Anda di halaman 1dari 33

PEMBERITAAN MEDIA DARING

TENTANG WACANA PELARANGAN TOTAL IKLAN ROKOK


Program Studi Ilmu Komunikasi, UPN Veteran
1
Jakarta
Dewanto Samodro 1

Dipaparkan secara daring dalam:


The 7th Indonesian Conference on Tobacco or Health
(ICTOH-7th)
Selasa, 31 Mei 2022
Isi Paparan (1)

Pers sebagai
01 Pers dan Media Daring 02 Entitas Bisnis

Wacana Pelarangan Iklan Konstruksi Realitas dan


03 Rokok
04 Framing Berita
Isi Paparan (2)

Analisis Framing Nada Pemberitaan Wacana


05 Robert N Entman
06 Pelarangan Iklan Rokok

Konstruksi dan Framing


07 Pemberitaan Wacana 08 Kesimpulan
Pelarangan Iklan Rokok
01
Pers dan
Media Daring
Kebebasan Pers
 Kebebasan pers merupakan salah satu amanat Reformasi 1998,
sehingga hanya berselang setahun lahir Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentan Pers yang memberikan kewenangan kepada pers
nasional untuk mengatur dirinya sendiri melalui Dewan Pers.
 Perkembangan teknologi komunikasi telah melahirkan internet dan
media daring. Sebagai sebuah produk jurnalistik, media daring di
Indonesia harus patuh pada ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik dan
Pedoman Pemberitaan Media Siber
 Media daring disebut juga sebagai media siber dan media internet
atau dengan kata lain adalah media yang terdapat dalam jaringan situs
web internet.
Media Daring
 Pedoman Pemberitaan Media Siber mendefinisikan media siber
sebagai “segala bentuk media yang menggunakan wahana internet
dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan
Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan
Dewan Pers”.
 Menurut Romli, media daring merupakan objek kajian media baru
dalam perspektif komunikasi massa atau studi media yang mengacu
pada media yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja secara
“real-time”, dengan menggunakan perangkat digital yang
memungkinkan umpan balik antara pengguna secara interaktif disertai
dengan pembentukan komunitas.
02
Pers sebagai
Entitas Bisnis
Pers sebagai Lembaga Ekonomi
 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan pers
nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Hal itu secara tegas
menyatakan bahwa pers nasional, termasuk media daring, merupakan sebuah
entitas bisnis yang salah satu tujuannya adalah mencari laba.
 Pendapatan utama media daring adalah melalui iklan. Media melakukan
komodifikasi, yaitu menjadikan khalayaknya sebagai komoditas menarik
pemasang iklan. Dengan kata lain, produk media sebenarnya adalah khalayak
yang kemudian “dijual” kepada pengiklan.
 Salah satu industri yang mengalokasikan cukup banyak dana untuk iklan
adalah industri rokok.
Kue Iklan
 Laporan tahunan Nielsen mencatat total belanja iklan sepanjang tahun 2021
mencapai Rp259 triliun. Saluran digital, termasuk di dalamnya adalah media
daring, mendapatkan persentase mencapai 15,9 persen.
 Dari 10 kategori iklan, terdapat sembilan kategori yang mengalami
pertumbuhan positif, yaitu jasa daring, perawatan wajah, perawatan rambut,
teh dan kopi, makanan ringan, rokok kretek, bumbu musiman, susu cair, serta
makanan dan mie instan.
 Industri rokok kretek termasuk industri yang mengalami pertumbuhan positif
dalam beriklan di media.
03
Wacana
Pelarangan
Iklan Rokok
Isu Pelindungan Anak
 Seiring dengan upaya melindungi masyarakat, terutama anak-anak,
dari paparan negatif produk tembakau; para pegiat pengendalian
tembakau mewacanakan pelarangan total iklan rokok di berbagai
media.
 Berbagai kajian di dalam dan luar negeri menunjukkan iklan rokok
sangat mendorong perilaku merokok, terutama pada remaja.
 Iklan rokok secara jelas menyasar anak-anak dan remaja. Dengan
kekuatan visual yang menarik, anak-anak dan remaja dapat
terpengaruh iklan rokok yang menampilkan kesan bahwa perokok
adalah sosok yang berani, keren, percaya diri, kreatif, dan setia kawan.
Iklan Rokok Sasar Anak dan Remaja
 Menurut Memorandum Internal Perusahaan Rokok RJ Reynolds pada
29 Februari 19847, perokok remaja dianggap sebagai faktor penting
bagi setiap industri rokok karena akan menjadi perokok pengganti.
Bila mereka tidak menjadi perokok, maka tidak akan ada generasi
penerus yang menjadi konsumen rokok sehingga industri rokok akan
punah.
 Sebanyak 19,2 persen siswa di Indonesia menggunakan produk
tembakau (GYTS 2019)
 Prevalensi perokok 10 – 18 tahun 9,1 persen (Riskesdas 2018).
Riskesdas 2013 pada angka 7,2 persen, RPJMN menargetkan
penurunan prevalensi hingga 5,4 persen.
04
Konstruksi
Realitas dan
Framing
Berita
Konstruksi Sosial Atas Realitas
 Paradigma konstruktivisme memandang pemberitaan di media, termasuk
media daring, merupakan konstruksi atas realitas sosial.
 Konstruksi atas realitas sosial diperkenalkan pertama kali oleh Peter L
Berger dan Thomas Luckman yang menggambarkan peran sosial melalui
tindakan dan interaksi ketika individu menciptakan realitas yang dimiliki
terus menerus dan mengalami bersama secara subjektif.
 Media dinilai sebagai agen konstruksi yang bukan hanya sebagai saluran
pesan melainkan subjek yang mengonstruksi realitas sesuai dengan
pandangannya dengan segala bias dan pemihakannya. Media melakukan
konstruksi dengan memilih peristiwa yang ditampilkan dan tidak
ditampilkan, dalam memilih narasumber yang diwawancara, yang kemudian
dibingkai dalam realitas yang ditampilkan dalam berita.
Framing Berita
 Media pada dasarnya melakukan framing atau pembingkaian untuk
mengonstruksi realitas sebagai berita. Gagasan tentang framing pertama kali
dikemukakan oleh Beterson sebagai perangkat kepercayaan yang
mengorganisasi pandangan politik, wacana, kebijakan, serta menyediakan
sistem klasifikasi standar untuk mengapresiasi realitas.
 Tujuan framing tidak lain untuk menunjukkan argumentasi yang ditonjolkan
agar lebih mudah diingat, lebih memiliki makna, dan lebih mudah dipahami oleh
khalayak.
 Media melakukan framing karena berperan dalam membentuk interpretasi
khalayak tentang realitas sosial yang diberitakan
05
Analisis
Framing
Robert N
Entman
Model Analisis Framing Robert N Entman

 Perangkat analisis yang


digunakan adalah model
dari Robert N Entman yang
melihat framing dalam dua
dimensi besar, yaitu seleksi
isu dan penonjolan aspek-
aspek tertentu dari
realitas.
 Entman menggunakan
empat perangkat dalam
menganalisis bingkai
pemberitaan media.
Berita yang Dianalisis
 Berita yang dianalisis adalah berita media daring yang muncul pada tiga
halaman pertama kategori “Berita” pada mesin pencari Google dengan
kata kunci “pelarangan iklan rokok” (tanpa tanda kutip) dengan
pengaturan waktu Januari – April 2022
06
Nada
Pemberitaan
Wacana
Pelarangan Iklan
Rokok
Dua Nada Pemberitaan Media
 Dari hasil analisis terhadap berita yang terdapat pada tiga halaman
pertama mesin pencari Google, ditemukan terdapat dua nada
pemberitaan di media daring tentang wacana pelarangan iklan rokok,
yaitu yang mendukung dan yang menolak.
 Dari 30 berita di tiga halaman pertama mesin pencari Google, lebih
banyak berita yang bernada mendukung pelarangan iklan rokok dan
hanya ditemukan dua berita yang bernada menolak.
 Berita dengan nada mendukung, biasanya mengambil narasumber dari
pegiat kelompok masyarakat sipil pendukung pengendalian tembakau,
sedangkan pemberitaan dengan nada menolak menempatkan industri
rokok dan pekerjanya sebagai pihak yang dirugikan.
indobalinews.pikiran-rakyat.com (Mendukung)
suara.com (Mendukung)
tempo.co (Mendukung)
krjogja.com (Menolak)
kontan.co.id (Menolak)
tempo.co (Netral)
07
Konstruksi dan
Framing Pemberitaan
Wacana Pelarangan
Iklan Rokok
Konstruksi Berita Wacana Pelarangan Iklan Rokok
 Sesuai dengan paradigma konstruktivisme, media melakukan konstruksi atas
realitas. Wacana yang sama, yaitu pelarangan iklan rokok, bisa dikonstruksi secara
berbeda oleh media yang berbeda. Hal itu terlihat dari perbedaan nada pada berita
media daring yang dianalisis, yaitu ada berita bernada mendukung, ada berita
bernada menolak, dan ada berita yang berusaha netral meskipun mengakomodasi
salah satu pihak.
 Media mengonstruksi permasalahan sosial dengan melakukan framing terhadap
realitas yang disajikan kemudian menawarkan solusi atas permasalahan yang
terjadi.
 Framing tersebut kemudian beredar ke khalayak yang berpotensi menjadi wawasan
nilai sosial bersama pada tingkat luas yang pada akhirnya memengaruhi opini
publik, keputusan dan kebijakan yang ditetapkan pemerintah, serta tindakan
kolektif masyarakat
Framing atas Wacana Pelarangan Iklan Rokok
 Baik berita yang bernada mendukung, menolak, maupun diarahkan untuk
netral terhadap wacana pelarangan iklan rokok merupakan framing atas
realitas dengan merumuskan permasalahan, penyebab permasalahan,
memberikan penilaian moral, dan menawarkan penyelesaian yang
berbeda.
 Hal tersebut sesuai dengan definisi Entman atas framing, yaitu memilih
beberapa aspek dari realitas dan membuatnya lebih menonjol dalam teks
yang dikomunikasikan sedemikian rupa untuk mengangkat suatu
permasalahan, mengintepretasikan penyebab permasalahan, memberikan
evaluasi moral, dan menawarkan rekomendasi penyelesaian permasalahan
08

Kesimpulan
Kesimpulan
 Pada periode yang telah ditentukan, lebih banyak berita di media daring yang
bernada mendukung pelarangan iklan rokok.
 Berita bernada mendukung biasanya mengambil narasumber dari kalangan pegiat
pengendalian tembakau, sedangkan berita yang bernada menolak mengambil
narasumber dari organisasi pekerja industri rokok atau anggota DPR yang selama
ini mengambil sikap berlawanan dengan pengendalian tembakau.
 Selain nada yang secara jelas mendukung dan menolak wacana pelarangan iklan
rokok, terdapat berita yang mengambil narasumber dari pihak yang menolak iklan
rokok tetapi dikonstruksi dan diframing menjadi lebih netral. Akomodasi terhadap
pihak yang menolak pelarangan iklan rokok dapat dianggap sebagai upaya media
untuk mengakomodasi seluruh pihak yang terlibat, meskipun kemudian realitas
yang ada dikonstruksi dan diframing sedemikian rupa menjadi lebih bernada
mendukung pelarangan iklan rokok.
Terima Kasih
Kontak Saya

+6281228018925
@DewantoSamodro
Dewanto Samodro

dewanto_samodro

Dewanto Samodro

Anda mungkin juga menyukai