Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR PUSTAKA

GM, Bulechek, Butcher HK, dan Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention
Classification (NIC): Edisi 5. St. Louis: Mosby.
Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing: Buku 1, Edisi 7. Singapura: Elsevier
Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan (Teori dan
Praktik). Yogyakarta: Graha Ilmu
http://safetynet.asia/keselamatan-dan-kesehatan-kerja-untuk-perawat/
http://www.observatorisdmkindonesia.org/wp-content/uploads/2014/09/14.-Standar-
Praktik-Keperawatan_Standard-of-Nursing-Practice.pdf
https://inna-ppni.or.id/pendidikan-keperawatan/
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang mana
telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan
makalah Tahapan Implementasi dalam Keperawatan sebagai salah satu tugas wajib dan
bukti bahwa kami selaku penulis telah melaksanakan dan menyelesaikan makalah ini.
Laporan ini dibuat dan diselesaikan dengan adanya bantuan dari pihak pebimbing,
materi maupun teknis, oleh karena itu kami selaku penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada : Ns. Jathu Dwi Wahyuni, S. Kep. Selaku dosen mata kuliah Konsep
Dasar Keperawatan II di Poltekkes Kemenkes Jakarta III. Dan kepada Orang Tua yang
telah memberikan do'a, arah, dukungan, dan dorongan dari segi material maupun moral.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan-kekurangan dari segi kualitas atau kuantitas maupun dari ilmu
pengetahuan yang kami kuasai. Oleh karena itu kami selaku penulis mohon kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan pembuatan laporan atau kaarya
tulis dimasa mendatang.

Atas perhatian dan waktunya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 20 Maret 2018

Tim Penulis

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2

1.3 Tujuan......................................................................................................................2

BAB II PENDAHULUAN....................................................................................................3

2.1 Standar Intervensi Keperawatan..............................................................................3

2.1.1 Protokol dan Petunjuk Prosedur dalam Praktik Keperawatan Klinik..............3

2.1.2 Standing Order.................................................................................................3

2.1.3 Klasifikasi Intervesi Keperawatan....................................................................4

2.1.4 Standar Praktik Keperawatan...........................................................................4

2.1.5 Pendidikan, Kualitas dan Keselamatan bagi Perawat......................................7

2.2 Proses Berpikir Kritis dalam Implementasi...........................................................11

2.3 Proses Implementasi dalam Keperawatan.............................................................12

2.3.1 Pengkajian Ulang Terhadap Klien.................................................................12

2.3.2 Review dan Revisi Rencana Asuhan Keperawatan yang Ada.......................12

2.3.3 Mengorganisasikan Sumber Daya dan Menyampaikan Layanan..................13

2.3.4 Antisipasi dan Pencegahan Komplikasi.........................................................14

2.3.5 Mengenali Area Asistensi..............................................................................14

2.3.6 Keterampilan Implementasi...........................................................................14

2.3.7 Perawatan Langsung.......................................................................................15

2.3.8 Perawatan Tidak Langsung............................................................................17

2.4 Perawatan Langsung..............................................................................................18

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | ii


2.4.1 Pengertian ADL (Activity Daily Living).......................................................18

2.4.2 Instrumen ADL...............................................................................................19

2.4.3 Teknik Perawatan Fisik..................................................................................19

2.4.4. Edukasi...........................................................................................................19

2.4.5 Mengontrol Reaksi yang Berlebihan..............................................................20

2.4.6 Mengukur Upaya Pencegahan........................................................................20

2.5 Perawatan Tidak Langsung....................................................................................20

2.5.1 Komunikasi dalam Intervensi Keperawatan...................................................21

2.5.2 Delegasi Supervisi dan Evaluasi Pekerjaan dari Anggota Staf......................22

2.6 Pencapaian Tujuan Klien.......................................................................................22

BAB III PENUTUP............................................................................................................24

3.1 Simpulan................................................................................................................24

3.2 Saran......................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | iii


Poltekkes Kemenkes Jakarta III | iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu Keperawatan didasarkan pada suatu teori yang sangat luas. Proses
keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem-solving yang
memerlukan ilmu,  teknik,  dan ketrampilan interpersonal dan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien/ keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang
sequensial dan berhubungan. Antara lain yaitu
pengkajian,  diagnosis,  perencanaan,  pelaksanaan,  dan evaluasi. Tahap tersebut
berintegrasi dalam mendefinisikan suatu tindakan perawatan. Salah satunya adalah
implementasi atau pelaksanaan.
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).
Proses keperawatan menyediakan struktur bagian praktis dengan penggunaan
pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan oleh perawat untuk mengekspresikan
kebutuhan perawatan (human caring). Keperawatan digunakan secara terus-menerus
ketika merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan dengan mempertimbangkan
pasien sebagai figur central dalam merencanakan asuhan dengan mengobservasi
respons pasien terhadap setiap tindakan sebagai penatalaksanaan dalam suatu asuhan
keperawatan.
Pada saat implementasi perawat harus melaksanakan hasil dari rencana
keperawatan yang di lihat dari diagnosa keperawatan. Di mana perawat  membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 1


faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).
Sehingga,  dengan proses keperawatan,  rasa tanggung jawab dan tanggung gugat
bagi perawat itu dapat dimiliki dan dapat digunakan dalam tindakan-tindakan yang
merugikan atau menghindari tindakan yang legal. Semua tatanan perawatan kesehatan
secara hukum perlu mencatat observasi keperawatan,  perawatan yang diberikan,  dan
respons pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan standar intervensi keperawatan?
1.2.2 Apa yang yang dimaksud dengan berpikir kritis dalam proses implementasi?
1.2.3 Apa saja yang ada dalam proses implementasi?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan perawatan langsung pada tahapan implementasi
dalam proses keperawatan?
1.2.5 Apa yang dimaksud dengan perawatan tidak langsung pada tahapan
implementasi dalam proses keperawatan?
1.2.6 Apa saja pencapaian tujuan pasien pada tahapan implementasi dalam proses
keperawatan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui dan memahami standar intervensi keperawatan
1.3.2 Mengetahui dan memahami berpikir kritis dalam proses implementasi
1.3.3 Mengetahui dan memahami proses implementasi
1.3.4 Mengetahui dan memahami perawatan langsung pada tahapan implementasi
dalam proses keperawatan
1.3.5 Mengetahui dan memahami perawatan tidak langsung pada tahapan
implementasi dalam proses keperawatan
1.3.6 Mengetahui dan memahami pencapaian tujuan pasien pada tahapan
implementasi dalam proses keperawatan

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 2


BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Standar Intervensi Keperawatan


2.1.1 Protokol dan Petunjuk Prosedur dalam Praktik Keperawatan Klinik
Protokol adalah rencana tertulis yang menguraikan prosedur yang harus
diikuti selama perawatan klien dengan kondisi atau situasi klinis tertentu,
seperti perawatan klien pascaoperatif.(potter & perry,2005). Protokol
menjelaskan dimana perawat diijinkan untuk mengatasinya, seperti
mengendalikan hipertensi, dan tipe pengobatan dimana perawat diizinkan untuk
melakukan, seperti imunisasi bayi sehat, dan juga bisa digunakan untuk
interdisiplin untuk pemeriksaan diagnostik fisik, terapi okupasi, dan wicara.
Suatu pedoman klinis atau protocol merupakan pedoman yang mengarahkan
keputusan dan intervensi untuk masalah kesehatan tertentu. Pedoman ini
disusun berdasarkan pengkajian bukti ilmiah terbaru dan membantu
penyelenggara pelayanan kesehatan dalam mengambil keputusan untuk kondisi
klinis spesifik (Nasional Guideline Clearinghouse, NGC, 2006). Contoh
pedoman praktik klinis yang disusun oleh kelompok kesehatan nasional adalah
pedoman yang dikeluarkan oleh Nasional Institutes of Helath dan Nasional
Guideline Clearinghouse. Pedoman ini tersedia bagi siapapun yang ingin
mengadopsi bimbingan yang berbasis pada bukti bagi klien dengan masalah
kesehatan spesifik. Contohnya adalah pedoman berbasis bukti untuk mencegah
penyakit pada wanita, manajemen diabetes tipe 2, dan pencegahan, deteksi,
evaluasi, dan terapi hipertensi (NGC, 2006). Salah satu sumber yang baik
pedoman praktik keperawatan adalah Goronological Nursing Interventions
Research Center dari University of Iowa. Pusat penelitian tersebut memiliki
pedoman klinis untuk kondisi delirium dan kebingungan akut, memandikan
individu yang menderita demensia, pencegahan kekerasan pada lansia, dan
pencegahan terjadinya dekubitas (GNIRC, 2006).
2.1.2 Standing Order
Standing order adalah dokumen yang mengandung instruksi untuk
melakukan terapi rutin untuk klien spesifik dengan masalah klinis yang telah

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 3


diidentifikasi.(potter & perry 2005). Standing Order disahkan da ditandatangini
oleh dokter yang bertanggung jawab dalam perawatan sebelum perawatan
tersebut di implementasikan . Perawatan tersebut biasanya terjadi dalam
lingkungan perawatan kritis dimana kebutuhan klien dapat berubah dengan
cepat dan membuuthkan segera. Standing order juga umum dalam lingkungan
kesehatan komunitas , dimana perawat menghadapi situasi yang tidak
memungkinkan kontak segara dengan dokter.
2.1.3 Klasifikasi Intervesi Keperawatan
Sistem NIC dirancang oleh University of Iowa dan membantu pemisahan
praktik keperawatan dari professional kesehatan lainnya. Sistem ini
memberikan standardisasi yang meningkatkan komunikasi asuhan keperawatan
pada berbagai tatanan dan perbandingan hasilnya. Dengan NIC, perawat
mempelajari intervensi yang disarankan untuk berbagai diagnosis keperawatan
sesuai kategori NANDA Internasional. Perawat yang mempelajari berbagai
aktivitas keperawatan untuk tiap intervensi NIC.
Standar klasifikasi komprehensif  dari campur tangan yang dilakukan
perawat. Hal ini sangat berguna bagi dokumentasi klinik, komunikasi sikap
peduli yang mencakup peraturan, hubungan antara data yang mencakup system
dan peraturan, efektifitas penelitian, ukuran produktifitas, evaluasi kompetisi,
pembayaran kembali, dan disain kurikular. Klasifikasi meliputi campur tangan
yang dilakukan oleh perawat pada kebutuhahan pasien, baik perseorangan dan
kolaboratif semuanya harus berupa keperawatan  lansung dan tidak langsung.
Sebuah campur tangan didefinisikan sebagai perlakuan, berdasarkan pendapat
dan pengetahuan, yang dilakukan perawat untuk mempertimbangkan pasien
atau klaen untuk berhasil dalam tindakan keperawatan.
2.1.4 Standar Praktik Keperawatan
Standar praktik keperawatan dari ANA :
1. Standar I : Pengkajian
2. Standar II : Diagnosa keperawatan
3. Standar III : Identifikasi hasil
4. Standar IV : Perencanaan
5. Standar V : Implementasi

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 4


6. Standar VI : Evaluasi
1) Standar I : Pengkajian
Perawat mengidentifikasi dan pengumpulan data tentang status
kesehatan klien.
Kriteria pengukuran :
a. Prioritas pengumpulan data ditentukan oleh kondisi atau kebutuhan-
kebutuhan klien saat ini.
b. Data tetap dikumpulkan dengan tehnik-tehnik pengkajian yang
sesuai .
c. Pengumpulan data melibatkan klien, orang-orang terdekat klien dan
petugas kesehatan.
d. Proses pengumpulan data bersifat sistematis dan berkesinambungan.
e. Data-data yang relevan didokumentasikan dalam bentuk yang
mudah didapatkan kembali.
2) Standar II :Diagnosa
Perawat menganalisa data yang dikaji untuk menentukan diagnosa.
Kriteria pengukuran :
a. Diagnosa ditetapkan dari data hasil pengkajian.

b. Diagnosa disahkan dengan klien, orang-orang terdekat klien, tenaga


kesehatan bila memungkinkan.
c. Diagnosa di dokumentasikan dengan cara yang memudahkan
perencanaan perawatan.
3) Standar III: Identifikasi hasil
Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual pada
klien.
Kriteria pengukuran :
a. Hasil diambil dari diagnosa.
b. Hasil-hasil didokumentasikan sebagai tujuan-tujuan yang dapat
diukur.
c. Hasil-hasil dirumuskan satu sama lain sama klien, orang-orang
terdekat klien dan petugas kesehatan.

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 5


d. Hasil harus nyata (realistis) sesuai dengan kemampuan/kapasitas
klien saat ini dan kemampuan potensial.
e. Hasil yang diharapkan dapat dicapai dsesuai dengan sumber-sumber
yang tersedia bagi klien.
f. Hasil yang diharapkan meliputi perkiraan waktu pencapaian.
g. Hasil yang diharapkan memberi arah bagi keanjutan perawatan.
4) Standar IV : Perencanaan
Perawat menetapkan suatu rencana keperawatan yang menggambarkan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Kriteria pengukuran :
a. Rencana bersifat individuali sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
dan kondisi klien.
b. Rencana tersebut dikembangkan bersama klien, orang-orang
terdekat klien dan petugas kesehatan.
c. Rencana tersebut menggambarkan praktek keperawatan sekarang
d. Rencana tersebut didokumentasikan.
e. Rencana tersebut harus menunjukkan kelanjutan perawatan.
5) Standar V : Implementasi
Perawat mengimplementasikan intervensi yang diidentifikasi dari
rencana keperawatan.
Kriteria pengukuran :
a. Intervensi bersifat konsisten dengan rencana perawatan yang dibuat.
b. Intervensi diimplementasikan dengan cara yang aman dan tepat.
c. Intervensi didokumentasikan
6) Standar VI : Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap hasil yang telah dicapai.
Kriteria pengukuran :
a. Evaluasi bersifat sistematis dan berkesinambungan.
b. Respon klien terhadap intervensi didokumentasikan.
c. Keefektifan intervensi dievaluasi dalam kaitannya dengan hasil.

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 6


d. Pengkajian terhadap data yang bersifat kesinambungan digunakan
untuk merevisi diagnosa, hasil-hasil dan rencana perawatan untuk
selanjutnya,
e. Revisi diagnosa, hasil dan rencana perawatan didokumentasikan.
f. Klien, orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan dilibatkan
dalam proses evaluasi
2.1.5 Pendidikan, Kualitas dan Keselamatan bagi Perawat
1. Pendidikan bagi perawat
Pendidikan keperawatan di indonesia mengacu kepada UU No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jenis pendidikan keperawatan di
Indonesia mencakup:
a. Pendidikan Vokasional; yaitu jenis pendidikan diploma sesuai dengan
jenjangnya untuk memiliki keahlian ilmu terapan keperawatan yang diakui
oleh pemerintah Republik Indonesia.
b. Pendidikan Akademik; yaitu pendidikan tinggi program sarjana dan pasca
sarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu
pengetahuan tertentu.
c. Pendidikan Profesi; yaitu pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan
keahlian khusus.
Sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor. Sesuai dengan UU Sisdiknas
No.20 Tahun 2003 tersebut Organisasi Profesi yaitu Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI) dan Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI),
bersama dukungan dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas),
telah menyusun dan memperbaharui kelengkapan sebagai suatu profesi.
Perkembangan pendidikan keperawatan sungguh sangat panjang dengan
berbagai dinamika perkembangan pendidikan di Indonesia, tetapi sejak tahun
1983 saat deklarasi dan kongres Nasional pendidikan keperawatan indonesia
yang dikawal oleh PPNI dan diikuti oleh seluruh komponen keperawatan
indonesia, serta dukungan penuh dari pemerintah kemendiknas dan kemkes saat
itu serta difasilitasi oleh Konsorsium Pendidikan Ilmu kesehatan saat itu,

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 7


sepakat bahwa pendidikan keperawatan Indonesia adalah pendidikan profesi
dan oleh karena itu harus berada pada pendidikan jenjang Tinggi.dan sejak itu
pulalah mulai dikaji dan dirangcang suatu bentuk pendidikan keperawatan
Indonesia yang pertama yaitu di Universitas Indonesia yang program
pertamannya dibuka tahun 1985.
Sejak 2008 PPNI, AIPNI dan dukungan serta bekerjasama dengan
Kemendiknas melalui project Health Profession Educational Quality (HPEQ),
menperbaharui dan menyusun kembali Standar Kompetensi Perawat Indonesia,
Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan Indonesia, Standar Pendidikan
Ners, standar borang akreditasi pendidikan ners Indonesia. dan semua standar
tersebut mengacu pada Peraturan Presiden Nomor.8 tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan sat ini sudah diselesaikan
menjadi dokumen negara yang berkaitan dengan arah dan kebijakan tentang
pendidikan keperawatan Indonesia.
Standar-standar yang dimaksud diatas juga mengacu pada perkembangan
keilmuan keperawatan, perkembangan dunia kerja yang selalu berubah,
dibawah ini sekilas saya sampaikan beberapa hal yang tertulis dalam dokumen
Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan, yang berkaitan dengan Jenis,
jenjang, Gelar akademik dan Level KKNI.
2. Kualitas pelayanan keperawatan
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas, banyak hal
yang perlu dipahami, salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan
yang amat penting adalah tentang apa yang dimaksud dengan kualitas
pelayanan.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh banyak institusi
kesehatan hampir selalu dapat memuaskan pasien, maka dari itu sering disebut
sebagai pelayanan kesehatan yang berkualitas. Salah satu definisi menyatakan
bahwa kualitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah
sakit, memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan
dapat diterima oleh pasiennya. Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan
kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 8


kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin
sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan.
3. Keselamatan bagi perawat
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA, 2004)
yang merupakan agen federal dalam bidang kesehatan mengatakan misinya
untuk merancang dan menjamin keselamatan dan kesehatan kerja dari pekerja
dengan menegakan sesuai standard, memberi pelatihan, penyuluhan, dan
pendidikan ; dan mendirikan kemitraan dan mendorong terus menerus
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja.
Perawat telah menyatakan keprihatinan mengenai keamanan di lingkungan
kerja selama bertahun-tahun. Sebagai perawat atau karyawan, berhak
memperoleh lingkungan kerja yang aman. Beberapa rumah sakit mungkin
memperkerjakan perawat untuk memeriksa keamanan lingkungan dan
memgunakan praktik kerja untuk menigkatkan keselamatan kerja.
Ada beberapa hal tentang keselamatan kerja perawat di rumah sakit:
a. Nurse Staffing Levels
Penyetaraan kerja dalam bagian kesehatan, khususnya ruang lingkup k3
dalam keperawatan di rumah sakit telah menjadi perhatian yang menonjol.
Pembagian tenaga kerja atau staff yg tidak memadai menyebabkan
terjadinya kelelahan pada perawat yang menyebabkan cenderung terjadi
keselaahan yang dapat membahayakan pasien ataupun perawat tersebut.
American Nurse Association (ANA) telah melakukan kampanye besar-
besaran bertema “Staffing Saves Lives” hal tersebut memberi gambaran
kalau penyetaraan tenaga kerja sangat besar hubungannya dengan
Kesehatan dan Keselamatan kerja untuk perawat.
b. Infection as an Occupational Hazard
Penularan infeksi yaitu perhatian utama ketika perawat merawat pasien
infeksi. Dengan adanya infeksi maka penaganan dan perlu perahtian ekstra
dari petugas kesehatan untuk menangani pasien ini. Biasanya, disetiap
rumah sakit memiliki petugas kesehatan khusus yang menangani
permasalahan infeksi ini. Kewaspadaan universal telah diamanatkan oleh
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Administration (OSHA) kalau harus

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 9


melindungi perawat dari pathogen darah. Karena darah dapat menularkan
penyakit HIV, Hepatitis B dan lainnya yang dapat menyebar melalui darah.
Salah satu tindakan utama dalam menjaga agar tidak tejadi infeksi maka
harus ada pengaturan khusus tentang limbah jarum bekas, selain itu RS
harus menyediakan sarung tangan (glove) atau kaca mata pelindung dalam
melakukan kontak denganpasien infeksi. American Nurse Association
(ANA) telah aktif dalam advokasi tempat kerja berkaitan dengan luka jarum
suntik dan mensupport melaui situs website ditujukan untuk tema ini.
Selain jarum suntik, RS harus menyediakan masker untuk para pekerja atau
staff dalam rangka mencegah dan pengendalian penyebaran infeksi
pernapasan, contoh kasus TB. Selain itu, jangan lupa tangan adalah media
penyebaran mikroorganisme yang seringkali digunakan maka dari itu
rajinlah membersihkan tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
c. Hazardous Chemical Agents
Bicara tentang zat kimia beresiko yang ada di rumah sakit maka perlu juga
perhatian khusunya untuk perawat anastesi atau para perawat fisiotherapy.
Contohnya gas anastesi bisa membuat malformasi janin yang membuat bisa
keguguran spontan pada wanita hamil yang terpapar secara terus menerus.
Diperlukan protocol khusus dalam pengolahan penggunaan ataupun
pemrosesan limbah zat beracun ini. RS bertanggungjawab dalam
menyediakan perlengkapan yang di butuhkan untuk menjaga keselamatan
perawat dalam memakai beberapa zat ini.
d. Ergonomic Hazards in the Workplace
Ergonomic dalam bahasa inggris “Ergonomics is the science of fitting a task
to one’s physical characteristics in order to enhance safety, efficiency, and
well-being”, jadi hal tersebut berhubungan dengan efisiensi keamanan dan
kesehjateraan atau seseorang itu merasa nyaman dalam melakukan suatu
pekerjaan. Sering dalam dunia keperawatan terutama dalam sistem
perpindahan pasien, perawat sering salah dalam prosedur mengangkat
pasien ataupun mengangkat benda yang jatuh di lantai. Perawat sering
membungkukan tubuhnya daripada duduk jongkok untuk mengambil benda
yang jatuh. Hal tersebut mungkin menimbulkan permasalahan pada tulang

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 10


belakang ; penyakit LBP (Lower back pain) atau juaga menurut NIOSH
(2009) musculoskeletal disorders (MSD). Jadi pola kebiasaan yang buruk
dari perawat dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan kerja dari
perawat tersebut.
e. Violence in the Workplace
Biasanya mahasiswa keperawatan menganggap rumah sakit jadi tempat
dimana korban kekerasan dibantu. Jarang mereka menganggap diri mereka
jadi calon korban kekerasan ditempat kerja mereka sendiri. Belakangan ini
banyak terjadi serangan pada perawat dan petugas kesehatan lainnya
dilayanan kesehatan dan social. Sebagian besar kekerasan ditempat kerja
terjadi dibagian Kesehatan Kejiwaan dan Gawat Darurat. Bisanya
pengunjung dari luar yang mengakibatkan kekerasan dalam kerja di
RUANG Darurat. Untuk kejiwaan sendiri kita semua sendiri tahu bersama
bila di kejiwaan terdapat jenis dari kejiwaan ini, biasanya pasien dengan
perilaku kekerasan yang biasanya mengakibatkan kekerasan di lingkungan
kerja. OSHA sudah membuat dasar untuk membangun sarana dan
lingkungan kerja yang aman. Hal tersebut dilakukan dengan memberi
pelatihan dan pengelolaan dalam kekerasan. Selain itu bisa pula melalui
pengguanaan detector logam, tombol panic, dan kaca anti peluru, sesuai
dengan keperluan dari RS. Selain itu instansi kesehatn haru bekerja sama
dengan penegak hokum agar dengan cepat dan mudah memberikan laporan
isiden perilaku kekerasan di RS.

2.2 Proses Berpikir Kritis dalam Implementasi


Sebelum mengimplementasikan intervensi keperwatan, gunakan pemikiran kritis
untuk menentukan ketepatan intervensi terhadap situasi klinis. Walaupun implementasi
telah direncanakan, perawat tetap berkewajiban melakukan penilaian sebelum
melaksanakan implementasi tersebut, karena konsisi klien dapat berubah dalam
hitungan menit. Berikut ini adalah beberapa petunjuk yang dipertimbangkan saat
pengambilan keputusan tentang implementasi:
1. Tinjau ulang segala kemungkinan intervensi keperawatan yang sesuai dengan
masalah klien,

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 11


2. Tinjau ulang semua kemungkinan konsekuensi pada setiap kemungkinan intervensi
keperawatan,
3. Pertimbangkan peluang terjadinya kemungkinan konsekuensi,
4. Buat keputusan tentang manfaat dari konsekuensi bagi klien.

2.3 Proses Implementasi dalam Keperawatan


Persiapan proses implementasi akan memasatkan asuhan keperawatan yang efesien,
aman, dan efektif.
2.3.1 Pengkajian Ulang Terhadap Klien
Pengkajian merupakan proses kontinu yang terjadi setiap kali perawat
berinteraksi dengan klien. Saat mengumpulkan dan mengidentifikasi kebutuhan
baru, perawat akan memodifikasi rencana keperawatan. Selain itu, perawat juga
memodifikasi rencana saat menentukan kebutuhan kesehatan seorang klien.
Langkah ini membantu perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan
tersebut masih sesuai dengan kondisi klien.
2.3.2 Review dan Revisi Rencana Asuhan Keperawatan yang Ada
Setelah mengkaji ulang, lakukan peninjauan pada rencana keperawatan,
bandingkan data tersebut agar diagnosis keperawatan menjadi valid, dan tentukan
apakah intervensi keperawatan tersebut masih menjadi yang terbaik untuk situasi
klinis saat itu. Jika terjadi perubahan status klien, diagnosis keperawatan dan
intervensinya, lakukan modifikasi rencana asuhan keperawatan. Modifikasi rencana
perawatan tertulis mencakup empat langkah sebagai berikut:
1. Lakukan revisi data pada kolom pengkajian untuk menggambarkan status klien
terkini. Berikan tanggal pada data baru sehingga anggota tim yang lain
mengetahui waktu perubahan tersebut.
2. Lakukan revisi pada diagnosis keperawatan. Hapus diagnosis keperawatan yang
telah kehilangan relevansinya, tambah dan berikan tanggal pada diagnosis yang
baru.
3. Lakukan revisi pada intervensi sesuai dengan diagnosis dan tujuan keperawatan
yang baru. Revisi ini harus menggambarkan status terkini klien.
4. Tentukan metode evaluasi untuk menentukan apakah anda telah berhasil.

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 12


2.3.3 Mengorganisasikan Sumber Daya dan Menyampaikan Layanan
Sumber daya suatu fasilitas mencakup peralatan dan personel yang memiliki
keterampilan. Organisasi peralatan dan personel akan membuat perawatan klien
menjadi lebih tepat waktu, efisien, dan penuh keterampilan. Persiapan pemberian
asuhan juga meliputi persiapan lingkungan dan klien untuk intervensi
keperawatan.    
1. Peralatan
Sebelum melakukan intervensi, tentukan alat yang dibutuhkan dan periksan
persediaannya. Sediakan peralatan tambahan untuk mengatasi kemungkinan
terjadi kesalahan, tetapi jangan membukanya kecuali benar-benar dibutuhkan.
2. Personel
Sistem yang mengatur keperawatan akan menentukan bagaimana personel
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Sebagai
contoh, seorang perawat Registered Nurse (RN) memiliki tanggung jawab yang
berbeda di dalam model keperawatan tim dibandingkan model keperawatan
primer. Seorang perawat primer bertanggung jawab untuk melayani klien
selama dirawat inap. Seorang perawat tim bertanggung jawab untuk melayani
klien sesuai dengan giliran jaga. Dalam metode tim, perawat  bertanggung
jawab dalam menentukan kapan melaksanakan suatu intervensi atau
mendelegasikannya kepada anggota lain.
3. Lingkungan
Lingkungan perawatan klien harus aman dan kondusif bagi implementasi tarapi.
Keamanan klien merupakan prioritas pertama. Klien memperoleh keuntungan
intirvensi terbaik saat lingkungannya sesuai dengan kegiatan keperawatan.
4. Klien
Sebelum melaksanakan intervensi, pastikan klien telah merasa nyaman secara
fisik dan psikologis. Buat klien merasa nyaman secara fisik walaupun saat  ada
gejala. Mulai setiap intervensi dengan mengendalikan faktor lingkungan,
menangani kebutuhan fisik, menghindari interupsi, dan memosisikan klien
dengan benar. Juga pertimbangkan tingkat ketahanan klien, dan rencanakan
aktiviotas dalam tingkah yang dapat ditoleransi oleh klien.

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 13


2.3.4 Antisipasi dan Pencegahan Komplikasi
Resiko pada klien berasal dari penyakit dan terapi. Sebagai perawat, awasi
dan kenali resiko tersebut, sesuaikan intervensi dengan situasi, evaluasi keuntungan
terapi terhadap resiko dan akhirnya mulailah tindakan pencegahan resiko. Perawat
merupakan pihak pertama yang mendeteksi perubahan kondisi klien. Pada
penelitiannya, Benner (1948) menunjukkan bahwa perawat ahli belajar
mengantisipasi perburukan klien sebelum tanda diagnostic yang mengonfirmasi hal
tersebut timbul.
Pengetahuan perawat tentang patofisiologi dan pengalaman dengan klien
sebelumnya akan membantu mengenali resiko komplikasi yang dapat terjadi.
Pemeriksaan yang menyeluruh akan menunjukkan tingkat dari resiko klien. Alasan
ilmiah mengenai bagaimana intervensi yang benar dapat mencegah komplikasi
(misalnya alat penghilang tekanan, reposisi, atau perawatan luka) akan membantu
anda memilih tindakan terhadap klien.
2.3.5 Mengenali Area Asistensi
Sebelum memulai perawatan, tinjaulah rencana untuk menentukan
kebutuhan bantuan dan jenis yang dibutuhkan. Sebagai contoh, jika melayani klien
dengan imobilitas dan berat badan berlebihan, seorang perawat akan membutuhkan
personel tambahan untuk membantu klien berganti posisi dengan aman. Pastikan
jumlah dan waktu bantuan yang dibutuhkan sebelumnya. Diskusikan kebutuhan
akan bantuan dengan perawat lainnya atau asisten.
Pada situasi dimana perawat diminta memberikan obat baru,
mengoperasikan peralatan baru, atau melaksanakan suatu prosedur yang tidak
dikenali, ikuti langkah berikut:
1. Cari pengetahuan yang dibutuhkan
2. Kumpulkan semua peralatan yang dibutuhkan untuk prosedur tersebut.
3. Pastikan kehadiran perawat-perawat yang pernah melakukan prosedur tersebut
dengan baik dan benar untuk menyediakan bantuan dan bimbingan.
2.3.6 Keterampilan Implementasi
Perawat membutuhkan tiap jenis keterampilan untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung.

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 14


1. Keterampilan kognitif
Keterampilan kognitif meliputi aplikasi pemikiran kritis pada proses
keperawatan. Untuk melaksanakan intervensi dibutuhkan pertimbangan yang
baik dan keputusan klinis yang jelas. Perawat harus berfikir dan mengantisipasi
secara kontinu sehingga dapat menyesuaikan perawatan berbagai konsep dan
menghubungkannya sambil mengingat kembali takta, situasi, dank lien yang
pernah anda temui sebelumnya (Di Vito-Thomas, 2005).
2. Keterampilan interpersonal
Keterampilan ini dibutuhkan untuk terwujudnya tindakan keperawatan yang
efektif. Perawat membangun hubungan kepercayaan, menunjukkan perhatian
dan berkomunikasi dengan jelas. Komunikasi interpersonal yang baik sangat
penting untuk memberikan informasi, pengajaran, dan dukungan pada klien
dengan kebutuhan emosional.
3. Keterampilan psikomotor                                            
Keterampilan psikomotor membutuhkan integritas antara aktivitas kognitif dan
motorik. Sebagai contoh, saat melakukan penyuntikan, perawat harus
memahami anatomi dan farmakologi (kognitif), serta menggunakan koordinasi
dan presisi untuk melakukan penyuntikan dengan tepat (motorik). Keterampilan
ini sangat penting untuk membangun kepercayaan klien.
2.3.7 Perawatan Langsung
Perawat menyediakan berbagai bentuk perawatan langsung, yaitu penanganan
yang dilakukan melalui interaksi dengan klien. Cara interaksi perawat akan
menentukan keberhasilan perawatan langsung tersebut. Seluruh perawatan
langsung membutuhkan praktik yang kompeten dan aman.
1. Kegiatan harian
Kegiatan harian merupakan kegiatan yang dilakukan pada hari biasa, termasuk
mobilitas, makan, berpakaian, mandi, menggosok gigi, dan mengurus diri.
Beberapa klien cenderung membutuhkan bantuan dalam kegiatan harian. Saat
hasil pengkajian memperlihatkan bahwa klien sedang mengalami kelelahan,
keterbatasan mobilitas, kebingungan, dan nyeri, maka sangat mungkin mereka
membutuhkan bantuan kegiatan harian.

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 15


2. Kegiatan harian instrumental
Kegiatan harian instrumental meliputi aktivitas seperti berbelanja, menyiapkan
makanan, menulis cek pembayaran, dan mengkonsumsi obat harian. Perawat
pada lingkungan rumah dan komunitas sering membantu klien dalam
beradaptasi dengan kegiatan harian instrumental.
3. Teknik perawatan fisik
Teknik perawatan fisik rutin dilakukan saat merawat klien. Contohnya adalah
mengganti posisi, melakukan prosedur invasive, memberikan obat, dan
meningkatkan rasa nyaman bagi klien. Teknik fisik melibatkan pelaksanaan
prosedur keperawatan (memasang kateter urine, latihan gerak, dan penyuntikan)
secara aman dan kompeten. Metode umum untuk melakukan teknik perawatan
fisik yaitu: melindungi diri dan klien dari cedera, menerapkan praktik
pengendalian infeksi, mengorganisasi klien, dan mengikuti pedoman praktik.
4. Tindakan penyelamatan jiwa
Tindakan penyelamatan jiwa merupakan teknik perawatan fisik yang digunakan
saat kondisi fisiologis atau psikologis klien berada dalam ancaman. Tujuan
tindakan penyelamatan jiwa adalah mengembalikan keseimbangan fisiologis
atau psikologis. Tindakan ini dapat berupa pemberian obat darurat, resusitasi
jantung paru, intervens untuk melindungi klien yang kasar atau kebingungan,
dan memperoleh konseling segera dari sentra krisis bagi klien dengan ansietas
berat. Jika perawat yang belum berpengalaman menghadapi keadaan darurat,
tindakan keperawatan yang tepat adalah memanggil professional yang
berpengalaman.
5. Konseling
Konseling merupakan metode pelayanan langsung yang membantu klien
menggunakan proses pemecahan masalah untuk mengenali dan menangani
stress dan memfasilitasi hubungan interpersonal. Konseling melibatkan
dukungan emosional, intelektual, spiritual, dan psikologis.
6. Pengajaran                                   
Pengajaran merupakan tanggung jawab penting bagi perawat yang penting.
Konseling berhubungan erat dengan pengajaran. Keduanya melibatkan

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 16


keterampilan berkomunikasi untuk menciptakan perubahan pada klien. Perawat
mengajar untuk memberikan prinsip, prosedur, dan teknik layanan kesehatan
yang benar dan menginformasikan klien tentang status kesehatan mereka.
Contoh umum dari topik pengajaran adalah jadwal pemberian obat, pembatasan
aktivitas, kegiatan promosi kesehatan (misalnya: diet dan olahraga), dan
pengetahuan tentang penyakit dan implikasinya.
7. Mengendalikan Reaksi Negatif
Reaksi negatif merupakan efek yang berbahaya dan tidak disengaja dari suatu
obat, pemeriksaan diagnostic, atau intervensi terapeutik. Reaksi negatif dapat
terjadi setelah berbagai intervensi keperawatan. Oleh karena itu, selalu
melakukan antisipasi dan ketahui reaksi yang dapat terjadi. Tindakan
keperawatan dalam mengendalikan reaksi negatif bertujuan menurunkan atau
melawan reaksi tersbut.
Saat memberikan intervensi yang diinstruksikan oleh dokter (misalnya:
pemberian obat). Perawat harus mengetahui efek samping obat tersebut. Setelah
pemberian obat, perawat mengevaluasi klien untuk melihat adanya reaksi
negatif. Perawat mencatat reaksi tersebut, menghentikan pemberian obat
selanjutnya, dan berkonsultasi dengan dokter. Perawat harus mengenali tanda
dan gelaja dari suatu reaksi negative dan memberikan intervensi pada waktu
yang tepat.
8. Tindakan preventif
Tindakan keperawatan preventif mempromosikan kesehatan dan pencegahan
penyakit untuk menghindari kebutuhan pelayanan akut atau rehabilitatif.
Pencegahan meliputi pengkajian dan promosi potensi kesehatan klien,
pemberian tindakan yang diresepkan (contoh: imunisasi), pengajaran kesehatan,
dan identifikasi faktor resiko dari suatu penyakit dan/atau trauma.
2.3.8 Perawatan Tidak Langsung
Perawatan tidak langsung merupakan tindakan yang mendukung efektifitas
intervensi perawatan langsung (Dochterman dan Bulechek, 2003).
1. Mengkomunikasikan intervensi keperawatan
Setiap intervensi yang dilakukan akan dikomunikasikan dalam bentuk tertulis
maupun lisan. Perawat akan mengkomunikasikan intervensi keperawatan secara

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 17


lisan kepada professional kesehatan lainnya. Komunikasi harus bersifat tepat
waktu dan akurat karena dapat terjadi kesalahan informasi, penggandaan
intervensi, penundaan prosedur, atau tidak terlselesaikannya suatu tugas akibat
kesalahan komunikasi.
2. Mendelegasikan, mengawasi, dan mengevaluasi pekerjaan anggota staf lainnya
Sesuai dengan sistem asuhan keperawatan, perawat yang menyusun rencana
keperawatan tidak melakukan seluruh intervensi keperawatan tersebut.
Beberapa aktivitas akan dikoordinasi dan delegasikan kepada anggota tim
kesehatan lainnya. Saat pendelegasian, perawat yang memberikan tugas
memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap tugas dilaksanakan
dengan tepat dan sesuai dengan standar pelayanan. Perawat juga memiliki
tanggung jawab untuk mendelegasikan intervensi kepada personel yang
kompeten secara langsung.
3. Mencapai tujuan klien                      
Implementasi asuhan keperawatan bertujuan memenuhi tujuan klien dan
hasilnya. Menetapkan prioritas juga penting dalam kesuksesan proses
implementasi. Prioritas akan membantu anda mengantisipasi dan mengurutkan
intervensi keperawatan pada klien yang memiliki banyak diagnosis
keperawatan dan masalah kolaboratif. Cara lain untuk mencapai tujuan adalah
membantu klien tetap patuh pada rencana terapinya.

2.4 Perawatan Langsung


Perawat menyediakan berbagai bentuk perawatan langsung, yaitu penanganan yang
dilakukan melalui interaksi dengan klien. Cara interaksi perawat akan menentukan
keberhasilan perawatan langsung tersebut. Seluruh perawatan langsung membutuhkan
praktik yang kompeten dan aman.
2.4.1 Pengertian ADL (Activity Daily Living)
ADL (Activity Daily Living) adalah kegiatan melakukan pekerjaan
rutinseharihari.ADLmerupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri. ADL
meliputi antara lain : ke toilet, makan, berpakaian (berdandan), mandi, dan
berpindah tempat(Hardywinito &Setiabudi, 2005).

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 18


Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002),ADL adalah aktifitas
perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi
kebutuhandan tuntutan hidup sehari-hari. ADL adalah ketrampilan dasar dan
tugas okupasional yang harus dimilik iseseorang untuk merawat dirinya secara
mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-harinya dengan tujuan untuk
memenuhi atau berhubungan dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga
dan masyarakat (Sugiarto, 2005).
Istilah ADL mencakup perawatan diri (seperti berpakaian, makan
&minum, toileting, mandi, berhias, juga menyiapkan makanan, memakai
telephone, menulis, mengelola uang dan sebagainya) dan mobilitas (seperti
berguling ditempat tidur, bangun dan duduk, transferataubergeser dari tempat
tidur ke kursiatau dari satu tempat ke tempat lain) (Sugiarto, 2005).
2.4.2 Instrumen ADL
ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat
atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan,
menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang (Sugiarto, 2005).
2.4.3 Teknik Perawatan Fisik
Teknik perawatan fisik rutin dilakukan saat merawat klien. Contohnya
adalah mengganti posisi, melakukan prosedur invasive, memberikan obat, dan
meningkatkan rasa nyaman bagi klien. Teknik fisik melibatkan pelaksanaan
prosedur keperawatan (memasang kateter urine, latihan gerak, dan penyuntikan)
secara aman dan kompeten. Metode umum untuk melakukan teknik perawatan
fisik yaitu: melindungi diri dan klien dari cedera, menerapkan praktik
pengendalian infeksi, mengorganisasi klien, dan mengikuti pedoman praktik.
2.4.4. Edukasi
Pengajaran merupakan tanggung jawab penting bagi perawat yang penting.
Konseling berhubungan erat dengan pengajaran. Keduanya melibatkan
keterampilan berkomunikasi untuk menciptakan perubahan pada klien. Perawat
mengajar untuk memberikan prinsip, prosedur, dan teknik layanan kesehatan
yang benar dan menginformasikan klien tentang status kesehatan mereka.
Contoh umum dari topik pengajaran adalah jadwal pemberian obat, pembatasan

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 19


aktivitas, kegiatan promosi kesehatan (misalnya: diet dan olahraga), dan
pengetahuan tentang penyakit dan implikasinya.
2.4.5 Mengontrol Reaksi yang Berlebihan
Reaksi yang berlebihan merupakan efek yang berbahaya dan tidak disengaja
dari suatu obat, pemeriksaan diagnostic, atau intervensi terapeutik. Reaksi ini
dapat terjadi setelah berbagai intervensi keperawatan. Oleh karena itu, selalu
melakukan antisipasi dan ketahui reaksi yang dapat terjadi. Tindakan
keperawatan dalam mengendalikan reaksi ini bertujuan menurunkan atau
melawan reaksi tersbut.
Saat memberikan intervensi yang diinstruksikan oleh dokter (misalnya:
pemberian obat). Perawat harus mengetahui efek samping obat tersebut. Setelah
pemberian obat, perawat mengevaluasi klien untuk melihat adanya reaksi
negatif. Perawat mencatat reaksi tersebut, menghentikan pemberian obat
selanjutnya, dan berkonsultasi dengan dokter. Perawat harus mengenali tanda
dan gelaja dari suatu reaksi negative dan memberikan intervensi pada waktu
yang tepat.
2.4.6 Mengukur Upaya Pencegahan
Tindakan keperawatan preventif mempromosikan kesehatan dan
pencegahan penyakit untuk menghindari kebutuhan pelayanan akut atau
rehabilitatif. Pencegahan meliputi pengkajian dan promosi potensi kesehatan
klien, pemberian tindakan yang diresepkan (contoh: imunisasi), pengajaran
kesehatan, dan identifikasi faktor resiko dari suatu penyakit dan/atau trauma.

2.5 Perawatan Tidak Langsung


Perawatan tidak langsung merupakan tindakan yang mendukung efektivitas
intervensi perawatan langsung (Dochterman dan Bulecheck, 2004). Kebanyakan
tindakan ini bersifat manajerial, seperti pemeliharaan brankar unit darurat, manajemen
lingkungan, dan persediaan alat. Perawat menghabiskan waktu lama dalam aktivitas
pelayanan tidak langsung dan menajemen unit. Komunikasi informasi tentang klien
sangat penting untuk memastikan bahwa aktivitas perawatan langsung telah
direncanakan dan dikoordinasikan serta telah dilaksanakan oleh sumber daya yang
tepat. Pendelegasian layanan kepada personel pembantu merupakan contoh kegiatan

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 20


pelayanan tidak langsung. Jika dilakukan dengan benar, pendelegasian akan menjamin
pelaksana layanan kesehatan telah melaksanakan tugas dengan benar. Ini berarti
perawat dan personel pembantu telah bekerja dengan efisien demi kebaikan kita.
Kotak 19.4
Dari Bulechek GM, Butcher HK, dan Dochterman JM : Nursing Intervention
Classification (NIC), ed. 5, St. Louis, 2008, Mosby.
No. Contoh Aktivitas Pelayanan Tidak Langsung
1. Dokumentasi
Pendelegasian Aktvitas Perawatan Kepada Personel yang Belum
2.
Memiliki Lisensi
3. Transkripsi Perintah Medis
4. Pengendalian Infeksi
5. Manajemen Keamanan Lingkungan
6. Memasukan Data Komputer
Berkonsultasi dengan Dokter dan Pnyelenggara Layanan
7.
Kesehatan Lainnya Lewat Telepon
8. Laporan Pergantian Giliran Jaga
9. Mengumpulkan, Memberi Label, dan pengiriman Spesimen
Memindahkan Klien ke Area Pelaksanaan Prosedur atau Unit
10.
Keperawatan

2.5.1 Komunikasi dalam Intervensi Keperawatan


Setiap intervensi yang anda lakukan akan dikomunikasikan dalam bentuk
tulis maupun lisan. Intervensi tertulis merupakan bagian dai rencana asuhan
keperawatan dan rekam medis permanen klien. Staf pada banyak institusi
membangun Rencana Pelayanan Multidisiplin, yaitu rencana yang memuat
konstribusi dari seluruh bagian yang menangani seorang klien. Setelah
menyelesaikan intervensi keperawatan, Anda mendokumentasikan tindakan
serta respons yang diberikan klien dalam bentuk yang sesuai. Catatan biasanya
meliputi deskripsi singkat temuan pemeriksaan yang penting, prosedur spesifik,
dan respons klien,

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 21


Informasi ini akan menginformasikan alasan kebutuhan bagi suatu
intervensi keperawatan. Pencatatan waktu dan detail intervensi akan
menginfromasikan bahwa Anda telah melakukan prosedur tersebut. Anda juga
akan mengkomunikasikan intervensi keperawatan secara lisan kepada
professional kesehatan lainnya. Komunikasi harus bersifat tepat waktu dan
akurat karena dapat terjadi kesalahan informasi penggandaan intervensi,
penundaan prosedur, atau tidak terselesaikannya suatu tugas akibat kesalahan
komunikasi. Klien akan segera tahu saat ia melihat anggota tim kesehatan tidak
berkomunikasi dengan baik. Perawat sering berkomunikasi secara lisan dengan
sejawat saat pergantian giliran jaga, saat memindahkan klien ke unit lain, atau
saat memulangkan klien. Selalu gunakan Bahasa yang jelas, singkat, dan tepat
saat Anda mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
2.5.2 Delegasi Supervisi dan Evaluasi Pekerjaan dari Anggota Staf
Sesuai dengan sistem penyampaian asuhan keperawatan, perawat yang
menyusun rencana keperawtan tidak melakukan seluruh intervensi keperawatan
tersebut. beberapa aktivitas akan dikoordinasikan dan delegasikan kepada
anggota tim kesehatan lainnya. Intervensi yang bersifat noninvasive dan
berulang akan anda tugaskan kepada personel pembantu seperti peraat asisten..
saat pendelegasian, perawat yang memberi tugas memiliki tanggng jawab untuk
memastikan bahwa setiap tugas dilaksanakan dengan tepat dan sesuai dengan
standar praktik keperawtan. And ajuga memiliki tanggung jawab untuk
mendelegasikan intervensi kepada personel yag kompeten secara langsung.
American Nurses Association (ANA) dan National Council of State Boards of
Nursing (NCSBN) menyusun pertanyaan gabungan yang mengemukkan 10
prinsip pendelegasian (Trossman, 2006). Prinsip tersebut membantu perawat
untuk memahami pendelegasian dengan lebih baik, klien tetap aman, dan
terdapat perlindungan terhadap praktik professional perawat.

2.6 Pencapaian Tujuan Klien


Implementasi Asuhan Keperawtan bertujuan memahami tujuan klien dan
hasilnya. Pada sebagian besar situasi klinis, dibutuhkan intervensi multiple untuk
mencapai hasil tertentu. Selain itu, kondisi klien dapat berubah dalam hitungan menit.

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 22


Oleh karena itu, sebagai perawat, sangat penting untuk mampu menerapkan prinsip
koordinasi pelayanan seperti manjemen waktu yang baik. Keterampilan
berorganisasi, dan penggunaan sumber daya yang tepat untuk memastikan bahwa
Anda menyampaikan intervensi dengan efektif dan mencapai hasil yang diinginkan.
Menetapkan prioritas juga penting dalam kesuksesan proses implementasi.
Prioritas akan membantu Anda mengantisipasi dan mengurutkan intervensi
keperawatan pada klien yang memiliki banyak diagnose keperawatand an masalah
kolaboratif.
Cara lain untuk mencapai tujuan adalah membnatu klien tetap patuh pada rencama
terapinya. Kepatuhan Klien memiliki arti bahwa klien dan keluargannya menyediakan
aktu untuk melakukan terapi yang dibutuhkan. Untuk mencapai transisi yang lancer
pada berbagai tatanan layanan kesehatan, dibutuhkan pengenalan intervensi yang dapat
diikuti oleh klien.
Pemulangan pada waktu yang tepat dan eduksi klien beserta keluarga merupakn
langkah pertama dalam membentuk transisi yang lancar dari satu lingkungan ke
lingkungan lainnya, agar tercapainya pemulangan dan edukasi yang efektif, Anda harus
menyesuaikan layanan Anda dan mempertimbangkan kepercayaan kesehatan klien.
Anda memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan intervensi secara tepat sehingga
menggambarkan pemahaman anda tentang kepercayaan klien,pola, budaya, pola hidup
dan pola kesejahteraan klien. Selain itu mendorong keberhasilan dengan rencana terapi
akan memotivasi klien untuk mengikuti rencana pelayanan.

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 23


BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi merupakan suatu tindakan
perawat dalam meningkatkan status kesehatan pasien. Dalam proses menjalankan
implementasi perawat mengikuti pedoman dan protocol klinis atau petujuk
pelaksanaan. Dalam proses implementasi ada lima jenis persiapan yaitu pengkajian
ulang, meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada, mengorganisasi
sumber daya dan pemberian asuhan, mengantisipasi dan mencegah komplikasi, serta
mengimplementasikan intervensi keperawtan. Ada dua jenis proses implementasi
yaitu perawatan langsung dan perawatan tidak langsung.

3.2 Saran
Perawat harus meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai cara
pendokumentasian implementasi keperawatan sehingga dapat dikembangkan dalam
tatanan layanan keperawatan. Diharapkan agar perawat bisa menindak lanjuti
pendokumentasian tersebut melalui kegiatan asuhan keperawatan sebagai dasar untuk
pengembangan kedisiplinan di Lingkungan Rumah Sakit dalam ruang lingkup
keperawatan.

Poltekkes Kemenkes Jakarta III | 24

Anda mungkin juga menyukai