Anda di halaman 1dari 32

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian

Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manu- sia. Dalam

proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia)

dimana pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan

kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama

lain. Keadaan itu cenderung berpotensi men- imbulkan masalah kesehatan

secara fisik maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia

(Sumirta & Laraswati, 2013).

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manu- sia tidak

secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,

dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik

dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang

pada saat mereka mencapai usia tahap perkem- bangan kronologis tertentu.

Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Allah

Subhanahu Wata'ala. Semua orang akan men- galami proses menjadi tua

dan masa tua merupakan masa hidup manu- sia yang terakhir (Azizah,

2011).

2.1.2 Batasan Lanjut Usia

WHO menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia

kronologi/biologis menjadi 4 kelompok, yaitu :

1) Usia pertengahan (middle age) Antara usia 45 - 59 tahun

2) Lanjut usia (elderly) Antara usia 60 - 74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) Antara usia 75 - 90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Azizah, 2011).


2.1.3 Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

1) Perubahan Fisik a) Sistem Indra Adanya presbiakusis (gangguan

pada pendengaran) karena hilangnya kemampuan (daya)

pendengaran pada telinga dalam, terutama pada bunyi suara atau

nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti

kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60 tahun (Azizah, 2011).

Pada sistem integumen juga terjadi pengenduran tidak lagi elastis

serta mengering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan

sehingga menjadi tipis dan berbercak. Perubahan ini biasanya

dipengaruhi oleh faktor lingkungan sepertinya panas yang begitu

terik sehingga menyebabkan kulit lebih banyak terpapar sinar

ultraviolet dan gaya hidup seperti kurang olahraga, makan

makanan bergizi dan minum air putih secara teratur (Azizah,

2011).

b) Sistem Muskuloskletal Biasanya pada lanjut usia sering terjadi

penurunan fleksibilitas pada kolagen yang berdampak nyeri,

penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot,

kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan

(Azizah, 2011).

Pada jaringan kartilago di daerah persendian lunak juga mengalami

granulasi sampai akhirnya permukaan sendi menjadi rata,

kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan

degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif sehingga

sebagai konsekuensi kartilago pada persendian menjadi rentan

terjadinya gesekan. Proses ini sering terjadi pada bagian sendi

besar penumpu berat badan pada lutut, akibatnya sendi mengalami

peradangan, kekauan, nyeri, keterbatasan gerak dan aktifitas

seharihari terganggu (Azizah, 2011). Pada tulang, terjadi proses

1
berkurangnya kepadatan tulang adalah bagian dari penuaan

fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula

transerval terabsorbsi kembali. Dampaknya kepadatan akan

mengakibatkan terjadinya osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan

munculnya nyeri, deformitas dan fraktur (Azizah, 2011). Otot

mengalami perubahan struktur yang bervariasi pada proses

penuaan. Penurunan jumlah dan ukuran otot, peningkatan jaringan

penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan

penurunan kekuatan dan penurunan fleksibilitas (Azizah, 2011).

Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament

dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan

periarkular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas.

Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul

sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan

luas dan gerak sendi (Azizah, 2011).

c) Sitem Kardiovaskuler dan Respirasi Pada Kardiovaskular lanjut

usia biasa terjadi penambahan massa jantung, ventrikel kiri

mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung

berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan

lipofusin dan klasifikasi SA nude dan jaringan konduksi berubah

menjadi jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal

berkurang sehingga kapasitas paru menurun. Perubahan yang

terjadi seperti arteri yang kehilangan elastisitasnya dan dapat

menyebabkan peningkatan nadi dan tekanan sistolik darah (Azizah,

2011). Perubahan terjadi pada jaringan ikat paru, kapasitas total

paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk

mengkompensasi kenaikan ruang rugi paru dan udara yang

mengalir ke paru berkurang. Usia tidak berhubungan dengan

2
perubahan otot diafragma, apabila terjadi perubahan maka otot

thoraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya

distorsi dinding thoraks selama respirasi berlangsung (Azizah,

2011). d) Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi

pada sistem pencernaan seperti kehilangan gigi yang biasanya

disebabkan karena kesehatan gigi dan gizi yang buruk. Indera

pengecap menurun disebabkan karena adanya iritasi kronis,

masalah pada selaput lender atau terjadi atropi indera pengecap dan

hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa

asin, asam dan pahit. Pada lambung, rasa lapar menurun, asam

lambung menurun, waktu mengosongkan lambung menjadi lebih

lambat. Peristaltik pada usus melemah dan sering terjadi

konstipasi. Fungsi absorbsi melemah atau terganggu. Pada hati

terjadi pengecilan dan tempat penyimpanannya menurun. Kondisi

ini secara normal tidak ada konsekuensi yang nyata, tetapi

menimbulkan efek yang merugikan ketika diobati. Pada usia lanjut,

obat-obatan di metabolisme dalam jumlah yang sedikit. Pada lanjut

usia perlu diketahui kecenderungan terjadinya peningkatan efek

samping, overdosis dan reaksi yang merugikan dari obat. Oleh

karena itu, dosis obat yang diberikan kepada lanjut usia lebih kecil

dari orang dewasa (Azizah, 2011). e) Sistem Perkemihan Berbeda

halnya dengan pencernaan, pada perkemihan terjadi perubahan

yang cukup signifikan. Banyak fungsi yang mengalami

kemunduran seperti laju filtrasi, eksresi dan reabsorpsi oleh ginjal.

Hal ini akan memberikan efek dalam pemberian obat pada lanjut

usia. Mereka kehilangan kemampuan untuk mengeksresi obat atau

produk metabolisme obat. Pola berkemih tidak normal, seperti

banyak berkemih di malam hari sehingga mengharuskan mereka

3
pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan bahwa

inkontinensia urin meningkat (Azizah, 2011). f) Sistem Saraf

Lanjut usia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan

dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh

menurunnya fungsi sensorik dan motorik pada lanjut usia (Azizah,

2011). g) Sistem Reproduksi Pada lanjut usia wanita ditandai

dengan mengecil atau menciutnya ovarium dan uterus, selaput

lendir pada vagina menurun dan menjadi tidak elastis. Pada pria

produksi sperma akan tetap berlangsung meskipun produksinya

menurun dan jika kondisi tubuhnya tetap dalam keadaan sehat

(Azizah, 2011). 2) Perubahan Kognitif Umumnya setelah

seseorang memasuki lanjut usia maka ia akan mengalami

penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,

persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga

menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi makin lambat

(Kartinah & Sudaryanto, 2008). a) Memory (Daya Ingat) Daya

ingat pada lanjut usia mengalami penurunan. Ingatan jangka

pendek biasanya kurang dalam mengalami perubahan, sedangkan

ingatan jangka pendek biasanya menjadi lebih parah, bisa menjadi

0-10 menit memburuk. Lanjut usia akan kesulitan dalam

mengungkapkan kembali cerita apa yang baru saja dia lihat atau

siapa yang baru saja dia temui (Azizah, 2011). b) Kemampuan

Belajar Lanjut usia masih memiliki kemampuan belajar yang baik.

Bahkan di Negara industri maju didirikan University Of The Third

Age. Agar lanjut usia dapat terus belajar dan mempertahankan

kemampuan belajarnya (Azizah, 2011). c) Kemampuan

PemahamanKemampuan pemahaman pada lanjut usia menurun

karena dipengaruhi oleh sulitnya lanjut usia berkonsentrasi dan

4
kurangnya fungsi pendengaran (Azizah, 2011). d) Pemecahan

Masalah (Problem Solving) Pada lanjut usia masalah-masalah akan

menjadi semakin banyak. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh fungsi

indra, pemahaman dan daya ingat yang menurun (Azizah, 2011). e)

Pengambilan Keputusan (Decission Making) Pengambilan

keputusan masuk dalam proses pemecahan masalah oleh adanya

hambatan-hambatan diatas, lanjut usia jadi sering menunda atau

menjadi lambat dalam pengambilan keputusan (Azizah, 2011). f)

Kebijaksanaan (Wisdom) Kebijakan adalah aspek kepribadian dan

kombinasi dari kognitif. Lanjut usia semakin bijaksana dalam

menghadapi suatu permasalahan (Azizah, 2011). g) Kinerja

(Performance) Pada lanjut usia, kinerja kerja baik kualitatif

maupun kuantitatif akan mengalami penurunan dan melambat yang

dipengaruhi oleh kondisi biologis pada lanjut usia (Azizah, 2011).

h) Motivasi Motivasi adalah dorongan pada individu untuk

bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan atau

dituntut oleh lingkungannya (Azizah, 2011). 3) Perubahan Spiritual

Lanjut usia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya.

Hal ini dapat dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari

(Azizah, 2011). 4) Perubahan Psikososial a) Pensiun Lanjut usia

yang pensiun cenderung mengalami perasaan kehilangan. Nilai

seseorang sering diukur oleh produktivitasnya. Peran lanjut usia

akan berubah dalam keluarga dan bagaimana lanjut usia menilai

nilai dirinya akan hal tersebut (Azizah, 2011). b) Perubahan

Kepribadian Lanjut usia akan mengalami perubahan kognitif dan

psikomotor. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut,

lanjut usia akan mengalami perubahan kepribadian (Azizah, 2011).

c) Perubahan Minat Lanjut usia akan mengalami perubahan minat.

5
Pertama, minat akan dirinya akan bertambah. Kedua, minat akan

penampilan diri akan semakin berkurang. Ketiga, minat terhadap

uang akan semakin meningkat (Azizah, 2011). 5) Penurunan

Fungsi dan Potensi Seksual Penurunan fungsi dan potensi seksual

pada lanjut usia biasanya dikaitkan dengan adanya gangguan fisik

(Azizah, 2011).

2.2 Konsep Gout Arthritis

2.2.1 Pengertian

Penyakit asam urat atau dalam dunia medis disebut penyakit pirai atau

penyakit gout (arthritis gout) adalah penyakit sendi yang disebabkan oleh

tingginya asam urat di dalam darah. Kadar asam urat yang tinggi di dalam

darah melebihi batas normal menyebabkan penumpukan asam urat di

dalam persendian dan organ tubuh lainnya. Penumpukan asam urat inilah

yang membuat sendi sakit, nyeri, dan meradang (Wardani, 2022). Gout

arthritis adalah kondisi dimana seseorang akan merasakan nyeri pada sendi

saat dilakukan pergerakan, terlihat bengkak, terasa kaku pada jari tangan

saat digerakkan, sebagai akibat dari penimbunan kristal monosodium urat

di dalam tubuh. Angka normal asam urat pada laki-laki adalah diantara 2

mg/dL sampai batas 7,5 mg/dL sedangkan harga normal pada perempuan

dewasa adalah diantara 2 - 6,5 mg/dL (Riniasih, 2022). Penyakit yang

sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia Gout (pirai) merupakan

kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium

urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan

ekstraselular. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah

hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar asam urat lebih

dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl (Mulfianda dan Nidia, 2019).

2.1.1 Faktor Resiko

6
.Menurut Amin dan Hardi (dalam Wardani 2022), faktor resiko yang

mempengaruhi gout arthritis adalah :

a. Usia.

Pada umumnya serangan gout arthritis yang terjadi pada laki-laki

untuk pertama kalinya pada usia 40-69 tahun, sedangkan pada wanita

serangan gout arthritis terjadi pada usia lebih tua dari pada laki-laki,

biasanya terjadi pada saat menopause. Wanita memiliki hormon

estrogen, hormon inilah yang dapat membantu proses pengeluaran

asam urat melalui urin sehingga asam urat didalam darah dapat

terkontrol.

b. Jenis kelamin.

Laki-laki memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari pada wanita,

sebab wanita memiliki hormon ektrogen.

c. Konsumsi purin yang berlebih.

Konsumsi purin yang berlebih dapat meningkatkan kadar asam urat di

dalam darah, serta mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi

purin.

2.2.2 Tanda dan Gejala

Menurut Dianati, (2015) tanda dan gejala gout arthritis dapat dibedakan

berdasarkan klasifikasinya yaitu :

a. Akut

Serangan awal gout berupa nyeri yang berat, bengkak dan berlangsung

cepat, lebih sering di jumpai pada ibu jari kaki. Ada kalanya

serangannyeri di sertai kelelahan, sakit kepala dan demam.

b. Interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi

periode interkritikal asimtomatik. Secara klinik tidak dapat ditemukan

tanda-tanda radang akut.

7
c. Kronis

Pada gout kronis terjadi penumpukan tofi (monosodium urat) dalam

jaringan yaitu di telinga, pangkal jari dan ibu jari kaki.

Sedangkan menurut Amin dan Hardi (dalam Wardani, 2022) tanda dan

gejala gout arthritis yakni :

a. Kesemutan dan linu.

b. Nyeri terutama pada malam atau pagi hari saat bangun tidur.

c. Sendi yang terkena arthritis gout terlihat bengkak, kemerahan, panas,

dan nyeri luar biasa.

d. Menyerang satu sendi dan berlangsung selama beberapa hari,

gejalanya menghilang secara bertahap dimana sendi kembali berfungsi

dan tidak muncul gejala hingga terjadi serangan berikutnya.

e. Urutan sendi yang terkena serangan gout berulang adalah ibu jari kaki

(padogra), sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang,

pergelangan tangan, lutut, dan bursa elekranon pada siku.

f. Nyeri hebat dan akan merasakan nyeri pada tengah malam mejelang

pagi.

g. Sendi yang terserang gout akan membengkak dan kulit biasanya akan

berwarna merah atau kekuningan, serta terasa hangat dan nyeri saat

digerakkan serta muncul benjolan pada sendi (tofus). Jika sudah agak

lama (hari kelima), kulit di atasnya akan berwarna merah kusam dan

terkelupas (deskuamasi). Gejala lainnya adalah muncul tofus di helix

telinga/pinggir sendi/tendon. Menyentuh kulit di atas sendi yang

terserang gout bisa memicu rasa nyeri yang luar biasa. Rasa nyeri ini

akan berlangsung selama beberapa hari hingga sekitar satu minggu,

lalu menghilang.

h. Gejala lain yaitu demam, menggigil, tidak enak badan, dan jantung

berdenyut dengan cepat.

8
2.2.3 Klasifikasi

Menurut Widyanto (2014) gout artritis dapat dibedakan berdasarkan

manifestasi klinis, yaitu :

a. Tanpa gejala

Pada tahap ini terjadi kelebihan asam urat tetapi tidak menimbulkan

gejala klinik. Penderitan hiperurisemia ini harus di upayakan untuk

menurunkan kelebihan urat tersebut dengan mengubah pola makan

atau gaya hidup.

b. Gout akut

Pada tahap ini gejalanya muncul tiba– tiba dan biasanya menyerang

satu atau beberapa persendian. Sakit yang di rasakan penderita sering

di mulai di malam hari, dan rasanya berdenyut-denyut atau nyeri

seperti di tusuk jarum. Persendian yang terserang meradang, merah,

terasa panas dan bengkak. Rasa sakit pada persendian tersebut

mungkin dapat berkurang dalam beberapa hari, tapi bisa muncul

kembali pada interval yang tidak menentu. Serangan susulan biasanya

berlangsung lebih lama, pada beberapa penderita berlanjut menjadi

artritis gout yang kronis, sedang di lain pihak banyak pula yang tidak

akan mengalaminya lagi.

c. Interkritikal

Pada tahap ini penderita mengalami serangan asam urat yang

berulang–ulang tapi waktunya tidak menentu.

d. Kronis.

Pada tahap ini masa kristal asam urat (tofi) menumpuk di berbagai

wilayah jaringan lunak tubuh penderitanya. Penumpukan asam urat

yang berakibat peradangan sendi tersebut bisa juga di cetuskan oleh

cidera ringan akibat memakai sepatu yang tidak sesuai ukuran kaki,

9
selain terlalu banyak makan yang mengandung senyawa purin (misal

jeroan), konsumsi alkohol, tekanan batin

2.2.4 Patofisiologi

Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang

mengandung asam urat tinngi, dan system ekskresi asam urat yang tidak

adekuat akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan didalam

plasma darah (Hiperuresemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat

menumpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi local dan

menimbulkan respon inflamasi. Hiperuresemia merupakan hasil

meningkatnya produksi asam urat akibat metabolism purin abnormal dan

menurunnya ekskresi asam urat. Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam

darah dan cairan tubuh lain, maka asam urat tersebut akan mengkristal dan

akan membentuk garam-garam urat yang akan berakumulasi atau

menumpuk dijaringan konektif di seluruh tubuh, penumpukan ini disebut

tofi. Adanya Kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil

melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tetapi

juga menyebabkan inflamasi (Anisa, 2020).

Pada penyakit Gout Arthritis tidak ada gejala-gejala yang timbul. Serum

urat meningkat tapi tidak akan menimbulkan gejala. Lama kelamaan

penyakit ini akan menyebabkan hipertensi karena adanya penumpukan

aam irat dan ginjal. Serangan akut pertama biasanya sangat sakit dan cepat

memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu sendi. Serangan pertama ini

menyebabkan tulang sendi menjadi lunak, terasa panas dan merah. Tulang

sendi metatarsophalangeal biasanya paling pertama terinflamasi, kemudian

mmata kaki, tumit, lutut, dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang

gejalanya disertai dengan demam yang ringan dan berlangsung cepat tetapi

cenderung berulang dengan interval yang tidak teratur (Brunner &

Suddart, 2012).

10
Periode intercritical adalah periode dimana tidak ada gejala selama

serangan Gout Arthritis. Kebanyakan pasien mengalami serangan kedua

pada bulan ke-6 sampai 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan

berikutnya disebut dengan polyarticular yang tanpa kecuali menyerang

tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya diserai dengan demam.

Tahap akhir serangan Gout Arthritis atau Gout kronik ditandai dengan

lopyarthritis yang berlangsung sakit dengan tofi yang besar pada kartilago,

membran synovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk dijari,

tangaan, lutut, kaki, helices pada telinga. Kulit luar mengalami ulcerasi

dan mengeluarkan pengapuran, eksudat yang terdiri dari Kristal urat (Noor

Helmi, 2013).

11
2.2.5 Pathway

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan kadar asam urat darah di laboratorium dapat dilakukan

dengan menggunakan 2 metode yaitu metode stik dan metode enzimatik

menurut (Nursalam, 2016) :

12
2.2.6.1 Metode Stik

Pemeriksaan kadar asam urat menggunakan metode stik dapat dilakukan

menggunakan alat Nesco Multicheck. Prinsip pemeriksaan adalah blood

uric acid strips menggunakan katalis yang digabung dengan teknologi

biosensor yang spesifik terhadap pengukuran asam urat. Strip

pemeriksaan dirancang dengan cara tertentu sehingga pada saat darah

diteteskan pada zona reaksi dari strip, katalisator asam urat memicu

oksidasi asam urat dalam darah tersebut. Intensitas dari elektron yang

terbentuk diukur oleh sensor Nesco Multicheck dan sebanding dengan

konsentrasi asam urat dalam darah. Pemeriksaan kadar asam urat metode

strik ini mempunyai kelebihan menggunakan sampel darah dalam

jumlah yang sedikit karena darah yang dipakai adalah darah kapiler yang

diambil dari ujung jari pasien, selain itu metode stik juga membutuhkan

waktu pemeriksaan yang relatif cepat.

2.2.6.2 Metode Enzimatik

Prinsip pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik adalah uricase

memecah asam urat menjadi allantoin dan hidrogen peroksida. Selanjutnya

dengan adanya enzim perokdidase, peroksida, Toos dan 4-

aminophenazone membentuk quinoneimine berwarna merah. Intensitas

warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam urat.

Pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik ini menggunakan sampel

darah vena dan membutuhkan bahan pembantu yang lebih banyak serta

waktu pemeriksaan yang lebih lama dibandingkan dengan metode stik.

2.2.7 Penatalaksanaan

Menurut Nur Indahsari (2016) penatalaksaan Gout Artritis dibagi menjadi

2 yaitu:

2.2.7.1 Terapi Farmakologi

a. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS)

13
OAINS dapat mengontrol inflamasi dan rasa sakit pada penderita

Gout Arthritis secara efektigf. Efek samping yang sering terjadi

karena OAINS adalah iritasi pada system gastrointestinal, ulserasi

pada perut dan usus, dan bahkan perdarahan pada usus.

b. Kolkisin

Kolkisin efektif digunakan pada Gout akut, menghilangkan nyreri

dalam waktu 48 jam pada sebagian besar pasien. Kolkosin

mengontrol Gout Arthritis secara efektif dan mencegah fagositosis

Kristal urat oleh neutrophil, tetapi seringkali mambawa efek

samping, seperti nausea dan diare.

c. Kortikosteroid

Kortikosteroid biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa

suntikan yang langsung disuntikkan ke sendi penderita. Efek

samping dari steroid antara lain penipisan tulang, susah

menyembuhkan luka dan juga penurunan pertahanan tubuh

terhadap infeksi. Steroid digunakan pada penderita Gout Arthritis

yang tidak bias menggunakan OAINS maupun kolkisin.

2.2.7.2 Terapi Nonfarmakologi

Terapi nonfarmakologi yang dilakukan dengan membatasi asupan

purin atau rendah purin, asupan energi sesuai kebutuhan,

mengurangi konsumsi lemak, mengkonsumsi banyak cairan, tidak

mengkonsumsi minuman beralkohol, mengkonsumsi buah dan

sayuran dan olahraga secara teratur (Nur Indahsari, 2016).

Penatalaksaan artritis gout tidak hanya dapat diselesaikan secara

farmakologis, namun dapat juga dilakukan secar non farmakologis

dengan melakukan latihan fisik berupa latihan fisik aerobik dan

latihan fisik ringan. Risiko terjadinya gout lebih besar terjadi pada

lelaki yang tidak memiliki aktivitas fisik dan kardiorespiratori

14
fitnes dibandingkan dengan lelaki yang aktif secara fisik dan

kardiorespiratori. Penelitian lain menyebutkan bahwa serum asam

urat dapat diturunkan dengan melakukan olah raga rutin dan

teratur, namun jika olah raga tersebut hanya dilakukan secara

intermiten justru akan meningkatkan kadar serum asam urat. Untuk

mencegah kekakuan dan nyeri sendi, dapat dilakukan latihan fisik

ringan berupa latihan isometrik, latihan gerak sendi dan latihan

fleksibiltas yang keseluruhan itu tercakup dalam stabilisasi sendi

(Sholihah, 2014).

2.3 Konsep Latihan Isometrik

1.1.1 Pengertian

Latihan isometrik merupakan salah satu pengobatan non farmakologis

untuk membantu menurunkan kadar asam urat dalam tubuh serta dapat

memperbaiki metabolisme tubuh. Latihan isometrik merupakan upaya

yang paling tepat dan mudah dipahami oleh pasien serta aman dilakukan

di rumah karena tidak memerlukan biaya atau peralatan minimal. Latihan

isometrik juga tidak menyebabkan intraartikular peradangan, tekanan, dan

kerusakan tulang (Masyaroh S, 2019). Proses setelah latihan isometrik

yakni terjadinya peningkatan sistem sirkulasi tubuh, homeostatis dalam

tubuh menjadi baik sehingga responden saat setelah melakukan latihan

akan sering berkeringat, peredaran darah dalam tubuh lancar dan

berkoordinasi dengan sistem pada organ yang bekerja dalam pembuangan

asam urat melalui feses maupun urine. Karena penderita asam urat akan

mengalami relaksasi saraf, memperbaiki kondisi kekuatan dan kelenturan

sendi serta memperkecil risiko terjadinya kerusakan sendi akibat radang

sendi (Mulyaningsih, 2018). Sehingga latihan secara rutin akan

15
memperlancar sirkulasi darah dan mengatasi penyumbatan pada pembuluh

darah. Dengan kondisi ini akan berpengaruh positif bagi tubuh, karena

tubuh menjadi rileks maka stress dalam tubuh dapat dikendalikan serta

sistem metabolisme akan berjalan lancar sehingga proses distribusi dan

penyerapan nutrisi dalam tubuh menjadi efektif dan efisisen (Wahyuni

laila nur, 2019). Berdasarkan hasil penelitian dari Laila Nur Wahyuni dan

Wiwiek widiatie pada tahun 2019 di Posyandu Lansia Desa Tambar

Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang. Menunjukkan bahwa sebelum

dilakukannya latihan isometrik seluruh responden pada kelompok kontrol

dan perlakuan memiliki kadar asam urat kisaran 6.5-18.1 mg/dL sebanyak

10 dari masing- masing kelompok dengan prosentase (100%). Setelah

diberikan intervensi berupa latihan isometrik, nilai rata-rata kadar asam

urat sebelum intervensi diberikan sebesar 10.780 dan setelah intervensi

menjadi 8.170, penurunan tersebut cukup signifikan yaitu sebesar 2.610.

1.1.2 Manfaat Latihan Isometrik

Manfaat dari latihan isometrik menurut (Wahyuni laila nur, 2019). :

2.1.1 Pemberian terapi latihan menimbulkan manfaat meningkatnya

mobilitas sendi, memperkuat otot yang menyokong sendi, mengurangi

nyeri dan kaku sendi.

2.2.1 Latihan isometrik dapat mengatasi masalah peningkatan asam urat.

2.3.1 Keuntungan latihan isometrik diantaranya ialah memperbaiki

fungsi sendi, proteksi sendi dari kerusakan dengan mengurangi stress

pada sendi, meningkatkan kekuatan sendi, mencegah disabilitas, dan

meningkatkan kebugaran jasmani.

2.4.1 Latihan isometrik dapat memperbaiki sistem keringat, sistem

pemanas tubuh, sistem pembakaran (asam urat, kolestrol, gula darah,

asam laktat, kristal oxalate), sistem konversi karbhohidrat, sistem

pembuatan elektrolit dalam darah, sistem kesegaran tubuh dan sistem

16
kekebalan tubuh dari energi negative atau virus, sistem pembuangan

energi negatif dari dalam. Sehingga dapat menurunkan kadar asam urat.

2.5.1 Latihan isometrik dapat memperbaiki kondisi kekuatan dan

kelenturan sendi, selain itu latihan isometrik secara rutin dapat

memperkecil risiko terjadinya kerusakan sendi yang diakibatkan oleh

proses dari radang sendi. Latihan isometrik akan meningkatkan

imunokompetensi dan membantu proses pembakaran asam urat

(Sagiran, 2012).

2.4 Konsep Nyeri

2.4.1 Definisi Nyeri

Nyeri diartikan berbeda beda antar individu, bergantung pada persepsi.

Walaupun demikian, ada satu kesamaan meneganai persepsi nyeri. Secara

sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suataun sensasi yang tidak

menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan

dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau factor lain, sehingga individu

merasa menderita yang akhirnya akan mengganggu aktifitas sehari-hari

(Andarmoyo, 2013).

2.4.2 Penyebab Nyeri

1. Trauma

a. Mekanik

Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami

kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.

b. Panas

Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapatkan akibat

panas, dingin, missal karena api dan air.

c. Kimiawi

17
Timbul karena kontak dengan zat kimia bersifat asam atau basa

kuat.

d. Elektrik

Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor

rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

2. Peradangan

Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya

peradangan atau jepitan oleh pembengkakan. Misalnya abses.

3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah

4. Trauma psikologis.

2.4.3 Klasifikasi Nyeri

1. Menurut tempat

a. Peripheral Pain

1) Superfisial pain (nyeri permukaan)

2) Deef pain (nyeri dalam)

3) Reffered pain (nyeri alihan)

b. Central Pain

Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinalcord, batang

otak dan lain-lain.

c. Psychogenic Pain

Nyeri dirasakan tanpa penyebab organic, akibat dari trauma psikologis.

d. Phantom Pain

Phantom pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudahtak ada

lagi, contohnya pada amputasi. Timbul akibat stimulasi dendrit yang berat

dibandingkan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut

akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.

18
e. Randing Pain

Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.

2.5 Konsep Teori Model Comfort Kolcaba

Kolcaba mulai membuat bagan teorinya dengan melakukan analisa konsep

dari berbagai disiplin ilmu, yaitu keperawatan medis psikologi psikiatri

ergonomik dan bahasa Inggris. Dalam berbagai artikelnya kolcaba

memaparkan tentang teori kenyamanan dengan menelusuri Catatan sejarah

kenyamanan dalam keperawatan. Sebagai contoh, kolcaba menggunakan teori

Nightingale (1859) yang menekankan “Tidak akan pernah melihat apa yang

diobservasi dan bukan untuk mendapatkan macam-macam informasi atau

fakta yang tidak benar, tetapi untuk kepentingan menyelamatkan hidup dan

meningkatkan kesehatan dan kenyamanan” (Tomey & Alligood, 2016).

2.5.1 Definisi

Dalam perspektif pandangan kolcaba Holistic comfort didefinisikan sebagai

suatu pengalaman yang immediate yang menjadi sebuah kekuatan melaui

kebutuhan akan pengurangan relief, ease, and transcendence yang dapat

terpenuhi dalam empat kontek pengalaman yang meliputi aspek fisik,

psikospiritual, social dan lingkungan.

Asumsi-asumsi yang lain dikembangkan oleh kolcaba bahwa kenyamanan

adalah salah satu konsep yang mempunyai suatu hubungan yang kuat

dengan ilmu perawat. Perawat menyediakan kenyamanan ke pasien dan

keluarga melalui intervensi dengan orientasi pengukuran kenyamanan.

Tindakan penghiburan yang dilakukan oleh perawat akan memperkuat

pasien dan keluarga yang dapat dirasakan seperti mereka berada didalam

rumah mereka sendiri. Kondisi keluarga dan pasien diperkuat dengan

tindakan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dengan melibatkan prilaku

(Tomey & Alligood, 2016).

19
2.5.2 Kerngka Teori Model Comfort Kolcaba

Teori confort dari kolcaba ini menekankan pada beberapa konsep utama

beserta definisinya, antara laim :

1. Health Care Needs

Kolcaba mendefinisikan kebutuhan pelayanan kesehatan sebagai suatu

kebutuhan akan kenyamanan, yang dihasilkan dari situasi pelayanan

kesehatan yang stressful, yang tidak dapat dipenuhi oleh penerimaan

support system tradisional. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik,

psikospiritual, social dan lingkungan, yang kesemuanya membutuhkan

monitoring, laporan verbal maupun nonverbal, serta kebutuhan yang

berhubungan dengan parameter patofisiologis, membutuhkan edukasi

dan dukungan serta kebutuhan akan konseling financial dan intervensi.

2. Confort

Confort merupakan sebuah konsep yang mempunyai hubungan yang

kuat dalam keperawatan. Confort diartikan sebagai suatu keadaan yang

dialami oleh penerima yang dapat didefinisikan sebagi suatu pengalaman

yang immeditate yang menjadi sebuah kekuatan melalui kebutuhan akan

keringanan (relief), ketenangan (ease), and (transcendence) yang dapat

terpenuhi dalam empat konteks pengalaman yang meliputi aspek fisik,

psikospiritual, social dan lingkungan. Beberapa tipe comfort

didefinisikan sebagai berikut :

a. Relief, level kenyamanan paling dasar, dimana tubuh dalam kondisi

bebas dari rasa sakit apapun.

b. Ease, tingkat kenyamanan yang lebih tinggi, dimana tidak hanya

tubuh yang merasakan kenyamanan, tetapi juga kenyamanan secara

pikiran atau psikologis.

c. Transedence,adalah kenyamanan tertinggi, dimana kenyamanan

dirasakan sampai tingkat spiritual.

20
Kolcaba (2003) dalam Rahayu, (2020) kemudian menderivasi konteks

atas menjadi beberapa hal berikut :

a. Fisik, berkenan dengan sensasi tubuh.

b. Psikospiritual, berkenaan dengan kesadaran interval diri, yang

meliputi harga diri, seksualitas, makna kehidupan hingga hubungan

terhadap kebutuhan lrbih tinggi.

c. Lingkungan, berkenaan dengan lingkungan, kondisi, pengaruh dari

luar.

d. Social, berkenaan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan

hubungan social.

3. Comfort measures

Tindakan kenyamanan diartikan sebagai suatu intervensi keperawatan

yang didesain untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan yang spesifik

dibutuhkan oleh penerima jasa, seperti fisiologis, social, finansial,

psikologis, spiritual, lingkungan dan intervensi fisik.

4. Enhanced comfort

Sebuah outcome yang langsung diharapkan pada pelayanan

keperawatan, mengacu pada teori comfort ini.

5. Intervening variables

Didefinisikan sebagai kekuatan yang berinteraksi sehingga

mempengaruhi persepsi risipien dari comfort secara keseluruhan.

Variable ini meliputi pengalaman masa lalu, usia, sikap, status,

emosional, support system, prognosis, financial, dan keseluruhan

elemen dalam pengalaman si resipien.

6. Health Seeking Behavior (HSBs)

Merupakan sebuah kategori yang luas dari outcome berikut yang

berhubungan dengan pencarian kesehatan yang didefinisikan oleh

resipien saat konsultasi dengan perawat. HSBs ini didapat berasal dari

21
eksternal (aktivitas yang terkait dengan kesehatan), internal

(penyembuhan, fungsi imun, dll).

7. Institutional integrity

Didefinisikan sebagai nilai-nilai, stabilitas financial, dan keseluruhan

dari organisasi pelayanan kesehatan pada area local, regional dan

nasional. Pada system rumah sakit, definisi institusi diartikan sebgai

pelayanan kesehatan umum, agensi home care, dll.

Praktik
terbaik

Kebutuh Interven Variable Peningk Perilaku Integrasi


an si pengha atan mencari instituasi
keperaw keperaw mbat kenyam kesehat onal
atan atan anan an
kesehat Kebijaka
an Peril Kematia Perilaku n
aku n terbaik terbaik
inter Yang
nal damai

2.5.3 Penerapan Teori Model Comfort Kolcaba

Kolcaba menyatakan bahwa perawatan untuk kenyamanan memerlukan

sekurangnya tiga tipe intervensi comfort yaitu :

1. Standar Comfort Interventions (Standar Intervensi Kenyamanan)

merupakan intervensi yang didesain untuk mempertahankan

homeostasis dan manjemen nyeri, sperti monitor tanda-tanda vital

dan hasil kimia darah. Termasuk juga dalam pemberian obat anti

nyeri, pengukuran kenyamanan didesain untuk membantu pasien

mempertahankan atau memulihkan fungsi fisik serta kenyamanan

dan mencegah terjadinya komplikasi.

22
2. Pembinaan dan pelatihan (coaching), termasuk intervensi yang

didesain untuk membebaskan rasa nyeri dan menyediakan

penentraman hati dan informasi, membangkitkan harapan,

mendengar dan membantu perencanaan yang realistis untuk

pemulihan, integrasi atau meninggal sesuai budayanya.

3. Comfort Food for The Soul, meliputi intervensi yang tidak

dibutuhkan pasien saat ini tetapi sangat berguna bagi pasien.

Intervensin kenyamanan ini membuat pasien merasa lebih kuat

dalam kondisi yang sulit diukur secara personal. Target intervensi

ini adalah transcendence meliputi hubungan yang mengesankan

antara perawat dan pasien, keluarga atau kelompok. Sugesti

kenyamanan ini dapat diberikan dalam bentuk pijatan, lingkungan

yang adaptif yang menciptakan kedamaian dan ketenangan, guided

imagery, terapi music, mengenang masa lalu, dan sentuhan

terapeutik.

2.5.4 Struktur Taksonomi Model Comfort kolcaba

Kolcaba mengatakan pentingnya pengukuran kenyamanan sebagai

hasil tindakan dari perawat. Perawat dapat mengumpulkan tanda-

tanda atau fakta untuk membuat sebuah keputusan serta untuk

menunjukan efektifitas

dari perawatan kenyamanan. Kolcaba menyarankan penggunaan

struktur taksonomi dalam melakukan pengkajian untuk pengukuran

kenyamanan pada pasien. Berdasarkan struktur taksonomi, kolcaba

(2011) mengembangkan suatu instrument untuk mengukur

kenyamnan pasien yaitu Short General Comfort Questionnaire.

Dalam kuisioner tersebut tergambarkan item-item dalam beberapa

kolom-kolom (Tomey & Alligood, 2016).

23
Struktur dari taxonomi comfort tersebut memberikan sebuah

petunjuk/ peta dalam menggunakan taxonomi tersebut dalam

mengembangkan instrument kenyamanan. Adapun struktur dari

taxonomi tersebu berikut ini :

Comfort Care Plan

Names Patient :...................

Medical Diagnosis :...................

Student :...................

Tabel 2.1 Pengkajian Kenyamanan Katharine Kolcaba

Tipe Comfort Relief Ease Transcendence


(keringanan, pertolongan) (Kenyaman) (Melebihi)

Fisik Kondisi pasien yang Bagaimana kondisi Pernyataan tentang


membutuhkan tindakan ketentraman dan bagaimana kondisi pasien
perawatan fisik segera terkait kepuasan hati pasien dalam mengatasi masalah
dengan kenyamanan pasien yang berkaitan dengan yang terkait dengan
(Subyektif) kenyamanan fisik kenyamanan
(Obyektif)

Psikospiritual Kondisi pasien yang Bagiamana kondisi Pernyataan tentang


membutuhkan tindakan ketentraman dan bagaimana kondisi
perawatan psikospiritual kepuasan hati pasien pasien dalam mengatasi
segera terkait dengan yang berkaitan dengan masalah yang terkait
kenyamanan pasien. kenyamanan dengan kenyamanan.
psikospiritual
(Subyektik)

Lingkungan Kondisi pasien yang Bagaimana kondisi Pernyataan tentang


membutuhkan tindakan ketentraman dan bagaimana kondisi
perawatan lingkungan kepuasan hati pasien pasien dalam
segera terkait dengan yang berkaitan dengan mengatasi maslah
kenyamanan pasien kenyamanan berdasrkan yang terkaitan dengan
lingkungan (Pendukung) kenyamanan

Sosialkultural Kondisi pasien yang Bagaimana kondisi Pernyataan tentang


membuthkan tindakan ketentraman dan bagaimana kondisi
perawatan social segera kepuasan hati pasien pasien dalam mengatasi
terkait dengan kenyamanan yang berkaitan dengan masalah yang terkait
pasien kenyamanan dengan kenyamanan
berdasarkan sosial

24
Adapun cara menggunakan table ini adalah

1. Pada kolom relief dituliskan tentang kondisi pasien yang

membutuhkan tindakan perawatan spesifik dan segera terkait

dengan kenyamanan pasien, meliputi empat konteks kenyamanan

(fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosiokultural).

2. Pada kolom ease dituliskan pernyataan yang menjelaskan tentang

bagaimana kondisi ketentraman dan kepuasan hati pasien yang

berkaitan dengan kenyamanan, meliputi empat konteks

kenyamanan.

3. Pada kolom transcendence dituliskan tentang bagaimana kondisi

klien dalam mengatasi masalah yang terkait dengan kenyamanan,

meliputi empat konteks kenyamanan (fisik, psikospiritual,

lingkungan dan sosiokultural). Selian itu pengkajian kenyamanan

diklinik, perawat dapat juga menggunakan beberapa instrument

yang telah teruji secara empiris, seperti, Radiation Therapy Confort

Questionaire, Visual Analog Scale, Urinary Incontinence And

Frequency Comfort Questionnaire, Hospice Comfort

Questionnaire, Comfort Behavioral Checklist.

2.5.5 KonsepAsuhan Keperawatan Khaterine kolcaba Comfort

1. Pengkajian

Pengkajian ditujukan untuk menggali kebutuhan rasa nyaman klien

dan keluarga pada empat konteks pengalaman fisik, psikospiritual,

social kultural dan lingkungan. Kenyamanan fisik terdiri dari

sensasi tubuh. Kenyamanan psikospiritual mencakup kesadaran

diri (harga diri, seksualitas, arti hidup) dan hubungan manusia pada

tatanan yang lebih tinggi. Kenyamanan lingkungan terdiri dari

lampu, bising, lingkungan sekekliling, cahaya, suhu, elemen tiruan

25
dan alami. Pengkajian keperawatan pada kekuatan melalui

kebutuhan akan keringanan (relief), ketenangan (ease) dan

(transcendence) yang dapat terpenuhi dalam empat kontex

pengalaman yang meliputi aspek fisik, psikospiritual, social dan

lingkungan. Beberapa tipe Comfort didefinisikan sebagai

berikut :

a. Relief, level kenyamanan paling dasar, dimana tubuh dalam

kondisi bebas dari rasa sakit.

b. Ease, tingkat kenyamanan yang lebih tinggi, dimana tidak

hanya tubuh yang merasakan kenyamanan, tetapi juga

kenyamanan secara pikiran atau psikologis.

c. Transcendence, adalah kenyamanan tertinggi, diamana

kenyamanan dirasakan sampai tingkat spiritual.

Kolcaba, (2003) dalam Rahayu (2020) kemudian menderivasi

konteks diatas menjadi beberapa hal berikut :

a. Fisik, berkenan dengan sensasi tubuh.

b. Psikospiritual, berkenaan dengan kesadaran interval diri,

yang meliputi harga diri, seksualitas, makna kehidupan

hingga hubungan terhadap kebutuhan lrbih tinggi.

c. Lingkungan, berkenaan dengan lingkungan, kondisi,

pengaruh dari luar.

d. Social, berkenaan dengan hubungan interpersonal, keluarga

dan hubungan social.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah proses membuat penilaian klinis

tentang masalah kesehatan klien yang actual dan potensial. Proses

dalam merumuskan diagnose keperawatan terdiri dari beberapa

langkah, yaitu pertama-tama dengan menganalisa data, kemudian

26
mengidentifikasi masalah kesehatan, resiko dan kekuatan,

selanjutnya barulah merumuskan pernyataan diagnosis (Kozier,

2010). Diagnose keperawatan sesuai dengan comfort yang dialami

oleh klien. Menurut

SDKI (2017), diagnose keperawatan nyeri dan kenyamanan adalah

sebagai berikut :

a. Nyeri akut

b. Nyeri kronis

c. Gangguan rasa nyaman

d. Nyeri persalinan

3. Intervensi

Tahap intervensi yaitu perencanaan yang akan dilakukan. Pada

tahap intervensi perawat menyusun rencana asuhan keperawatan

berdasarkan masalah yang telah ditetapkan. Rencana asuhan

keperawatan dibuat perawat mengacu pada tujuan yaitu untuk

membantu mengatasi maslah pasien (Tomey & Alligood, 2016).

Intervensi pada teori comfort dikategorikan kedalam tiga tipe

intervensi yaitu : (1) intervensi untuk kenyamanan standar (standart

comfort interventions) adalah untuk mempertahankan hemodinamik

dan mengontrol nyeri; (2) Intervensi pembinaan dan pelatihan

(coaching) yaitu intervensi yang digunakan untuk menurunkan

kecemasan, menyediakan informasi kesehatan, mendengarkan

harapan dan membantu pasien sembuh; (3) Intervensi yang

berhubungan dengan memberikan kenyamanan jiwa (comfort food

for the soul) yaitu melakukan sesuatu yang menyenangkan untuk

membuat keluarga dan pasien merasa diberikan kepedulian dan

meningkatkan semngat, contohnya mendengarkan music (Kolcaba

dan Dimarco, 2005 dalam Rahayu, 2020)

27
4. Evaluasi

Evaluasi keperawatan dilakukan setelah implementasi. Bebrapa

instrument telah dikembangkan untuk mengukur pencapaian tingkat

kenyamanan. Perawat dapat menggunakan beberapa instrument

untuk menilai peningkatan kenyamanan klien seperti Short General

Comfort Questionnaire (SGCQ) (Kolcaba, 2003 dalam Idris, 2017).

SKALA PENILAIAN

INDIKATOR KADANG
NA TIDAK JARANG - SERING
KADANG

VOKALISASI
1) Sadar penuh 0 1 2 3 4
2) Mengerang 0 4 3 2 1
3) Mengeluh 0 4 3 2 1
4) Terdengar/berbicara 0 1 2 3 4
5) Menangis/berteriak 0 4 3 2 1

MOTORIK
6) Tenang 0 1 2 3 4
7) Gelisah (sambil menggerakkan
0 4 3 2 1
salah satu anggota badan)
8) Mondar-mandir 0 4 3 2 1
9) Gelisah 0 4 3 2 1
10) Rileks 0 1 2 3 4
11) Menggosok area tertentu 0 4 3 2 1
12) Menjaga/menahan nyeri 0 4 3 2 1

KINERJA/PENAMPILAN
13) Gerakan cemas 0 4 3 2 1
14) Menerima saran/perintah 0 1 2 3 4
15) Menerima sentuhan tangan 0 1 2 3 4
16) Mampu beristirahat 0 1 2 3 4
17) Mampu makan sendiri 0 1 2 3 4

28
18) Tenang 0 1 2 3 4
19) Mondar-mandir 0 4 3 2 1
20) Menghindar/menyendiri 0 4 3 2 1

MUKA
21) Menunjukkan depresi 0 4 3 2 1
22) Menyeringai/meringis 0 4 3 2 1
23) Ekspresi tenang 0 1 2 3 4
24) Terlalu waspada 0 4 3 2 1
25) Menunjukkan
0 4 3 2 1
ketakutan/kekhawatiran
26) Tersenyum 0 1 2 3 4

LAIN – LAIN
27) Pernafasan yang tidak biasa 0 4 3 2 1
28) Dapat fokus 0 1 2 3 4
29) Mampu diajak bercakap - cakap 0 1 2 3 4
30) Bangun dengan tenang 0 1 2 3 4

Jika ini hanya instrumen kenyamanan nyeri yang digunakan,

tanyakan

pada pasien (berdasarkan checklist skala) :

30) Apakah kamu merasa nyeri? Tidak Ya

(Isikan skala nyeri dari 1-10, dengan 10 merupakan skala maksimal)

31) Jika dipertimbangkan, jelaskan bagaimana kenyamanan yang

kamu

rasakan sekarang? (Isikan skala kenyamanan dari 1-10, dengan 10

merupakan skala maksimal).

Pedoman pemberian skor Comfort Behaviour Checklist Katherine

Kolcaba (2006) :

29
1. Kurangi angka dari kategori “Non Appopriate” (NA) dari 30,

untuk

menentukan total jawaban.

2. Kalikan total jawaban step 1 dengan 4 untuk menentukan skore

yang

memungkinkan

3. Rubah skor pertanyaan negative: 2,3,5,7,8,9,11,12,13,19,20,21,

22,24,25,27 dengan skor sebaliknya untuk menentukan respon

kenyamanan awal

Tambahkan respon kenyamanan awal (step 3) pada semua

pertanyaan

yang tidak termasuk NA, untuk mendapatkan skor respon

kenyamanan

5. Bagi skor respon kenyamanan (step 4) dengan jumlah skor yang

memungkinkan (step 2) dan bulatkan menjadi 2 desimal.

6. Catat hasil skor dalam bentuk decimal, skor yang lebih tinggi

menunjukkan kenyamanan yang tinggi dengan kategori:

Skor 0 – 0,20 : Sangat tidak nyaman

Skor 0,21 – 0,40 : Tidak nyaman

Skor 0,41 – 0,60 : Kurang nyaman

Skor 0,61 – 0,80 : Nyaman

Skor 0,81 – 1,00 : Sangat nyaman

30
31

Anda mungkin juga menyukai