Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH PERKOTAAN

MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA (NU): LAHIR DAN


BERKEMBANGNYA ORGANISASI DAKWAH DI KOTA SURABAYA

Dosen Pengampu: Dr. Sarkawi B. Husain, S. S., M. Hum.

Disusun Oleh:
Hilman Fauzan 122111433038
Ahmad Mahar Suudy 122111433065
Khusnul Avifah 122111433072

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatnya telah memberi kelancaran pada penulisan makalah mata kuliah
sejarah perkotaan dengan judul “Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU): Lahir dan
Berkembangnya Organisasi Dakwah di Kota Surabaya”. Perlu Diketahui Bahwa
perubahan daerah perkampungan atau pemukiman mengalami perbedaan baik
infrastruktur tata perkampungan, infrastruktur bangunan yang mengikuti zaman.

Di dalam penulisan makalah ini juga tidak luput dari bermacam-macam kendala,
seperti yang terjadi pada situasi sekarang, tantangan keadaan tidak menyurutkan
semangat belajar kami dalam menulis makalah, melainkan menuntun kami kepada sebuah
solusi jalan keluar. Serta kami sadar bahwa manusia tidak ada yang sempurna, oleh karena
itu kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam tulisan, meskipun tulisan dalam
makalah ini masih terdapat kesalahan, kami berusaha semaksimal mungkin dalam
pengerjaan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Demikian yang dapat kami sampaikan.
Terima Kasih.

Surabaya, 14 Mei 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
2.1 Kemunculan Organisasi Dakwah Islam di Kota Surabaya 6
2.2 Masuk dan Berkembangnya Muhammadiyah di Kota Surabaya 7
2.3 Nahdatul Ulama (NU) Organisasi Dakwah Islam di Surabaya 9
BAB III 13
PENUTUP 13
3.1 Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-20, Surabaya mengalami perubahan
sosial ekonomi yang cepat dan besar. Surabaya menjadi pusat industri gula, di mana
mesin uap digunakan untuk penggilingan dan pengolahan (1860-an). Pada tahun 1870,
ketika ada Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Pertanian, Surabaya benar-benar
terbuka untuk modal swasta, sehingga banyak investor asing yang datang ke sana.
Surabaya juga merupakan pusat perdagangan internasional yang penting dan pusat
jaringan perdagangan dan pelayaran yang luas meliputi seluruh kepulauan Indonesia
bagian timur. Pada tahun 1910-an dan 1920-an, masa keemasan industri gula, pelabuhan
Surabaya dibangun, menjadikannya pelabuhan paling modern di Asia Tenggara. Selain
itu, jaringan kereta api dan trem serta bengkel mesin dibuka. Pada awal abad ke-20,
industri Surabaya ditandai dengan diversifikasi barang konsumsi. Namun, ketika krisis
ekonomi besar melanda pada tahun 1930-an, perdagangan luar negeri terhenti dan
perekonomian Surabaya mengalami kemunduran. Pada awal abad ke-20, Islam juga
berkembang di Surabaya. Dapat dikatakan bahwa Surabaya merupakan salah satu pusat
pergerakan Islam di Indonesia antara tahun 1910 hingga 1930. Hal ini ditandai dengan
berdirinya berbagai organisasi Islam, madrasah atau sekolah Islam dan pers Islam.
Kepedulian mereka untuk mendalami agama Islam juga tercermin dari maraknya diskusi
atau debat, bahkan perdebatan. Meskipun hal ini berdampak negatif yaitu menimbulkan
perselisihan di kalangan umat Islam, namun suasana seperti itu mendorong umat Islam
untuk mengkaji ulang ajaran Islam dan memperluas wawasannya. Sebagai konsekuensi
logis dari situasi ini, orang lebih memperhatikan ajaran mereka daripada di masa lalu.
Saat itu, perubahan bidang keagamaan tidak terlepas dari perubahan bidang sosial
ekonomi, karena pembentukan organisasi, pendirian sekolah, dan penerbitan pers tidak
dapat diwujudkan tanpa dana yang cukup.

Adanya kebijakan liberalisasi ekonomi kolonial Belanda, asosiasi budaya, dan


pedoman etika juga menjadi faktor pendukung. Munculnya status sosial yang baru di
kalangan masyarakat Indonesia, seperti kaum intelek, cendekiawan muda, dan pemuda-
pemuda pergerakan, secara tidak langsung melahirkan sebuah pola perlawanan baru
terhadap kolonialisme. Di antara bentuk perlawanan tersebut, organisasi pergerakan
adalah salah satunya. Melalui organisasi itu dilakukan perjuangan, baik berupa tuntutan
kepada pemerintah maupun perbaikan di kalangan bangsa sendiri. Organisasi sendiri
memiliki arti sebagai bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama
(James D. Mooney). Sehingga tujuan dari organisasi pergerakan ini sendiri adalah untuk
memperbaiki nasib atau keadaan rakyat Indonesia yang sama-sama ingin memperoleh
kemerdekaan. Kebijakan kolonial Belanda membuka cakrawala pemikiran Islam,
meningkatkan kesadaran akan nasib bangsanya, dan mendorong kebangkitan masyarakat
Islam, atau setidaknya penguatan Islam. Faktor lain yang tidak bisa diabaikan adalah
kesadaran para orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke Mekkah atau Mesir untuk
belajar lebih banyak tentang ajaran Islam. Sebagian besar yang kembali dari sana
membawa serta gagasan pembaharuan Islam yang diusung oleh Muhammad Abduh.
Dengan adanya kemunculan organisasi Islam di Surabaya seperti Muhammadiyah dan
Nahdatul Ulama yang merupakan dua organisasi Islam terbesar di Hindia Belanda bahkan
hingga saat ini. tentunya berbagai perubahan dan berkembangnya memiliki
kisah yang menarik.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana proses kemunculan organisasi dakwah Islam di Kota Surabaya?
2) Bagaimana masuk dan berkembangnya Muhammadiyah di Kota Surabaya?
3) Bagaimana sejarah masuk dan berkembangnya Nahdatul Ulama sebagai
organisasi dakwah Islam di Surabaya?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui bagaimana proses kemunculan organisasi dakwah Islam di
Kota Surabaya.
2) Untuk memahami masuk dan berkembangnya Muhammadiyah di Kota
Surabaya.
3) Untuk memahami bagaimana sejarah masuk dan berkembangnya Nahdatul
Ulama sebagai organisasi dakwah Islam di Surabaya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kemunculan Organisasi Dakwah Islam di Kota Surabaya


Agama Islam sendiri masuk di Surabaya sejak abad XV, selain itu
perkembangannya juga sangat pesat. Mulai dari Wali Songo, Sunan Ampel yang
mendirikan Masjid Jami’ Peneleh. Lalu di daerah Ampel juga mendirikan masjid dan
pesantren. Surabaya pada tahun 1530 juga menjadi bagian dari Kerajaan Demak. Setelah
Demak runtuh, Surabaya menjadi daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Sampai
Surabaya dikuasai oleh Kolonial Belanda. Karena semakin berkembangnya daerah
Surabaya semakin modern, sehingga lahirlah tokoh-tokoh intelektual yang menjadi salah
satu faktor munculnya organisasi islam di Surabaya.
Dalam bukunya M.C Ricklefs dijelaskan bahwa kemunculan organisasi
pergerakan islam juga di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor
internal yaitu: Adanya keinginan untuk melawan kolonialisme Belanda di Indonesia,
Adanya keinginan untuk melawan kristenisasi Bangsa Barat di Indonesia, Munculnya
tokoh-tokoh keagamaan yang memiliki pemikiran progresif dan yang terakhir yaitu
Tokoh-tokoh agama Islam ingin mewujudkan kesejahteraan masyarakat pribumi melalui
program sosial, politik dan pendidikan. Selain faktor internal tentunya adapun faktor
eksternal, yaitu Keberhasilan revolusi-revolusi islam di Kawasan Timur Tengah dan
Munculnya paham Pan-Islamisme di negara-negara Timur tengah. Contoh organisasi
Islam yang ada di Surabaya yaitu Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Dua organisasi
tersebut tentunya tidak asing lagi hingga masa kini. Muhammadiyah sendiri didirikan
oleh KH Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Pada tahun 1921
Muhammadiyah baru ada cabang di Surabaya yang di ketuai oleh Mas Mansyur. Mas
Mansyur mendapatkan tawaran tersebut dari KH Ahmad Dahlan. Hal tersebut sangat
menarik, berawal dari Ahmad Dahlan menawarkan untuk menjadi anggota
Muhammadiyah. Pada saat itu juga Ahmad Dahlan ke Surabaya dengan permintaan Mas
Mansyur Ahmad Dahlan menginap dirumahnya lalu mengadakan pengajian di dekat
rumah Mas Mansyur tepat di Masjid Taqwa. Pengajian tersebut dihadiri oleh pemuda-
pemuda salah satunya yaitu Soekarno. Pada tahun 1943 Mas Mansyur juga yang
menikahkan Soekarno dengan Fatmawati di Bengkulu. Sedangkan untuk Nahdatul Ulama
didirikan oleh para ulama yang di bawah oleh kepemimpinan KH Hasyim Asyari pada
tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya.

2.2 Masuk dan Berkembangnya Muhammadiyah di Kota Surabaya


Surabaya dikenal sebagai kota yang berpenduduk heterogen pada saat masa
penjajahan Kompleksitasnya terlihat dari berbagai kalangan, seperti pedagang, politisi,
birokrat , buruh, priayi, ulama, dan masyarakat abangan yang saling berinteraksi dengan
dinamikanya masing-masing sebagai masyarakat yang penuh warna. Tradisi, budaya dan
mitos seperti sudah bersenyawa sehingga bentuk-bentuk kebudayaan yang bertujuan
untuk menghilangkan balak sering kali bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Tayuban di beberapa kampung dengan sajian tarian wanita dan minuman keras yang
biasa dilanjut dengan kegiatan seksual seakan menjadi hal yang wajar di masyarakat.
Pengeramatan tempat-tempat dan benda-benda tertentu seperti pohon, kuburan, keris,
akik dan lain sebagainya sering dijumpai dipojok-pojok kampung Surabaya.

Kondisi yang demikian membuat masyarakat menjadi hilang arah dan kehilangan
rasionalitas akal sehatnya, disertai dengan masa-masa yang keras atas penjajahan
Belanda. Sehingga pada waktu itu seorang pemuda intelek bernama Mas Mansur yang
hingga kini dikenal dengan nama KH. Mas Mansur bertekad untuk merangkul keadaan
masyarakat di Surabaya. Seusai menjalani pendidikannya di Mesir, Mas Mansur
memulai langkah pertamanya dengan mengajar di Lembaga Pendidikan Nadlatul
Wathan yang terletak di Kawatan, Surabaya. Meskipun langkah pertamanya sukses
diikuti oleh beberapa ulama besar di Surabaya, namun perjalanannya ternyata harus
melewati berbagai rintangan. Tidak lain rintangan tersebut didasarkan pada kondisi
masyarakat Surabaya yang cukup berwarna pada saat itu.

Seiring berjalannya waktu reaksi masyarakat kian keras dan meluas, pada saat
itulah Mas Mansur dan beberapa temannya memutuskan untuk pergi ke Yogyakarta.
Melalui berita yang tersebar dikatakan bahwa di kota tersebut terdapat seorang ulama
besar yang intelek namun hidupnya sangat sederhana yang tidak lain ialah KH. Ahmad
Dahlan. Sehingga niat mereka berpindah tempat selain untuk menghindari reaksi
masyarakat yang semakin represif, juga untuk berbagi pengalaman sekaligus mengkaji
Ilmunya tentang agama. Tanpa disadari semangat yang hampir pupus di Surabaya
ternyata tumbuh di kota ini. Pertemuan yang digelar oleh Ihya Us Sunnah untuk
merayakan kedatangan KH. Ahmad Dahlan membuat Mas Mansur bersemangat untuk
menggali ilmu sedalam-dalamnya. Mas Mansur, seorang cendekiawan muda terkemuka
pada saat itu berbicara tentang bagaimana memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pendidikan dan pengajaran dengan merujuk pada degradasi masyarakat dan degradasi
rakyatnya. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa poin penting yang disampaikan
KH. Ahmad Dahlan, diantaranya adalah:
1. Al-Quran adalah kunci utama.
2. Pelajari isi Al-Quran dengan sungguh-sungguh.
3. Gunakan semua ilmu dan sudut pandang yang ada untuk mengetahui isinya
dengan jelas.
4. Berlatih membiasakan diri dengan ajaran Al-Quran, tidak cukup hanya dengan
mengetahui yang baik.
5. Ketahui semua aturan dan mukhraj-nya.
6. Gunakan otak dan mata hati untuk benar-benar merasakan isi Al-Quran.
“Niscaya kita mengetahui rahasia alam yang memang diciptakan untuk manusia yang
digambarkan Rabbul 'Alamin sebagai Kholifah-nya di dunia”. Dengan demikian KH.
Ahmad Dahlan menutup pembicaraannya dengan beberapa poin tersebut.

Menjelang tahun 1921, KH. Ahmad Dahlan melakukan kunjungan untuk yang
kedua kalinya di Surabaya. Bertepatan pada saat itu juga di resmikan Cabang
Muhammadiyah Surabaya tepatnya pada tangga 1 November 1921. Dari sinilah
Muhammadiyah Cabang Surabaya segera mendirikan amal usahanya. Pada tahun 1922,
Hizbul Wathan diresmikan. Pengurus Cabangnya antara lain M. Idris, H. Asy'ari, HM
Machien, H. Ismail, Sono, Soekardi, Soeprapto, HM. Kaspan dan M. Wisatmo (menantu
K. Utsman) yang kemudian menjadi District Minister HW Karesidenan Surabaya. Hizbul
Wathan saat itu masih berstatus Pemuda Muhammadiyah (Bagus). Pemuda
Muhammadiyah Cabang Surabaya sendiri, dibentuk pada tahun 1937. Pengelolanya
adalah: HM Anwar Zain (Almarhum) yang juga ketua PWM Jatim, Nurhasan Zain,
Malikin, Said Umar, Masdar Wahab, Su'aib Said, Mas Slamet, Amir Umar, H. Umar
Siraj, Muh. Mardjuki dan Ating Sabdjan. Upaya yang dilakukan selanjutnya adalah
pendirian di bidang Perpustakaan yang dikenal sebagai Taman Pustaka Belia
Muhammadiyah Cabang Surabaya. Juga upaya operasional. Dan di bidang olahraga juga
didirikan Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PS HW). PS HW adalah asosiasi sepak
bola yang cukup dikenal karena sportivitasnya di lapangan.

Berbagai kemajuan dan perkembangan yang telah dilakukan Pengurus Daerah


Muhammadiyah Cabang Surabaya nyatanya masih mendapati berbagai rintangan yang
sempat menimbulkan masa-masa krisis di organisasi ini. Enam tahun setelah berdirinya
Muhamadiyah di Surabaya tepatnya pada tahun 1927 terjadi krisis ekonomi sehingga
Belanda menekan dan melakukan tindak represif terhadap rakyat dengan menaikkan
berbagai pajak, terutama petugas Staats Spoorwegen (DKA). Dinamika ekonomi
masyarakat lumpuh total. Kondisi ini juga mempengaruhi gerakan dakwah
Muhammadiyah dimana kas organisasi kian surut, gaji dokter, perawat dan guru tidak
bisa dibayarkan. Di sisi lain setiap anggotanya juga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
pribadinya. Mengetahui hal teserbut K.H. Mas Mansyur tidak tinggal diam. Pada suatu
malam diadakan pertemuan antar aktivis – aktivis Muhamadiyah di rumahnya untuk
mendiskusikan solusi menyelamatkan Muhammadiyah dan bangsa ini dari krisis
ekonomi. Tanpa disangka-sangka diskusi rapat yang cukup berat hingga larut malam
tidak kunjung membuahkan keputusan, sehingga banyak peserta dari rapat tersebut yang
meninggalkan tempat dan menyisakan 20 orang. Kemudian selanjutnya dari 20 orang
tersebut di bai'at dan masing-masing mengucapkan sumpah setia untuk rela
mengorbankan harta dan jiwanya untuk membela Muhammadiyah. 20 orang tersebut
kemudian dikenal dengan nama Wali Rongtens sebagai pahlawan yang berani bekerja
keras hingga akhirnya bisa melanjutkan amal usaha Muhamadiyah sampai sekarang.

2.3 Nahdatul Ulama (NU) Organisasi Dakwah Islam di Surabaya


Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan komunikasi terhadap
individu ke individu, kelompok, atau jaringan yang lain oleh karena itu manusia tanpa
komunikasi bagaikan pohon tanpa buah yang hanya tumbuh menjulang tanpa menfaat
bagi orang atau kumpulan lainnya. Di Indonesia terdapat perkumpulan atau organisasi
yang begitu banyak seperti organisasi yang bergerak pada bidang politik, agama,
ekonomi, kesehatan, kepelajaran maupun banyak lainnya, seperti organisasi pelajar
Nahdliyin atau Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama yang bergerak pada bidang pendidikan
agama yang mengacu politik perkembangan dalam keterpelajaran remaja pendidikan
yang membawa keberhasilan atas tujuan organisasi tersebut.
Organisasi Masyarakat Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi
masyarakat Nahdliyin yang bersifat Ahlussunah Wal Jamaah yang merupakan bagian dari
badan otonom organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama’ atau Nahdliyin yang
memfokuskan pada jalur pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia pada
aspek agamis. Nahdlatul Ulama lahir pada tahun 1926 yang diresmikan pada 31 Januari
1926 yang bertepatan pada 16 Rajab 1344H Oleh beliau K.H Hasyim Asy'ari, Nahdlatul
Ulama memiliki organisasi yang tidak sedikit seperti PBNU (Pengurus besar Nahdlatul
Ulama), PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama), PCNU (Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama), MWCNU (Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama), PRNU
(Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama), PARNU (Pengurus Anak Ranting Nahdlatul
Ulama), IPNU & IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama). Organisasi ini didirikan
antara lain dalam rangka menyatukan gerakan langkah dan pengembangan kaum
terpelajar pada kalangan Nahdliyin. Organisasi masyarakat Nahdliyin ini tidak lepas latar
belakang sejarah kehadirannya sebagai organisasi yang lahir dari perkumpulan
masyarakat tertentu, yang memberikan tekanan penting pada aspek-aspek pendidikan
religi Dalam kaitan dengan partisipasi pengembangan pelajar dalam pembangunan
pendidikan Aswaja yang menganut dan tidak keluar pada UUD dan Pancasila, terutama
dengan peningkatan sumber daya pelajar Indonesia.

2.3.1 Peran Nahdlatul Ulama Sebagai Organisasi Politik Agama


Organisasi Nahdlatul Ulama cabang Surabaya adalah organisasi yang bergerak
pada tingkat kabupaten atau kota yang bertugas kan mengakomodir segala masalah ke
Nahdliyin an yang ada di perkotaan, dalam mengakses jalannya organisasi Nahdlatul
Ulama sangat memperhatikan dalam hal pembinaan ke Nahdliyinan untuk membentuk
karakter masyarakat Nahdliyin sehingga dapat membawa organisasi berkembang dan
menjadi lebih baik dalam mencapai tujuan yang efektif dan efesien, adapun sebagian poin
pencapaian organisasi Nahdlatul Ulama yakni membentuk masyarakat bangsa bertaqwa
kepada Allah, Berilmu dan Berakhlaq sebagaimana pembentukan karakteristik tanpa
keluar dari asas UUD dan Pancasila sebagai pondasi sehingga taat dan patuh atas hukum
negara yang berlaku, berwawasan bhineka tunggal Ika serta bertanggung jawab atas
terlaksananya syari'at Islam Ahlussunah Wal Jamaah.
Organisasi dalam pencapaiannya memiliki peran penting terhadap suatu
perkembangan dalam prosesnya sebagai peran penting atas apa yang menjadi aspek
penting terhadap lingkungan yang dibawa nya, ditengah tengah era globalisasi dan era
kemajuan informatika seperti yang kita hadapi saat ini justru menjadi faktor atau dampak
yang begitu besar terhadap lingkungan kita saat ini sehingga lingkungan religius belum
tentu menjamin masyarakatnya memiliki sisi religiusitas secara otomatis hingga
memerlukan dorongan ataupun pembentukan pondasi yang lebih kuat. Masyarakat tetap
membutuhkan peran komunitas ataupun kelompok sebagai peletak dasar sosiologis
maupun ideologis. Organisasi Nahdlatul Ulama hadir di tengah-tengah masyarakat Kota
Surabaya sebagai organisasi yang menyasar mengerahkan masyarakat sebagai
anggotanya. Kiprah organisasi ini diharapkan mampu membendung dan mencegah
penyimpangan atas sosial pemikiran masyarakat dengan mengarahkannya untuk
berproses dan belajar dalam organisasi dan mencapai tujuan utama didalamnya. Hal ini
dinilai akan memberikan dampak positif yang berujung pada pembentukan karakter
religius pada masyarakat hususnya pada masyarakat Kota Surabaya.

Organisasi Nahdlatul Ulama adalah wadah perjuangan bagi masyarakat Nahdliyin


untuk memberikan edukasi dan mensosialisasikan nilai-nilai keislaman, keilmuan dan
pengkaderan yang bersidat ahlussunah Wal jamaah sebagai usaha menegakkan ajaran
Islam dalam kehidupan masyarakat. Sasaran yang menjadi target pembinaan masyarakat
Nahdliyin kota. Organisasi Nahdlatul Ulama memiliki fungsi yang setara dengan badan
otonom lainnya yang memiliki tugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada
kelompok masyarakat tertentu, yaitu pelajar, masyarakat serta kelompok yang menjadi
bagian kalangan ya. Selain itu, secara internal juga merupakan bagian dari generasi
masyarakat Nahdlatul Ulama untuk mewujudkan cita-cita perjuangan Nahdlatul Ulama
dan bangsa Indonesia. Sebagai langkah mengejawantahkan aqidah dan asas Nahdliyin.

2.3.2 Dampak Organisasi Nahdlatul Ulama Terhadap Masyarakat Kota Surabaya

Arus jalan Organisasi Nahdlatul Ulama memiliki peran besar terhadap


perkembangan religius bangsa dan negara Indonesia. “NU telah banyak memberikan
kontribusi terhadap semangat nasionalisme. Organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim
Asyari ini berperan dalam menjaga NKRI, dan mengedukasi masyarakat tanpa
meninggalkan nilai-nilai agama,” ujar Ganjar saat ditemui di Rumah Dinasnya. Dampak
Nahdlatul Ulama besar di Kota antara lain seperti perang genjatan senjata oleh bangsa
barat yang berhasil membunuh kapten besar mereka yang memicu terjadinya peristiwa
10 November yang melibatkan faktor besar atas kemerdekaan bangsa Indonesia,
dampak tersebut hanya ditemukan diperistiwa tertentu berbeda dengan peristiwa
sekarang ini yang banyak melibatkan politik pada perkembangan perkembangan yang
terjadi seperti Seruan Resolusi Jihad terbukti telah membangkitkan semangat
perjuangaan rakyat Surabaya untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah yang ingin
kembali menguasai Indonesia sebagai negeri jajahannya. Dari hal itu, kondisi Surabaya
menjadi basis perjuangan rakyat untuk melawan penjajah dengan semangat jihad yang
digaungkan Nahdlatul Ulama.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Organisasi adalah jantung perkembangan tanpa adanya organisasi mungkin
bangsa ini tak berkembang seperti saat ini, organisasi Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama (NU) memiliki bidang pada perkembangan jalur religiusnya masing-masing.
Masyarakat Nahdlatul Ulama dipaksakan atas kemajuan pendidikan atas apa yang
menjadi pengacu penyampaian terhadap tujuan, hal ini ditunjukkan bahwa
pengkatakteran masyarakat Nahdliyin mengalami proses pengkaderan atas tujuan yang
harus dicapai sehingga apa yang menjadi prospek agama terlampaui dengan semestinya.

Organisasi yang berdiri dibawah naungan Nahdlatul Ulama memiliki peran


masing masing yang bertujuan sama dengan asas UUD dan Pancasila sehingga peran
didalamnya menjadikan proses kesetimbangan masyarakat dalam pembauran terhadap
segala bentuk penyimpangan yang secepatnya dibubarkan, dari hal tersebut dampak besar
organisasi Nahdlatul Ulama terlihat ketika aksebilitas kemajuan era global semakin
marak dapat memantau keadaan sebagai pemicu bangkitnya rasa semangat nasionalisme
atas apa yang membuat kesadaran masyarakat luas terhadap batasan batasan yang harus
diketahui dalam segala kegiatan yang berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Faber, G.H.. (1931). Von Oud Soerabaia De Geschiedenis van Indies le koopstad V, de
oudste tijden tot de instelling v.d. Gemeenteraad Soerabaia, 1931 [bentuk mikro] /
Faber, G.H.. Leiden :: IDC,.
Hurek, L. (2022, Juni 16). Kampung Kawatan Sejak Dulu Dikenal sebagai Kampung
Santri | Radar Surabaya. Radar Surabaya.
https://radarsurabaya.jawapos.com/surabaya/kota-lama/16/06/2022/kampung-
kawatan-sejak-dulu-dikenal-sebagai-kampung-santri/
, M., & , P. B. P. (2004). Kehidupan keagamaan masyarakat di tengah perubahan: :
Islam di Surabaya Akhir Abad XIX-Awal Abad XX. [Yogyakarta] : Universitas
Gadjah Mada.
Nyoman Wija Astawa, Dewa.Pola Pikir Meningkatkan Wawasan Kebangsaan
Mencegah Disintegrasi Bangsa .2011
PACE, R. W. (2015). KOMUNIKASI ORGANISASI: STRATEGI MENINGKATKAN
KINERJA PERUSAHAAN. PT. REMAJA ROSDAKARYA.
Ricklefs, M.C. (Merle Calvin), 1943- (pengarang) (penyunting); Sidik Nugraha, Moh.
(penyunting); Tim Penerjemah Serambi (penerjemah). (© 1981, 1993, 2001, 2008,
M.C. Ricklefs; 2008). Sejarah Indonesia modern 1200-2008 / M.C. Ricklefs ;
penerjemah, Tim penerjemah Serambi ; penyunting, Moh. Sidik Nugraha dan M.C.
Ricklefs. Jakarta :: Serambi Ilmu Semesta,.
Sabiruddin, nur alhidayatillah dan. (2018). NAHDATUL ULAMA (NU) DAN
MUHAMMADIYAH : DUA WAJAH ORGANISASI DAKWAH DI
INDONESIA. Manajemen Dakwah, 9–16.
Sejarah - PDM Kota Surabaya | Muhammadiyah. (n.d.). PDM Surabaya. Diambil 15
Mei 2023, dari http://surabaya-kota.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-
sejarah.html
Siswono Yudohusodo, 1943-. (1996). Semangat baru nasionalisme Indonesia / Siswono
Yudohusodo. Jakarta :: Yayasan Pembangunan Bangsa,.
Soedarso, S., Nurif, M., Sutikno, S., & Windiani, W. (2013). Dinamika Multikultural
Masyarakat Kota Surabaya. Jurnal Sosial Humaniora, 6(1), 62–75.
https://doi.org/10.12962/j24433527.v6i1.611
Syaifullah. & Hamid, Nadjib. (2005). KH. Mas Mansur sapukawat Jawa
Timur. Surabaya : Hikmah Press

Anda mungkin juga menyukai