Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
                        Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin
absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat,protein,lemak
(Billota,2011). Sedangkan menurut Arisman dan soegondo (2009) Diabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative. Diabetes mellitus dibagi
menjadi 2 tipe yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
jika insulin tidak aktif ,glukosa masuk ke dalam sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di
dalam pembuluh darah yang artinya kadar glukosa dalam darah meningkat. Sedangkan diabetes
mellitus tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ) jumlah insulin
cukup,mungkin malah lebih banyak tetapi  reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel
yang kurang sensitif. Reseptor insulin ini diibaratkan sebagai lubang-lubang kunci pintu masuk
ke dalam sel. Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang hingga 50-60 % dari
normal dan jumlah sel alfa meningkat baik pada diabetes melitus tipe 1 maupun diabetes mellitus
tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kdar itu melewati batas ambang ginjal,
glukosa tersebut akan keluar melalui urin. Pada penderita diabetes mellitus biasanya akan
mengalami penurunan dengan cepat, biasanya akan mengalami penurunan nutrisi kurang dari
tubuhnya. (Sujano & Sukarmin,2008).
Jumlah diabetes didunia yang tercatat pada tahun 1990 hanya 80 juta yang secara
mencengang dan melonjak naik ke 110,4 juta di empat tahun kemudian. Dinegara sedang
berkembang,hampir seluruh diabetes tergolong sebagai penyandang diabetes mellitus tipe 2
sebanyak 40% diantaranya terbukti berasal dari kelompok masyarakat yang terlanjur mengubah
gaya hidup tradisional menjadi modern (Zimmer,1991). Menurut world health organization
(WHO) Indonesia menjadi Negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak ke 4 di
dunia dengan jumlah kurang lebih 8,6 % pada tahun 1995 Internasional Diabetes Federation
(IDF) memperkirakan kenaikan 8,2 juta penderita diabetes mellitus di Indonesia
(Darusman,2009).  Prevalensi diabetes mellitus pada tahun 1982 hanya memiliki angka 1,7 %
yang selanjutnya persentase tersebut terus menanjak mencapai angka 5,75 % dan 13,6 % ,77
demikian berturut-turut hingga pada tahun 1992 dan 2001 (Farmacia,2003).
Pada tahun 2003, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 194 juta jiwa atau
5,1% dari 3,8 milyar penduduk di dunia yang berusia 20-79 tahun menderita diabetes mellitus.
Di Indonesia penderita diabetes mellitus pada tahun 2000 jumlah mencapai 8,4 juta jiwa, pada
tahun 2003 sekitar 13.797.470 jiwa sedangkan 2005 mencapai 24 juta jiwa. Penelitian
epidemiologis di Indonesia menunjukan bahwa prevalensi nasional diabetes mellitus pada tahun
2007 pada penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun adalah sebesar 5,7%.
Di Kalimantan selatan, prevalensi diabetes mellitus sebesar 11,1%. Pada tahun 2004-
2008 di Kalimantan selatan di RSUD Ulin Banjarmasin jumlah pasien diabetes mellitus rawat
jalan tercatat sebanyak 22.406 orang dan pasien diabetes mellitus rawat inap sebanyak 2.625
orang.
Pada diabetes mellitus tipe 2 biasanya memiliki riwayat diabetes dalam keluarga. Nutrisi
biasanya menjadi masalah utama sehingga terapi nutrisi diabetes tipe 2 merupakan hal penting.
Penurunan berat badan akan meningkatkan pengendalian glukosa darah . asupan kolesterol pada
diabetes mellitus tipe 2 kurang dari 300 mg sehingga pasien diabetes tipe 2 menghadapi resiko
tinggi terkena penyakit atau gangguan kardiovaskular ( Suprajitno,2004).
Latar belakang kami membahas tentang penyakit ini karena sampai sekarang masih
banyak penderita diabetes mellitus. Yang hanya diketahui oleh masyarakat penyebab penyakit ini
dari faktor genetik dan pola hidup tapi ternyata ketidaktahuan dan kurang informasi tentang
penyakit tersebut padahal sudah jelas penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi.

B.     Rumusan Masalah
                        Berdasarkan banyaknya kasus dan pentingnya penanganan penyakit diabetes
mellitus, rumusan masalahnya adalah “ Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
diabetes mellitus?”

C.    Tujuan
1)      Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
sesuai standar keperawatan.
2)      Tujuan Khusus
                                  a.            Mengetahui pengkajian pada pasien dengan diabetes mellitus beserta keluarganya.
                                 b.            Mampu menganalisa data pada pasien dengan diabetes mellitus.
                                  c.            Mampu menentukan diagnose keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
                                 d.            Mampu mengetahui penyusunan perencanaan keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
                                  e.            Mampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan diabetes mellitus
f. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan diabetes mellitus.
                                              

D.    Manfaat
1)      Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan pengetahuan dalam
penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit diabetes mellitus dan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.
2)      Bagi Pasien dan Keluarga
Agar pasien dan keluarga mempunyai pengetahuan tentang perawatan pada pasien diabetes
mellitus .
3)      Bagi Institusi Pelayanan
Memberikan bantuan yang mempengaruhi perkembangan klien untuk mencapai tingkat asuhan
keperawatan dan tindak lanjut untuk perawatan mutu pasien khusus penderita diabetes mellitus.
4)      Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan dan
sebagai masukan dalam peningkatan pada pasien diabetes mellitus terutama dibidang
dokumentasi asuhan keperawatan.
BAB ll
Tinjauan Pustaka

A.    Anatomi fisiologis
 

           Pankreas adalah
organ pipih yang terletak
dibelakang dan sedikit di
bawah lambung dalam
abdomen. Organ ini
memiliki 2 fungsi : fungsi
endokrin dan fungsi
eksokrin (Sloane,
2003). Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan
pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2003).

Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu:

a)               Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.


b)               Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, menyekresikan insulin dan
glukagon langsung ke darah.

          Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh
pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk opoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50μ,
sedangkan yang terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225μ. Jumlah semua pulau
langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta (Sloane, 2003).
          Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang
tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, Sloane (2003):
                              a.            Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik,
suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
                              b.            Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
                              c.            Sel delta menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
                             d.            Sel F menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang tidak
jelas.

          Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta
kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan
kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi
glukosa darah (Manaf, 2006).

          Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, prepoinsulin mengalami pemecahan sehingga
terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle)
dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan
peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui
membran sel (Guyton, 2007).

          Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme


glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa
darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta
memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat memiliki
efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan terhadap sel beta
cukup rumit, dan belum sepenuhnya dipahami secara jelas (Manaf, 2006).

          Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan rangsangan
pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang membutuhkan senyawa
lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat dalam berbagai sel yang
berperan proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai "kenderaan" pengangkut glukosa masuk
dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose transforter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta
misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam
sel. Proses ini merupakan langkah penting, agar selanjutnya ke dalam sel, molekul glukosa tersebut
dapat mengalami proses glikolisis dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP
yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat
pada membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi
membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang
memungkinkan masuknya ion Ca²⁺ sehingga meningkatkan kadar ion Ca²⁺ intrasel, suasana yang
dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya
dapat dijelaskan (Manaf, 2006).

B.     Pengertian
            Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin absolute atau
relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat,protein,lemak (Billota,2012).
Sedangkan menurut Arisman dan soegondo Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan soegondo,2009)
C.     Epidemiologi
            Jumlah diabetes didunia yang tercatat pada tahun 1990 hanya 80 juta yang secara
mencengang dan melonjak naik ke 110,4 juta di empat tahun kemudian. Dinegara sedang
berkembang,hampir seluruh diabetes tergolong sebagai penyandang diabetes mellitus tipe 2
sebanyak 40% diantaranya terbukti berasal dari kelompok masyarakat yang terlanjur mengubah
gaya hidup tradisional menjadi modern (Zimmer,1991). Menurut world health organization
(WHO) Indonesia menjadi Negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak ke 4 di
dunia dengan jumlah kurang lebih 8,6 % pada tahun 1995 Internasional Diabetes Federation
(IDF) memperkirakan kenaikan 8,2 juta penderita diabetes mellitus di Indonesia
(Darusman,2009).  Prevalensi diabetes mellitus pada tahun 1982 hanya memiliki angka 1,7 %
yang selanjutnya persentase tersebut terus menanjak mencapai angka 5,75 % dan 13,6 % ,77
demikian berturut-turut hingga pada tahun 1992 dan 2001 (Farmacia,2003).

D.    Etiologi
            Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung
Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin. Resistensi insulin
adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer
dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama
bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa
(Kapita Selekta Kedokteran, 2001).

E.     Patofisiologi
            Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada  tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). (Arisman,2011)
            Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner & Suddarth,2002)
            Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cara
cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting. (Newsroom,2009)
            Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
(Santosa,budi.2007)
            Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika
sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan         keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian diabetes
tipe II yang tidak terkontrol menimbulkan masalah.(suprajitno,2004)

F.      Pathway
Energy
berkurang

                    
 

G.    Manifestasi klinis
            Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu:

a.       Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa haus yang berlebihan ( Polidipsi ), Rasa
lapar berlebihan ( Polifagia ) dan Penurunan berat badan.
b.      Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c.       Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.

            Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia,
Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan
(Waspadji, 1996).

H.    Komplikasi
Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
1)        Komplikasi Akut
a.  Hipoglikemia
           Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun
kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi
kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 % lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit
mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan
vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji,
2006).
b.      Hiperglikemia
           Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi
glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui
glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol,
yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan
perubahan fungsi (Arifin).
Hiperglikemia terdiri dari:
1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)

        Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai


dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut
atau relatif (Soewondo, 2006).
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
        Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis.
Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali disertai ganguan
neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis (Soewondo, 2006).
2)      Komplikasi Kronik
a)        Penyakit Makrovaskuler
               Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit
pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009).
Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan
terutama untuk yang mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti
mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah koroner ataupun riwayat
keluarga DM yang kuat (Waspadji, 2006).
b)        Penyakit Mikrovaskuler,
   Mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati. Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang
DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara
klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal
ginjal yangmemerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi (Waspadji, 2006).
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik
nonproliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan lebih lanjut lagi dapat
menyebabkan kebutaan. Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan retina secara
rutin (Waspadji, 2006).
c)      Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada
gastrointestinal, kardiovaskuler (Suddarth dan Brunner, 2002).

d)     Ulkus/gangren (Avicenna, 2009).


I.       Penatalaksanaan
1.        Medis
     Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
(Corwin,EJ.2009)
                                 a.            Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1)      Memperbaiki kesehatan umum penderita
2)      Mengarahkan pada berat badan normal
3)      Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4)      Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5)      Menarik dan mudah diberikan
                               Prinsip diet DM, adalah :
1)      Jumlah sesuai kebutuhan
2)      Jadwal diet ketat
3)      Jenis : boleh dimakan / tidak
        Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3            J yaitu:
                                          a.     jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau ditambah
                                         b.     jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
                                          c.     jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR =
berat badan normal) dengan rumus :
1.  Kurus (underweight)       BBR < 90 %
2.  Normal (ideal)                 BBR 90% - 110%
3.  Gemuk (overweight)       BBR > 110%
4.   Obesitas apabila             BBR > 120%
                                      a.             Obesitas ringan        BBR 120 % - 130%
                                     b.             Obesitas sedang       BBR 130% - 140%
                                      c.             Obesitas berat          BBR 140% -  200%
                                     d.             Morbid                     BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita   DM yang bekerja
biasa adalah :
      1.      Kurus (underweight)    BB X 40-60 kalori sehari
      2.      Normal (ideal)              BB X 30 kalori sehari
      3.      Gemuk (overweight)    BB X 20 kalori sehari
      4.      Obesitas apabila          BB X 10-15 kalori sehari     

                                 b.            Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah
1)      Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam sesudah makan, berarti
pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2)        Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore.
3)        Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
4)        Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5)        Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan
glikogen baru.
6)        Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak
menjadi lebih baik.
                                     c.           Penyuluhan
   Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok,
dan sebagainya. (Hardhi Kusuma,2013)
                                    d.           Obat
   Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO). (Asman 2006)
   1)      Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
            2)      Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a.       Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
b.      Menghambat absorpsi karbohidrat
c.       Menghambat glukoneogenesis di hati
d.      Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
e.       Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
f.       Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler

3)        Insulin (Suddarth.2002)
                                    Indikasi penggunaan insulin
a)        DM tipe I
b)        DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c)        DM kehamilan     
d)       DM dan gangguan faal hati yang berat
e)        DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)                     
f)         DM dan TBC paru akut
g)        DM dan koma lain pada DM
h)        DM operasi
i)          DM patah tulang
j)          DM dan underweight
k)        DM dan penyakit Graves
Cara pemberian insulin :
Dilakukan dengan injeksi subkutan Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa
faktor antara lain
4)       Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik.

2.        Keperawatan
           Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.

Anamnese (Asman,2006)
                         a.            Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau aseton
pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
                         b.            Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab
terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
                         c.            Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
                        d.            Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat
pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress
(kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
                         e.            Riwayat psikososial
                          f.            Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan
dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
                         g.            Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus
                         h.            poliuria, polidipsia, polifagia,penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan
penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
                           i.            Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan
perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus. (manaf.2006) :
a.       Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
b.      Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c.       Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
d.      Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
e.       Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
f.        Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma
dan bingung.
g.      Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h.      Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i.        Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

J.       Diagnosa Keperawatan
1.         Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Biologis
2.         Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan Kelemahan umum
3.         Resiko Infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme dalam tubuh
4.         Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelebihan intake
cairan
5.         Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hipoksemia jaringan
K.    Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri Akut   Pain level   Pain Management
1.    Lakukan pengkajian yang
berhubungan   Pain control komprehensif (meliputi lokasi,
dengan Agen Setelah dilakukan perawatan karakteristik, durasi,
selama 2x24 jam diharapkan nyeri
Injury Biologis berkurang dengan kriteria hasil :
frekuensi.
2.    Observasi ketidak nyamanan
non verbal
  Mampu mengontrol nyeri 3.    Ajarkan teknik non farmakologi
  Melaporkan bahwa nyeri berkurang misalnya relakssasi, distraksi,
dengan menggunakan manajemen nafas dalam
nyeri 4.    Monitoring tanda-tanda vital
  Menyatakan rasa nyaman setelah 5.    Kolaborasi dengan tenaga
nyeri berkurang medis untuk pemberian
analgesik

2. Intoleransi Energy Conservation   Activty Therapy


 Activty tolerance 1.    Bantu klien mengidentifikasi
Aktifitas aktivitas yang mampu
berhubungan Setelah diberikan asuhan dilakukan
dengan Kelemahan keperawatan selama 2x 24 jam 2.    Bantu untuk memilih aktivitas
diharapkan klien meningkatkan konsisten yang sesuai
umum ambulasi atau aktivitas dengan dengan kemampuan
kriteria hasil : fisik ,psikologi dan sosial
3.    bantu pasien/keluarga untuk
  Mampu meningkatkan aktivitas mengidentifikasi kekurangan
sehari-hari secara mandiri dalam beraktivitas
  Mampu berpindah dengan atau tanpa 4.    monitoring tanda-tanda vital
alat bantu 5.      kolaborasi dengan tenaga
  Tanda-tanda vital normal medis lainnya
3. Resiko Infeksi   Immune status  Infection control
  Knowledge : infection control 1.    Monitor tanda dan gejala
berhubungan infeksi sistemik dan lokal
dengan invasi Setelah dilakukan perawatan2.    Gunakan sabun antimikroba
mikroorganisme selama 2x24 jam diharapkan resiko untuk cuci tangan
3.    Instruksikan pada pengunjung
infeksi tidak terjadi   dengan kriteria
dalam tubuh hasil untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
  Klien bebas dari tanda dan gejalan berkunjung meninggalkan
infeksi pasien
  Menunjukan kemampuan untuk4.    Tingkatkan intake nutrisi yang
mencegah timbulnya infeksi adekuat
  Menunjukan perilaku hidup sehat 5.      Kolaborasi dengan tenaga
  Jumlah leukosit dalam batas normal medis lainnya

4. Ketidakseimbangan   Nutritional status : food and   Nutrition Management


nutrisi lebih dari fluid intake
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan asuhan 1.      Monitor TTV
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam 2.      Dorong pasien untuk
dengan kelebihan diharapkan nutrisi lebih  menguubah kebiasaan
intake cairan kebutuhan tubuh tidak terjadi makan
dengan kriteria hasil 3.      Monitor jumlah nutrisi
  BB normal sesuai dengan TB dan kandungan kalori
  Mrngerti faktor yang 4.      Kolaborasi dengan ahli
meningkatkan BB gizi untuk menentukan
  Memodifikasi diet untuk jumlah kalori dan nutrisi
mengontroll berat badan yang dibutuhkan pasien
  Tanda tanda vital normal

5. perfusi jaringan   Circulation status   Peripheral sensation


tidak efektif   Tissue prefusion : cerebral management
berhubungan
dengan hipoksemia Setelah dilakukan asuhan 1.      Monitor TTV
jaringan keperawatan selama 2x24 jam
2.      Monitor adanya daerah
diharapkan perfusi jaringan tertentu yang hanya
tidak efektif tidak terjadi peka terhadap
dengan kriteria hasil panas/dingin/tajam/tump
  Tidak ada peningkatan tekanan ul
intrakranial 3.      Monitor adanya
  Berkomunikasi dengan jelas tromboflebitis
dan sesuai dengan 4.      Kolaborasi dengan
kemampuan dokter untuk pemberian
  Tanta tanda vital normal analgesik

DAFTAR PUSTAKA
Andradjati Retnosari,dkk.2009.ISO Farmakoterapi.Jakarta:ISFI
Arisman, (2011). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas,         
Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.
Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita selekta penyakit : dengan implikasi keperawatan.
Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:        Waluyo
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:       
EGC
Carpenito & suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 vol 3.    Jakarta:
EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.         
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1886-1888.

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura           dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:      Universitas
Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.New        
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media      
Aesculapius

Manaf, Asman. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam:     Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas        Indonesia, 1868.

Newsroom, 2009. Diagnosa dan Medis Diabetes Melitus.

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma.2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan          


diagnosa medis dan NANDA NIC –NOC, Jilid 1 Edisi Revisi. Media Action Publishing

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima


Medika

Suprajitno, 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai