Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH

PRINSIP SEWA (AL IJARAH )

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Akuntansi Syariah

Dosen pengampu :

Yuni Maimunah ,S.Ak.,M.Ak.

Disusun oleh :

Oktorion Pangeran Al Sadri : 216602068


Irna Wawan Wahyu : 216602144

KELAS AKHIR PEKAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

ENAM ENAM KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih yang tiada tara untuk kedua orang tua penulis. Untuk Ibu dan Ayah
yang telah menjadi orang tua terhebat sejagad raya, yang selalu memberikan motivasi, nasehat,
cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doa yang tentu takkan bisa penulis balas.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Yuni Maimuna, S.Ak., M.Ak. sebagai
dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Syariah yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Kendari, 12 Desember 2022

Kelompok VII

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................4
1.2Rumusan Masalah.........................................................................................................................4
1.3Tujuan Penulisan Makalah.............................................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan Makalah.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................6
2.1 Pengertian Al-ljarah......................................................................................................................6
2.2 Landasan Syariah..........................................................................................................................6
2.3 Manfaat dan Risiko yang Harus Diantisipasi.................................................................................7
2.4 Rukun dan Syarat ljarah................................................................................................................7
2.5 Ketentuan Objek ljarah.................................................................................................................9
2.6 Kewajiban Bank dalam ljarah.......................................................................................................9
2.7 Kewajiban Nasabah dalam ljarah..................................................................................................9
2.8 Aplikasi dalam Perbankan...........................................................................................................10
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................14

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-iwad atau upah, sewa, jasa atau
imbalan. Al-Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi
kebutuhan hidup manusia, seperti sewa menyewa, kontrak, menjual jasa dan sebagainya. Al-
Ijarah secara bahasa merupakan pecahan dari kata alajr yang bermakna iwad atau
kompensasi. Al-Ijarah merupakan kata yang di khususkan pada konpensasi dari manusia,
sedangkan konpensasi dari Allah sebagai balasan atau ketaatan hambanya disebut al-ajr atau
al-tsawab dalam istilah fikih.

Ijarah secara etimologi adalah masdar dari kata (ajara – ya‟jiru), yaitu upah yang
diberikan sebagai kompensasi sebuah pekerjaan. Al-ajru makna dasarnya adalah pengganti,
baik yang bersifat materi maupun immateri. Akad Ijarah identik dengan jual beli, namun
demikian, dalam Al-Ijarah bermakna jual beli manfaat yang juga merupakan makna istilah
syar‟i. Ijarah bisa diartikan sebagai akan pemisah hak guna atas barang atau jasa dalam
batasan waktu tertentu, melalui pembayaran upah sewa, tanpa di ikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang. Kelebihan ijarah adalah mempunyai scoup yang lebih luas
ketimbang jual-beli, karena asas manfaat yang menjadi dasar transaksi. Sebaliknya, ijarah
terhalang untuk digunakan pada barang yang manfaatnya habis saat digunakan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Al-Ijarah?


2. Apa Landasan Syariah?
3. Apa Saja Manfaat Dan resiko Yang Harus Diantisipasi?
4. Apa Rukun Dan Syarat Ijarah?
5. Apa Saja Ketentuan Objek Ijarah?
6. Apa Kewajiban Bank Dalam Ijarah?
7. Apa Kewajiban Nasabah Dalam Ijarah?
8. Apa Saja Aplikasi Dalam Perbankan?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

1. Memahami pengertian al-ijarah.


2. Memahami landasan syariah.
3. Memahami apa saja manfaat dan resiko yang harus diantisipasi.
4. Memahami rukun dan syarat ijarah.
5. Memahami ketentuan objek ijarah.
6. Memahami kewajiban bank dalam ijarah.
7. Memahami kewajiban nasabah dalam ijarah.
8. memahami saja Aplikasi dalam perbankan

1.4 Manfaat Penulisan Makalah

4
a. Bagi penulis/pemapar, penulisan makalah ini dapat memberikan edukasi dan pemahaman
mengenai tema/topik yang diangkat bagi kami sendiri selaku penulis, serta dapat memenuhi
tuntutan akademis tempat kami menempuh pendidikan yang tentu saja akan sangat bermanfaat
bagi kami kedepannya.
b. Bagi pembaca dan atau audience, penulisan makalah ini dapat menjadi kesempatan bagi pihak-
pihak tersebut untuk dapat mempelajari, memahami, dan diharapkan dapat
mengimplementasikan isi kajian makalah ini yang berkaitan dengan akuntansi. Pembaca dan
atau audience yang berkesempatan hadir dalam presentase makalah ini juga berkesempatan
untuk turut aktif dalam berdiskusi dan bertukar tanya jawab dengan kami.
c. Bagi lembaga pendidikan, penulisan makalah yang disertai dengan presentasi dan diskusi dapat
membantu lembaga dalam mencapai tujuannya yaitu mendidik mahasiswa yang aktif,
berinisiatif, berwawasan, dan berketerampilan dalam rangka melahirkan lulusan yang
profesional dan mandiri yang dapat menguasai teori dan mampu mempraktekan ilmu Akuntansi
kedepannya.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-ljarah

Secara terminology dapat dikemukakan beberapa pendapat ulama, antara lain


1. Ulama Hanafiyah, Ijarah ialah “Akad atas suatu kemanfaatan, dengan pengganti”.
2. Ulama Asyy-Syafi‟iyah, Ijarah ialah “Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung
maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti
tertentu”.
3. Ulama Malikiyah , Ijarah ialah: “Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah
dalam waktu tertentu dengan pengganti”.
4. Ulama Hanabilah Ijarah ialah : َ“Akad atas sutu manfaat yang mubah, dalam waktu
tertentu, dari bentuk tertentu, sifat tanggungan, atau dengan penggantian baru”.
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan pemilikan atas barang tersebut,
seperti rental mobil, sewa rumah, dapat berupa hak guna jasa dan lain-lain.
Sedangkan menurut istilah yaitu upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang
telah mengerjakan suatu pekerjaannya, atau imbalan tertentu dan sah atau ganjaran bagi
jasa keuntungan untuk manfaat yang diajukan yang akan diambil, atau untuk upah hasil
kerja yang diajukan atau yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain, merupakan pengalihan
hak manfaat untuk ganjaran yang berupa sewa dalam hal penyewaan aset atau barang dan
upah dalam hal penyewaan orang.
Alif al-Khafif mengartikan, al-Ijarah adalah transaksi terhadap sesuatu yang
bermanfaat dengan imbalan. Menurut ulama syafi‟iyah, Ijarah adalah transaksi terhadap
sesuatu manfaat yang dimaksud, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan
imbalan tertentu. Menurut ulama malikiyah dan hanabilah, Ijarah adalah pemilikan suatu
manfaat yang diperbolehkan dalam waktu tertentu dengan imbalan.10 Sedangkan
Menurut MA. Tihami, mengatakan bahwa al-Ijarah (sewa-menyewa) ialah akad
(perjanjian) yang berkenaan dengan kemanfaatan (mengambil manfaat sesuatu) tertentu,
sehingga sesuatu itu legal untuk diambil manfaatnya, dengan memberikan pembayaran
(sewa tertentu).

2.2 Landasan Syariah

 Al-Qur’an
“Dan, jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (al-Baqarah: 223)
Yang menjadi dalil dari ayat tersebat adalah ungkapan “apabila kamu memberikan
pembayaran yang patut.”Ungkapan tersebut jika adanya jasa yang diberikan berkat

6
kewajiban membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk didalamnya jasa
penyewaan atau leasing.

 Al-Hadits
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW.bersabda, “Berbekamlah kamu,
kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.”(IHR Bukhari dan
Muslim)
Dari Ibnu U’mar bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum
keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah).

2.3 Manfaat dan Risiko yang Harus Diantisipasi

Manfaat dari transaksi al-ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya
uang pokok. Adapun risiko yang mungkin terjadi dalam al-ijarah adalah sebagai berikut:
a) Default; nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja.
b) Rusak; aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama
bila disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.
c) Berhenti; nasabah berhenti dengan kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut.
Akibatnya, bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagaian
kepada nasabah.

2.4 Rukun dan Syarat ljarah

1. Rukun Ijarah
Rukun Ijarah adalah adanya pihak yang menyewa (musta’jir), pihak yang
menyewakan (mu’jir), ijab dan qabul (sigah), manfaat barang yang disewakan dan upah.
KHES menyebutkan dalam pasal 251 bahwa rukun Ijarah adalah : pihak yang menyewa,
pihak yang menyewakan, benda yang di Ijarahkan dan akad. Masing-masing rukun ini
mempunyai syarat tertentu yang akan dijelaskan dalam masalah syarat Ijarah. Menurut
hanafiyah rukun al-Ijarah hanya satu ijab dan qabul dari kedua belah pihak yang bertransaksi.
Adapun menurut jamhur ulama rukun Ijarah ada empat yaitu :
a. Dua orang yang berakad
b. Sighat (ijab dan Kabul)
c. Sewa atau imbalan
d. Manfaat. Baik dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga orang yang bekerja.
Fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan mengenai rukun Ijarah
antara lain : ijab qobul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad, pihak-pihak
yang berakad, objek akad yaitu manfaat barang dan sewa manfaat jasa dan upah.

7
2. Syarat-Syarat Ijarah
Dari rukun Ijarah yang sudah dijelaskan, masing-masing rukun itu memiliki syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Mu‟jir dan Mustajir adalah dua orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-
mengupah. Mu‟jir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan, Mustajir
adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan menyewa sesuatu, di
syaratkan pada mujir dan mustajir adalah baligh, berakal, cakap, melakukan tasharuf,
(mengendalikan harta), dan saling meridhai Allah SWT.
b. Shighat ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah
mengupah, ijab kabul sewa-menyewa, misalnya : “Aku sewakan mobil ini kepadamu
setiap hari Rp. 5.000,00”. maka musta‟jir menjawab “aku terima sewa mobil tersebut
dengan harga demikian setiap hari”. Adapun ijab kabul upah-mengupah, misalnya :
seseorang berkata, “kuserahkan kebun ini kepadamu untuk dicangkuli dengan upah setiap
hari Rp. 5.000.00”, kemudian musta’jir menjawab “akan aku kerjakan pekerjaan itu
sesuai dengan apa yang engkau ucapkan”. Manfaat yang menjadi objek al-Ijarah harus
diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang
menjadi objek yang tidak jelas, maka akadnya tidak sah.
c. Ujrah, disyari‟atkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa
menyewa maupun dalam upah mengupah. Objek al-Ijarah itu boleh diserahkan dan
digunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, para ulama fiqh
sepakat, bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan
dimanfaatkan langsung oleh penyewa, dan objek al-Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan
oleh Syara‟. Oleh sebab itu para ulama fiqih sepakat mengatakan tidak boleh menyewa
seseorang untuk membunuh orang lain, demikian juga tidak boleh menyewakan tempat-
tempat maksiat
d. Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah mengupah,
disyari’atkan barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut ini:
1) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah mengupah
dapat dimanfaatkan kegunaannya.
2) Hendaklah benda-benda yang objek sewa menyewa dan upah mengupah dapat
diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaanya (khusus dalam sewa
menyewa).
3) Manfaat dari benda yang di sewakan adalah perkara yang mubah (boleh) menurut
syara, bukan hal yang dilarang (diharamkan).
4) Benda yang disewakan disyaratkan kekal ain (zat)- nya hingga waktu yang ditentukan
menurut perjanjian dalam akad.35 Objek al-Ijarah itu merupakan sesuatu yang bisa
disewakan seperti: rumah, kendaran dan alat-alat perkantoran. Oleh sebab itu, tidak
boleh dilakukan akad sewa menyewa terhadap sebatang pohon yang akan
dimanfaatkan penyewa sebagai sarana penjemur pakaian. Karena pada dasarnya akad
untuk sebatang pohon bukan dimaksudkan seperti itu.
5) Yang disewakan itu bukan sesuatu kewajiban bagi penyewa, misalnya menyewa
orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa atau menyewa orang yang
belum haji untuk menggantikan haji penyewa. Para ulama fiqh sepakat mengatakan
bahwa akad sewa menyewa seperti ini tidak sah, karena shalat dan haji merupakan
kewajiban penyewa itu sendiri.

8
6) Upah upah atau sewa dalam Ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang memiliki
nilai ekonomi. Dalam rukun Ijarah ijab qobul berupa pernyataan dari kedua belah
pihak yang berakad, pihak-pihak yang berakad, objek akad yaitu manfaat barang dan
sewa, manfaat jasa dan upah.

2.5 Ketentuan Objek ljarah

Ketentuan objek ijarah adalah sebagai berikut :

1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.


2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan, memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidak-tahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga
dikenal dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada bank sebagai
pembayaran manfaat.Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula djadikan
sewa dalam ijarah.
8. Pembayaran sewa boleh dalam berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan
obyek kontrak.
9. Ketentuan (fleksibilitas) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu,
tempat dan jarak.
2.6 Kewajiban Bank dalam ljarah

Sebagai pemberi sewa, bank memiliki kewajiban yaitu :


1. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang .
3. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.

2.7 Kewajiban Nasabah dalam ljarah

Sebagai penyewa, nasabah memiliki kewajiban:


1. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta
menggunakannya sesuai kontrak.
2.Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil).

9
3.Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan,
juga buka karena “kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab
atas kerusakan tersebut”.

2.8 Aplikasi dalam Perbankan

Bank-bank islam yang mengoperasikan produk al-ijarah, dapat melakukan leasing,


baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya,
bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik karena lebih
sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus
pemeliharaan aset, baik pada saat leasing Maupun sesudahnya.
a.) Al ijarah Al muntahia Bit-tamlik (Financial Lease With Purchase Option)
1. Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik
Al-Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik Transaksi yang dlisebut dengan al-ijarah al-
muntahia bit-tamlik (IMB)108 adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan
sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di
tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan
ijarah biasa.
2 . Al-ijarah al-mutahia bit-tamlik
Al-ijarah al-mutahia bit-tamlik memilki hanyak bentuk, bergantung pada apa yang
disepakati kedua pihak yang berkontrak. Misalnya, al-ijarah dan janji menjual; nilai
sewa yang mereka tentukan dalam al-ijarah; harga barang dalam transaksi jual; dan
kapan kepemilikan dipindahkan.
b) . Skema Al-Ijarah

c).Perbandingan Beda Kredit,Pembiayaan dengan Leasing


Tendapat perbedaan antara kredit (yang diberikan oleh bank konvensional),
pembiayaan (yang diberikan oleh bank syariah) dengan leasing (yang diberikan oleh
perusahaan pembiayaan). Oleh karenanya ketentuan hukum tentang pinjam meminjam
dalam buku ketiga KUH Perdata tidak berlaku terhadap leasing. Demikian juga tidak
berlaku untuk leasing segala ketentuan perbankan yang ada.
Kredit dan pembiayaan ijarah bertujuan menyediakan dana sementara leasing bertujuan
menyewakan barang modal Kredit terfokus kepada uang, jadi kreditur bukan pemilik dan
barang yang didanai. Pembiayaan ijarah pada dasarnya mempunyai definisi yang sama

10
dengan kredit, bedanya pada prinsip syariah yang digunakan. Perbedaan yang kedua
adalah bank dapat memiliki atau tidak memiliki barang yang didanai. Sedangkan pada
leasing, paling tidak secara yuridis, lessor merupakan pemilik barang modal.
Jelaslah leasing tidak sama dengan pembiayaan ijarah. Leasing tunduk pada Surat
Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan
no.KEP122/MK,no.32/M/SK. No. 30/Kpb semuanya tahun 1974. Yang dirinci dalam
KMK no.649, Pengumuman Dirjen Moneter no.Peng-307; untuk aspek perpajakan diatur
dalam KMK no.650, semuanya tahun 1974. Setelah berbagai aturan yang dikeluarkan di
tahun 1974, ada beberapa peraturan lagi yang mengatur tentang leasing, termasuk untuk
aspek perpajakan yang diatur dalam UU no.18/2000 dan PP 143 & PP 144 tahun 2000.
Sedangkan pembiayaan ijarah tunduk pada UU no.10/1998, SK Dir BI no.32/34/1999,
dan berbagai ketentuan perbankan lainnya.

d).Perbandingan jarah,Sewa Menyewa,Pembiayaan Ijarah dan Leasing


Pembiayaan ljarah tidak sama dengan ljarah. ijarah mempunyai definisi yang sama
dengan definisi sewa menyewa. Sedangkan pembiayaan ijarah mempunyai definisi yang
sangat mirip dengan definisi kredit, kecuali dalam hal penggunaan prinsip syariah pada
pembiayaan ijarah. ijarah adalah akad sewa menyewa, sedangkan pembiayaan ijarah
adalah perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa menyewa.
Pada leasing, lessor berkedudukan sebagai penyandang dana, baik tunggal atau bersama-
sama dengan penyandang dana lainnya. Sementara objek leasing disediakan oleh pihak
ketiga atau oleh lessee sendiri. Sebaliknya pada sewa menyewa biasa,barang objek sewa
adalah memang miliknya lessor. Jadi kedudukan lessor adalah sebagai pihak yang
menyediakan barang objek sewa.
Pada ijarah, bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu miliknya
atau bukan miliknya. Yang penting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset
yang kemudian disewakannya. Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi kedalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 yang menjelaskan bahwa bank dapat
bertindak sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa
yang kemudian menyewakan kembali (para 129). Namun tidak seluruh fatwa DSN
diadopsi oleh PSAK 59, misalnya fatwa DSN mengatur bahwa objek ijarah adalah
manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa; sedangkan PSAK 59 hanya
mengakomodir objek ijarah yang berupa manfaat dari barang.
Pada pembiayaan ijarah, bank berkedudukan sebagai penyedia uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu dalam rangka penyewaan barang berdasarkan prinsip ijarah.
Mengikuti penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka pembiayaan ijarah dapat digunakan
untuk pembelian barang yang kemudian disewakannya nasabah. sedangkan pada sewa
menyewa dan pada ijarah ada jarah biasanya berupa security deposit (itipan jaminan
pembayaran sewa),Sedangkan padla leasing diminta jaminan berupa personal
guarantee.fidusia terhadap barang modul yang bersangkutan, kuasa menjual barang
modal, dan lain lain. Pada pembiayaan ijarah, karena bentuknya adalah penyediaan uang
atau tagihan, sama dengan bentuk kredit jaminan yang diminta sama dengan jaminan
pada kredit Bentuknya dapat berupa APHT, fidusia,cessie,guarantee, dan lain-lain.

11
e).Perbandingan Beda IMBT, sewa beli, Pembiayaan IMBT dan Leasing
IMBT merupakan kependekan dari Ijarah Mumtahiya bit Tamlik. Pembiayaan IMBT
tidak sama dengan IMBT, begitupun IMBT tidak sama dengan sewa beli, dan tidak sama
pula dengan leasing. Dalam sewa beli, lessee otomatis jadi pemilik barang di akhir masa
sewa. Dalam IMBT,janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah adalah wa'ad
(janji) yang hukumnya tidak mengikat. Bila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada
akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai. Sedangkan
pada leasing, kepemilikan lessee tersebut hanya terjadi bila hak opsinya dilaksanakan
oleh lessee. Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang untuk membiayai
transaksi dengan prinsip IMBT paling tidak mempunyai dua pilihan. Pertama, besarnya
angsuran bulanan IMBT yang harus dibayarkan nasabah kepada bank telah memasukkan
komponen nilai perolchan barang IMBT, sehingga pada akhir masa ijarah nilai perolehan
barang IMBT yang masih tersisa telah nihil. Dalam hal ini, meskipun secara teori fiqih
dikatakan hukumnya tidak mengikat untuk memindahkan kepemilikan barang tersebut,
namun secara praktik bisnisnya barang tersebut akan diserahkan kepemilikannya kepada
nasabah. Jadidalam hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip dengan sewa beli dibandingkan
dengan leasing. Kedua. Besarnya angsuran bulanan IMBT yang harus dibayarkan
nasabah kepada tidak memasukkan komponen nilai perolehan barang IMBT, sehingga
pada akhir masa ijarah nilai perolehan barang IMBT yang masih tersisa tidak nihil
(biasanya disebut nilai residu). Dalam hal ini,bila nasabah membayar nilai residu tersebut
maka bank akan memindahkan kepemilikannya pada nasabah. Namun bila nasabah belum
membayar nilai residunya, bank belum memindahkan kepemilikan tersebut. Jadi dalam
hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip dengan leasing dibandingkan dengan sewa beli.
Pihak lessor dalam leasing hanya bermaksud untuk membiayai perolehan barang modal
oleh lessee, dan barang tersebut tidak berasal dari pihak lessor, tapi dari pihak ketiga atau
dari pihak lessee sendiri. Pada sewa beli, lessor bermaksud melakukan semacam investasi
dengan barang yang disewakannya itu dengan uang sewa sebagai keuntungannya. Karena
itu, biasanya barang tersebut berasal dari milik pemberi sewa sendiri. Pada IMBT
keduanya dapat terjadi,menyediakaan barang sewa dengan cara menyewa, kemudian
menyewakannya kembali. Juga dimungkinkan menyediakan barang sewa dengan
membeli kemudian menyewakannya.Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia
uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT dapat saja membiayai penyewaan
barang kemudian barang tersebut disewakan kembali, dan dapat pula
membiayaiTcmllielian barang kemudian barang tersebut disewakan.Yang jelas
pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk transaksi dengan prinsip IMBT,bukan
akad IMBT membiayai Terakhir, leasing boleh dilakukan oleh itu sendiri pembiayaan
sedangkan sewa beli tidak perusahaan termasuk kegiatan lembaga pembiayaan.
Pembiayaan IMBT boleh dilakukan oleh bank syariah, sedangkan sewa
beli,leasing,IMBT tidak termasuk kegiatan bank syariah.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan pemilikan atas barang tersebut,
seperti rental mobil, sewa rumah, dapat berupa hak guna jasa dan lain-lain. Dasar hukum
sewa (Al-ijarah) terdapat pada Al quran dan hadist . kegiatan sewa menyewa atau ijarah
ini juga terdapat rukun dan syarat yang mengaturnya. Dalam ketentuan rukun ijarah ada
beberapa ketentuan pendapat dari berbagai golongan dan syarat untuk masing-masing
rukun juga telah ditentukan. Manfaat dari transaksi al-ijarah untuk bank adalah
keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok. risiko yang mungkin terjadi dalam al-
ijarah salah satunya yaitu nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja.
Konsep al-ijarah dalam perbankan syariah sama seperti sewa-menyewa pada
umumnya, namun yang membedakannya adalah bahwa pada perbankan syariah ada suatu
sewa yang pada akhir masa kontrak ,diberikan pilihan kepada nasabah untuk memiliki
barang tersebut atau tidak, yang bisa disebut dengan sewa beli, dan hal belum pernah
terjadi dimasa awal islam.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anggadini, Sri Dewi & Komala, Adeh Ratna. (2020). AKUNTANSI SYARIAH PELUANG
DAN TANTANGAN (EDISI REVISI). Bandung : Rekayasa Sains.
file:///C:/Users/LENOVO/Pictures/BAB%20II%2005%20Agustus.pdf
https://www.hestanto.web.id/pembiayaan-ijarah/

14

Anda mungkin juga menyukai