Rochiyati Murni N
MTCC Universitas Muhammadiyah Magelang
(MTCC UNIMMA)
Definisi & Pengaturan dlm UU No 6 th 2021 :
2
Best Practice Dampak Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Bagi Petani ?...
MTCC Unimma baru melakukan analisis persepsi petani (dg PEBS FEB UI) dan
persepsi Pemda (dg CHED ITB AD) terkait alokasi DBHCHT:
Prioritas
Penggunaan
DBHCHT
Mindmap Kebijakan Penggunaan DBHCHT:
Terkait Petani Tembakau –
Bidang Kesejahteraan Masyarakat :
Pengetahuan dan Persepsi Petani terkait DBHCHT (1):
Petani mengetahui bahawa ada alokasi DBHCHT yang menjadi hak mereka. Bahkan mampu membandingkan
pperolehannya dengan provinsi lain. Menurut Tuhar (Ketua APTI Kecamatan Posong) DBHCHT yang diperoleh salah satu
kabupaten di Jawa Timur jumlahnya lebih besar daripada yang diterima Kab Temanggung. Padahal jumlah pertanian
tembakaunya lebih banyak di Temanggung (setiap tahun jumlah DBHCHT yang diperoleh Kabupaten Temanggung sekitar
30 M).
Para petani belum mengetahui bahwa berdasarkan kebijakan terbaru alokasi DBHCHT untuk petani
sebesar 50%. Mengingat pemanfaatan DBHCHT sampai saat ini belum banyak yang mereka terima.
Biasanya bantuan dalam bentuk pupuk anorganik yang tidak setiap tahun diterima petani.
Para petani menyatakan sangat setuju apabila DBHCHT dimanfaatkan juga untuk mendukung
diversifikasi. Asal dilakukan pendampingan dari hulu ke hilir supaya optimal usaha alih tanamnya
tersebut.
Para petani berharap agar DBHCHT dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan, dan diberikan secara kontinyu setiap tahun. Juga perlu adanya pendampingan dari Pemerintah
Daerah dalam memanfaatkan DBHCHT tersebut supaya hasilnya dapat benar-benar meningkatkan
kesejahteraan petani.
Pengetahuan dan Persepsi Petani terkait DBHCHT (2):
Sering ada pernyataan terkait “kemitraan” antara industry tembakau dan petani
tembakau – termasuk dalam pemanfaatan DBHCHT. Tapi tetap kemitraan adil tidak
terwujud, tata niaga tidak berpihak pada petani
proses penerimaan DBHCHT dari pusat ke daerah dan implementasinya untuk sektor pertanian - dari sisi
perencanaan dan evaluasi – tidak ada masalah. Namun dalam sisi teknis ; muncul kebingungan definisi
petani tembakau
Harapan agar ada integrasi aturan antar kementrian, jangan ada kebijakan kontradiksi seperti sekarang
alokasi DBHCHT Kementan memacu kualitas dan kuantitas – disisi lain malah membuka kran impor
terbesar sepanjang sejarah.
Kebijakan alokasi DBHCHT yang sering berubah, membuat kebingungan dalam implementasi di tataran pemda
Persepsi Pemerintah Daerah (2): :
PMK jangan terlalu rigid tapi membingungkan - usul buat semacam “block grant” sehingga pemda bisa
berinisiatif . DBHCHT bisa dialokasikan sesuai program Pemda . Misal tidak berfokus pada petani tembakau
tetapi “Kawasan tembakau” sehingga tidak ada kebingungan definisi petani – buruh tembakau dll
Alokasi DBHCHT “diculke ndase tapi cekel buntute”, Implementasi alokasi DBHCHT semestinya
memasukkan “potensi local” & kolaborasi dg resntra Pemda . Misal: perluas dengan Kawasan tembakau
yang lebih luas bukan di pertanian tembakau saja
Alokasi DBHCHT untuk asuransi tanaman tembakau sulit dirumuskan - hama tembakau susah dideteksi beda
dengan tanaman lain, misal padi . Usul : asuransi lebih ke Kesehatan petani (dibayarkan dari DBHCHT)
Istilah PMK yang susah diidentifikasi adl * buruh tani terdampak dan *buruh pabrik terdampak (ini relatif
mudah tapi jumlah sedikit) -jika alokasi bantuan hanya untuk “buruh tani” smestinya malah salah sasaran
krn buruh itu tiap bekerja pasti digaji. Tetapi petani lah yang selama ini mengalami kerugian.
Alokasi DBHCHT mestinya tidak hanya digunakan untuk buruh petani tetapi ke petani yang berdampak
langsung. Asuransinya jangan untuk tanaman karena hama tembakau susah dideteksi beda dengan tanaman
lain, misal padi . tetapi asuransinya lebih ke Kesehatan petani (dibayarkan dari DBHCHT)
Rekomendasi: