NIM : 21030802211145
Resume
Sikap Ali yang menerima tipu muslihat politik Amr bin Ash, utusan dari pihak Mu‘awiyah dalam
peristiwa tahkim, membuat kekecewaan dari pihak yang sebelumnya mendukung Ali bin Abi Thalib, lalu
meningg-alkan barisannya karena memandang Ali bin Abi Tholib telah berbuat kesalahan fatal. Dalam
sejarah Islam, kubu yang meninggalkan barisan Ali dikenal dengan sebutan Khawarij, yaitu orang yang
keluar dan memisahkan diri atau secerders. Sedangkan, sebagian besar pasukan yang membela dan
tetap mendukung Ali menamakan dirinya sebagai kelompok Syi‘ah. Dari sinilah kelak akan menjadi
pupuk penyubur kebangkitan aliran-aliran kalam lainnya.
Sebaliknya, metode pemikiran kalam al-Asy‘ari berbeda dengan metode pemikiran kalam Mu‘tazilah
dan Salafisme, dan bisa dikatakan sebagai sentesa antara keduanya. Al-Asy‘ari mengambil yang baik dari
metode rasional Mu‘tazilah dan metode tekstual Salafisme, sehingga dia menggunakan akal dan naqal
secara seimbang, menggunakan akal secara maksimal tetapi tidak sebebas Mu‘tazilah dalam
menggunakannya, dan memegang naqal dengan kuat tetapi tidak seketat Salafisme dalam menolak akal
untuk menjamahnya. Dengan demikian al-Asy‘ari lebih banyak menerima dan mengimani wahyu seperti
adanya.
Hasan Hanafimengatakan bahwa kita tidak perlu memikirkan Tuhan yang ada di langit. Sebab Ia tidak
butuh pemikiran kita. Energi pemikiran kita, sebaiknya dipergunakan untuk menyelesaikan problema-
problema kemanusiaan kita yang masih banyak dan belum terselesaikan. Dengan kata lain, Hasan Hanafi
menginginkan adanya paradigma baru pemikiran kalam yang jelas-jelas lebih memihak pada nasib
manusia bukan nasib Tuhan. Walaupun demikian, Hasan Hanafi masih menghendaki supaya tetap
berada pada bingkai hakikat ilmu kalam. Di sinilah nampak jelas bahwa kalam baru yang digagas Hasan
Hanafi bukan lagi menjadi kalam sebagai media apologis dimensi kelangitan, tetapi diarahkan pada
bagaimana kalam mampu berdialektika dengan realitas yang sedang dihadapi manusia kontemporer.
Dari pokok-pokok pemikiran di atas inilah yang melandasi Engineer untuk mengkonstruksi
teologipembebasan dalam Islam, sebagaimana yang ia tunjukkan dalam bukunya Islam and Liberation
Theology (1990). Menurut Engineer teologi klasik cenderung kepada masalah-masalah yang abstrak dan
elitis, berbeda dengan teologi pembebasan lebih cederung kepada hal-hal yang konkret dan historis, di
mana tekanannya ditujukan kepada realitas kekinian, bukan realitas di alam maya. Bagi Engineer, teologi
itu tidak hanya bersifat transcendental, tetapi juga kontekstual. Teologi yang hanya berkutat pada
wilayah metafisik akan tercerabut dari akar sosialnya. Baginya, teologi adalah refleksi dari kondisi sosial
yang ada, dan dengan demikian suatu teologi adalah dikonstruksi secara sosial, tidak ada teologi yang
bersifat eternal yang selalu cocok dalam setiap kurun waktu dan sejarah.
Ilmu kalam masa lampau, diskursusnya hanya berkutat pada persoalan Tuhan, rasul, iman dan kafir dan
sebagainya yang merupakan kebutuhan dan tuntutan zamanbwaktu itu. Saat itu ilmu kalam (aqidah)
sedang merasa terancam karena bertemu dengan berbagai aliran, paham, agama, dan budaya lain,
sehingga dirasa perlu ada pembelaan dan penjelasan rasional yang bisa membentenginya. Sekarang,
dalam konteks kekinian, problema yang dihadapi umat Islam khususnya dalam pemikiran kalam telah
berbeda, bukan lagi metafisika tetapi kenyataan kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itu,
bangunan keilmuan kalam ini, mesti harus lebih ditekankan pada pembahasan yang berorientasi kepada
kesadaran manusia sebagai makhluk yang berdaya dalam melakukan perubahan.
1. Mengenal Allah (Ma‘rifatullah) dengan dalil-dalil yang pasti dan memperoleh kebahagiaan yang kekal
dan abadi.
2. Mengungkap sejarah, oleh karenanya salah satu dari ruang lingkup Ilmu Kalam adalah aspek
kesejarahan.
3. Meneguhkan Keyakinan (Aqidah). Manfaat dari ilmu Kalam ini adalah menjadikan akidahnya mantap
dan tidak goyah, sehingga dengan anugerah Allah SWT, ia akan selamat diakhirat dari azab Allah yang
disebabkan kekufuran dan jeleknya keyakinan. Begitu juga selamat di dunia dari keruhnya pikiran dan
dari kesimpulan yang global yang tidak menemukan hakikatnya alam. Maka puncaknya manfaat ilmu ini
adalah keselamatan dunia dan akhirat. Oleh karenanya salah satu dari ruang lingkup Ilmu Kalam adalah
aspek pemikiran.
4. Meningkatkan kemampuan pemahaman, peng- hayatan, dan pengamalan murid tentang ilmu
kalamsehingga menjadi muslim yang penuh tanggung jawab dan bijaksana dalam kehidupan pribadi,
masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
5. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai
akidah Islam.