Anda di halaman 1dari 23

PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

AIR SEBAGAI KOMPONEN TUMBUHAN

Dewi Nurhasanah

2110421005

Kelompok 1A

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

2022

1
I.PENDAHULUAN

Tumbuhan tersusun dari berbagai organ seperti akar, batang, daun. Daun

merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya. Pada

daun terdapat stomata yang berfungsi untuk pertukaran gas. Daun biasanya tipis

melebar kaya akan suatu zat warna hijau yang dinamakan klorofil. Daun memiliki

beberapa fungsi antara lain pengambilan zat-zat makanan (resorbsi), pengolahan zat-

zat makanan (asimilasi),dan penguapan air (transpirasi). Selain organ tumbuhan juga

tersusun atas jaringan, seperti jaringan pengangkut, jaringan parenkim, jaringan

epidermis dan lain-lain (Romadhoni dkk., 2021).

Plasmolisis adalah proses terlepasnya protoplasma dari dinding sel yang

disebabkan oleh air yang berada dalam vakoula merembes keluar dari sel, yaitu bila

tumbuhan berada pada lingkungan yang kadar airnya rendah, maka tumbuhan akan

sulit menyerap air. Pada kasus tertentu, air di dalam sel juga akan keluar. Bila terjadi

terus-menerus, maka selaput plasma akan lepas dari dinding sel. Bila plasmolisis

berkepanjangan, maka sel tersebut akan mati dan untuk mengembalikannya diperlukan

proses sebaliknya. Keadaan ini dapat kembali ke keadaan semula apabila sel tersebut

diletakkan di lingkungan dengan kadar air yang lebih tinggi (hipotonis). Peristiwa

kembalinya protoplasma ini disebut dengan deplasmolisis (Wilkins, 1992).

Proses transpirasi adalah proses kehilangan air karena penguapan melalui

bagian dalam tubuh tanaman, yaitu air yang diserap oleh akar - akar tanaman

dipergunakan untuk membentuk jaringan tanaman dan kemudian hanya 0,1 - 0,3 %

yang dilepaskan. Akibat masuknya air ke dalam jaringan tanaman menyebabkan

2
terjadinya pengembangan dinding sel. Jika air masuk terus - menerus ke dalam sel,

sedangkan dinding sel mempunyai batas mengembang tertentu akibat rintangan -

rintangan di sekitarnya, maka timbulnya desakan untuk tekanan tersebut. Tekanan itu

disebut tekanan turgor dan sel dalam keadaan turgid (Peter, 1992).

Perbedaan antara transpirasi dengan evaporasi adalah, pada transpirasi proses

fisiologi atau fisik yang termodifikasi, diatur bukaan stomata, diatur beberapa macam

tekanan, terjadi di jaringan hidup, permukaan sel basah. Pada evaporasi, proses fisika

murni, tidak diatur bukaan stomata, tidak diatur oleh tekanan, tidak terbatas pada

jaringan hidup, permukaan yang menjalankan menjadi kering (Fitter, 1991).

3
II. METODE PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum mengenai Air sebagai Komponen Tumbuhan ini dilaksanakan pada hari 16
September 2022 di Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

2.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu mikroskop, kaca objek dan
cover glass, pisau silet, pipet tetes, tabung reaksi, gelas objek, alat pengebor gabus,
mikro pipet, timbangan analitik, kertas merang, jepitan kertas, selotip, gunting, dan
vaseline. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu daun Rhoe dicolor yang masi
segar, larutan sukrosa 0,24; 0,20; 0,16; 0,12; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6 dan 1M, NaCl
1M, metilen biru (methylene blue), dan daun jambu.

2.3 Cara Kerja

a. Plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis


Cara kerja:
1. Ambil selapis tipis permukaan epidermis bawah Rhoe discolor menggunakan
silet berukuran 1-3 cm.
2. Sayatan tersebut diletakkan pada gelas preparat dan ditetesi 2-3 tetes air
3. Setelah ditutup dengan gelas penutup (cover glass), diamati dibawah mikroskop
dengan perbesaran rendah.
4. Sel-sel berwarna didekat tepi irisan diamati antara lain adanya sel-sel yang tidak
berpigmen, adanya nukleus dan partikel subsel lainnya didalam sel-selnya
5. Kemudian ditambahkan 2 atau 3 tetes sukrosa 1M diantara gelas preparat dan
kaca penutup melalui salah satu sisinya.
6. Air yang berlebihan diserap kertas tissue ditepi kaca penutup yang berlawanan
7. Penambahan tetesan larutan sukrosa terus dilakukan sehingga ikut terserap oleh
kertas tissu kedalam kaca.

4
8. Amatilah penurunan volume protoplas (plasmolisis) dan perhatikan benag-
benang sitoplasmik tak berpigmen tetap melekat pada dinding sel dan catat waktu
untuk proses tersebut.
9. Sekarang letakkan sehelai kertas tissue untuk menyerap keluar larutan sukrosa
dan tambahkan lagi beberapa tetes air disisi kaca yang berlawanan.
10. Amatilah proses deplasmolisis yang terjadi dan catat waktu yang diperlukan
untuk berlangsungnya proses tersebut pada satu sel.
11. Lakukan prosedur 5-10 untuk larutan NaCl 1M.
12. Catat perubahan yang terjadi pada tabel yang disediakan.
b. Penentuan tekanan osmotik cairan sel
Cara kerja:
1. Siapkan tujuh buah tabung reaksi dan kemudian diisi larutan sukrosa ke dalam
tabung kira-kira 1/3 bagian, satu tabung reaksi untuk satu konsentrasi.
2. Sayatlah lapisan epidermis yang berwarna dari tanaman dengan menggunakan
pisau silet, usahakan menyayatnya hanya selapis saja.
3. Periksa di bawah mikroskop apakah sayatan anda cukup baik untuk digunakan.
4. Apabila cukup representatif, hitung jumlah sel yang berwarna ungu utuh dan
masukkan sayatan ke dalam tabung reaksi serta catat waktu mulai perendaman.
5. Biarkan sayatan dalam larutan selama 30 menit.
6. Setelah 30 menit, periksa sayatan epidermis tadi di bawah mikroskop, kemudian
lakukan penghitungan terhadap sel dengan warna ungu yang masih utuh.
7. Cari konsentrasi sukrosa dimana 50 % dari jumlah sel epidermis tadi telah
terplasmolisis. Keadaan ini disebut Insipien Plasmolisis. Persentase sel yang
mengalami plasmolisis dihitung dengan persamaan :
% plasmolisis = Σ sel berwarna ungu awal - Σ sel berwarna ungu akhir X 100%
Σ sel berwarna ungu awal
8. Sel pada keadaan Insipien Plasmolisis memiliki potensial osmotik sama dengan
potensial osmotik larutan yang digunakan.
9. Lengkapi data pengamatan dengan mengisi tabel yang disediakan.

5
c. Mengukur potensial air jaringan dengan Metode Chardakov
Cara Kerja:
1. Isi 6 buah tabung reaksi dengan larutan sukrosa sesuai konsentrasi sebanyak 10
mL.
2. Buatlah potongan umbi dengan menggunakan alat pengebor gabus dengan
panjang 0,5 cm.
3. Masukkan kedalam masing-masing tabung reaksi 10 potongan umbi.
4. Tabung reaksi tersebut ditutup dan dibiarkan selama 80 menit.
5. Setiap 20 menit tabung reaksi tersebut digoyang perlahan-lahan untuk
mempercepat terjadinya keseimbangan.
6. Setelah 80 menit, keluarkan potongan umbi dari tabung reaksi dengan
menggunakan pinset atau jarum bertangkai, untuk tiap tabung gunakan pinset
yang berbeda.
7. Selanjutnya larutan sisa dites dengan larutan asal yang konsentrasinya sama dan
telah diwarnai dengan methylene blue.
8. Dengan menggunakan pipet atau syringe diteteskan larutan pengetes pada sisa
larutan tadi secara perlahan-lahan dibagian tengah larutan dan diamati gerakan
larutan pengetes tadi ; Apabila larutan pengetes jatuh kedasar larutan sisa berarti
larutan sisa telah menjadi encer. Apabila larutan pengetes dipantulkan lagi keatas
berarti larutan sisa telah menjadi pekat dari semula. Cari pada larutan sisa yang
mana larutan pengetes melayang pada larutan sisa perendaman.
9. Larutan dimana larutan pengetes melayang menunjukkan larutan tersebut tidak
mengalami perubahan selama perendaman jaringan yang berarti jaringan dalam
keadaan seimbang dengan larutan sukrosa yang digunakan, yang berarti pula
potensial air jaringan sama dengan potensial air larutan.
10. Catat hasil pengamatan pada tabel.
d. Menghitung luas permukaan daun, perkiraan laju Evaporasi dan Transpirasi
permukaan dorsiventral daun
o Menghitung luas daun
1. Ambil 2 lembar daun dari tanaman (ternaungi dan tak ternaungi), lalu
tempelkan pada selembar kertas yang telah diketahui berat dan luasnya.

6
2. Selanjutnya lembaran daun dijiplakan pada kertas tersebut.
3. Kemudian jiplakan gambar daun digunting dan ditimbang.
4. Dengan demikian luas daun dapat dihitung dengan rumus :
Luas daun = Berat guntingan gambar daun X Luas
Berat kertas kertas

5. Catat hasil pengamatan pada tabel.


o b. Perkiraan Kecepatan Evaporasi Daun
1. Ambil lembaran daun yang telah diketahui luas permukaannya tadi,
kemudian ditimbang dan digantung dengan jepitan kertas di sinar matahari
langsung.
2. Dalam interval waktu 30 menit dilakukan penimbangan terhadap daun
tersebut (penimbangan dilakukan sebanyak 2 kali).
3. Buat daftar penimbangan pengurangan berat daun selama evaporasi
pada tabel
Kecepatan Evaporasi = Besar penguapan
: waktu
Luas permukaan daun
= …………..g/cm2 / menit
o Perkiraan laju transpirasi daun permukaan dorsiventral
1. Dua lembar daun dibersihkan dengan air dan dikeringkan engan tisu.
2. Daun pertama diolesi vaselin pada permukaan atasnya dan yang kedua
pada permukaan bawahnya, dan ditimbang.
3. Kedua daun tersebut diletakkan pada panas matahari selama 1 jam atau
lebih, dan ditimbang kembali.
4. Bandingkan hasil antara transpirasi kutikula dari permukaan atas dan
transpirasi stomata dari permukaan bawah.
5. Catat hasil pengamatan pada tabel.
e. Struktur stomata dan aktivitas membuka-menutup stomata
Cara kerja:
1. Teteskan akuadest pada permukaan kaca objek.

7
2. Buat sayatan tipis permukaan epidermis atas atau bawah lembaran daun dari
jenis yang telah ditentukan, kemudian tempatkan pada tetesan akuadest pada kaca
objek.
3. Tutup secara hati-hati dengan cover glass dan amati dibawah mikroskop dengan
perbesaran kecil (4x10).
4. Fokuskan pengamatan pada 1-2 stomata dan tingkatkan perbesaran sampai
40x10, kemudian gambarkan struktur stomata yang teramati dibawah mikroskop.
5. Tetesi salah satu bagian dengan sukrosa dan dibagian sisi lainnya isap akuadest
menggunakan tissue sehingga akuadest diganti oleh sukrosa dan amati perubahan
yang terjadi pada stomata. Catat waktu yang diperlukan untuk proses yang terjadi
dan amati.
6. Kemudian tetesi kembali dengan akuadest pada salah satu sisi dengan
menghisap sukrosa pada sisi lainnya, amati perubahan yang terjadi dan catat
waktu yang diperlukan untuk perubahan tersebut. Tempatkan pengamatan dengan
cahaya langsung agar stomata memberikan respon dengan akuadest.
7. Kemudian tetesi dengan NaCl dengan mengisap akuadest pada sisi sebelahnya
serta amati perubahan yang terjadi pada stomata, catat waktu yang diperlukan
untuk perubahan tersebut.
8. Tetesi kembali dengan akuadest untuk melihat respon dari stomata, amati waktu
yang diperlukan untuk perubahan tersebut. Gambarkan proses yang terjadi dengan
berurutan.
9. Catat hasil pengamatan pada tabel.

8
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil dan pembahasan

sebagai berikut :

a. Plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis


Perlakuan Deskripsi pengamatan sel Waktu plasmolisis dan
deplasmolisis
Air destilata - -
Sukrosa 1M Mengkerut 4 menit 25 detik
Air destilata Normal 57 detik
NaCl 1M Sel kembali mengkerut 3 menit 5 detik

Berdasarkan data tabel di atas, dapat dilihat bahwa hasil plasmolisis pada

jaringan epidermis terjadi saat sukrosa 1M dimasukkan ke dalam sel. Menurut

Rahmasari, dkk., (2014), osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara

sederhana dapat dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang

permeabel secara diferensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat

berkonsentrasi rendah. Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan

osmosis. Makin besar terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan osmosisnya.

Ekstraksi osmosis merupakan peristiwa berpindahnya kadar air dalam sel melalui

membran semi permeable dari keadaan sel yang hipotonis menuju hipertonis, sehingga

terjadi plasmolisis yang menyebabkan terlepasnya sitoplasma dari dinding sel.

Plasmolisis adalah lepasnya membran plasma dari dinding sel pada sel

tumbuhan. Plasmolisis terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di larutan garam

terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor,

9
menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini

layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis: tekanan

terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding

sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran (Handayani, 2018).

Apabila suatu sel dimasukkan ke dalam cairan yang hipotonis maka air akan

masuk ke dalam sel dan sitoplasma akan mengembang sampai akhirnya sel tersebut

akhirnya pecah, peristiwa ini disebut deplasmolisis. Deplasmolisis merupakan kebalikan

dari plasmolisis, yaitu menyatunya kembali membran plasma yang telah lepas dari dinding

sel. Deplasmolisis terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di larutan hipotonik, sel tumbuhan akan

menyerap air dan juga tekanan turgor meningkat. Plasmolisis hanya terjadi pada kondisi

ekstrem dan jarang terjadi di alam. Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium

dengan meletakkan sel pada larutan bersalinitas tinggi atau larutan gula untuk

menyebabkan ekosmosis, seringkali menggunakan tanaman Eolida atau sel epidemal

bawang yang memiliki pigmen warna sehingga proses dapat diamati dengan jelas

(Handayani, 2018).

b. Penentuan tekanan osmotik cairan sel


No. Konsentrasi larutan Jumlah sel Jumlah sel Presentase
sukrosa (M) utuh awal utuh akhir plasmolisis (%)
1. 0,24 18 10 44%
2. 0,20 11 4 63%
3. 0,16 8 2 75%
4. 0,12 12 5 58%

Pada percobaan dilakukan dengan 4 perlakuan dengan konsentrasi sukrosa

yang berbeda. Dari percobaan terhadap epidermis bawah daun Rhoeo discolor maka

10
selnya akan berwarna ungu bisa dilihat dari mikroskop. Setelah dimasukkan ke dalam

larutan sukrosa dengan konsentrasi yang tertera dalam tabel, jika dilihat melalui

mikroskop warna ungu pada sel akan berubah menjadi setengah ungu atau transparan.

Perubahan inilah yang menunjukkan adanya pergerakan cairan sel keluar sel yang

disebut plasmolisis.

Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,24 M jumlah sel terplasmolisis adalah 44%.

Larutan sukrosa 0,20 M jumlah sel yang terplasmolisis adalah 63%. Selanjutnya pada

larutan sukrosa 0,16 M sel yang terplasmolisis 75% dan pada larutan sukrosa 0,12 M

sel yang terplasmolisis adalah 58%. Perbedaan konsentrasi larutan berpengaruh pada

jumlah sel yang terplasmolisis.

Berdasarkan pernyataan Tjitrosomo (1987), jika sel dimasukan ke dalam

larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air

larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan

bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi

sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar,

maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun demikian besarnya, sehingga

tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan

sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun

Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis.

Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami

plasmolisis.

11
c. Mengukur potensial air jaringan dengan metode chardakov
No. tabung Konsentrasi larutan (M) Arah pergerakan larutan
reaksi penguji
1 0,1 Jatuh ke dasar
2 0,2 Jatuh ke dasar
3 0,3 Melayang
4 0,4 Melayang
5 0,5 Di atas permukaan
6 0,6 Di atas permukaan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu ubi jalar (Ipomea batatas).

Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan data berupa larutan perendam jaringan ubi

yang telah ditambahkan methylene blue jatuh ke dasar pada konsentrasi 0,1 M dan 0,2

M. Pada larutan perendam jaringan ubi yang ditambahkan methylene blue pada

konsentrasi 0,3 M dan 0,4 M melayang. Sedangkan pada larutan perendam jaringan

ubi yang ditambahkan methylene blue pada konsentrasi 0,5 M dan 0,6 M berada di atas

permukaan.

Menurut Knipling (1967), larutan perendam yang tepat berada di tengah

(melayang) dan tidak bergerak artinya larutan tersebut memiliki potensial air yang

sama dengan jaringan kentang. Namun apabila larutan perendam bergerak naik (di atas

permukaan) maka larutan tersebut hipertonis terhadap jaringan kentang sehingga air

dari kentang keluar. Keluarnya air dari dalam sel kentang menuju larutan perendam

menyebabkan larutan perendam bertambah nilai potensial airnya (konsentrasi zat

telarut menurun). Sehingga bila dibandingkan antara larutan perendam dan larutan

kontrol, maka larutan perendam menjadi hipotonis terhadap larutan kontrol. Hal

sebaliknya akan terjadi pada larutan perendam yang bergerak turun.

12
Larutan yang lebih pekat memiliki potensial air yang lebih rendah (lebih

negatif). Jadi air akan berdifusi ke daerahnya atau larutan lain sampai tekanannya naik

ke atas suatu titik yaitu sampai potensial air larutan yang kurang pekat. Larutannya

pekat maka potongan jaringan tenggelam dan akan melayang, jika potensial air

jaringan sama dengan potensial larutan. Sedangkan potongan jaringan akan

mengapung, jika potensial jaringan lebih besar atau encer dibandingkan dengan

potensial air larutan (Salisbury dkk., 1995).

d. Luas permukaan daun


No. Parameter Daun 1 Daun 2
1. Berat guntingan 1,41 gr 1 gr
2. Berat kertas 4,92 gr 4,92 gr
3. Luas kertas 619,5 cm2 619,5 cm2
4. Luas daun 177,5 cm2 125,5 cm2

Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil seperti data tabel

perhitungan luas permukaan daun Syzygium aqueum di atas. Dapat dilihat bahwa

permukaan daun yang paling luas adalah pada permukaan daun pertama dengan luas

177,5 cm. Untuk melihat cepat lambatnya proses transpirasi dapat dipengaruhi oleh

faktor internal dari daun itu sendiri yang mana jika daun itu memiliki luas yang cukup

besar, maka ada kemungkinan proses transpirasi akan menjadi lebih cepat.

Luas daun yang kita hitung dapat kita jadikan sebagai patokan bahwa daun yang

memiliki luas lebih besar maka itu artinya adalah daun tersebut memiliki jumlah

stomata yang banyak dan laju transpirasi akan lebih cepat pula. Namun dalam cepat

lambatnya laju transpirasi tidak hanya karena pegaruh luas atau tidaknya daun, hal

demikian dapat terjadi dengan keadaan dimana jika suatu daun yang memiliki luas

13
yang besar dan jumlah stomata yang banyak namun jika lubang stomata tersebut

berdekatan dan tidak adanya celah maka laju transpirasi dapat terhambat. Hal ini juga

di kemukakan oleh Hariyanti, (2010) yang mengemukakan bahwa distribusi stomata

sangat berhubungan dengan kecepatan dan intensitas transpirasi pada daun, yaitu

misalnya letak satu sama lain dengan jarak tertentu. Dalam batas tertentu, maka makin

banyak porinya makin cepat penguapan. Jika lubang-lubang itu terlalu berdekatan,

maka penguapan dari lubang yang satu akan menghambat penguapan lubang dekatnya.

Menurut Delvin (1975) menyatakan bahwa luas daun dipengaruhi oleh

ketersediaan tanah, tempat ia tumbuh dan nutrisinya. Faktor lingkungan juga

mempengaruhi luas daun dan besar kecilnya daun. Luas daun sangat mempengaruhi

terjadinya proses transpirasi. Semakin lebar suatu daun maka semakin cepat terjadinya

transpirasi, dan sebaliknya semakin sempitnya daun maka semakin lambat terjadinya

transpirasi.

Guritno (1995) menyatakan bahwa pengukuran luas daun pada tumbuhan dapat

dilakukan dengan beberapa metode diantaranya yaitu (1) metode kertas millimeter,

(2) gravimetric, (3) planimeter (4) metode pengukuran panjang dan lebar dan (5)

metode fotografi. Sejauh ini tidak diketahui tingkat ketelitian metode-metode manual

tersebut. Karena dalam ruang dua dimensi, integral tertentu dapat ditafsirkan sebagai

luas daerah yang dibatasi kurva maka kita bisa menggunakan metode-metode tersebut

untuk menghitung luas daun.

14
e. Perkiraan kecepatan evaporasi
No. Waktu Besar penguapan Kecepatan evaporasi
(berat awal-berat akhir) (g/cm2 /menit)
Ternaungi Tidak ternaungi Ternaungi Tidak ternaungi
1. 30 menit 6,21-6,01 gr 3,97-3,87 gr 4,84 3,4
pertama = 0,2 gr = 0,1 gr

Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil bahwa rata-rata kecepatan laju

evaporasi pada daun yang ternaungi adalah 4,84, sedangkan pada daun yang tidak

ternaungi adalah 3,4. Perbedaan kecepatan evaporasi terjadi karena faktor

pencahayaan yang berbeda dan juga luas daunnya. Berdasarkan pernyataan

Dwidjoseputro (1986) bahwa besarnya evaporasi ini dipengaruhi oleh luas daun. Semakin luas

permukaan daun maka kecepatan evaporasi akan semakin tinggi, ketebalan daun juga

mempengaruhi kecepatan evaporasi.

f. Perkiraan laju evaporasi daun permukaan dorsiventral


No. Jenis transpirasi Laju transpirasi
Berat awal Berat akhir Selisih
1. Kutikula/bagian atas 3,93 gr 3,71 gr 0,22 gr
(dorsal)
2. Stomata/bagian bawah 3,43 gr 3,41 gr 0,02 gr
(ventral)

Dari tabel dapat diketahui bahwa laju respirasi daun yang diolesi vaselin pada

permukaan daun bagian atas lebih berat dari pada daun yang diolesi vaselin pada

permukaan bagian bawah. Menurut Bower (1996) bahwa kutikula secara relatif tidak

tembus air, yang pada sebagian tanaman repirasi kutikula hanya 10% dari seluruh

15
jumlah penguapan. Makin banyak jumlah stomata kemungkinan hilangnya uap air

cukup besar, sehingga mempengaruhi besarnya laju repirasi. Respirasi yang melalui

kutikula lebih sedikit dibandingkan dengan stomata, karena pada kutikula terjadi difusi

uap air dengan langsung mengakibatkan uap air dan terdapat lapisan penghalang pada

kutikula seperti zat kutin, lilin dan yang lain yang akan memperlambat proses

hilangnya air dari permukaan daun tersebut.

Menurut Dwijoseputro (1986) bahwa respirasi melalui stomata lebih aktif

karena jaringan ini terdapat jaringan bunga karang yang susunannya longgar. Lapisan

kutikula yang tebal dari lapisan lilin merupakan lapisan pelengkap untuk mengurangi

penguapan yang terlalu besar pada permukaan daun dan juga berfungsi dalam

bekerjanya stomata dan mengubah permeabilitas plasma.

g. Struktur Stomata dan Aktivitas Membuka dan Menutup Stomata

No. Larutan Aktivitas Stomata Waktu

1. Aquadest Membuka -

2. Sukrosa 1M Menutup 2 menit

3. Aquadest Terbuka 1 menit

4. NaCl 1M Tertutup 3 menit

5. Aquadest Terbuka 2 menit

Berdasarkan tabel pengamatan aktivitas membuka dan menutupnya stomata

didapatkan hasil bahwa setiap pemberian larutan yang berbeda mengalami aktivitas

stomata yang berbeda. Oleh karena itu, pemberian larutan memengaruhi aktivitas dari

stomata. Pembukaan stomata sangat berhubungan dengan kecepatan dan intensitas

16
transpirasi pada daun. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata yaitu faktor

eksternal berupa intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2 dan asam absisat

(ABA). Serta faktor internal (Jam Biologis) yang memicu serapan ion pada pagi

hari sehingga stomata membuka, sedangkan malam hari terjadi pembebasan

ion yang memicu stomata menutup.

Mekanisme membuka dan menutupnya stomata sangat dipengaruhi oleh

tekanan turgor sel penjaga. Tekanan turgor terbentuk oleh adanya aliran air sel-sel

disekitarnya (Fauziyah, 2012). Pada saat stomata membuka, dimana kondisi udara

lembab, maka gas-gas yang ada di udara yang terserap tumbuhan akan menyebabkan

menutupnya stomata (Romadhoni dan Ida, 2011). Pembukaan stomata berkaitan

dengan proses metabolisme tumbuhan yaitu transpirasi dan fotosintesis pada pagi

hari stomata akan mulai membuka lebar dan stomata menutup karena tingginya

intensitas cahaya dan temperatur serta penguapan air yang berlebihan yang biasanya

terjadi pada siang hari (Fatonah, dkk., 2013). Penyebab dari menutupnya stomata

karena kehilangan larutan di sel penjaga yang menyebabkan tekanan turgor menurun

dan stomata menutup (Golec, dkk., 2013).

17
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Plasmolisis adalah lepasnya membran plasma dari dinding sel pada sel

tumbuhan. Sedangkan Deplasmolisis merupakan kebalikan dari plasmolisis, yaitu

menyatunya kembali membran plasma yang telah lepas dari dinding sel.

2. Perbedaan konsentrasi larutan berpengaruh pada jumlah sel yang

terplasmolisis.

3. Larutan perendam yang melayang artinya larutan tersebut memiliki potensial

air yang sama dengan jaringan ubi. Namun apabila larutan perendam di atas

permukaan maka larutan tersebut hipertonis terhadap jaringan ubi sehingga air

dari ubi keluar. Keluarnya air dari dalam sel ubi menuju larutan perendam

menyebabkan larutan perendam bertambah nilai potensial airnya.

4. Luas daun yang dihitung dapat dijadikan sebagai patokan bahwa daun yang

memiliki luas lebih besar maka itu artinya adalah daun tersebut memiliki

jumlah stomata yang banyak dan laju transpirasi akan lebih cepat.

5. Semakin luas permukaan daun maka kecepatan evaporasi akan semakin tinggi,

ketebalan daun juga mempengaruhi kecepatan evaporasi.

6. Laju respirasi daun yang diolesi vaselin pada permukaan daun bagian atas lebih

berat dari pada daun yang diolesi vaselin pada permukaan bagian bawah.

7. Pembukaan stomata berkaitan dengan proses metabolisme tumbuhan yaitu

transpirasi dan fotosintesis pada pagi hari stomata akan mulai membuka

lebar dan stomata menutup karena tingginya intensitas cahaya dan temperatur

serta penguapan air yang berlebihan yang biasanya terjadi pada siang hari.

18
4.2 Saran

Adapun saran yang dari pelaksanaan praktikum ini yaitu diharapkan kepada praktikan

untuk lebih serius dalam menjalani praktikum ini agar dapat terlaksana dengan baik

dan praktikan untuk dapat memahami prosedur kerja.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bower, F.O.1996. Botany of The Living Plant. Mc.Milan and Co. Ltd. St Martin Press.

London.

Delvin, R.M.1975. Plant Physiology Third Edition. Mc.William Publishing Co.Inc.

New York.

Dwijoseputro,D.1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia :Jakarta.

Fatonah,S, Asih, D, Mulyanti, D, Irian,D. 2013. Penentuan Waktu Pembukaan

Stomata Pada Gulma Melastoma malabathricum L. di Perkebunan Gambir

Kampar,Riau. Biospecies Vol. 6 No.2: 15-22.

Fauziyah Harahap, 2012. Fisiologi Tumbuhan. UNIMED Press: Medan. Hal: 14-15.

Fitter, A.H dan Itay R.K.M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press :

Yogyakarta.

Golec, A.D and I. Szarejko. 2013. Open or Close The gate-Stomata Action Under

The Control of Phytohomones in DroughtStress Condition. Frontiers in

Plant Cell. Vol. 4(138): 1-16.

Handayani, H. B., & Evita, E. 2018. Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

Mata Pelajaran Biologi Bidang Keahlian Agribisnis dan Agroteknologi SMK

Kelompok Kompetensi C: Sel, Jaringan dan Organ.

Knipling, Edward B. 1967. Measurement Of Leaf Water Potential By The Dye Method.

Durham : Department of Botany, Duke University.

Peter, E dan Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropis. UGM Press :

Yogyakarta.

20
Rahmasari, Hamita dkk. 2014. Ekstraksi Osmosis Pada Pembuatan Sirup Murbei

(Morus alba L.) Kajian Proporsi Buah : Sukrosa Dan Lama Osmosis. Jurnal

Pangan dan Agroindustri. Vol. 2 No 3 p.191-197.

Romadhoni, D. W., Nurlailiyah, S., Ramadhan, P., & Mustofa, A. 2021. Pengaruh

Pemberian Larutan Nacl dan Glukosa Terhadap Membuka dan Menutupnya

Stomata Rhoe discolor. Prosiding SNasPPM, 6(1), 120-124.

Romadhoni, M. dan Ida W. A. Ubudiyah. 2011. Pengaruh Polusi Udara terhadap

Stomata Daun Angsana (Pterocarpus indicus).

Salisburi dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1. Penerbit ITB: Bandung. Hal

77.

Salisbury, F.B dan Cleon, W.Ross.1991. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. ITB: Bandung.

Tjitrosomo.1987. Botani Umum 2. Penerbit Angkasa : Bandung.

Wilkins, M.B.1992. Fisiologi Tanaman. Bumi Angkasa : Jakarta.

21
LAMPIRAN

a b c

d e
Gambar 1. Alat dan Bahan
(a) Keranjang, pipet tetes, pengebor gabus, test tube, pinset (b) bawang merah,
bengkuang, ubi jalar (c) botol nescafe (d) timbangan analitik (e) mikroskop

Gambar 2. Pengamatan plasmolisis dan deplasmolisis

22
Gambar 3. Pengamatan potensial air menggunakan metode chardakov

Gambar 4. Percobaan laju respirasi daun permukaan dorsiventral

Gambar 5. Perhitungan luas daun dan kecepatan evaporasi

23

Anda mungkin juga menyukai