Oleh Kelompok 3
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
PEMAJAKAN PENGHASILAN WAJIB PAJAK LUAR NEGERI
Berbeda dengan kriteria penentu apakah seseorang merupakan WPDN yang bersifat
alternatif, kriteria penentu apakah seseorang merupakan WPLN bersifat kumulatif.
Dengan demikian hanya orang yang berada di Indonesia selama tidak lebih dari 183
hari dan tidak bertempat tinggal serta tidak mempunyai niat untuk bertempat tinggal
di Indonesia akan dikategorikan sebagai WPLN.
Sementara itu, badan dapat dikategorikan sebagai WPLN apabila didirikan tidak
tunduk hukum Indonesia dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Sebuah
Perseroan Terbatas walaupun didirikan di Singapura dapat menjadi bukan WPLN
apabila menurut keadaan nyata bertempat kedudukan di Indonesia. Sesuai dengan
ketentuan yang berlaku penentuan apakah suatu badan bertempat kedudukan di
Indonesia dapat mendasarkan pada
Badan hukum memperoleh suatu status hukum (legal) dari negara dengan hukum
mana badan didirikan. Status hukum ini sekaligus memberikan nasionalitas badan dan
koneksi legal antara badan dengan Indonesia sebagai pemegang yuridiksi pemajakan.
Karena secara hukum badan tidak bisa didirikan (tunduk) berdasarkan hukum lebih
dari satu negara, kriteria tempat pendirian sebagai penentu status WP (WPDN) lebih
pasti dibandingkan dengan kriteria tempat kedudukan yang sesuai dengan fakta
berpotensi multi tafsir misalnya tempat kedudukan statuter, manajemen efektif, dan
sebagainya. Hal demikian, dapat menimbulkan status residen ganda (dual residence)
dari badan dimaksud. Berbeda dengan WPDN yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan pertalian subjektif atau personal yang dapat bersifat formal maupun
ekonomis, WPLN dikenakan pajak penghasilan berdasarkan pertalian ekonomis.
Pertalian tersebut dapat dalam bentuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia atau memperoleh atau menerima penghasilan dari sumber di Indonesia.
Karena pertalian fiskalnya dimulai dengan adanya pertalian ekonomis berarti ada
subjek dan objek sekaligus dalam UU PPh secara administratif lebih tepat untuk
langsung memakai sebutan WPLN. Karena pemicu pemajakan WPLN adalah
pertalian, Pasal 2A Ayat 3 dan 4 menyatakan bahwa kewajiban pajak subjektif dan
objektif WPLN timbul bersamaan waktunya pada saat adanya pertalian ekonomi
tersebut yang berupa penerimaan atau perolehan penghasilan atau mulainya kegiatan
ekonomis. Selanjutnya pertalian perpajakan batal pada saat putusnya pertalian
ekonomis tersebut. Berbeda dengan ikatan pajak yang didasarkan pada pertalian
subjektif yang memungkinkan negara pemungut pajak berkemampuan untuk
menjangkau kapasitas pemajakan (taxable capacity) global (karena orangnya berada
dalam jangkauan yurisdiksi negara
Pajak Penghasilan (Indonesia) dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Selintas, ketentuan ini sepertinya menyiratkan
bahwa Indonesia dapat mengenakan pajak kepada siapa saja dan di mana saja. Namun dari
penjelasan nampak bahwa subjek yang dikenakan pajak tersebut terbatas kepada mereka yang
disebut Wajib Pajak, yaitu subjek pajak yang memperoleh atau menerima penghasilan selama
tahun pajak. WPLN dapat memperoleh atau menerima penghasilan dari Indonesia dengan
berbagai cara dan melalui berbagai sarana. Pasal 2 Ayat 4 UU PPh memberikan batasan
tentang siapa WPLN. Sehubungan dengan Orang Pribadi, yang menjadi WPLN adalah
mereka yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari, dan tidak berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia.