Anda di halaman 1dari 3

Latar Belakang

Ghasab menurut etimologis adalah mengambil sesuatu dengan cara zalim atau terang-
terangan, adapun menurut definitif ghasab merupakan mengambil sesuatu milik orang lain
tanpa izin atau tanpa berniat untuk memiliknya.1 Menurut Mazhab Hanafi dan As-Syafi’i,
ghasab adalah menguasai hak milik orang lain secara permusuhan atau tanpa hak. sedangkan
menurut Mazhab Maliki ghasab ialah mengambil sesuata benda atau harta orang lain dengan
pamaksaan dan sengaja (bukan berarti merampok).

Ghasab adalah suatu perbuatan yang mana dapat merugikan diri sendiri sebagaimana ghasab
itu adalah perbuatan yang dilarang dalam islam bahkan diharamkan oleh syariat islam dan bagi
orang yang melakukannya akan mendapatkan dosa. Dasar keharaman perbuatan ghasab
terdapat dalam hadis Nabi Saw dalam sumber hukum umat Islam setelah Al-Qur’an.
Bahwasanya orangorang yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam, berarti
orang itu menolak petunjuk al-Qur’an.

Sedangkan untuk barang temuan yaitu adalah barang yang mana barang tersebut hilang dari
pemiliknya. Berkaitan dengan istilah barang temuan ini, hal ini berarti bahwa sesuatu yang
ditemukan tersebut tidak terletak pada suatu tempat yang pada umumnya sesuatu tersebut
disimpan. Hal ini dapat terjadi karena sifat manusia yang lupa dan lalai atau juga dapat
disebabkan karena musibah seperti banjir, gempa bumi, longsor tau bencana alam lainnya yang
dapat menyebabkan benda tersebut lepas dari pemiliknya.

A. Pengertian Menyerobot Giliran Orang Lain


Islam sangat memperhatikan kedisiplinan dengan menekankan pentingnya kesabaran dalam
melakukan suatu hal. Misalnya seperti membiasakan budaya antri di segala lini kehidupan. Kita
tahu, dalam nilai yang terkandung dalam fiqih terdapat pemahaman yang mengajarkan
ketertiban, misalkan dalam hal setiap ibadah yang mengharuskan urutan dan ketertiban. Dalam
berwudhu, misalnya, membasuh muka harus didahulukan daripada membasuh kedua tangan.
Menyalahi urutan ini bisa menjadikan wudhu tidak sah. Demikian seterusnya.

Sebagai sesama manusia kita harus mematuhi peraturan yang ada, karna manusia sama-sama
mempunyai haknya masing-masing. Yang mana jika kita sudah mendapatkan bagian yang kita
dapatkan maka kita tidak boleh mengambil ataupun menyerobot giliran orang lain seperti
halnya disaat kita dalam mengantri, jika kita sudah dapat nomor antrian yang sudah ditetapkan
maka mau tidak mau kita harus menerimanya karena perbuatan menyerobot giliran orang lain
itu adalah perbuatan yang tercela.

Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang pengetahun harusnya dapat mengetahui mana
perbuatan yang baik dan buruk. Karena dengan adanya budaya mengantri ini akan dapat
menciptakan masyarakat yang bermartabat, dimana disiplin antri mampu menumbuhkan sikap
untuk saling memahami dan saling menghormati sesama. Mekipun kelihatannya sepele,
namun kalau kita mau memperhatikan dengan seksama, dalam aktivitas mengantri kita, kita
melihat setiap orang saling memahami dan saling menghormati antara satu dengan yang lain.
Orang yang datang belakangan memahami bahwa orang yang hadir lebih dahulu berhak untuk
berada di depan dan dengan sadar menghormati hak tersebut. Ada wujud kesalehan disana.
Kesalehan yang benar-benar melembaga dalam diri manusia sehingga terwujud pula dalam
kesehariannya.

Sumber Rujukan

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012),. 366.
Ahmad Sarwat, Enksiklopedia Fikih Indonesia 7: Muamalat (Jakarta: Gramedia, 2018), 208.

Muhammad Syuhudi Ismail, "Metodologi Penelitian Hadis Nabi" (Jakarta: Bulan Bintang, 2007),
9.

Anda mungkin juga menyukai