Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kumbang Tanduk (Orycter rhinoceros L.)


Kumbang O. rhinoceros L. atau kumbang nyiur merupakan salah satu jenis hama pada
tanaman kelapa yang termasuk dalam family (Scarabaeidae: Dynastidae) dan ordo
Coleoptera. Hama ini ternyata tidak hanya tersebar di Indonesia, tetapi juga tersebar luas di
daerah India, kawasan Asia Tenggara (terutama Philipina dan Malaysia), Formosa, Sailan,
Jamaica dan lain.

Klasifikasi O. rhinoceros menurut Kalshoven (1981) sebagai berikut:


Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Scarabaeidae
Genus : Oryctes
Spesies : Oryctes rhinoceros

Gambar 2.1. (a). Oryctes rhinoceros jantan dan (b). O. rhinoceros betina.

Kumbang tanduk (Orycter rhinoceros L.) merupakan hama yang utama menyerang
tanaman kelapa sawit di Indonesia, yang menggerek bagian pucuk kelapa sawit dan daun
serta pangkal daun bahkan dapat mengabitkan pelepah sawit tersebut menjadi patah
kemudian dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh
sehingga mematikan tanaman.

Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada malam hari dan mulai bergerak ke bagian
salah satu ketiak pelepah daun. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka maupun

6
menyerang pelepah daun yang telah terbuka serta dapat menyebabkan pelepah patah.
Serangan hama kumbang tanduk dapat menurunkan hasil produksi.

Kumbang tanduk Oryctes rhinoceros Linn memiliki ciri berwarna coklat gelap samppai
hitam mengkilap, panjang tubuh imago Oryctes rhinoceros Linn yaitu 35-55 mm dan
lebarnya 20-30 mm dengan satu tanduk yang menonjol pada bagian depannya. Pada ujung
perut yang betina terdapat bulu-bulu halus, sedangkan pada yang jantan tidak berbulu.

Kumbang Oryctes rhinoceros Linn memiliki siklus hidup yang bervariasi tergantung pada
habitat dan kondisi lingkungan. Kumbang betina biasanya mengasilkan 30-70 butir telur tiap
peletakan telur, lama stadia larva instar I sampai dengan instar III yaitu 60-165 hari. Stadia
pupa berlangsung selama 11-20 hari, siklus hidup kumbang betina dan jantan 274 hari dan
192 hari.

Kumbang badak menyerang tanaman kelapa sawit pada malam hari dan menggali ke
pusat pucuk tanaman (titik tumbuh) dengan tarsi, mereka akan memotong daun daun muda
yang masih berkembang. Kerusakan yang terjadi pada daun tua akan terlihat dalam bentuk
potongan ‘V’, terdapat lubang bekas gerekan pada pangkal pelepah daun atau batang, pelepah
daun terlilit sehingga tidak beraturan, dan pelepah muda mengering diantara daun daun yang
masih hijau. Serangan yang diakibatkan oleh Oryctes rhinoceros Linn dapat menyebabkan
kematian pada tanaman tersebut sehingga berkurangnya produksi.

Hama juga menyerang jenis palma lain seperti tanaman pinang dan sagu yang biasanya
jarang terjadi. Serangga dewasa umumnya bermigrasi ke daerah baru secara bertahap. Dalam
pergerakannya, kumbang badak termasuk serangga nokturnal dan peningkatan aktivitas
terjadi saat bulan purnama atau lampu kendaraan yang lewat di wilayah perkebunan akan
memandu hama ke pemukiman penduduk. Ditemukannya hama kumbang badak di sekitar
rumah merupakan pertanda terdapat ledakan populasi hama di areal sekitar. Serangan parah
terjadi saat hama merusak titik tumbuh yang berakibat pertumbuhan terhenti atau bahkan
kematian tanaman. Lama serangan pada titik tumbuh berkisar 4-6 hari, kemudian serangga
akan menetap untuk bereproduksi atau berpindah ke pokok kelapa di sekitarnya. Serangan
kumbang badak dapat diikuti oleh serangan kumbang sagu (Rhynchoporussp.) atau infeksi
bakteri/cendawan yang akan menyebabkan pembusukan. Indikator akan munculnya serangan
hama diketahui dari migrasi serangga dewasa dalam jumlah banyak ke rumah penduduk.
Pengendalian kumbang tanduk dengan menggunakan perangkap feromon sebagai insektisida

7
alami, ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan dengan pengendalian secara
konvensional.

2.2 Feromon

Feromon ialah zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh
makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu
proses reproduksi. Feromon merupakan senyawa yang dilepas oleh salah satu jenis serangga
yang dapat mempengaruhi serangga lain yang sejenis dengan adanya tanggapan fisiologi
tertentu. Berbeda dengan hormone, feromon menyebar keluar tubuh dan hanya dapat di
pengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis. Feromon berasal dari bahasa Yunani
„phero‟ yang artinya „pembawa‟ dan „mone‟ yang artinya „sensasi‟. Feromon merupakan
sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki daya pikat seks pada hewan
jantan maupun betina. Feromon diproduksi serangga yang umumnya merupakan campuran
senyawa kimia yang bersifat spesifik bagi setiap serangga. Senyawa kimia yang umum
terkandung dalam feromon adalah asam-asam lemak tak jenuh dengan molekul rendah seperti
hidrokarbon, alkohol, aldehida, keton, ester, epoksida, lakton, terpenoid, dan sesquiterpene.

Penemu zat feromon pertama kalinya pada hewan (serangga) adalah Jean-Henri
Fabre, ketika pada satu musim semi tahun 1870an pengamatannya pada ngengat ‘Great
peacock’ betina keluar dari kepompongnya dan diletakkan di kandang kawat di meja studinya
untuk beberapa lama menemukan bahwa pada pada malam harinya lusinan ngengat jantan
berkumpul merubung kandang kawat di meja studinya. Fabre menghabiskan tahun-tahun
berikutnya mempelajari bagaimana ngengat-ngengat jantan ‘menemukan’ betina-betinanya.
Fabre sampai pada kesimpulan jika ngengat betina menghasilkan ‘zat kimia’ tertentu yang
baunya menarik ngengat-ngengat jantan Komunikasi melalui feromon sangat meluas dalam
keluarga serangga. Feromon bertindak sebagai alat pemikat seksual antara betina dan jantan.
Jenis feromon yang sering dianalisis adalah yang digunakan ngengat sebagai zat untuk
melakukan perkawinan.
Berdasarkan fungsinya, feromon yang dihasilkan oleh serangga dibagi dalam dua
kelompok yaitu

1. Feromon primer (utama)


Feromon primer, yang berpengaruh terhadap system syaraf endokrin dan reproduksi
individu penerima sehingga menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis. feromon

8
primer yang terdapat pada serangga sosial dan belum banyak dipelajari karena
sulitnya mengisolasi feromon tersebut dari serangga.
2. Feromon releaser (bebas)

Feromon releaser yang memberikan pengaruh langsung terhadap sistem syaraf pusat
individu penerima untuk menghasilkan respon tingkah laku dengan segera. Feromon
releaser (bebas) yang dikelompokkan berdasarkan fungsi atau tingkah laku yang
ditunjukkan oleh penerima yaitu feromon seks, feromon agregasi, feromon tanda
bahaya, feromon pengikut jejak dan distribusi atau feromon penanda lokasi.

Feromon dalam serangga dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan
mengekstraksi dari serangga langsung menggunakan pelarut organik dan mensintesis
senyawa kimia penyusun feromon tersebut. Teknik isolasi feromon menggunakan metode
ekstraksi dinilai kurang efektif, karena disamping tidak bisa diketahui kadar konsentrasi yang
tepat dari feromon untuk mengendalikan hama, juga sulit dibuat dalam jumlah banyak karena
terbatasnya bahan baku. Teknik sintesis merupakan pilihan yang paling tepat untuk
mendapatkan feromon. Kelebihan teknik sintesis adalah dapat dibuat skala besar (industri),
waktu yang relatif pendek, pemilihan rute yang lebih banyak dan nilai ekonomis yang relatif
murah.

feromon memiliki beberapa fungsi yang sangat membantu dalam pengendalian hama
serangga antara lain sebagai berikut :
1. Mempertemukan jantan dan betina kawin
2. Agregasi pada makanan
3. Oviposisi
4. Alarm bila diserang
5. Kontrol perilaku kasta dalam semut
6. Stimulasi migrasi
7. Menghindari multioposisi
Feromon Alarm merupakan feromon yang dipergunakan untuk memperingatkan
serangga terhadap bahaya yang datang, apakah itu predator atau bahaya lainnya.
Tanggapannya dapat berupa membubarkan diri atau membentuk pertahanan koloni. Beberapa
anggota familia Hemiptera dan serangga sosial menggunakan feromon ini untuk menghadapi
bahaya. Bahan feromon ini pada afid misalnya, dikeluarkan melalui kornikulanya, yang

9
mengandung bahan feromon alarm umumnya farnesen, dan menyebabkan afid yang berada di
sekitarnya menjatuhkan diri, menjauh atau meloncat pergi.
Feromon jejak merupakan feromon yang digunakan untuk menunjukan arah
kelompok/koloni suatu serangga. Contohnya pada semut,pada semut ini digunakan feromon
sebagai penunjuk jejak.

Feromon agregasi adalah feromon yang diperlukan untuk mengumpulkan anggota


koloni atau pun individu dan mempengaruhi perilakunya sebagai suatu individu. Kegunaan
feromon ini berkisar dari penunjang perilaku makan, mating, berlindung, oviposisi, sampai ke
perilaku yang belum terdeteksi secara jelas. Ada yang berkorelasi dengan musim (hibernasi),
amplitudo harian (agregasi istirahat), berkaitan dengan stadia pertumbuhan (larva yang
bersifat gregarius) dan perilaku mengumpul lainnya. Setelah sumberdaya yang sementara
atau terbatas habis, maka agregasi akan terhenti dengan sendirinya.

Feromon agregasi tersebar penggunaannya pada berbagai ordo seperti misalnya


Orthoptera, Homoptera, Hemiptera, Coleoptera dan Hymenoptera. Familia yang paling
banyak dipelajari adalah Scolytidae, Coleoptera; terutama pada kumbang kulit kayu; seperti
genus Dendrocnotus dan Ips. Yang menarik, hampir semua feromon agregasi kumbang kulit
kayu adalah monoterpen yang secara rumus bangun mirip dengan jenis yang dihasilkan oleh
pohon inangnya. Reaksi agregasi merupakan tanggapan terhadap campuran molekul serupa
yang saling menunjang efektivitas masing-masing. Komponen molekul serupa semacam itu
membentuk suatu kerja kimia yang disebut sinergistik. Masing-masing senyawa sinergis
mungkin cukup efektif sebagai molekul tunggal, tetapi lebih efektif jika bahan tersebut
bercampur, jauh lebih efektif dibanding sekadar jumlah total efektivitas masing-masing.
Senyawa asam 4-metil oktanoat dan etil4-metil oktanoat merupakan contoh feromon
agregasi yang diproduksi oleh sebagian besar kumbang genus Oryctes dengan molekul yang
sederhana, sehingga mudah disintesis.

Gambar 2.2. Struktur senyawa asam 4-metil oktanoat dan etil-4-metil oktanoat sebagai penyusun
feromon agregasi genus Oryctes

10
2.3 Retrosintesis
Retrosintesis adalah proses pembelahan molekul target sintesis menuju ke materi start
yang tersedia melalui serangan pemutusan ikatan (diskoneksi) dan perubahan gugus fungsi
atau onterkonversi gugus fungsional (IGF). Restrosintesis adalah langkah awal sebelum
melakukan sintesis suatu senyawa target. Menurut Corey, retrosintesis merupakan Teknik
pemecahan masalah untuk mengubah struktur dari molekul target sintesis menjadi bahan –
bahan yang lebih sederhana melalui jalur yang berakhir pada suatu material start yang sesuia
dan mudah didapatkan untuk keperluan sintesis. Oleh karena itu, retrosintesis merupakan
suatu analisis teoritik yang didasarkan pada fakta-fakta reaksi yang telah diketahui
sebelumnya untuk melakukan diskoneksi maupun IGF. Analisis retrosintetik merupakan
prasyarat untuk melakukan sinteisi suatu molekul di laboratorium.
Bagian terpenting dari retrosintesis adalah diskoneksi yaitu operasi balik suatu reaksi melalu
suatu pembelahan yang dibayangkan dari suatu ikatan agar memutus molekul ke dalam
materi start yang mungkin. Diskoneksi seringkali tidak mudah dilaksanakan, tetapi ikatan
yang diputuskan haruslah berhubungan dengan reaksi – reaksi yang dipercaya serta
metodenya dapat dikerjakan di laboraturium. Ikatan tersebut merupakan ikatan – ikatan
strategik dalam molekul taget. Beberapa hal yang dijadikan dasar untuk melaksanakan
diskoneksi antara lain:
1.Analisis yang mendetail tentang struktur dari molekul target
2. pengetahuan yang mendasar tentang reaksi – reaksi kimia
3. pemahaman yang mendasar tentang ikatan, reaktivitas, dan stereokimia
4. pengembangan yang baik dalam hal intuisi dan rekayasa kimia
Disamping diskoneksi, IGF selalu dugunakan dalam retrosintesis terutama untuk
mengaktifkan suatu gugus fungsi dalam reaksi sintesisnya. Interkonversi gugus fungsi
merupakan prosis pengubahan suatu gugus fungsional ke dalam gugus yang lain dengan
reaksi substitusi, adisi, eliminasi, oksidasi, dan reduksi. Salah satu IGF yang penting dalam
sintesis feromon adalah perubahan dari gugus alkuna menjadi cis atau trans alkena tergantung
kebutuhan dalam sintesis.
2.4 Reaksi Mannich

Reaksi Mannich adalah sebuah reaksi organik yang mengandung alkilasi amino proton asam


terletak di sebelah gugus
fungsi karbonil dengan formaldehida dan amonia atau amina primer atau sekunder apapun.
Produk akhirnya adalah senyawa β-amino-karbonil. Reaksi antara aldimina dan karbonil α-

11
metilena juga dianggap sebagai reaksi Mannich karena imina ini merupakan bentuk antara
amina dan aldehida. Reaksi ini dinamakan atas kimiawan Carl Mannich.

Reaksi Mannich merupakan salah satu contoh adisi nukleofilik amina ke sebuah


gugus karbonil yang diikuti oleh eliminasi anion hidroksil menjadi basa Schiff. Basa Schiff
merupakan elektrofil yang bereaksi dalam dua langkah pada adisi nukleofilik kedua
dengan karbanion yang dihasilkan dari senyawa yang mengandung proton asam. Oleh karena
itu, reaksi Mannich mengandung sifat elektrofilik dan nukleofilik. Reaksi Mannich juga
dianggap sebagai reaksi kondensasi.

Pada reaksi Mannich, amonia atau amina primer atau sekunder digunakan untuk


aktivasi formaldehida. Amina tersier dan amina aril akan berhenti pada tahap basa Schiff
karena ia kekurangan proton untuk membentuk zat antara imina. Senyawa α-CH-asam
(Nukleofil) dapat berupa senyawa karbonil, senyawa nitril, senyawa asetilena,
senyawa nitro alifatik, senyawa α- alkil-piridina, atau senyawa imina. Penggunaan
heterolingkar seperti furan, pirola, dan tiofena juga dimungkinkan, karena struktur mereka
menyerupai bentuk enol dari senyawa karbonil.

Reaksi ini menghasilkan senyawa β-amino karbonil dan basa Mannich. Sebagai contoh
lihat tropinon. Reaksi Mannich memerlukan temperatur reaksi yang tinggi, waktu reaksi yang
lama, dan pelarut protik. Pembentukkan produk sampingan yang tidak diinginkan merupakan
fenomena yang umumnya terpantau.

Mekanisme reaksi Mannich dimulai dengan pembentukkan ion iminium dari amina dan


formaldehida.

12
Karena reaksi berjalan dalam lingkungan asam, senyawa dengan gugus fungsi karbonil
akan bertautomer menjadi bentuk enol. Setalah itu, ia akan menyerang ion iminium.

2.5 Penataan ulang Claisen (Claisen Rearrangement)

Reaksi penataan ulang Claisen merupakan salah satu reaksi penting untuk
pembentukan ikatan baru karbon-karbon dalam sintesis organik. Penataan ulang Claisen
(Claisen Rearrangement) didasari oleh penataan ulang sigmatropik, yaitu reaksi serentak
dengan suatu atom atau gugus yang terpisah dari satu atom ke atom yang lain disepanjang
sistim π terkonjugasi. Claisen pertama kali mengamati senyawa alifatik dari etil O-
alilasetoasetat yang didistilasi pada tekanan atmosfir dengan menambah senyawa ammonium
klorida dan diperoleh 2-alil-asetoasetat dengan rendemen 85% pada suhu 150-200˚C.
Penataan ulang Claisen dapat terjadi dengan memanaskan O-alil eter dari fenol dan akan
dihasilkan senyawa C-alil.

13
Gambar diatas merupakan reaksi penataan ulang Claisen secara konvensional,
pemanasan dalam reaksi organik menggunakan hot plate dan penangas air atau minyak.
Metode pemanasan ini dipengaruhi oleh faktor arus konveksi dan konduktivitas termal dari
sampel reaksi, sehingga proses transfer panas ke dalam sampel tidak effisien. Selain itu,
dinding bejana reaksi bisa lebih panas dari sampel yang ada didalamnya sehingga
menyebabkan dekomposisi produk. Dalam kurun waktu terakhir ini, pemanasan dengan
microwave menarik banyak perhatian peneliti karena dilaporkan dapat mempercepat
beberapa reaksi organik. Microwave dapat memanaskan sampel dengan melibatkan interaksi
molekul dalam sampel dengan medan listrik dari radiasi gelombang mikro. Metode
Microwave Assisted Organic Synthesis (MAOS) dianggap effisien karena dapat
mempercepat reaksi, menghasilkan rendemen yang lebih tinggi, selektifitas reaksi yang
tinggi, serta menghasilkan produk samping yang rendah.
Berdasarkan penelitian Lin (2007) dilaporkan bahwa reaksi penataan ulang Claisen
alil aril eter dengan ionic liquid pada suhu 200 oC menggunakan microwave dapat
mempercepat waktu reaksi dari 4 jam dengan metode konvensional menjadi 17 menit dengan
jumlah rendemen yang hampir sama.Di sisi lain, penggunaan katalis logam juga telah banyak
digunakan dalam mengkatalisis reaksi penataan ulang Claisen. Grant dan Liu (2005)
melaporkan katalis IrCl3/AgOTf adalah katalis yang effisien terhadap reaksi siklisasi dan
penataan ulang Claisen alil aril eter untuk menghasilkan dihidrobenzofuran. Reaksi
berlangsung pada suhu 60oC selama 24 jam dan menghasilkan rendemen sebanyak 60%.
Besi(III)klorida (FeCl3) menjadi katalis logam yang menarik untuk digunakan. FeCl 3
merupakan asam lewis yang dapat membentuk kompleks logam transisi yang akan
mendorong dan memfasilitasi penataan ulang intramolekul. Penggunaan katalis FeCl 3
memiliki keunggulan
Beberapa manfaat dari hasil sintesis penataan ulang Clasien adalah aplikasinya dalam
sintesis organik terutama golongan senyawa aromatis yang mengandung senyawa fenolik,
beberapa senyawa fenolik yang terjadi di alam telah disintesis melalui penataan ulang ini
adalah o-eugenol, elemisin, diil apiol, dan 4-alil syringol. Elemisin dan 4-alil syringol banyak
digunakan untuk flavor, obat-obatan, parfum, pasta gigi dan permen karet sedangkan diil
apiol banyak digunakan sebagai bumbu masakan.

14

Anda mungkin juga menyukai