Anda di halaman 1dari 40

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

POLITEKNIK NEGERI AMBON


TEKNIK SIPIL
PRODI D4 MANAJEMEN PROYEK KONSTRUKSI
Jl. Ir. M. Putuhena Kode Pos 97234 Tlp (0911) 322609 Wailela Rumahtiga - Ambon

LAPORAN PRAKTIKUM
KERJA ASPAL

Nama : Joshua Michael Latuheru


NIM : 1319154026
Kelas/Semester : MPK A/6
KEMENTERIAN PEDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI
POLITEKNIK NEGERI AMBON
TEKNIK SIPIL
Jl. Ir. M. Putuhena Kode Pos 97234 Tlp (0911) 322609 Wailela Rumah Tiga –
Ambon

LEMBARAN ASISTENSI
LAPORAN PRAKTIKUM KERJA ASPAL

Nama : Joshua Michael Latuheru


NIM : 1319154026
Kelas/Semerster : MPK A/6

No Uraian Hari/Tanggal/Tahun Paraf

Ambon,28 Juli 2022


Dosen Pembimbing

Josephus R. Matitaputty, S.T 

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan Kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya. Laporan ini merupakan hasil
dari praktek yang telah dilakukan di bengkel yang dituangkan dalam bentuk tulisan
guna untuk menjelaskan langkah-langkah, bahan, cara kerja serta semua yang berkaitan
dengan praktek tersebut
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada dosen pembimbing
Bapak Josephus R. Matitaputty, S.T yang telah membimbing penulis dalam masa
praktikum dan sampai dalam penyelesaian laporan ini. Juga kepada kepada teman teman
yang telah bekerja sama dengan baik selama proses praktikum berlangsung.
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan praktikum ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, hal ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan penulis, oleh
karena itu kritik dan sarannya sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini
di masa yang akan datang akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun masyarakat luas .
           

Ambon, 1 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBARAN ASISTENSI...............................................................................................i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan.......................................................................................................2
1.4 Metode Penulisan........................................................................................................2
BAB 2 LANDASAN TEORI...........................................................................................3
2.1 Jenis-Jenis Aspal..........................................................................................................3
2.2 Fungsi Dan Kemampuan Aspal...................................................................................4
BAB 3 PEMBAHASAN HASIL PRAKTEK................................................................6
3.1 Pengujian Penetrasi Bahan-Bahan Bitumen................................................................6
3.2 Pengujian Titik Leleh Aspal Dan Ter..........................................................................9
3.3 Pengujian Keausan Agregat Dengan Alat Abrasi......................................................13
3.4 Pengujian Analisis Saringan......................................................................................17
3.5 Perencanaan Campuran Metode Bina Marga............................................................19
BAB 4 PENUTUP..........................................................................................................28
4.1 Kesimpulan................................................................................................................28
4.2 Saran..........................................................................................................................29
DOKUMENTASI...........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aspal merupakan bahan utama dalam perkerasan jalan. Aspal memiliki beberapa
jenis, yaitu aspal alam, aspal keras, aspal cair, dan aspal modifikasi. Aspal memiliki
sifat viskoelastisitas yaitu sifat untuk mencair pada suatu suhu tinggidan memadat pada
suhu rendah.
Sifat yang dimili aspal tersebut merupakan hal utama yang menjadikan aspal
sebagai bahan utama dalam perkerasan jalan karena dapat mengikat bahan-bahan
pencampur perkerasan jalan. Perkerasan jalan yang baik adalah perkerasan jalan yang
mampu menahan beban lalu lintas.
Perkerasan jalan yang digunakan di Indonesia terdiri dari beberapa jenis. Perkerasan
jalan yang paling banyak digunakan adalah lapisan aspal beton atau laston (AC/asphalt
concrete).
Disamping kecukupan aspal workability (sifat kemudahan untuk dikerjakan) ada 4 sifat
dasar aspal beton yang harus diperhatikan dalam perencanaan campuran aspal beton,
yaitu:
1. Stabilitas
2. Durabilitas (keawetan)
3. Fleksibilitas
4. Mempunyai tahanan terhadap selip (skid resistance)
Bahan pengisi bertujuan untuk meningkatkan kekentalan bahan bitumen dan untuk
mengurangi sifat rentan terhadap temperatur.keuntungan lain dengan adanya bahan
pengisi adalah karena banyak terserap pada bahan bitumen maka akan menaikkan
volumenya.
Selain itu bahan pengisi pada campuran beraspal sangat berpengaruh sifat pencampuran
aspal tersebut, jika terlalu banyak kadar pengisi maka campuran tersebut akan menjadi
kaku dan mudah retak. Namun sebaliknya apabila kadar bahan pengisi pada campuran
terlalu edikit maka akan membuat campuran tersebut menjadi sangat lentur dan mudah
terdeformasi oleh beban lalu lintas sehingga jalan tersebut akan bergelombang.

1
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan melaksanakan praktikum laboratorium uji aspal adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan suatu campuran aspal yang memenuhu ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan pada kriteria pencapuran.
2. Mengamati dan mempelajari secara langsung hal-hal yang ada di laboratorium
untuk menambah pengetahuan dan pemahaman.
3. Sebagai studi perbandingan antara teori-teori yang diperoleh sewaktu belajar
dikelas dengan keadaan yang sebenarnya di laboratorium.
4. Megetahui secara langsung prosedur pelaksanaan di laboratorium.

1.3 Manfaan penulisan


Adapun manfaat melaksanakan praktikum laboratorium uji aspal adalah sebagai berikut:
1. Dengan pengamatan langsung di laboratorium, mahasiswa mendapat wawasan
dan menilai situasi dan kondisi di laboratorium.
2. Dengan pengamatan langsung di laboratorium, mahasiswa dapat mengetahui
prosedur dalam pengujian.
3. Dengan mengadakan praktik di laboratorium, mahasiswa dapat merencanakan
jenis perkerasan jalan raya.
4. Mahasiswa dapat membandingkan teori-teori yang diberikan di luar belajar
dengan di laboratorium.

1.4 Metode Penulisan


Metode penelisan yang di gunakan adalah metode deskriptif.
deskriptif dilakukan dengan membuat gambaran keadaan suatu subjek atau objek
dengan rinci. Deskripsi difokuskan pada masalah yang akan dibahas. Kemampuan
mendeskripsikan sesuatu sangat berperan penting untuk membuat data semakin
akurat.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Jenis-Jenis Aspal


 Aspal Minyak
Aspal Minyak adalah bahan tersisa yang dianggap sudah sudah tidak lagi bisa
diproses secara ekonomi dari proses destilasi minyak bumi di pabrik kilang minyak.
Bahan tersebut kita kenal dalam tiga kelas Penetrasi yaitu Pen 40/50, Pen 80/70 dan Pen
80/100. Semakin rendah angka penetrasi maka akan semakin keras wujud aspal,
semakin susah cara penanganannya karena diperlukan suhu lebih tinggi agar aspal
menjadi lunak atau cair. Sebaliknya semakin tinggi angka penetrasi maka aspal akan
mudah encer, mudah dikerjakan, tetapi terancam sulit untuk mencapai kestabilan
campuran aspal, terutama pada iklim panas seperti di Indonesia, karena aspal cenderung
melunak pada suhu udara tinggi.
 Aspal Emulsi
Aspal emulsi adalah campuran aspal dengan air (60-70%) dalam bentuk emulsi,
sehingga molekul-molekul aspal melayang didalam air. Hal ini dimungkinkan karena
adanya bahan tambah bersifat katalis. Pencampuran aspal dengan air dan katalis tadi
dilewatkan mesin colloidmill. Saat aspal emulsi disimpan lama (sekitar 3 bulan) maka
emulsi bisa terlepas (break) dan aspal mengendap ke dasar kontainer/ drum. Agar ikatan
emulsi terbentuk lagi, cukup digoyang goyang atau digelinding-gelindingkan.
Penggunaan aspal emulsi yang paling baik adalah sudah digunakan sebelum terlepas
ikatan emulsinya. Penggunaan aspal emulsi biasanya pada hal-hal sebagai berikut :
a. Untuk lapis beton aspal campuran dingin misalnya pada daerah yang belum
punya AMP tetapi ingin kualitas jalannya setara dengan aspal beton aspal), pada
lokasi yang tidak boleh ada api terbuka misalnya wilayah pemboran minyak,
komplek penyimpanan bahan bakar,Diklat Penggunaan Bahan & Alat Untuk
Pekerjaan Jalan & Jembatan Modul Bahan Aspal Untuk Perkerasan Lentur
b. Untuk lapis Tack coat, Prime coat atau campuran untuk bahan “tambal siap
pakai”. Sebagai gambaran dilampirkan dibawah ini Tabel takaran penggunaan
Aspal cair dan aspal Emulsi sebagai Lapis Perekat

3
 Aspal Busa (foamed asphalt)
Aspal Busa adalah aspal panas yang dicampurkan dengan air secara mendadak
sehingga aspal berbusa dan seketika menjadi semacam emulsi yang dapat dimanfaatkan
keencerannya untuk membentuk lapis tipis aspal yang menyelimuti agregat. Aspal busa
ini kita kenal sebagai bagian dari proses Recycling beton aspal yang dilakukan di
ebagian ruas permukaan jalan di Pantura.
 Cutback asphalt
Cutback asphalt dalah aspal yang dicairkan dengan cara ditambah pelarut dari
keluarga hidrokarbon (minyak tanah/kerosin, bensin, solar). Untuk Primecoat dan
Tackcoat digunakan jenis Rapi Curing (RC), Medium Curing (MC) atau Slow Curing
(SC). Saat ini, aspal Emulsi mulai digunakan sebagai Tackcoat karena aspal Cutback
yang dicampur bensin sering menimbulkan kebakaran, demikian juga bila menggunakan
pelarut kerosene atau solar sering tidak sempat menguap, sehingga ketika campuran
beton aspal harus digelar diatasnya, aspal beton terkontaminasi pelarut yang
mengakibatkan aspal beton menjadi lunak dan pada akhirnya menimbulkan problem
perubahan bentuk (deformasi, bleeding, licin).
 Aspal Modifikasi
Nama lain dari Aspal Modifikasi adalah Polymer Modified Asphalt (PMA) atau
Polymer Modified Bitumen (PMB), ini adalah aspal minyak ditambah dengan bahan
tambah (additive) agar meningkat kinerjanyanya, yaitu aspal yang tahan beban dan
tahan lama (awet). Di Indonesia, kesadaran untuk menggunakan aspal modifikasi karena
diperlukan hal-hal.
 Aspal Buton (asbuton)
Aspal Buton adalah aspal alam yang terdapat di pulau Buton, berupa batuan yang
mengandung aspal (rock asphalt) yang ditemukan sejak tahun 1920, dengan cadangan
lebih dari 600 juta ton, terbesar didunia. Ada dua lokasi tambang di Buton, yaitu di
Kabungka dan Lawele.

2. 2 Fungsi Dan Kemampuan Aspal


Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara aspal itu sendiri.

4
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada
dari agregat itu sendiri.Diklat Penggunaan Bahan & Alat Untuk Pekerjaan Jalan
& Jembatan Modul Bahan Aspal Untuk Perkerasan Lentur Karena itu, untuk
dapat berfungsi sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, aspal haruslah
mempunyai kemampuan daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca,
mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.
Uraian tentang kemampuan aspal ini adalah sebagai berikut :
a. Daya tahan (durability) aspal. Adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat
asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan
sifat dari campuran aspal, yang tergantung dari sifat agregat yang terseliputi
aspal, tergantung juga dengan faktor pelaksanaan. Sifat ini dapat diperkirakan
dalam pemeriksaan Thin Film Oven Test (TFOT).
b. Adhesi dan Kohesi Aspal. Sifat Adhesi aspal adalah kemampuan aspal untuk
mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan
aspal, sedangkan Kohesi aspal adalah kemampuan aspal untuk tetap
mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur. Aspal adalah material yang termoplastis,berarti
akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang, dan akan lunak
atau cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap
perubahan temperatur.
d. Kekerasan Aspal. Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur
dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan
kepermukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Setelah
campuran aspal tergelar dan dipadatkan, maka terjadi proses oksidasi yang akan
menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi), ini adalah
proses perapuhan. Jadi selama masaDiklat Penggunaan Bahan & Alat Untuk
Pekerjaan Jalan & Jembatan Modul Bahan Aspal Untuk Perkerasan Lentur
pelayanan aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi
juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal,
semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

5
BAB III
PEMBAHASAN HASIL PRAKTIKUM

3.1 Pengujuan Penetrasi Bahan-Bahan Bitumen


a. Pengertian
Bahan bitumen adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair,
sesuai dengan pertambahan suhu yang berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu.
Namun demikian perilaku/respon material bahan bitumen tersebut terhadap suhu
pada prinsipnya membentuk suatu prektrum/ beragam, tergantung dari komposisi
unsur-unsur penyusunanya.
Dari sudut pandang rekayasa (engineering), ragam dari komposisi unsur
penyusun bahan bitumen biasanya tidak ditinjau lebih lanjut, untuk menggambarkan
karakteristik ragam respon material bahan bitumen tersebut diperkenalkan beberapa
parameter yang salah satunya adalah nilai PEN (penetrasi). Nilai ini
menggambarkan kekerasan bahan bitumen pada suhu standar 25 ℃ , yang diambil
dari pengukuran kedalaman penetrasi jarum standar dengan, beban standar (50
gr/100 gr) dalam rentang waktu yang juga standar (5 detik).
Nilai penetrasi sangat sensitif terhadap suhu. Pengukuran di atas suhu kamar
akan menghasilakan nilai yang berbeda. Variasi suhu terhadap nilai penetrasi dapat
disusun sedemikian rupa sehingga dihasilkan grafik hubungan antara suhu dan nilai
penetrasi. Penetration indeks dapat ditentukan dari grafik tersebut.

b. Tujuan pengujian
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal yang
dinyatakan dalam masukan jarum dengan beban tertentu dengan kurun waktu
tertentu pada suhu kamar. Tingkat kekerasan ini merupaka klasifikasi aspal.

c. Peralatan
1. alat-alat penetrasi yang dapat menggerakan pemegang jarum naik turun tanpa
gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm. Pemegang jarum seberat
(47,5 & 0,05) gr yang dapat dilepas dengan mudah dari alat penetrasi untuk
peneraan.

6
2. Pemberat sebesar (50 & 0,05) gr dan (100 & 0,05) gr masing-masing
dipergunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 gr dan 200 gr.

 Ukuran — Ukuran Cawan :


Penetrasi Diameter Kedalam Kapasitas
Dibawah 200 55 mm 35 mm 90 ml
200 sampai 300 70 mm 45 mm 175 ml

 Jarum penetrasi dibuat dari srainless steel mutu 440'C, atau HRC 54 sampai 60.
Ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung.
 Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan dasar
yang rata-rata berukuran sebagai berikut:
 Bak perendam (waterbath), terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10
liter dan dapat menahan suhu tertentu dengan ketelitian lebih kurang 0,1”C.
Bejana dilengkapi dengan pelat dasar berlubang-lubang, terletak 50 mm di atas
dasar bejana. Permukaan air sekurang-kurangnya 150 ml di atas pelat dasar
berlubang.
 Tempat air untuk benda uji ditempatkan di bawah alat penetrasi.
 Tempat tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml, dan tingggi yang
cukup untuk merendam benda uji tanpa bergerak.
 Pengukur waktu.
 Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan stop watch dengan skala
pembanding terkecil 0,1 atau kurang dan kesalahan tertinggi 0,1 detik per detik.
Untuk pengukuran penetrasi dengan alat otomatis, kesalahan alat tersebut tidak
bpleh melebihi 0,1 detik.

d. persiapan benda uji


 Panaskan contoh perlahan lahan serta aduklah hingga cukup air untuk dapat
dituangkan. Pemanasan contoh untuk ter tidak lebih dari 56 ℃ di atas titik
lembek, dan untuk bitumen tidak lebih dari 100 ℃ di atas titik lembek. Waktu
pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit. Aduklah perlahan-lahan agar udara
tidak masuk ke dalam contoh.

7
 Setelah contoh cair merata, tuangkan ke dalam tempat contoh dan diamkan
hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak kurang dari angka
penetrasi ditambah 10 mm. buatlah dua benda uji (duplo).
 Tutuplah benda uji agar bebas dari debu dan diamkan pada suhu ruang selama 1
sampai 1,5 jam untuk benda uji dengan cawan berkapasitas 90 ml dan 1,5
sampai 2 jam untuk benda uji dengan cawan berkapasitas 175 ml.

e. Langkah - langkah pengujian :


1. Letakkan benda uji dalam tempat air yang kecil dan masukkan tempat air
tersebut ke dalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang ditentukan.
Diamkan dalam bak tersebut selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji dengan
cawan berkapasitas 90 ml dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji dengan cawan
berkapatasi 175 ml.
2. Periksalah pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan
bersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut lain kemudian keringkan
jarum tersebut dengan lap bersih dan pasanglah jarum pada pemegang jarum.
3. Letakkan pemberat 50 gram di atas jarum untuk memperoleh beban sebesar (100
& 0,1) gram.
4. Pindahkan tempat air dari bak perendam ke bawah alat penetrasi.
5. Turunkan jarum perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh permukaan
benda uji. Kemudian aturlah angka 0 di arloji penetrometer sehingga jarum
penunjuk berimpit dengannya.
6. Lepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stop watch selama jangka
waktu (S & 0,1) detik.
7. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang berimpit dengan
jarum penunjuk. Bulatkan hingga angka 0,1 mm terdekat.
8. Lepaskan jarum dari pemegang jarum, dan siapkan alat penetrasi untuk
pekerjaan berikutnya.
9. Lakukan pekerjaan di atas tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang sama,
dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan dan tepi dinding berjarak lebih dari 1
cm.

8
Catatan :
 Termometer untuk bak perendam harus di tera
 Bitumen dengan penetrasi kurang dari 350 dapat diuji dengan alat-alat dan cara
pemeriksaan ini, sedangkan bitumen dengan penetrasi antara 350 dan 500 perlu
dilakukan dengan alat-alat lain.
 Untuk penetrasi dengan nilai lebih besar dari 200 sedikitnya digunakan 3 jarum
penetrasi. Untuk tiap penusukan digunakan satu jarum dan jarum tidak usah
ditarik kembali sampai pengujian selesai. Hal ini dikarenakan untuk penetrasi
lebih dari 200 lebih rentan terhadap kerusakan dibanding benda uji dengan nilai
penetrasi yang lebih kecil.
 Apabila pembacaan stop watch lebih dari ($ & 0,1) detik, hasil tersebut tidak
berlaku (diabaikan).

f. perhitungan dan pelaporan.


Penetrasi pada suhu
25˚C Beban 500 gram, Sampel I Sampel II Sampel III
waktu 5 detik
Pengamatan 1 0,56 0,62 0,53
Pengamatan 2 0,42 0,48 0,50
Pengamatan 3 0,48 0,54 0,46
Pengamatan 4 0,50 0,44 0,42
Pengamatan 5 0,49 0,45 0,48
Nilai Rata-Rata 0,49 0,51 0,48
Rata-Rata Penetrasi 0,493

3. 2 Pengujian Titik Lembek Aspal Dan Ter (Softening Point With Ring And Ball
Test)
a. Pengertian
Aspal adalah material termoplastik yang secara bertahap mancair, sesuai dengan
pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun
demikian perilaku/respon material aspal tersbut terhadap suhu pada prinsipnya

9
membentuk suatu spektrum/beragam, tergantung dari komposisi unsur-unsur
penyusunnya.
Percobaan ini diciptakan karena pelembekan (softening) bahan-bahan aspal dan
ter, tidak terjadi secara sekejap pada suhu tertentu, tapi lebih merupakan perubahan
gradual seiring penambahan suhu. Oleh sebab itu, setiap prosedur yang
dipergunakan/di-adopt untuk menentukan titik lembek aspal atau ter, hendaknya
mengikuti sifat dasar tersebut, artinya penambahan suhu pada percobaan hendaknya
berlangsung secara gradual dalam jenjang yang halus.
Dalam percobaan ini titik lembek ditunjukkan dengan suhu pada saat bola baja,
dengan berat tertentu, mendesak turun suatu lapisan aspal atau ter yang tertahan di
dalam cincin berukuran tertentu sehingga aspal atau ter tersebut menyentuh pelat
dasar yang terletak pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan.
Titik lembek haruslah diperhatikan saat akan membangun konstruksi perkerasan
jalan. Titik lembek hendaknya lebih tinggi dari suhu dipermukaan jalan sehingga
tidak terjadi pelelehan aspal akibat temperatur permukaan jalan. Titik lembek aspal
dan ter adalah 30”C-200”C, yang artinya masih ada nilai-nilai titik lembek yang
hampir sama dengan suhu permukaan jalan pada umumnya. Untuk itu dilakukan
usaha untuk mempertinggi titik lembek ini antara lain dengan menggunakan filler
terhadap campuran beraspal.
Metode Ring and Ball yang umumnya diterapkan pada bahan aspal dan ter ini,
dapat mengukur titik lembek bahan semisolid sampai solid. Titik lembek adalah
besarnya suhu dimana aspal mencapai derajat kelembekan (mulai meleleh) di
bawah kondisi spesifik dari tes. Berdasarkan tes/apparatus yang ada disimpulkan
bahwa pengujian titik lembek dipengaruhi banyak faktor.
Spesifikasi Bina Marga tentang titik lembek untuk aspal keras Pen 40 (Ring and
Ball Testy adalah 51℃ (minimum) dan 63℃ (maksimum), sedangkan untuk Pen
60 adalah minimum 48℃ dan maksimum 58℃ faktor yang mempengaruhi
pengujian titik lembek :
 Kualitas dan jenis cairan penghantar
 Berat bola besi
 Jarak antara ring dengan dasar plat besi
 Besarnya suhu pemanasan

10
b. Tujuan pengujian
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui suhu dimana aspal dan juga ter mulai
lembek dan dapat digunakan dengan menggunakan alat Ring and Ball. Suhu ini pun
yang menjadi acuan dilapangan atas kemampuan aspal dan juga ter menahan suhu
permukaan yang terjadi untuk tidak lembek sehingga dapat mengurangi daya lekatnya.

c. Peralatan:
1. Cincin kuningan
2. Bola baja, diameter 9,53 mm berat 3,45 gr sampai 3,55 gr
3. Dudukan benda uji, lengkap dengan pengarah bola baja dan plat dasar yang
mempunyai jarak tertentu.
4. Bejana gelas tahan pemanasan mendadak diameter dalam 8,5 cm dengan tinggi
dan tinggi & 12 cm berkapasitas 800 ml.
5. Termometer
6. Penjepit
7. Alat pengarah bola.

d. Penyiapan Benda Uji :


1) Panaskan contoh aspal perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus hingga
cair merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan agar
gelembung-gelembung udara cepat keluar.
2) Setelah cair merata tuanglah contoh ke dalam dua buah cincin. Suhu
pemanasan aspal tidak melebihi 56℃ di atas titik lembeknya dan untuk
aspal tidak melebihi 111℃ di atas titik lembeknya.
3) Panaskan 2 buah cincin sampai mencapai suhu tuang contoh, dan letakkan
kedua cincin di atas pelat kuningan yang telah diberi lapisan dari campuran
talk dan sabun.
4) Tuang contoh ke dalam 2 buah cincin, diamkan pada suhu sekurang
kurangnya 8 ℃ di bawah titik lembeknya sekurang-kurangnya 30 menit.
5) Setelah dingin, ratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau yang
telah dipanaskan.

11
 Hal — hal yang harus diperhatikan :
 Suhu pemanasan aspal maksimal adalah titik lembek perkiraan ditambah 50
℃ (kira-kira 100℃ )
 Lamanya pemanasan di atas api tidak lebih dari 30 menit dan di dalam oven
tidak lebih dari 2 jam.
 Larutan gliserin dan talk di gunakan pada permukaan plat alas besi bukan
pada dinding ring benda uji.
 Contoh aspal yang telah dipanaskan, dituang ke dalam cetakan benda uji dan
didiamkan selama 30 menit, dipotong dengan spatula panas dan disimpan di
dalam ruangan pendingin (& 5℃ ) selama 30 menit.
 Proses penuangan sampai percobaan selesai tidak boleh kurang dari 240
menit.

e. Langkah — langkah pengujian :


1. Benda uji adalah aspal atau ter sebanyak t 25 gram
2. Pasang dan aturlah kedua benda uji di atas kedudukan dan letakkan pengarah
bola diatasnya. Kemudian masukkan seluruh peralatan tersebut ke dalam bejana
gelas.
3. Isilah bejana dengan air suling baru, dengan suhu (5 & 1) ℃ sehingga tinggi
permukaan air ◦berkisar antara 101,6 sampai 108 mm.
4. Letakkan termomcetor yang sesuai untuk pekerjaan ini diantara kedua benda uji
(Kurang lebih dari 12,7 mm dari tiap cincin).
5. Periksalah dan aturlah jarak antara permukaan peciat dasar benda uji sehingga
menjadi 25,4 mm.
6. Letakkan bola—bols baja yang bersuhu 5℃ diatas dan ditengah permukaan
masing-masing benda uji yang bersuhu 5℃ menggunakan penjepit dengan
memasang kembali pengarah bola.
7. Panaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5℃ permenit. Kecepatan
pemanasan rata-rata dari awal dan akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit pertama
perbedaan kecepatan pemanasan tidak boleh melebihi 0,5℃ .

12
 Hal-hal yang harus diperhatikan :
 Apabila kecepatan pemanasan melebihi ketentuan maka pekerjaan diulangi.
 Apabila dari suatu pekerjaan duplo perbedaan suhu dalam 6 melebihi 1 maka
pekerjaan diulangi

f. Perhitungan dan Pelaporan.


Titik Lembek Aspal
Suhu Waktu Titik lembek
No
yang diamati(˚C) I II I II
1 (27˚C) 00.00 00.00
2 (32˚C) 04.36 04.36
3 (37˚C) 07.25 07.25
4 (42˚C) 09.29 09.29
5 (47˚C) 11.20 11.20
6 (52˚C) 12.59 12.59 57 57
7 (57˚C) 13.35 13.35
8 (62˚C) 14.40 14.40
Rata-rata 57⁰C
Titik lembek aspal 57⁰C

3.3 Keausan Agregat Dengan Alat Abrasi Los Angeles (Los Angeles Abrassion
Test)
a. Pengertian
Durabilitas atau ketahanan terhadap kerusakan sangat berpengaruh terhadap
kebutuhan akan jumlah agregat. Beberapa agregat yang memiliki kekuatan standar pun
akan mengalami kerusakan saat di stockpile atau saat masa layan di jalan. Pada
hakekatnya ikatan antar butir partikel bisa kuat dan lemah, namun secara berulang
menjadi lemah karena sebagai akibat dari proses peredaman air seperti akibat cuaca,
pembekuan dan lain-lain. Ada dua aspek yang menguji durabilitas agregat ini, yaitu :
 Kerusakan mekanis
 Kerusakan diakibatkan reaksi physico-chemical, seperti pelapukan Dalam uji
abrasi ini tipe tes durabilitas yang diambil adalah tipe tes kerusakan mekanis.

13
Tipe tes kerusakan mekanis ini sendiri memiliki berbagai macam tipe yaitu :
 Aggregate Abrasion Value
 Aggregate Attrition Value
 Los Angeles Abrasion Value
 Poloshed Stone Value
Prinsip pengujian Los Angeles adalah pengukuran perontokan agregat dari gradasi
satandarnya akibat kombinasi abrasi atau atrisi, tekanan, dan penggilasan di dalam drum
baja. Ketika drum berputar, bilah baja yang terdapat di dalamnya, mengangkat sampel
dan bola baja, membawanya berputar sampai kembali jatuh, mengakibatkan efek
tumbuk-tekan/impact-crushing pada sampel. Sampel sendiri kemudian berguling dengan
mengalami aksi abrasi dan penggilasan sampai bilah baja kembali menekan dan
membawanya berputar. Demikianlah siklus yang terjadi di dalam mesin Los Angeles.
Pengujian/tes Los Angeles telah digunakan secara luas sebagai indikator dari
kualitas atau kemampuan berbagai sumber agregat yang mempunyai komposisi mineral
yang sama. Hasil dari pengujian ini tidak langsung secara sah membenarkan
perbandingan antara sumber-sumber agregat yang jelas berbeda dari asal, komposisi,
maupun strukturnya.

b. Tujuan pengujian
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui durabilitas agregat dengan cara mekanis
dengan menggunakan alat Los Angeles Abrasion Test. Pemeriksaan ini adalah untuk
agregat kasar yang lebih kecil dari 37,5 mm.

c. Peralatan :
1) Mesin abrasi Los Angeles, yaitu mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada
kedua sisinya dengan diameter 71 cm (28”) dan panjang 50 cm (20”). Silinder
ini bertumpu pada dua poros pendek tidak menerus yang berputar pada poros
mendatar. Silinder berlubang untuk memasukkan sampel. Penutup lubang
terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Di bagian
dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56”).
2) Bola-bola baja mempunyai diameter rata-rata 4,68 cm (1 7/8”) dan berat masing-
masing antara 400 gram sampai 440 gram.

14
3) Saringan mulai ukuran 37,5 mm (1 12”) sampai 2,36 mm (No.8).
4) Timbangan dengan kapasitas 5000 gram dan ketelitian! gram
5) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ±5)

d. Benda uji :
 Sampel harus bersih. Bila sampel masih mengandung kotoran. Debu, bahan
organik atau terselimuti oleh bahan lain, maka smpel harus dicuci sampai bersih
kemudian dikeringkan dalam suhu (110±5) C sampai berat tetap.
 Pisahkan sampel ke dalam ukuran fraksi masing-masing sesuai pada tabel di
bawah ini dan gabungkan, timbang.

 Tabel Ukurean Fraksi


Ukuran Saringan Berat dan Gradasi sampel (gr)
Lewat
Tertahan (mm) A B C D
(mm)
37,5 (11/2”) 25,0 (1”) 1250±25
25,0 (1”) 19,0 (3/4”) 1250±25
19,0 (3/4”) 12,5(1/2'') 1250±25 2500±10
12,5(1/2”) 9,5(3/8") 1250±25 2500±10
9,5 (3/8”) 6,3 (1/4”) 2500±10
6,3 (1/4”) 4,75 (No.4) 2500±10
4,75 (No.4) 2,36 (No.8) 5000±10
TOTAL 5000±10 5000±10 5000±10 5000±10
JUMLAH BOLA 12 11 8 6
BERAT TERTAHAN
SARINGAN NO 12 5000±25 4554±25 3330±25 2500±25
(GRAM)

e. Langlah-langkah pengujian :
1) Sampel dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles dan mesin
diputar dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm untuk 500 putaran

15
2) Setelah putaran selesai sampel dikeluarkan kemudian lakukan penyaringan awal
dengan diameter saringan lebih besar dari 1,7 mm (No.12). Saring bagian
sampel yang lebih halus dengan saringan 1,7 mm (No.12). Butiran yang
tertahan/lebih besar dari 1,7 mm (No.12) dicuci bersih kemudian dikeringkan
dalam oven suhu (110 & 5"C) sampai berat
tetap, lalu timbang (B).

 Catatan :
Tidak dilakukan proses pencucian sampel setelah tes Los Angeles ini kadang
kadang akan mengurangi pengukuran, kehilangan sekitar lebih dari 0,290 dari
berat sampel awal.

f. Perhitungan dan pelaporan

Gradasi pemeriksan Fraksi B (10-20 mm)

Saringan (mm) `Berat sampel


Lolos Tertahan
76,2 63,5
63,5 50,8
50,8 37,5
37,5 25,4
25,4 19,0
19,0 12,5 2500 gr 2500 gr
12,5 9,5 2500 gr 2500 gr
9,5 6,3
6,3 4,75
4,75 2,38
Total 5000 gr 5000 gr
Berat tertahan saringan No. 12 3330,38gr 3568,23gr

Nilai Keausan Los Angeles = A-B/A x 100 %


Dimana :
A = berat sampel semula (gram)

16
B = berat sampel yang tertahan / lebih besar dari 1,7 mm (gram)
SAMPEL 1
A = 5000 gr
B = 3330,38 gr
Keausan = A – B / A x 100%
= 5000 – 3330,38 / 5000 x 100 %
= 33,4 %
SAMPEL 2
A = 5000 gr
B = 3568,23 gr
Keausan = A – B / A x 100%
= 5000 – 3568,23/ 5000 x 100 %
= 26,8%
Keterangan : - Jumlah bola baja = 11
- Jumlah Putara = 500 putaran

3.4 Analisa Saringan (Sieve Analysis )


a. Pengertian
Batu pecah dan batu alam secara teoritis terbagi atas dua grup, yakni agregat
kasar dan halus. Pemisah dari dua grup ini adalah ukuran saringan No.4(4,75 mm)
dimana di atas ukuran ini disebut kasar dan di bawahnya adalah halus (BS 882,
1973). Di laboratorium pembagian ini diperbanyak, misalnya untuk keperluan
spesifikasi campuran beton menggunakan empat zona gradasi, untuk keperluan
perkerasan digunakan tiga zona gradasi atau lebih dikenal fraksi agregat, yakni
agregat kasar, agregat sedang, dan agregat halus.

b. Tujuan pengujian
Pengujian ini bertujuan untuk membuat suatu distribusi ukuran agregat dalam
bentuk grafik yang dapat memeperlihatkan pembagian butir (gradasi) suatu agregat
dengan menggunakan saringan

17
c. Peralatan :
1) Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0, 2% dari berat sampel.
2) Satu set saringan
3) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 110
± 5℃
4) Alat pemisah contoh
5) Mesin pengguncang saringan
6) Talam-talam
7) Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lainnya

d. Benda Uji:
1) Agregat halus : Material lolos saringan 4.75 mm 1000 gr
2) Agregat sedang: Material lolos saringan 9.50 mm 1500 gr
3) Agregat kasar : Material lolos saringan 25.4 mm 2000 gr .

e. Langkah-langkah Pengujian :
1) Sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu 110 & 58C sampai berat tetap.
2) Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3 kali
proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2 jam
berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air 0.1 ¿%
3) Sampel disaring dengan susunan saringan dimana ukuran saringan paling besar
ditempatkan paling atas.
4) Saringan diguncang manual atau dengan mesin pengguncang selama 15 menit.

f. Perhitungan dan pelaporan


 Data agregat halus (1000gr) Lolos Saringan No.4
Agregat halus Berat Benda Uji 4000 gr

Saringan Berat Saringan Kosong (gr) Berat Saringan dengan Material Berat Tertahan Kumulatif Tertahan %Tertahan %Lolos
1 617,62 617,62 0 0 0 100
3/4'' 569,49 569,49 0,00 0,00 0,00 100,00
1/2'' 551,49 551,48 0 0 0,00 100,00
3/8'' 526,74 526,74 0 0 0,00 100,00
4 561,27 561,36 0,09 0,09 0,01 99,99
8 541,75 635,49 93,74 93,83 9,38 90,62
30 337,57 708,38 370,81 464,64 46,46 53,54
50 267,46 553,92 284,03 748,67 74,87 25,13
100 264,32 277,95 13,43 762,1 76,21 23,79
200 371,62 603,15 231,53 993,63 99,36 0,64
PAN 408,44 414,81 6,37 1000 100 0,00
Total 1000

18
 Data agregat sedang (1500 gr) Lolos Saringan 3/8”
Agregat sedang Berat Benda Uji 1500 gr

Saringan Berat Saringan Kosong (gr) Berat Saringan dengan Material Berat Tertahan Kumulatif Tertahan %Tertahan %Lolos

1 617,62 617,62 0 0 0 100


3/4'' 569,49 569,49 0,00 0,00 0,00 100,00
1/2'' 551,49 551,5 0,04 0,01 0,00 100,00
3/8'' 526,74 526,78 0,04 0,05 0,00 100,00
4 564,27 1595,61 1035,34 1035,39 69,03 30,97
8 544,75 977,43 435,68 1471,07 98,07 1,93
30 337,57 360,8 23,23 1494,3 99,62 0,38
50 267,46 268,8 1,34 1495,64 93,71 0,29
100 264,52 265,46 0,94 1496,58 99,79 0,23
200 371,62 373,89 2,27 1498,85 99,92 0,08
PAN 408,44 409,59 1,15 1500 100 0,00
Total 1500

 Data agregat kasar (2000 gr) Lolos Saringan 1”


Agregat Kasar Berat Benda Uji 2000 gr

Saringan Berat Saringan Kosong (gr) Berat Saringan dengan Material Berat Tertahan Kumulatif Tertahan %Tertahan %Lolos

1 617,62 617,62 0 0 0 100


3/4'' 569,49 2192,91 1623,42 1623,42 81,17 18,83
1/2'' 551,49 883,65 332,16 1955,58 97,78 2,22
3/8'' 526,74 531,49 4,75 1960,33 98,02 1,98
4 561,27 571,19 9,92 1970,25 98,51 1,49
8 541,75 549,96 8,21 1978,46 98,92 1,08
30 337,57 340,62 3,05 1981,51 99,07 0,93
50 267,46 269,54 2,08 1983,59 99,18 0,82
100 264,52 264,69 0,17 1983,76 99,19 0,81
200 371,62 377,41 5,79 1989,55 99,48 0,52
PAN 408,44 418,91 10,47 2000 100 0,00
Total 2000

3.5 Perencanaan Campuran Metode Bina Marga (BM)


a. Pengertian
Metode ini merupakan adaptasi langsung dari metode campuran metode Asphalt
Institute (Al) untuk penggunaan di Indonesia. Sebagaimana halnya metode Al, maka
cakupan metode ini adalah untuk perencanaan campuran panas dengan gradasi
agregat menerus yang disebut sebagai Lapis Aspal Beton (LASTON). Dalam

19
aplikasinya, campuran laston dapat digunakan sebagai lapis permukaan, levelling
course, dan binder atau intermediate course.
Dalam terminologi perkerasan di Indonesia, dikenal juga jenis campuran Laston
Atas dan Laston Bawah. Laston Atas adalah Lapis Aspal Beton yang digunakan
sebagai material Lapis Pondasi dan termasuk sebagai Base Course (Amerika
Serikat) atau Road Base (Inggris). Sementara itu Laston Bawah adalah lapis aspal
beton yang digunakan sebagai material pondasi bawah yang dipasang di atas tanah
dasar. Kedua jenis laston ini (Laston Atas dan Laston Bawah) berbeda dengan jenis
Laston yang dibahas ini.

b. Perencanaan Campuran
Persiapan Material :
Kadar aspal optimum untuk laston umumnya berkisar antara 4% sampai
7% terhadap berat campuran. Dalam menentukan kadar aspal optimum dengan
menggunakan pengujian Marshall, maka diperlukan sedikitnya enam variasi
kadar aspal dengan kenaikan ½ %. Setiap nilai kadar aspal diperlukan minimal
tiga sampel atau spesimen Marshall, sehingga untuk mencari kadar aspal
optimum diperlukan setidaknya 18 sampel. Berat satu sampel Marshall adalah
sekitar 1200 gr agregat dan secara umum maka diperlukan sekitar 23 kg agregat
dan sekitar 4 kg sampai 5 Kg aspal.

c. Perlengkapan:
1) Tiga buah cetakan benda uji dari logam yang berdiameter 10,16 cm dan tinggi
7,62 cm, lengkap dengan pelat alas dan leher sambung.
2) Mesin penumpuk manual atau otomatis lengkap dengan :
 Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbak rata yang berbentuk
silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm
 Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis)
berukuran 20,32 x 20,32 x 45,72 cm: dilapisi dengan pelat baja
berukuran 30,48 x 30,48 x 2,54 cm dan dijangkarkan pada lantai beton di
keempat bagian sudutnya.
 Pemegang cetakan benda uji

20
3) Alat pengeluar benda uji, untuk mengeluarkan benda uji yang sudah dipadatkan
dari dalam cetakan benda uji dipakai sebuah alat ekstruder yang berdiameter 10
cm.
4) Alat Marshall lengkap dengan :
 Kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung.
 Cicin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg dan atau 5000 kg,
dilengkapi arloji (dial) tekan dengan ketelitian 0,0025 mm.
 Arloji pengukur pelelehan (flow) dengan ketelitian 0,25 mm beserta
perlengkapannya.
5) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu yang mampu memanasi sampai
2000.
6) Bak perendam (water bath).
7) Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2 kg
dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1
gram. « Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 2500C dan
100C dengan ketelitian 16 dari kapasitas. s Perlengkapan lain :
 Panci — panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran aspal
 Sendok pengaduk dan spatula
 Kompor dan pemanas (hot plate)
 Sarung tangan dari asbes, sarung tangan dari karet dan pelindung
pernapasan atau masker.
 Kantong plastik berkapasitas 2 kg
 Kompor gas elpiji atau minyak tanah
d. Pembuatan benda uji
Agar pencampuran dan pemadatan dapat menghasilkan campuran yang
baik, maka salah satu syaratnya adalah kekentalan aspal harus cukup sedemikian
sehingga peran aspal dalam proses pencampuran dan pemadatan dapat
maksimal. Metode Al Menyarankan bah Wa puda anat pencampuran kekentalan
(viskositas) kinctis aspal adalah 170 & 20 Centistokes dan untuk pemadatan
dibutuhkan viskositas kinetik aspal sebesar 280 ± 30 centistokeg, Nilai
kekentalan ini dapat dicapal puda rentang suhu tertentu yan , Yang sering
disebut sebagai suhu pencampuran dan suhu pemadatan. Kedua rentan 8 Suhu

21
ini dapat dicari dengan menggunakan grafik hubunyan antara suhu dengan
Viskositas yang dapat dikembangkan untuk setiap jenis aapal.

e. Tahapan Pembuatan benda uji


1) Keringkan agregat pada suhu 105 - 110'C minimum selama 4 jam, keluarkan
dari alat pengering (oven) dan tunggu sampai beratnya tetap.
2) Pisah — pisahkan agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki (sesuai spek)
dengan cara penyaringan.
3) Siapkan bahan untuk setiap benda uji yang diperlukan yaitu agregat sebanyak
1200 gram sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira — kira 63,5 mm ±1,27
mm.
4) Pencampuran agregat agar sesuai dengan gradasi yang diinginkan dilakukan
dengan cara mengambil nilai tengah dari batas spek. Untuk memperoleh berat
agregat yang diperlukan dari masing-masing fraksi untuk membuat satu benda
uji adalah dengan mengalikan nilai tengah tersebut terhadap total berat agregat.
5) Panaskan panci pencampur beserta agregat kira — kira 28 ℃ di atas suhu
pencampuran untuk aspal padat, bila menggunakan aspal cair pemanasan sampai
14℃ di atas suhu pencampuran.
6) Tuangkan aspal yang sudah mencapai tingkat kekentalan sebanyak yang
dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut, kemudian aduklah
dengan cepat, dengan tetap mempertahankan masih dalam rentang suhu
pemadatan, sampai agregat tersclimuti aspal secara merata.
7) Sementara itu, atau sebelumnya, perlu disiapkan alat untuk memadatkan, yaitu
dengan membersihkan perlengkapan cetakan benda auji serta bagian muka
penumbuk dengan seksama dan panaskan samapai suhu antara 93,3 - 148,9.
8) Letakkan cetakan di atas landasan pemadat dan tahan dengan pemegang cetakan
9) Letakkan selembar kertas saring atua kertas penghisap yang sudah digunting
menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan.
10) Masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk — tusuk campuran
keras-keras dengan spatula yang dipanaskan sebanyak 15 kali keliling
pinggirnya dan 10 kali di bagian tengahnya.

22
11) Siapkan alat memadat dan lakukan pemadatan dengan menumbuk spesimen
dengan jumlah tumbukan sebanyak 35, S0, atau 75 yang disesuaikan dengan
jenis lalu lintas yang direncanakan.
12) Tumbukan dilakukan dengan tinggi jatuh 457,2 mm dan selama pemadatan
harus diperhatikan agar kedudukan sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada
alas cetakan.
13) Lepaskan alat alas berikut leher sambung dari cetakan benda uji, kemudian
cetakan yang berisi benda uji dibalikkan dan pasang kembali pelat alas berikut
leher sambung pada cetakan yang dibalikkan tadi. Lakukan penumbukan bagi
dengan jumlah yang sama.
14) Lepaskan keping alas dan didinginkan sampai diperkirakan tidak akan terjadi
perubahan bentuk jika benda uji dikeluarkan dari mold. Untuk mempercepat
proses pendinginan, dapat digunakan kipas angin. Proses pendinginan biasanya
dilakukan sekitar 2-3 jam.
15) Keluarkan benda uji atau spesimen Marshall dari mold dengen hati - hari dan
kemudian letakkan spesimen permukaan yang rata dan biarkan sampai benar -
benar dingin. Sebaiknya didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam,

 Pengujian Spesimen Marshall :


Ada tiga tahap pengujian yang dilakukan dari metode Marshall, yaitu tahap
pertama adalah melakukan pengukuran berat jenis, pengukuran stabilitas dan flow, serta
pengukuran kerapatan dan analisa rongga. Sebelum dilakukan pengujian spesimen atau
benda uji Marshall, perlu dilakukan hal — hal sebagai berikut :
 Benda uji harus bersih dari kotoran organik, minyak, kertas dan sebagainya.
Setiap benda uji diberi tanda pengenal yang mencirikan minimal jumlah aspal
yang diberikan.
 Ukur tinggi masing - masing benda uji dengan menggunakan jangka sorong
dengan ketelitian O,1 mm. Tinggi benda uji adalah rata-rata dari tiga kali
pengukuran.

Pengukuran Berat Jenis Campuran di dasarkan pada ASTM D 2726 :


 Timbang benda uji dan didapatkan berat benda uji kering.

23
 Masukkan benda uji ke dalam air bersuhu 25 ℃ selama 3 sampai ±menit dan
kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat benda uji dalam air,
 Angka benda uji dari dalam air, selimuti dengan kain yang dapat menyerap Bir,
dan segera timbang untuk mendapatkan berat benda uji kondisi jenuh — kering
permukaan (SSD). Penyelimutan dengan kain adalah hanya untuk
menghilangkan air yang berada di permukaan dan dilakukan dengan cepat.
Proses dari sejak pengambilan benda uji dari dalam air,menyelimutkan dengan
kain dan penimbangan sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 30 detik.
 Berat jenis curah (bulk specific gravity) benda uji adalah berat benda uji
kering/(berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan — berat benda uji dalam
air).

Pengukuran Stabilitas dan Flow :


 Rendamlah benda uji dalam bak perendam (water bath) selama 30 — 40 menit
dengan suhu tetap (60 ± 1)℃
 Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven dan letakkan ke dalam
segmen bawah kepala penekan dengan catatan bahwa waktu yang diperlukan
dari saat diangkatnya benda uji dari bak perendaman sampai tercapainya beban
maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
 Pasang segmen atas di atas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam mesin
penguji.
 Pasang arloji pengukur pelelehan (/low) pada kedudukannya di atas salah satu
batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol, sementara
selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen atas kepala
penekan.
 Naikkan kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh alat
cincin penguji, sebelum pembebanan diberikan.
 Atur jarum arloji tekan pada kedudujan angka nol.
 Berikan pembeban pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50 mm per
menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembeban menurun seperti
yang ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan catat pembeban maksimum.

24
 Cacat nilai pelelehan (flow) yang ditunjukkan oleh jarum arloji pengukur
pelelehan pada saat pembebanan maksimum tercapai.

f. Perhitungan Dan Pelaporan


 Komposisi campuran briket dengan kandungan aspal 6%
1) kasar = 20% x 1128 = 225,6 gr
2) Sedang = 39% x 1128 = 439,92 gr
3) Pasir = 41% x 1128 = 462,48 gr
4) Aspal = 6% x 1200 = 72 gr

 Komposisi campuran briket dengan kandungan aspal 6,5 %


1) kasar = 20% x 1122 = 224,4 gr
2) Sedang = 39% x 1122 = 437,58 gr
3) Pasir = 41% x 1128 = 460,02 gr
4) Aspal = 6,5% x 1200 = 78 gr

 Komposisi campuran briket dengan kandungan aspal 7,0 %


1) kasar = 20% x 1116 = 223,2 gr
2) Sedang = 39% x 1116 = 435,24 gr
3) Pasir = 41% x 1128 = 457,56 gr
4) Aspal = 7,0% x 1200 = 84 gr

 Ketebalan Briket
Sampel Ketebalan Briket

6,0 (I) 6,32

6,0 (II) 6,9

6,0 (III) 7,1

6,5 (I) 6,4

6,5 (II) 6,47

6,5 (III) 6,2

7,0 (I) 6,64

7,0 (II) 6,77

7,0 (III) 6,47

25
 Berat briket sebelum direndam
Sampel 6,0 % 6,5 % 7,0%
1 1152,82 1158,05 1130,04
2 1154,63 1154,28 1137,48
3 1172,80 1159,36 1145,17

 Berat briket sesudah direndam


Sampel 6,0 % 6,5 % 7,0%
1 1166,29 1170,96 1150,38
2 1168,98 1162,68 1151,68
3 1190,74 1167,48 1164,68

 Hasil pengujian Metode Marshall (stabilitas&Flow)


ketebalan briket Penguku ketebalan briket
Sampe Berat Pengukur
sebelum r sesudah
l kering stabilitas
pengujian flow pengujian
6,0 (I) 1152,82 0,3 1,20 1,4 1,3
6,0 (II) 1154,63 0,3 1,32 0,4 0,7
6,0(III) 1172,80 0,5 1,28 0,6 1,1
6,5 (I) 1158,05 0,3 1,26 0,4 0,7
6,5 (II) 1154,28 0,6 1,40 0,7 1,3
6,5(III) 1159,36 0,2 1,44 0,7 0,9
7,0 (I) 1130,04 0,5 1,09 0,3 0,8
7,0 (II) 1137,48 0,3 1,60 0,4 0,8
7,0(III) 1145,17 0,2 1,18 0,5 0,7

26
Data Hotmix Design Metode Marshall
Berat jenis aspal (T) = 1,03
Berat jenis bulk total agregat (U) = 2,65
Berat jenis efektif total agregat (V) = 2,58
Berat (gram) Rongga dalam camp stabilitas (kg) kelelehan quotient
Isi Benda Uji Berat isi benda uji Bj.maks,reoritis Rongga Udara Rongga Terisi Aspal(%)
Kadar Aspal Terhadap % di udara di dalam air K.Permukaan Agr (%) dibaca kalbrasi disesuaikan (mm) Marshall
in air in water SSD cc gr/cc gr/cc VIM VMA VFB stability flow kg/mm
A B C D E F G H L M N O P Q S T
Berat agregat P x Korelasi
Berat 100/(100-
C D E E-D C/F 100-(100XG/H) 100-(100XG/U) 100X((M-L)/M) O P volume S Q/S
Campuran (100XA)/(100-A) A/V)+(A/T)
benda uji
6,0 6,38 1152,82 664 1166,29 502,29 2,30 2,37 3,01 13,39 77,53 1,2 523,44 964,652 1,4 689,04
6,0 6,38 1154,63 615 1168,98 553,98 2,08 2,37 11,92 21,35 44,16 1,32 509,3 950,327 0,4 2375,82
6,0 6,38 1172,8 633 1190,74 557,74 2,10 2,37 11,14 20,65 46,06 1,28 496,13 944,48 0,6 1574,13
Rata-Rata 2,16 8,69 18,46 55,92 953,153 0,8 1546,32933
6,5 6,95 1158,05 667 1170,96 503,96 2,30 2,35 2,22 13,29 83,28 1,26 611,11 833,788 0,4 2084,47
6,5 6,95 1154,28 669 1162,68 493,68 2,34 2,35 0,51 11,77 95,66 1,4 393,14 859,961 0,7 1228,52
6,5 6,95 1159,36 676 1167,48 491,48 2,36 2,35 -0,37 10,98 103,41 1,44 354,88 878,656 0,7 1255,22
Rata-Rata 2,33 0,79 12,01 94,11 857,4683333 0,6 1522,73619
7,0 7,53 1130,04 653 1150,38 497,38 2,27 2,33 2,66 14,26 81,34 1,09 380,56 1080,56 0,3 3601,87
7,0 7,53 1137,48 650 1151,68 501,68 2,27 2,33 2,86 14,44 80,19 1,6 368,44 990,132 0,4 2475,33
7,0 7,53 1145,17 644 1164,68 520,68 2,20 2,33 5,77 17,00 66,05 1,18 421,24 1116,61 0,5 2233,22
Rata-Rata 2,25 3,77 15,24 75,86 1062,434 0,4 2770,13889

RATA-RATA DATAHOT MIX DESIGN MEODE MARSHALL

Kadar Aspal (%) VIM VMA VFB Stabilitas Flow Hasil bagi
Marshall
6,0 8,69 18,46 55,92 953,153 0,8 689,33
6,5 0,79 12,01 94,11 857,468 0,6 1522,74
7,0 3,77 15,24 75,86 1062,434 0,4 2770,14

27
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan perhitungan dari karakteristik
Laston lapis aus (AC-WC) dengan menggunakan aspal Pertamina Pen 60/70
dan aspal Retona, didapat kesimpulan sebagai berikut:
 Aspal Retona memiliki berat jenis dan titik lembek yang lebih besar, namun
angka penetrasinya lebih rendah dibandingkan dengan aspal Pertamina Pen
60/70.
 Perbedaan angka penetrasi kedua jenis aspal berpengaruh terhadap persentase
rongga dalam beton aspal yang dihasilkan. Dari hasil analisis terhadap
parameter Marshall, pada kadar aspal yang sama beton aspal Retona cenderung
menghasilkan VMA dan VIM yang lebih tinggi. Sedangkan untuk nilai VFA-
nya, cenderung lebih rendah daripada beton aspal Pertamina Pen 60/70.
 Pada kadar aspal yang sama, nilai stabilitas dan flow yang dihasilkan beton
aspal Retona lebih rendah dibandingkan dengan beton aspal Pertamina Pen
60/70.
 Dengan komposisi agregat yang sama, kadar aspal optimum yang dibutuhkan
beton aspal Retona ternyata lebih besar dibandingkan dengan beton aspal
Pertamina Pen 60/70.
 Pada kadar aspal optimum, beton aspal yang dihasilkan antara aspal
Retonadengan aspal Pertamina Pen 60/70 mempunyai sifat campuran yang
hampir sama. Namun dari segi durabilitas, beton aspal Retona terlihat lebih baik
dari beton aspal Pertamina Pen 60/70. Hal ini ditunjukkan dengan nilai stabilitas
sisa dari beton aspal Retona yang lebih besar daripada beton aspal Pertamina
Pen 60/70
 Asbuton olahan (aspal Retona) dapat digunakan sebagai bahan ikat pada
campuran AC-WC, karena terbukti pada kadar aspal optimum beton aspal yang
dibuat memenuhi spesifikasi karakteristik beton aspal AC-WC.

28
4.2. Saran
Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk:
 Melakukan pengujian dengan menggunakan variasi komposisi agregat
sebelumnya.
 Penambahan benda uji dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
 Melakukan uji permeabilitas untuk mengetahui rongga udara dalam campuran.
 Melakukan pengujian tambahan untuk mengetahui sifat kohesi aspal.
 Melakukan penelitian tentang penggunaan Asbuton olahan jenis lain pada lapis
perkerasan yang sama.
 Melakukan analisis secara ekonomi tentang keuntungan dan kerugian dari
penggunaan Asbuton pada perkerasan jalan.
 Kalibrasi alat dilakukan sesering mungkin untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat.
 Perlu adanya konsistensi pengaturan suhu dan waktu perendaman benda uji,
 karena hal tersebut cukup berpengaruh terhadap hasil uji marshall campuran

29
DOKUMENTASI

PENGUJIAN PENETRASI

Alat untuk pengujian penetrasi Persiapan alat

Proses pengujian Penetrasi Aspal yang sudah dipanaskan


dituangkan ke dalam cawan

Memasukan cawan berisikan


aspal Proses pemanasan aspal
Ke dalam air

30
PENGUJIAN TITIK LEMBEK

Penuangan aspal ke cincin Cincin cetakan


cetakan

Tempat dudukan cincin


Bejana gelas

Proses pendinginan sesuai suhu


Proses pengujian titik lembek ruangan

31
PENGUJIAN ANALISIS SARINGAN

Agregat dicuci
Penimbangan Agregat

Penimbangan Agregat
Pengguncangan agregat dengan
mesin pengguncang

Penimbangan masing-masing Proses pemanasan agregat


saringan

32
PENGUJIAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN ALAT ABRASI LOS
ANGELES

Agregat dimasukan bersama bola baja Tombol pada mesin los angeles
ke mesin los angeles

Penimbangan Agregat
Penimbangan Agregat

33
PENGUJIAN MIX DESIGN

Penimbangan agregat + aspal


Penimbangan panci untuk
memanaskan agregat

Proses pemadatan Campuran setelah dipadatkan

Capuran yang sudah dipadatkan Proses penimbangan dalam air


ditimbang

34
DAFTAR PUSTAKA

 panduan buku pengujian material bahan jalan (aspal) politeknik Negeri Ambon

Anda mungkin juga menyukai