Jawa Barat
DAFTAR ISI
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertologannya
kami tidak sanggup untuk menyelasikan makalah ini dengan baik. Shalawat seta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda nabi besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepad Allah SWT atas limpahan nikmatnya ,baik itu berupa
fisik maupun akal pikiran, sehingga penilis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas dari mata kuliah Pencegahan Dan Perawatan Cidera Olahraga dengan judul:
“Sakit Kepala yang Berhubungan Dengan Ketinggian ”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalam nya. Untuk itu,penulis mengharapkan kritik
serta saran dari teman-teman untuk makalah ini. Supaya makalah ini menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf sebesar-besarnya’
Saya juga berterima kasih kepada semuanya khususnya kepada Pak Yudi Pratama,M.Pd
selaku dosen pengampuh yang telah memberikan materi ini kepada saya.
1.1 Latar Belakang
Acute Mountain Sickness (AMS) merupakan salah satu penyakit di ketinggian di atas
2.400 Mdpl (altitude illness) yang dikarenakan ketidak mampuan tubuh dalam beradaptasi
dengan ditandai adanya sakit kepala atau yang terjadi pada individu yang tidak terjadi
aklimatisasi saat pendakian dan disertai satu atau lebih gejala – gejala sebagai berikut :
masalah Gastro-intestinal (anoreksia, mual, atau muntah), Insomnia, dizziness atau
keliyengan, Kelelahan.
Sepanjang tahun 2019, 11 orang dinyatakan meninggal di Everest yang sebagian
dikarenakan AMS. Penelitian yang dilakukan Andriani Sakina mengenai gambaran
pengetahuan pendaki gunung tentang AMS menunjukkan hasil kejadian AMS sebesar 34,4
%, responden dengan berpengetahuan baik sebanyak 54,2 % dengan kejadian AMS sebesar
32,7 % dan responden yang berpengetahuan kurang sebesar 8,3% dengan mengalami
kejadian AMS sebesar 50%, yang dimana pada penelitian ini menggambarkan bahwa
responden dengan pengetahuan yang kurang angka kejadian AMSnya semakin tinggi. Lebih
dari 300.000 pengunjung setiap tahun mendaki di Gunung Fuji, dan telah dilaporkan
beberapa juta orang mengalami AMS di setiap tahunya. Hal ini dikarenakan sedikitnya
informasi yang tersedia mengenai AMS terkait pendakian di Gunung Fuji. Sedangkan di
Indonesia meningkatnya minat para pendaki untuk mendaki gunung tidak sebanding dengan
informasi mengenai AMS atau masih sedikit studi yang membahas AMS di kalangan pendaki
yang menyebabkan 8,3 % responden yang berpengetahuan kurang memiliki angka kejadian
AMS sebesar 50%.
Menurut Dr. Lia Marliana SpOT.,M.Kes. AMS dapat menyerang siapa saja, dari
berbagai tingkatan usia, karena secara alamiah proses adaptasi penyesuaian diri (aklimatisasi)
harus dilakukan. AMS muncul ketika tubuh mengalami kegagalan dalam melakukan
kompensasi di ketinggian lebih dari 2.400 Mdpl dengan melakukan pendakian terlalu cepat.
Sehingga dalam hal ini, jika meningkatnya para pendaki tidak diimbangi dengan peningkatan
pengetahuan pendaki tentang Acute Mountain Sickness sendiri maka akan berimbas terhadap
sikap pendaki dalam penanganan Acute Mountain Sickness sendiri, secara teori hubungan
pengetahuan dan sikap pendaki. Dan bahkan jika pendaki tersebut mengalami Acute
Mountain Sickness dan tidak tahu cara pencegahanya maka akan berdampak kepada gejala
parah yang lain seperti terjadinya penurunan gangguan mental dan koordinasi pergerakan
yang disebabkan edema serebral diikuti oleh peningkatan tekanan intra kranial sehingga
dapat menyebabkan ataxia, stupor dan kelemahan saraf kranial III dan IV. Sehingga apabila
dibiarkan atau tidak dapat dicegah ataupun tidak tahu cara penanganannya maka akan
mengalami kematian.
Berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
literatur review terkait seberapa jauh atau bagaimana gambaran hubungan pengetahuan
pendaki tentang Acute Mountain Sickness dan sikap pendaki dalam pencegahan Acute
Mountain Sickness. Maka dari itu memiliki pengetahuan yang baik penting bagi pendaki
dalam mencegah kejadian Acute Mountain Sickness. Dengan terus mengupayakan
peningkatan pengetahuan para pendaki tentang Acute Mountain Sickness tentunya akan
berimbas baik terhadap bagaimana sikap para pendaki dalam pencegahan Acute Mountain
Sickness yang pada akhirnya akan menurunkan angka kejadian Acute Mountain Sickness
sendiri. Pada dasarnya penelitian ini bermaksud untuk mengingatkan kembali pepatah lama
bahwasanya ”Berilmu tanpa beriman itu rapuh, dan beriman tanpa berilmu itu buta” maka
dari itu dalam penelitian ini, peneliti dan pendaki akan diingatkan kembali bahwa ilmu itu
penting dimiliki sebelum kita melakukan sesuatu atau dalam penelitian ini melakukan
pendakian. Dan pada dasarnya ilmu adalah kekuatan. Jadi memiliki pengetahuan merupakan
perilaku yang bijak dalam mengantisipasi kejadian yang tidak diingingkan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, kami dapat merumuskan beberapa pertanyaan yang menjadi dasar
pembahasan dalam makalah :
1. Apa saja gejala yang umum terjadi akibat Altitude sickness?
2. Bagaimana Pertolongan pertama pada altitude sickness ?
3. Bagaimana pengobatan pada altitude sickness?
4. Apa saja komplikasi pada altitude sickness ?
3.1 Simpulan
Jadi kesimpulan nya kita dapat memahami jika anda ingin mendaki gunung atau pergi
ke dataran tinggi, sebisa mungkin ketahui dulu ketinggian daerah yang akan dikunjungi. Cari
tahu juga apa saja gejala Altitude sickness yang bisa terjadi, beserta pertolongan pertamanya.
Bila Anda menyadari gejala lebih awal dan gejala tidak hilang setelah 24 jam, segera turun ke
ketinggian yang lebih rendah agar gejala tidak bertambah parah. Pengobatan sakit kepala
tergantung dari penyebabnya. Bila tidak ada gejala lain yang berbahaya, sakit kepala dapat
diredakan dengan obat-obatan yang dijual bebas, seperti paracetamol. Bila sakit kepala dirasa
mengkhawatirkan, segeralah berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan
dan penanganan yang sesuai.
Untuk mencegah sakit kepala akibat perilaku sehari-hari, terapkanlah perilaku hidup yang
sehat, misalnya beristirahat dengan cukup dan rutin berolahraga. Sedangkan untuk sakit
kepala akibat suatu penyakit, pencegahan yang terbaik adalah dengan mengobati
penyebabnya.
Daftar Pusaka
BAB 1.pdf (umpo.ac.id) , www.alodokter.com