Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Komponen Hadits (Mukharrij, Rawi, Matan, Sanad) dan Klasifikasi hadis

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah studi Al-Quran dan Hadist

Dosen pengampu : Mahmudatus Sa’diyah, S.E.Sy., M.E.Sy

Disusun oleh :

Afif Fadillah (221110003228)

Sayidah Aulia (221110003234)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS ISLAM NADHLATUL ULAMA
2022
KATA PENGANTAR

Tiada kalimat yang pantas penulis ucapkan kecuali rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul ‘’Komponen Hadits (Mukharrij, Rawi, Matan,
Sanad) dan Klasifikasi hadis ". Tidak lupa pula dukungan baik secara materil dan nonmateril yang
diberikan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, izinkan penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada:

- Mahmudatus Sa’diyah, S.E.Sy., M.E.Sy sebagi dosen studi Al-Quran dan Hadist

Penulis sadar bahwa makalah yang disusun ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, dengan
rendah hati penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
penyempurnaan makalah ini.

Jepara, November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................................iv
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................iv
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................iv
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................iv
1.3 Tujuan penulis.............................................................................................................................iv
BAB II.....................................................................................................................................................v
PEMBAHASAN........................................................................................................................................v
2.1 Sanad Hadits............................................................................................................................v
2.2 Matan Hadits...........................................................................................................................vi
2.3 Mukharrij...............................................................................................................................vii
2.4 Kedudukan Sanad dan Matan Hadits....................................................................................viii
BAB III...................................................................................................................................................ix
PENUTUP..............................................................................................................................................ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur),
matan (redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Berikut ini contoh hadits yang memuat ketiga unsur
tersebut.

Artinya:

“Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’i al-Qaisi, katanya telah
menceritakan kepadaku Abu Hisyam al-Mahzumi dari Abu al-Wahid, yaitu Ibnu Ziyad, katanya telah
menceritakan kepadaku Utsman bin Hakim, katanya telah menceritakan kepadaku Muhammad bin
al-Munkadir dari Amran, dari Usman bin Affan r.a. ia berkata: ‘Barang siapa yang berwudhu dengan
sempurna (sebaik-baik wudhu), keluarlah dosa-dosanya dari seluruh badannya, bahkan dari bawah
kukunya’.” (H.R. Muslim)

Dari nama Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’il Qaisi sampai dengan Usman bin Affan r.a. adalah
sanad hadits tersebut. Mulai kata man tawadda’ sampai kata tahta azfarih, adalah matannya,
sedangkan Imam Muslim yang dicatat di ujung hadits adalah perawinya, yang disebut juga
mudawwin.

B. Identifikasi Masalah

1. Sanad Hadits

2. Matan Hadits

3. Mukharrij

4. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan sanad hadits?

2. Apa yang dimaksud dengan matan hadits?

3. Apa yang dimaksud dengan Mukharrij?

4. Bagaimana kedudukan sanad dan matan di dalam

1.3 Tujuan penulis


Menjelaskan komponen hadist agar mudah di pahami oleh pembaca dan menyelesaikan tugas
makala kelompok 10 studi Al-Quran dan hadits
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sanad Hadits


1. Pengertian Sanad Hadits

Secara harfiah kata sanad berarti sandaran, pegangan (mu’tamad). Sedangkan definisi
terminologisnya ada dua sebagai berikut:

1. Mata rantai orang-orang yang menyampaikan matan.

2. Jalan penghubung matan, (yang) nama-nama perawinya tersusun.

Jadi, sederet nama-nama yang mengantarkan sebuah hadits itulah yang dinamakan sanad, atau
dengan sebutan lain sanad hadist.

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari
orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah SAW.
Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.

Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah
dari Anas dari Rasulullah SAW beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian
sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”. (H.R. Bukhari).

Maka sanad hadits bersangkutan adalah Al-Bukhari >Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas
> Nabi Muhammad SAW.

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam
lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan
penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan
lebih jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah:

- Keutuhan sanadnya

- Jumlahnya

- Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di
dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan
sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

2. Isnad, Musnid, dan Musnad

a. Isnad

Dari segi bahasa, isnad berarti mengangkat hadist hingga pada orang yang mengucapkannya.
Isnad merupakan bentuk atau proses. Sedangkan sanad adalah keadaannya. Namun demikian,
sebagian dari ahli hadits menyatakan bahwa kata isnad bermakna sama dengan kata sanad, yakni
merupakan jaring periwayatan hadits. Menurut Ibn al-Mubarak, isnad termasuk bagian dari agama,
seandainya tidak ada isnad niscaya orang akan berbicara sembarang, menurut apa maunya.

b. Musnid

Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik mempunyai ilmunya
maupun tidak kecuali ia mengisnadkan hadits seorang diri.

c. Musnad

Adapun musnad adalah materi hadits yang diisnadkan. Dalam pengertian istilah, kata musnad
mempunyai tiga makna, yaitu:

1) Kitab yang menghimpun hadits sistem periwayatan masing-masing shahabat, misalnya Musnad
Imam Ahmad;

2) Hadits marfu’ yang muttashil sanadnya, maka hadits yang demikian dinamakan hadits musnad;

3) Bermakna sanad tetapi dalam bentuk Mashdar Mim.

2.2 Matan Hadits


Secara harfiyah matan berasal dari bahasa Arab matn yang berarti apa saja yang menonjol dari
(permukaan) bumi, berarti juga sesuatu yang tampak jelas, menonjol, punggung jalan atau bagian
tanah yang keras dan menonjol ke atas, matnul-ard berarti lapisan luar/kulit bumi, dan yang berarti
kuat/kokoh.

Sedangkan menurut peristilahan Ilmu Hadits, al-Badr bin Jama’ahmemberikan batasan pengertian
matan yakni:

- Matan adalah redaksi (kalam) yang berada pada ujung sanad.

- Matan adalah kata-kata (redaksi) hadits yang dapat dipahami maknanya.

Matan hadits juga disebut dengan pembicaraan atau materi berita yang diover oleh sanad yang
terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah SAW, sahabat ataupun tabi’in. Baik isi pembicaraan
itu tentang perbuatan Nabi atau perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi SAW.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matan adalah redaksi atau teks bagi hadist. Dari contoh
sebelumnya makamatan hadits bersangkutan ialah:

"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia
cinta untuk dirinya sendiri"

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah ujung
sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan, matan hadist itu
sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang
melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang
bertolak belakang atau tidak).

Selama sejarah kehaditsan, konsep ajaran yang dibawa oleh Rasul hampir semuanya
dinarasikan/dibahasakan kembali oleh para sahabat dengan Faqahah dan skill kebahasaan mereka
masing-masing, tak terkecuali hadits qauli yang selanjutnya diteruskan oleh generasi sesudahnya
dengan kapasitas yang beragam dan sangat personal. Sehingga dapat dimaklumi jika lafazh yang
merumuskan konsep ajaran tersebut banyak memiliki redaksi yang berbeda-beda sebagaimana
terdokumentasikan dalam berbagai kitab koleksi dan kadang lafazhnya tidak fasih (rakikul-lafdh).
Seperti itulah riwayah bil-ma’na. Sehingga merupakan kesalahan yang fatal jika seseorang
mengkulturkan lafadh matan dan menganggapnya sakral. Karena hadits sangatlah berbeda dengan
al-Qur’an yang qath’iyyuts-tsubut sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah dalam surat al-Hijr ayat 9
tentang keterjaminan otentisitas al-Qur’an baik dari segi teks maupun substansi doktrinalnya.

Tata letak matan dalam struktur utuh penyajian hadits senantiasa berada pada ujung terakhir
setelah penyebutan sanad. Kebijakan peletakan itu menunjuk fungsi sanad sebagai pengantar data
mengenai proses sejarah transfer informasi hadits dari nara sumbernya. Dengan kata lain, fungsi
sanad merupakan media pertanggungjawaban ilmiah bagi asal-usul fakta kesejarahan teks hadits.

2.3 Mukharrij
Makna harfiah kata mukharrij yang berasal dari kata kharraja adalah orang yang mengeluarkan.
Makna tersebut juga bisa didatangkan dari kata akhraja dengan isin fa’ilnya mukhrij. Menurut para
ahli hadits, yang dimaksud dengan mukharrij adalah sebagai berikut: (Mukhrij atau mukharrij: orang
yang berperan dalam pengumpulan hadits). Dapat juga didefinisikan Mukharrijul Hadits adalah
orang yang menyebutkan perawi hadits. Istilah ini berbeda dengan al-muhdits/al-muhaddits yang
memiliki keahlian tentang proses perjalanan hadits serta banyak mengetahui nama-nama perawi,
matann-matan dengan jalur-jalur periwayatannya, dan kelemahan hadits.

Siapapun dapat disebut sebagai mukharrij ketika ia menginformasikan sebuah hadits baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan menyertakan sanadnya secara lengkap sebagai bukti
yang dapat dipertanggnung jawabkan tentang kesejarahan transmisi hadits. Yang pasti, mukharrij
merupakan perwi terakhir (orang yang terakhir kali menginformasikan) dalam silsilah mata rantai
sanad.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa apa yang dimaksud denganmukharrij atau mukhrij adalah
perawi hadits (rawi), atau orang-orang yang telah berhasil menyusun kitab berupa kumpulan hadits,
seperti al-Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, dsb. Dalam contoh hadits di atas al-Bukhari adalah
seorang mukharrij / mukhrij / rawi bagi sebuah hadits.

Setiap orang yang bergelut dalam bidang hadits dapat digolongkan menjadi beberapa tingkatan
antara lain sebagai berikut:

1. Al-Talib; adalah orang yang sedang belajar hadits.

2. Al-Muhadditsun; adalah orang yang mendalami dan menganalisis hadits dari segi riwayah dan
dirayah.

3. Al-Hafidz; adalah orang yang hafal minimal 100.000 hadits.

4. Al-Hujjah; adalah orang yang hafal minimal 300.000 hadits.

5. Al-Hakim; adalah orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan dengan hadits secara
keseluruhan baik ilmu maupun mushthalahul hadits.

6. Amirul Mu’minin fil hadits; ini adalah tingkatan yang paling tinngi.

Menurut syeikh Fathuddin bin Sayyid al-Naas, al-muhaddits pada zaman sekarang adalah orang yang
bergelut/sibuk mempelajari hadits baik riwayah maupun dirayah, mengkombinasikan perawinya
dengan mempelajari para perawi yang semasa dengan perawi lain sampai mendalam, sehingga ia
mampu mengetahui guru dan gurunya guru perawi sampai seterusnya.

2.4 Kedudukan Sanad dan Matan Hadits


Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang diperoleh/diriwayatkan
akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits, dapat
diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan hadits yang shahih atau tidak shahih untuk
diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.

Para ahli hadits sangat berhati-hati dalm menerima suatu hadits, kecuali apabila mengenal
dari siapa perawi hadits tersebut menerima hadits tersebut dan sumber yang disebutkan benar-
benar dapat dipercaya.

Pada masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., periwayatan hadits diawasi secara hati-hati dan
suatu hadits tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh orang lain. Ali tidak
menerima hadits sebelum orang itu disumpah.

Perhatian sanad di masa sahabat, yaitu dengan menghapal sanad-sanad itu dan mereka
mempunyai daya ingat yang luar biasa. Maka terpeliharalah sunnah Rasul dari tangan-tangan ahli
bid’ah dan para pendusta.

Ibn Hazm mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan dari orang yang dipercaya hingga
sampai kepada Nabi SAW dengan bersambung-sambung para perawinya adalah suatu keistimewaan
dari Allah, khususnya orang islam.

Upaya antisipasi terhadap gejala pemalsuan hadits ternyata efektif bila ditempuh dengan
mengidentifikasi kepribadian orang-orang yang secara berantai meriwayatkan hadits yang diduga
palsu.

Proses penghimpunan hadits secara formal memakan waktu yang lama (sejak abad ke 2 hijriyah
hingga 3 abad kemudian) melibatkan banyak orang dengan pola koleksi, cara seleksi dan sistimatika
yang beragam. Namun tanpa ada kesepakatan sebelumnya, telah terjadi kekompakan dikalangan
ulama kolektor hadits dalam mempotensikan sanad sebagai mahkota bagi keberadaan matan,
terbukti hampir seluruh kitab koleksi hadits menempatkan rangkaian sanad sebagai pengantar
riwayat, minimal nama perawi terutama pada pola penyajian hadits mua’allaq.

Akibat pemanfaatan dispensasi penyaduran (riwayah bi al ma’na) yang tidak merata dan diketahui
sebagian perawi lebih berdislipin meriwayatkan secara harfiyyah (riwayah bi al lafzi) maka uji
kualitas komposisi teks matan lebih ditentukan oleh tingkat kredibilitas perawi dengan sifat
kecenderungannya dalam beriwayat.

Hasil uji hipotesis tentang gejala shadz pada matan hadits ternyata berbanding lurus dengan
keberadaan rawi hadits (sanad) yang shadz. Shu’bah bin al Hajjaj ( w. 160 h) sebagaimana dikutip
oleh khatib al Baghdadi (w. 463 h) dalam al kifayah menegaskan :

‫ال يجيئك الحديث الشاذ اال من الرجل الشاذ‬

Tidak datang kepadamu hadis yang shadz kecuali riwayat hadits itu melalui orang yang shadz pu
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur), matan
(redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Matan
adalah redaksi/isi dari hadist. Mukhrij atau mukharrij: orang yang berperan dalam pengumpulan
hadits.

Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang diperoleh/diriwayatkan akan
mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits, dapat diketahui
hadits yang dapat diterima atau ditolak dan hadits yang shahih atau tidak shahih untuk diamalkan.
Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Solahudin, M. dkk, 2009, Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Mudasir, H. dkk, 2008, Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Munzier Suparta, 2006. Ilmu Hadis. Jaka

Anda mungkin juga menyukai