Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH IMUNOLOGI

TOLERANSI IMUN
HALAMAN DEPAN

Kelas : S1 Farmasi A
Semester :7
Kelompok :A
Disusun oleh : - Sahilah Alfiah (1619002371)
- Dian Ayu Ningrum (1619002231)
- Nada Syifa S (1619002291)
- Anja Wirata (1619002431)
- Trio Eka

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVRSITAS PEKALONGAN
PEKALONGAN
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .............................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ iii

DAFTAR TABEL................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3

C. Tujuan Makalah ........................................................................ 3

BAB II Pembahasan .............................................................................. 4

A. Pembahasan Toleransi Imun ...................................................... 4

1. Pengertian ............................................................................. 4

2. Sistem Imun .......................................................................... 6

3. Induksi Toleransi ................................................................... 7

4. Proses Toleransi imun Sel B dan Sel T ................................... 9

5. Contoh dan Proses Toleransi Imun ........................................11

B. Pertanyaan ...............................................................................13

BAB III KESIMPULAN ......................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................16

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II. 1 Kembar sapi non-identik .................................................. 6


Gambar II. 2 Toleransi sentral dan peripheral ........................................ 7
Gambar II. 3 Toleransi sentral pada limfosit B imatur ..........................12
Gambar II. 4 Toleransi perifer pada limfosit B .....................................13

iii
DAFTAR TABEL

Tabel II. 2 Perbedaan Toleransi Sentral dan Periferal ............................. 8

iv
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh manusia dapat untuk melawan hampir semua jenis organisme

atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh dengan

kemampuan imunitas. Sebagian besar imunitas didapat ketika tubuh

pertama kali diserang oleh bakteri yang menang, diperlukan waktu yang

lama dalam pembentukannya. Imunitas dihasilkan oleh sistem imun khusus

yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu

menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin. Selain

imunitas bawaan, tubuh juga mampu membentuk imunitas spesifik yang

kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti toksin,

bakteri, virus, dan bahkan jaringan asing yang berasal dari makhluk hidup

lain (Guyton, 1997).

Toleransi Imunologi merupakan ketidakmampuan sistem imunitas

untuk memberikan respons (unresponsiveness) terhadap suatu antigen

dikarenakan induksi dari antigen yang sama sebelumnya. Sel limfosit yang

berhadapan dengan antigen dapat menjadi aktif (menghasilkan respons

imun) ataupun menjadi tidak aktif (menghasilkan toleransi). Antigen yang

menyebabkan toleransi disebut tolerogen (tolerogenic antigens). Toleransi

terhadap antigen yang diproduksi tubuh (self-antigen) disebut sebagai self-

tolerance (Abbas dkk., 2007).


2

Sistem imun pada dasarnya dipegang oleh dua sel utama, yakni sel

limfosit B (berperan dalam respons humoral) dan sel limfosit T (berperan

dalam respons seluler). Ketidakmampuan kedua sel tersebut dalam

memberikan respons terhadap antigen spesifiknya disebut anergi. Limfosit

anergi (atau clonal anergi) adalah kegagalan dari klon sel B ataupun sel T

untuk bereaksi terhadap antigen untuk mempertahankan toleransi imunologi

tubuh sendiri (Cruse dan Lewis, 2003).

Dasar dari mekanisme toleransi imunologi ditemukan pada tahun

1945 ketika Owen melakukan observasi terhadap kembar sapi non-identik

yang saling berbagi sirkulasi plasenta yang sama dan mengembangkan

toleransi terhadap antigen dari sel darah satu sama lain. Hal ini diteliti lebih

lanjut oleh Burnet dan Fenner. Mereka menduga bahwa suatu antigen yang

mencapai sel limfoid, dimana perkembangan imunitasnya belum matang,

akan menekan respons terhadap antigen yang sama saat paparan berikutnya

dan hewan tersebut secara imunologi telah matang. Percobaan lebih lanjut

dilakukan oleh Medawar, Brent, dan Billingham menggunakan transplantasi

kulit pada tikus. Medawar dan rekannya menemukan prinsip penting bahwa

toleransi imunologi dapat terjadi karena adanya induksi dari suatu antigen

pada suatu masa perkembangan limfosit dan proses induksi tersebut dapat

dilakukan secara buatan (artificial) (Roitt & Delves, 2001).

Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang

mengandung mikroba pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat


3

menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada

bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh

manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda.

Umumnya gambaran biologi spesifik mikroba menentukan mekanisme

imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap

bakteri khususnya bakteri ekstraseluler atau bakteri intraseluler mempunyai

karakteriskik tertentu pula (Ramadhan dkk., 2018).

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus,

parasit, radiasi matahari, dan polusi. Stress emosional atau fisiologis dari

kejadian ini adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat.

Biasanya kita dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh terutama makrofag

untuk menjaga kesehatan (Ramadhan dkk., 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan toleransi imun?

2. Apa contoh dari toleransi imun?

3. Bagaimana mekanisme respon imun yang terlibat?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan toleransi imun

2. Untuk mengetahui contoh dari toleransi imun.

3. Untuk mengetahui mekanisme dari respon imun yang terlibat.


4

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Toleransi Imun

1. Sistem Imun
Sistem imun pada dasarnya dipegang oleh dua sel utama, yakni sel

limfosit B (berperan dalam respons humoral) dan sel limfosit T (berperan

dalam respons seluler). Ketidakmampuan kedua sel tersebut dalam

memberikan respons terhadap antigen spesifiknya dikenal dengan istilah

anergy. Lymphocyte anergy adalah kegagalan dari klon sel B ataupun sel

T dalam bereaksi terhadap antigen dan menjadi representasi terhadap

mekanisme untuk mempertahankan toleransi imunologi tubuh sendiri

(Cruse dan Lewis, 2003). Sistem imun spesifik sendiri meliputi sel B yang

membentuk antibodi dan sel T yang terdiri dari sel T helper, sel T

sitotoksik, sel T supresor, dan sel T delayed hypersensitivity. Salah satu

cara untuk mempertahankan sistem imun berada dalam kondisi optimal

adalah dengan asupan gizi yang baik dan seimbang. Kedua sistem imun

ini bekerja sama dengan saling melengkapi secara humoral, seluler, dan

sitokin dalam mekanisme yang kompleks dan rumit.

2. Pengertian Toleransi Imun

Toleransi Imunologi adalah ketidakmampuan dari sistem imunitas

untuk memberikan respons terhadap suatu antigen disebabkan oleh


5

induksi dari antigen yang sama sebelumnya. Dalam artian lain, toleransi

imun adalah kondisi dimana tidak terdapat respons imun padahal

seharusnya ada. Sel limfosit yang berhadapan dengan antigen dapat

menjadi aktif dan menghasilkan respons imun, ataupun dapat menjadi

tidak aktif (tereliminasi) dan menghasilkan toleransi. Antigen yang

menyebabkan toleransi disebut tolerogen (tolerogenic antigens).

Toleransi terhadap antigen yang diproduksi tubuh (self-antigen) disebut

sebagai self-tolerance (Abbas dkk., 2007). Tipe toleransi imun adalah self

dan non-self. Kegagalan untuk menyerang mikroba non-self (non-diri)

akan menyebabkan infeksi, sementara serangan protein self (diri) yang

tidak tepat dapat mengakibatkan autoimun. Toleransi imun memiliki

dampak negatif, hal ini memungkinkan beberapa mikroba patogen

berhasil menginfeksi inang dan menghindari eliminasi. Selain itu,

menginduksi toleransi perifer di lingkungan mikro lokal adalah strategi

kelangsungan hidup umum untuk sejumlah tumor yang mencegah

eliminasi mereka oleh sistem kekebalan inang. Toleransi imun ada untuk

mencegah pemasangan respons imun yang tidak tepat ke jaringan inang.

Fungsi dasar dari mekanisme toleransi ini adalah untuk mengeliminasi

atau secara fungsional menonaktifkan sel B atau sel T yang reseptor

antigennya mengenali antigen sendiri. Mekanisme toleransi dapat

dianggap terjadi pada dua titik dalam umur limfosit (Becker dkk., 2013).
6

3. Asal Mula Toleransi Imun


Dasar dari mekanisme

toleransi imunologi ditemukan pada

tahun 1945 ketika Owen melakukan

observasi terhadap kembar sapi non-

identik yang saling berbagi sirkulasi


Gambar II. 1 Kembar sapi non-identik
plasenta yang sama dan mengembangkan toleransi terhadap antigen dari

sel darah satu sama lain. Hal ini diteliti lebih lanjut oleh Burnet dan

Fenner. Mereka menduga bahwa suatu antigen yang mencapai sel limfoid,

dimana perkembangan imunitasnya belum matang, akan menekan

respons terhadap antigen yang sama saat paparan berikutnya dan hewan

tersebut secara imunologi telah matang. Percobaan lebih lanjut dilakukan

oleh Medawar, Brent, dan Billingham menggunakan transplantasi kulit

pada tikus. Medawar dan rekannya membuktikan teori Burnet dimana dia

menemukan prinsip penting bahwa toleransi imunologi dapat terjadi

karena adanya induksi dari suatu antigen pada suatu masa perkembangan

limfosit dan proses induksi tersebut dapat dilakukan secara buatan

(artificial) (Roitt & Delves, 2001).


7

4. Induksi Toleransi

Proses induksi

toleransi dijelaskan dalam

dua tipe, yakni toleransi

sentral dan toleransi

peripheral. Toleransi sentral

merupakan cara utama sistem

Gambar II. 2 Toleransi sentral dan peripheral


kekebalan belajar untuk

membedakan diri (self) dari non-diri (non-self) sementara toleransi perifer

adalah kunci untuk mencegah reaktivitas berlebihan dari sistem

kekebalan tubuh terhadap berbagai entitas lingkungan (allergen, mikroba,

dan lainnya).Toleransi sentral timbul selama perkembangan dari sel

limfosit di mana reseptor antigen sedang diatur ulang, sementara toleransi

peripheral dijelaskan sebagai toleransi yang timbul setelah sel limfosit

matang meninggalkan organ perkembangan primer (Shetty, 2005).

Toleransi sentral terjadi pada organ primer/sentral dari perkembangan sel

limfosit, yakni timus pada sel T dan sumsum tulang pada sel B. Selama

perkembangan sel B dan sel T di sumsum tulang dan thymus, kehadiran

antigen yang terdapat pada organ tersebut umumnya hanya berupa self-

antigen. Hal ini dikarenakan antigen asing dari luar tidak akan ditransport

ke dalam timus, melainkan ditangkap dan ditransportasikan menuju organ

limfoid perifer (Abbas, dkk 2007).


8

Tabel II. 1 Perbedaan Toleransi Sentral dan Periferal


Ket Toleransi Sentral Toleransi Periferal

Features Inaktivasi sel yang Penghambatan ekspresi


diperlukan untuk inisiasi respons imun
respons imun
Situs toleransi induksi Organ limfoid Jaringan limfoid perifer
generatif
Situs keterlibatan Aferen dari respons Anggota tubuh eferen
Anggota tubuh imun, yang berkaitan respons imun, yang
dengan sensitisasi dan berkaitan dengan
proliferasi sel generasi sel efektor
Partisipasi sel B Sel B yang belum Sel B dewasa
matang
Partisipasi sel T Timosit yang belum Sel T dewasa
matang
Mekanisme Penghapusan klonal
Penghapusan klonal
toleransi (kematian sel apoptosis,(kematian sel apoptosis);
seleksi negatif) anergi klonal (inaktivasi
fungsional tanpa
kematian sel);
ketidaktahuan klonal
(kegagalan untuk
mengenali ata u
mengakui antigen tanpa
costimulation);
penindasan aktivasi
limfosit dan fungsi
efektor oleh limfosit
pengatur
Fungsi Menghilangkan limfosit Mempertahankan tidak
yang berpotensi reaktif responsif terhadap
diri antigen diri
Paparan terhadap antigen dalam dosis tinggi akan memicu sel

limfosit muda mengalami beberapa kemungkinan selama toleransi

sentral, yakni sel tersebut akan apoptosis, beberapa sel B muda yang tidak

mati akan mengalami perubahan pada reseptor mereka sehingga tidak

mengenali antigen sendiri (proses ini disebut juga receptor editing), dan
9

beberapa CD4+ akan berdeferensiasi menjadi sel T regulator (sel T

suppressor) yang kemudian bermigrasi ke organ perifer dan mencegah

respons terhadap antigen sendiri. Toleransi peripheral terjadi saat limfosit

dewasa yang mampu mengenal antigen sendiri akan kehilangan

kemampuannya dalam memberikan respons (disebut anergy), turunnya

viability sel, dan terinduksi memicu apoptosis (Abbas, dkk 2007).

Defisit dalam toleransi sentral atau perifer dapat menyebabkan

penyakit autoimun, mengakibatkan sindrom seperti lupus eritematosus

sistemik, rheumatoid arthritis, diabetes tipe 1, sindrom poliendokrin

autoimun tipe 1 (APS-1), poliendokrinopati imunodisregulasi enteropati

X-linked syndrome (IPEX), dan berpotensi berkontribusi terhadap asma,

alergi, serta penyakit radang usus (Choi dkk., 2012; Round dkk., 2010;

Perniola, 2012).

5. Proses Toleransi imun Sel B dan Sel T

Sel B dapat menjadi toleransi terhadap suatu antigen melalui

empat tahapan peristiwa, yaitu clonal abortion, clonal exnaustion,

functional deletion, dan tahap terakhir adalah AFC blockade. Clonal

abortion adalah peristiwa ketika pertama kali sel B yang belum matang

bertemu dengan suatu antigen dalam jumlah yang kecil. Kondisi seperti

ini diduga dapat memicu pembatalan pematangan sel B untuk memicu

respons imun, hal tersebut mengakibatkan tidak terjadinya respons imun

terhadap antigen tersebut. Peristiwa clonal exhaustion terjadi jika terjadi


10

paparan terhadap suatu antigen yang bersifat T-independent dapat

menyebabkan terjadinya clonal exhaustion. Hal tersebut mengakibatkan

AFC dari sel B yang terbentuk berusia pendek dan akhirnya tidak lagi

tersedia sel yang dapat merespons antigen. Peristiwa delesi fungsional

disebabkan oleh keberadaan antigen yang dependent terhadap sel T

maupun yang bersifat independen. Terjadinya delesi fungsional

disebabkan oleh tidak adanya bantuan dari sel T untuk melawan antigen

tersebut sehingga sel B tidak dapat merespons secara normal. Dosis

antigen yang sangat besar dapat mengakibatkan terjadinya penghambatan

pembentukan sel AFC sehingga antibodi tidak terbentuk (Shetty, 2005).

Jalur toleransi pada sel T secara umum memiliki kemiripan

dengan sel B. Terdapat tiga tahapan yaitu clonal abortion, functional

deletion, dan suppression sel T. Clonal abortion adalah tahapan dimana

sel T yang belum matang dapat dihambat proses pematangannya dengan

cara yang mirip dengan sel B. Functional deletion terjadi saat sel T yang

matang fungsinya dihambat oleh paparan terhadap antibodi. Sel T

suppression bekerja dengan melepaskan materi penekan sel T sehingga

dapat menghambat fungsi sel T yang telah matang untuk mengenali

antigen (Shetty, 2005).

Sel T dan sel B memiliki karakteristik toleransi yang berbeda antar

satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut

meliputi waktu induksi, dosis antigen, keberadaan antigen, spesifisitas


11

antigen, dan durasi antigen. Waktu induksi yang dimiliki oleh sel T

berbeda dengan sel B dan bergantung pada jenis antigennya. Pada antigen

dependent sel T dapat terinduksi dengan cepat sedangkan sel B terinduksi

dalam waktu yang lebih lama, yaitu sekitar empat hari. Sedangkan pada

antigen yang independent terhadap sel T, antigen tersebut lebih cepat

menginduksi toleransi pada sel B (Shetty, 2005).

6. Contoh dan Proses Toleransi Imun

Toleransi imun penting untuk dipelajari karena berkaitan dengan

autoimun, kanker, transplantasi, infeksi, dan vaksinasi. Dengan

mempelajari bagaimana cara menginduksi limfosit spesifik untuk antigen

tertentu, kita dapat menggunakan pengetahuan ini untuk mencegah atau

mengontrol reaksi imun yang tidak diinginkan. Toleransi imunologi

sendiri terbagi menjadi 4, yaitu neonatal tolerance, adult tolerance, oral

tolerance, dan self tolerance. Contoh toleransi imun yaitu lupus

eritematosus sistemik. Penyakit tersebut disebabkan oleh kelainan

toleransi baik pada limfosit B maupun sel T helper. Adapun prosesnya

yaitu sebagai berikut :

1. Toleransi Limfosit B Sentral

Pada waktu limfosit B matur berinteraksi kuat dengan

antigen diri di dalam sumsum tulang, maka sel B baik akan

mengubah spesifisitas reseptor mereka (reseptor editing) ataupun


12

akan dibunuh (delesi). Mekanisme toleransi Limfosit B Sentral

seperti receptor editing, delesi, anergi.

Gambar II. 3 Toleransi sentral pada limfosit B imatur

Sel B imatur yang mengenali autoantigen di sumsum tulang

akan mengubah reseptornya atau akan mati karena apoptosis (seleksi

negative atau delesi) atau akan mnurunkan ekspresi reseptor

antigennya dan menjadi tidak tanggap secara fungsional (Abbas

dkk., 2007).

2. Toleransi Limfosit B Perifer

Limfosit B matur yang bertemu dengan antigen diri di

jaringan limfoid perifer aka menjadi tidak mampu untuk merespons

antigen tersebut. Apabila sel B mengenali antigen namun tidak

mendapat pertolongan sel T (karena sel T helper telah dieliminasi

atau bersifat toleran), sel B tersebut akan menjadi anergi karena

adanya hambatan persinyalan dari reseptor antigen.


13

Gambar II. 4Toleransi perifer pada limfosit B

Sel B matur yang mengenali autoantigen tanpa adanya

pertolongan sel T akan diinaktivasi dan menjadi tak mampu

menanggapi antigen tersebut atau akan mati karena apoptosis atau

aktivasinya ditekan oleh pengikatan terhadap reseptor penghambat

(Abbas dkk., 2007).

B. Pertanyaan

1. Dikatakan ada perbedaan karakteristik toleransi dari sel B dan sel T, nah itu

apa saja ya perbedaannya dan minta tolong dijelaskan? (Istiqomah,

1619002471)

Betul bahwa karakteristik toleransi sel T dan sel B ini berbeda, seperti

waktu induksi, dosis antigen, keberadaan antigen, spesifisitas antigen, dan

durasi antigen. Waktu induksi sel T berbeda dengan sel B dan bergantung

pada jenis antigennya. Pada antigen dependent sel T dapat terinduksi dengan

cepat sedangkan sel B terinduksi dalam waktu yang lebih lama, yaitu sekitar
14

empat hari. Sedangkan pada antigen yang independent terhadap sel T,

antigen tersebut lebih cepat menginduksi toleransi pada sel B (Shetty, 2005).
15

KESIMPULAN

1. Toleransi imunologik adalah ketidak tanggapan spesifik terhadap antigen yang

dipicu oleh paparan antigen tersebut terhadap limfosit.

2. Toleransi imunologi sendiri terbagi menjadi 4, yaitu neonatal tolerance, adult

tolerance, oral tolerance, dan self tolerance.

3. Adapun contoh toleransi imun yaitu penyakit lupus eritematosus sistemik, yang

disebabkan oleh kelainan toleransi baik pada limfosit B maupun sel T helper.
16

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K., dkk. 2007. Cellular and Molecular Immunology.

Becker, JC; Andersen MH; Schrama D; Straten. 2013. Immune-suppressive


properties of the tumor microenvironment. Cancer Immunol
Immunother. 62 (7): 1137–1148

Choi, J; Kim ST; Craft J. 2012. The pathogenesis of systemic lupus erythematosus-
an update. Curr Opin Immunol. 24 (6): 651–657.

Cruse, J. M. & Lewis, R. E. 2003. Illustrated Dictionary of Immunology.

Cruse, M. J., dkk. 2004. Immunology Guidebook. London.

Perniola, R. 2012. Expression of the autoimmune regulator gene and its relevance
to the mechanisms of central and peripheral tolerance.

Roitt, I. M & P. J. Delves. 2001. Roitt’s Essential Immunology 10th ed.

Round, JL; O'Connell RM; Mazmanian SK. 2010. Coordination of tolerogenic


immune responses by the commensal microbiota. J Autoimmun. 34 (3):
J220–J225.

Shetty, Nandini. 2005. Immunology: Introductory Textbook.

Anda mungkin juga menyukai