Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM BIOMEDIK II

Pertemuan 5
Pemeriksaan Larva Trematoda dengan Sampel Siput Air Tawar

Oleh
Nama : Sherly Nur Cahya
NIM/ SHIFT: J410200143/Shift F

Pengampu :
Dr. Ambarwati, M.Si

Asisten:
Muhammad Masykuri A

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
A. JUDUL
Pemeriksaan Larva Trematoda dengan Sampel Siput Air Tawar.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Mikroskop
2. Object glass cekung
3. Cover glass
4. Pisau/ cutter
5. Siput air tawar
C. CARA KERJA
1. Lakukan pemotongan pada ruas ke-3 siput air tawar.
2. Ketuk bagian tubuh siput yang telah dipotong pada objec glass cekung sampai cairan
tubuh siput keluar.
3. Tutup dengan cover glass.
4. Lakukkan pengamatan di bawah mikroskop.
5. Gambar hasil pengamatan yang ditemukan pada sampel siput air tawar.
D. HASIL
No Gambar Nama Perbesaran Ciri-ciri

1. Termasuk
trematoda paru,
Serkaria serkarianya tidak
Paragonimus 10 × memiliki ekor,
Westermani gerakannya
mukoid

2. Serkaria
Trematoda
usus
(Fasciolopsis 10 × Serkaria memiliki
buski) atau hati ekor
(Fasciola
hepatica)

3.
Termasuk
trematoda darah,
Serkaria 10 × memiliki ekor
Schistoma sp bercabang dua
E. PEMBAHASAN
1. Paragonimus westermani
Paragonimus westermani merupakan Trematoda paru-paru, dapat menyebabkan
penyakit paragonimiasis. Biasanya ditemukan di manusia, harimau, kucing.
Morfologinya cacing dewasa panjangnya ± 1,2 cm, sperti biji kopi, memiliki batil
isap kepala dan batil isap perut, testis berlobus tidak teratur, ovarium bercabang
terletak anterior testis, uterus bersebelahan dengan ovarium berisi banyak telur,
kelenjar vitelaria dari anterior sampai posterior. Telur berukuran ± 90x40 mikron,
operkulum besar dan mendatar, berisi morula. Diagnosis telur dalam sputum atau
feses. Cacing dewasa panjangnya 1,2 cm hidup dalam kista di paru-paru, dapat juga
alat-alat lain. Dalam satu kista biasanya terdapat dua ekor cacing dewaa bentuknya
seperti biji kopi, telur besarnya 95 mikron mempenyai operkulum.
Hospes definitif Paragonimus westermani adalah manusia dan hewan pemakan ketam
seperti kucing, anjing, dan harimau. Hospes perantara pertama adalah siput dan
hospes perantara kedua adalah ketam air tawar atau udang batu. Telur ke keluar dari
hospes definitif bersama feses, kemudian telur akan menjadi mirasidium dalam waktu
3 minggu. Mirasidium akan masuk ke dalam tubuh siput sebagai hospesa perantara
pertama dan tumbuh menjadi sporokista, kemudian akan menjadi redia dan akhirnya
terbentuk serkaria. Serkaria keluar dari tubuh siput, kemudian masuk ke tubuh ketam
atau udang bau sebagai hospes perantara kedua, dan berkembang menjadi
metaserkaria yang efektif.

Siklus hidup Paragonimus westermani (Sumber: CDC 2016)


2. Fasciolopsis buski
Fasciolopsiasis yang disebabkan oleh cacing Fasciolopsis buski adalah penyakit
kecacingan yang endemis di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Provinsi
Kalimantan Selatan.1 Penyakit ini dilaporkan pertama kali pada tahun 1982 dari Desa
Sungai Papuyu, Kecamatan Babirik.2 Fasciolopsis buski merupakan cacing trematoda
terbesar yang hidup dan berkembang biak di dalam usus manusia, bentuknya pipih
seperti daun atau lintah dengan ukuran panjang 20-75 mm dan diameter 8-20 mm.3
Dalam siklus hidupnya Fasciolopsis buski memerlukan keong air tawar yang sesuai
sebagai hospes perantara pertama dan tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua.
Telur F. buski di air berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium menginfeksi
keong, kemudian dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi serkaria.
Serkaria akan keluar dari tubuh keong dan berenang mencari tempat menempel, yang
pada umumnya adalah tanaman air. Serkaria yang menempel pada tanaman air
berkembang menjadi bentuk infektif (metaserkaria). Infeksi pada manusia terjadi
apabila menelan tanaman air yang terdapat metaserkaria.4 Hospes perantara pertama
F. buski yang telah diketahui di beberapa negara adalah keong genus Segmentina,
Hippeutis, Gyraulus, Planorbis sp, dan Trochorbis trochoideus. 5 Jenis keong yang
berperan sebagai hospes perantara pertama F. buski di Kabupaten HSU masih belum
diketahui dengan jelas.2 Beberapa penelitian yang telah dilakukan mencoba
menemukan dan mengidentifikasi jenis serkaria yang terdapat pada keong di daerah
endemis fasciolpsiasis. Umumnya hasil penelitian tersebut menemukan tiga jenis
serkaria dengan bentuk morfologi yang dapat dibedakan dengan jelas yaitu serkaria
ekor tunggal, serkaria ekor bercabang dan serkaria tanpa ekor. Serkaria tersebut
terdapat pada keong Indoplanorbis, Lymnaea dan Anisus.
3. Fasciola hepatica
a) Pengertian Fasciola hepatica
Fasciola hepatica adalah salah satu trematoda hati yang bersifat hermaprodit yang
dapat menimbulkan penyakit fascioliasis. Parasit ini disebut juga dengan Sheep
Liver Fluke.
Hospes definitif : manusia, binatang ternak (domba, kambing, sapi, kelinci) dan
rusa.
Hospes intermedier 1 : keong air.
Hospes intermedier 2 : tumbuhan air.
b) Siklus Hidup Fasciola hepatica

Telur keluar bersama tinja → menetas di air menjadi mirasidium → masuk ke


hospes perantara 1 (keong air) → berkembang menjadi sporokista → redia 1 →
redia 2 → serkaria → keluar dari hospes perantara 1 → menempel pada hospes
perantara 2 (tumbuhan air) → berkembang menjadi meteserkaria → jika
tumbuhan air yang mengandung metaserkaria tertelan hospes definitif → akan
terjadi ekskistasi di dalam duodenum → menembus dinding usus → cavum
abdominalis → menembus kapsul hepar →parenkim hepar → saluran empedu →
menetap dan berkembang menjadi dewasa dalam waktu ± 12 minggu.
c) Morfologi Fasciola hepatica

Ciri-ciri cacing dewasa :


✓ Berbentuk pipih seperti daun dengan bentuk bahu yang khas, karena adanya
cephalic cone (tonjolan konis), sedangkan bagian posterior lebih besar.
✓ Ukuran : panjang 20 – 30 mm dan lebar 8 – 13 mm.
✓ Mempunyai 2 buah batil isap (sucker) yaitu oral sucker dan ventral sucker
yang sama besarnya (diameter ± 1 – 1,5 mm).
✓ Tractus digestivus mulai pharynx dajnoesophagus yang pendek dan khas,
intestinal pecah menjadi dua coecum yang berbentuk seperti huruf Y yang
terbalik dan masing-masing coecum bercabang sampai ujung posterior.
✓ Testis sebanyak 2 buah dan bercabang-cabang kecil sehingga disebut
Dendritic.
✓ Ovarium bercabang-cabang terletak dekat testis.
✓ Kelenjar vitelaria bercabang-cabang secara merata fi bagian lateral dan
posterior.
✓ Uterus relatif pendek dan berkelok-kelok.

Ciri-ciri telur Fasciola hepatica:

✓ Telur besar, berbentuk ocal dan beropeculum.


✓ Ukuran : panjang 130 -150 μm dan lebar 60 – 90 μm.
✓ Dinding satu lapis tipis.
✓ Berwarna kuning kecoklatan.
d) Gejala Klinis Fascioliasis
✓ Selama migrasi akan menimbulkan kerusakan parenkim hepar hingga terjadi
nekrosis serta obstruksi / penyumbatan empedu.
✓ Akibat tekanan, hasil metabolik cacing yang toksik dan migrasi cacing
menimbulkan peradangan adenomateus dan fibrotik di saluran-saluran
empedu sehingga terjadi icterus.
✓ Di daerah timu tengah didapatkan semacam laryngopharyngitis yang dikenal
dengan “halzoun” yaitu pharyngeal fascioliasis yang disebabkan cacing
dewasa yang ikut termakan bersama hati hewan ternak yang tidak dimasak.
e) Cara Diagnosis Fascioliasis Diagnosis
ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja atau aspirasi duodenum /
empedu. Kesalahan diagnosis dapat terjadi dengan ditemukannya telur dalam tinja
seseorang sehabis makan hati mentah yang terinfeksi dengan fasciola (false
fascioliasis).
f) Pencegahan dan Pengobatan Fascioliasis
Pencegahan fascioliasis :
✓ Memasak sayuran dengan baik dan masak sebelum dimakan.
✓ Melakukan pengobatan pada penderita (manusia dan hewan).
✓ Tidak buang air besar sembarangan terutama di lokasi perairan yang
ditumbuhi tumbuhan air.

Pengobatan fascioliasis :

Fascioliasis dapat diobati dengan obat triclabendazole yang diberikan secara per
oral dalam 1 atau 2 dosis. Dua dosis terapi triclabendazole diberikan kepada
pasien yang memiliki infeksi berat atau yang tidak merespon terapi dosis
tunggal. Terapi triclabendazole dua dosis diberikan dengan cara pasien meminum
obat 2 dosis masing-masing 10 mg/kg, dipisahkan dalam waktu dengan 12 sampai
24 jam.

4. Schistoma sp

Schistosomiasis atau bilharzia merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi


trematoda Schistosoma spp. Penyakit ini merupakan penyakit yang biasanya terjadi di
daerah pedesaan, khususnya endemik di daerah sub-Sahara Afrika. Ada tiga spesies
utama yang mempengaruhi manusia, dua diantaranya dominan di Afrika (Schistosoma
haematobium dan Schistosoma mansoni) dan yang ketiga hanya ditemukan di Asia
Timur, misalnya Cina dan Filipina (Schistosoma japonicum). Schistosoma japonicum,
dikenal sebagai cacing fluke darah merupakan salah satu agen penyebab
schistosomiasis usus kronis pada manusia. Infeksi fluke dapat menyebabkan fibrosis
hati, hipertensi portal dan splenomegaly.
Ciri-ciri umum cacing dewasa Schistosoma sp. (Gambar. 1) Ini adalah cacing dewasa
bersifat non hermaprodit (jenis kelamin cacing jantan dan betina terpisah); ukuran
cacing jantan meliputi panjang ±10 mm, lebar ±1 mm. Ukuran cacing betina adalah
panjang ±20 mm, lebar ±0,25 mm;mempunyai 2 buah batil isap Intestinal coecum
bersatu pada bagian posterior; cercaria mempunyai ekor bercabang dua dan dapat
menginfeksi hospes dengan jalan menembus kulit (bentuk infektif) tanpa melalui
metaserkaria; cacing jantan mempunyai sebuah saluran (lekukan) memanjang di
sebelah ventral badan yang dibentuk oleh lipatan kedua tepi lateral badan ke arah
ventral dimana terdapat cacing betina, celah ini disebut dengan canalis gynecophorus.

F. KESIMPULAN
1. Jika siput dibasmi maka perkembangan trematoda bisa dikurangi secara efektif.
2. Hewan (ketam, ikan, siput, udang) dan tumbuhan air bisa digunakan sebagai hospes
pertama dan kedua bagi trematoda, maka jika ingin mengkonsumsinya haruslah
dimasak sampai benar-benar matang.

G. DAFTAR PUSTAKA
Safar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran Protozoologi Helmintologi Entomologi.
Bandung : Yrama Widya.
Soedarto. (2009). Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto. pp 179- 182.
Hadidjaja P, Dahri HM, Roesin R, Margono SS, Djalins J, Hanafiah M. First
autochthonous case of Fasciolopsis buski infection in Indonesia. Am J Trop Med Hyg.
United States. 1982 Sep;31(5):1065.
Yakhchali M, Malekzadeh-Viayeh R, ImaniBaran A. PCR-RFLP analysis of 28 SrDNA
for specification of Fasciola gigantica (Cobbold, 1855) in the infected Lymnaea
auricularia (Linnaeus, 1785) snails from Northwestern Iran. Iran J Parasitol.
2014;9(3):358–64.
Baker D.G., 2007. Flynn’s Parasites of Laboratory Animals. Second edition. American
Collage of Laboratory Animal Medicine. USA: Blackwell Publishing.
https://medlab.id/fasciola-hepatica/
Salvana, E.M.T., King, C.H. 2009. “Schistosomiasis: Schistosoma japonicum,” In A.R.
Satoskar et al (Eds.), Medical Parasitology, Landes Bioscience: 111-117.

Anda mungkin juga menyukai