Utama.
4. Problem Solver & Decision Making Schwartz, David J. 1996. Berpikir dan Berjiwa
Besar. Alih bahasa oleh F.X.Budiyanto. Jakarta: Binarupa Aksara.
5. Eales, Rupert – White. 2004. The Effective Leader. Alih Bahasa oleh Emilia Sekti.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
6. Nawawi, Hadari, Prof.Dr. 2003. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
7. Putra, Ichsan S & Ariyanti Pratiwi. 2005. Sukses dengan Soft Skill. Bandung: ITB
8. Gillies Dee Ann, 1996, Manajemen Keperawatan,FKUI, Jakarta.
9. Nursalam, 2007, Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
ProfesionaL, Salemba Medika, Jakarta.
10. Prayitno.S, 2005, Dasar-dasar Administrasi Kesehatan Masyarkat,
Airlangga University Press, Surabaya.
11. Suarli.S, 2009, Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis,
Erlangga, Jakarta.
12. Suyanto, 2008, Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan,
Mitra Cendekia, Yogyakarta.
13. Soeroso, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Di Rumah Sakit, EGC, Jakarta.
14. Braginsky. 1998. Yang Indah, Berfaedah dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam
Abad 7-19. Jakarta: INIS.
15. Emirzon, Joni. 2007. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance.
Yogyakarta: Genta Press.
16. Haji, Raja Ali. 1887. Muqaddima fi Intizham. Daik Lingga.
1886. Tsamarat al-Muhimmah. Daik Lingga. Junus, Hasan. 2002.
17. Raja Haji Fisabilillah Hannibal dari Riau. Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau.
2004. Sejarah Perjuangan Raja Ali Haji sebagai Bapak Bahasa Indonesia.
152
Pekanbaru: UNRI Press.
18. Koentjaraningrat et.al. 2006. Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam
Perubahan. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
19. LAN, Pusdiklat Spimnas (2010). Bahan Ajar Diklat Tata Kepemerintahan. Jakarta.
20. Mahdini. 2000. Etika Politik: Pandangan Raja Ali Haji dalam Tsamarat
al-Muhimmah. Riau: Yayasan Pusaka Riau.
21. Machiavelli, Niccolo. 1987. Sang Penguasa: Surat Seorang Negarawan kepada
Pemimpin Republik. Jakarta: PT. Gramedia.
22. Mitchell, Joyce, dan William C. Mitchell. 1969. Political Analysis and
Public Policy: An Introduction to Political Science. Chicago: Rand and Mc. Nally.
23. Mutalib, Hussin. 1996. Islam dan Etnisitas: Perspektif Politik Melayu. Jakarta.
24. Nasution, Bismar. 2003. ”Peranan Birokrasi dalam Prinsi-prinsip
Good Governance”,
25. Rab, Tabrani. 1990. Fenomena Melayu. Lembaga Studi Sosial Budaya Riau.
Pekanbaru. 69
26. Tenas Effendy, (2006), Tunjuk Ajar Melayu, Balai Kajian dan Pengembangan
Budaya Melayu, Penerbit Adicita.
27. Tenas Effendi, 2002. Pemimpin dalam Ungkapan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka. ________. 2005. Sopan-Santun Melayu: Bentuk dan
Realitanya dalam Dunia Global. Malaysia: Akademi Pengajian Melayu
28. Kartanegara, Diana. (2003). Strategi Membangun Eksekutif. [Online]. Tersedia:
29. Nanus, B. (2001). Kc’pemimpinan Visioner; Menciptakan Kesadaran akan
arah dan Tujuan di Dalam Organisasi. Alih Bahasa: Frederik Ruma.
Jakarta: Prenhallindo.
30. Waltyudi. (2009). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar
(Leaming Organization). Bandung: Alfabeta
31. Yuki, Gary. (2009). Leadership in Organization (Kepemimpinan Dalam
Organisasi). Jakarta: Indeks
32. Chowdhury, Subir (dkk.) (2005) Organisasi Abad 21. Jakarta:
INDEKS Kelompok Gramedia.
33. Freedman, Mike & Benjamin B. Tregoe (2004) The Art and Discipline
of Strategic Leadership,
34. Pemikiran Strategis Untuk Merealisasikan Visi Organisasi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
35. Hesselbein, Frances & Rob Johnston (2005a) A Leader to Leader Guide, On Cre-
ativity, Innovation, and Renewal (Tentang Kreativitas, Inovasi dan Pembaharuan),
Insights from The Drucker Foundation’s Award-Winning Journal. Jakarta: Elex Media
Komputindo, Kelompok Gramedia Jakarta.
36. Hesselbein, Frances & Rob Johnston (2005b) A Leader to Leader Guide, On High-
153
Performance Organizations (Organisasi Berkinerja Tinggi), Insights from The Drucker
Foundation’s Award-Winning Journal. Jakarta: Elex Media Komputindo, Kelompok
Gramedia Jakarta.
37. Hesselbein, Frances (2007) Change, How to be A Leader for the Future, Menjadi
Pemimpin Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
38. Kouzes & Posner (2004) Leadership The Challenge, Tantangan Kepemimpinan.
Jakarta: Erlangga.
39. Rivai, Veithzal (2003) Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:
Rajawali Pers.
40. Everett M. Rogers(2003). Diffusion of Innovation New York : Free Press
41. Kartini Kartono. Dr. (1998). Pemimpin Dan Kepemimpinan, Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada.
42. Moleong, Lexy J (1997). Perubahan Terencana. Jakarta: PT Margi Wahyu
43. Burt Nanus (2001). Kepemimpinan Visioner, Jakarta: Prenhalindo.
44. Dwi Setyorini (2008). Peran Pemimpin dalam Pengejawantahan Budaya,
45. Drucker, P F (1996). The Leader of The Future, New York: The Drucker Fondation.
46. Fiedler, FE (1967). A Theory of Leadership Effectiveness, USA: McGraw-Hill.
47. Gary Dessler (1997). Human Resource Management, USA: Prentice Hall.
48. Hadari Nawawi (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang
Kompetitif, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
49. Henry Simamora (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:
STIE YKPN. 68 Sunarta, Kepemimpinan Visioner dalam Kancah Global ,
No. 02/Th II/Oktober/2006 hal. 59-68
50. Ibnu Saleh (2007). Pengertian Kepemimpinan
51. Jusuf Suit, Almasdi (1996). Aspek Sikap Mental dalam Manajemen
Sumber Daya manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia.
52. Ken Blancard (2002). Empowerment (Take More Than a Minute), Yogyakarta:
Amara Books.
53. M Teguh, dkk. (2001). Latihan Kepemimpinan Islam Tingkat dasar, Yogyakarta:
UII Press.
54. Paul Hersey, Ken Blancard (1982). Management of Organizational Behaviour,
USA: Prentice Hall.
55. Safarudin Alwi (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia
(Strategi Keunggulan Kompetitif ), Yogyakarta: BPFe.
56. Triantoro Safaria (2004). Kepemimpinan, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Warren B dan Burt Nanus (1989). The Leader’s Edge:
Ther seven Keys to Leadership in Turbulent World, Chicago:
Contemporary Books.
57. Kartanegara, Diana. (2003). Strategi Membangun Eksekutif.
154
WEBSITE
1. http://nabiyutiful.blogspot.com/2010/01/kepemimpinan-dalam
organisasi_15.html
2. http://chochocrunch.wordpress.com/2009/07/07/kepemimpinan-inovatif
-sebagai-alternatif-membangun-kepercayaan-pada-pemimpin/
3. http://www.pln.co.id/fokus/A,rtikelTunggal.asp?A.r.tikelld= 268
4. pendidikan umat.blogspot.com/2008/01 /kepemimpinan visioner.html
5. wawan satti.blogspot.com
6. wordpress.com/2008/01/kepemimpinad visoner.doc
7. http://www.pln.co.id/fokus/ArtikelTunggal.asp?ArtikelId= 268
8. pendidikan-umat.blogspot.com/2008/01/kepemimpinan-visioner.html
9. wawan-satu.blogspot.com
10. wordpress.com/2008/01/kepemimpinan-visoner.doc
11. http://www.unika.ac.id
12. http://myhad.blogspot.com
13. http://massafa.wordpress.com
14. https://www.wikipedia.org/
15. http://www.tokohindonesia.com/
16. http://www.rmol.co/
155