Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Kelarutan Minyak dan Lemak

Tabel 1. Data Pengamatan Kelarutan Minyak/ Lemak


Diameter Noda (cm)
Minyak
Pelarut Minyak Minyak Minyak Ket.
Kelapa Lilin Mentega
Kelapa Wijen Sawit
Tradisional
1,95 Tidak
Air 2,75 1,5 1,75 2,85 4,00
Larut
1,95 Sedikit
Etanol 2,00 1,95 1,10 0,70 2,40
Larut
Kloroform 3,45 2,60 2,00 2,55 2,45 3,00 Larut
n-heksan 2,60 2,50 2,30 3,30 2,05 3,40 Larut

4.1.2 Ekstraksi Minyak dan Lemak

Tabel 2. Data Pengamatan Hasil Ekstraksi


Diameter Noda (cm)
Minyak
Lapisan Minyak Minyak Minyak Ket.
Kelapa Lilin Mentega
Kelapa Wijen Sawit
Tradisional
Air 2,55 3,40 2,40 1,55 2,15 2,10 Tidak Larut
Organik 2,05 3,85 2,05 1,65 1,75 1,45 Larut

4.2 Reaksi

Adapun reaksi yang terjadi yaitu:

a. Reaksi Minyak dengan Air


b. Reaksi Minyak dengan Etanol

c. Reaksi Minyak dengan n-heksana

d. Reaksi Minyak dengan Kloroform


4. 3 Pembahasan

4.3.1 Kelarutan Minyak dan Lemak

Pada percobaan ini dilarutkan berbagai sampel minyak/lemak yaitu minyak

kelapa, minyak sawit, minyak wijen, margarin, dan lilin menggunakan berbagai

pelarut organik, diantaranya air, etanol, n-heksana, dan kloroform. Dari hasil

pengamatan, diperoleh diameter noda pada kertas saring yang telah dikeringkan

dalam oven. Pada pelarut akuades, dihasilkan noda yang kecil pada tiga sampel yang

ada yakni pada minyak kelapa tradisional 1,95 cm dan minyak wijen 1,5 cm

sehingga dapat dikatakan bahwa kelarutan minyak/lemak dalam air sangat kecil. Hal

ini disebabkan karena air adalah pelarut polar sedangkan minyak bersifat non polar,

sehingga kedua zat ini tidak bisa bercampur membentuk satu fasa. Adapun pada

pelarut etanol menghasilkan noda terkecil untuk beberapa sampel minyak kelapa

dengan diameter 2,00 cm; pada minyak sawit dengan diameter 1,10; lilin dengan

diameter 0,70; mentega dengan diameter 2,40. Hal ini menandakan bahwa sampel

minyak kurang larut sedikit disbanding pada pelarut air, hal ini tidak sesuai dengan

teori karena tingkat kepolaran etanol lebih rendah daripada air. Hal ini kemungkinan

disebabkan kesalahan pengukuran noda pada kertas saring.

Pada pelarut kloroform menghasilkan noda pada keempat sampel

minyak/lemak yang digunakan yaitu, minyak kelapa 3,45 cm; minyak kelapa

tradisional dengan diameter 3,45 cm; minyak wijen dengan diameter 2,00 cm;

minyak sawit dengan diameter 2,55 cm; mentega dengan diameter 3,00 cm; dan

pada lilin berdiameter 2,45 cm. Semua jenis sampel minyak/lemak mulai semakin

larut karena kloroform merupakan pelarut non polar sehingga noda yang

ditimbulkan lebih besar dari pada yang ditimbulkan pada etanol karena kloroform

lebih bersifat non polar.


Sama halnya dengan pelarut kloroform, pelarut n–heksana juga

menghasilkan noda pada kelima jenis sampel minyak/lemak tersebut yaitu minyak

kelapa dengan diameter 2,50 cm; minyak wijen dengan diameter 2,30 cm; minyak

sawit dengan diameter 3,30 cm; mentega dengan diameter 3,40 cm; minyak kelapa

tradisional dengan diameter 2,60 cm; dan lilin dengan diameter 2,05 cm. Hal ini

menunjukkan bahwa sampel minyak/lemak sangat larut dalam pelarut n-heksana.

Berdasarkan teori, pelarut n-heksana mempunyai tingkat kepolaran paling rendah

diantara tiga pelarut lainnya. Sehingga diameter yang dihasilkan merupakan

diameter paling besar karena sampel minyak larut pada pelarut non polar. Namun

dari hasil pengamatan, hanya pada sampel minyak wijen dan minyak sawit diperoleh

kelarutan minyak/lemak yang sesuai dengan teori, sedangkan pada sampel minyak

kelapa, minyak kelapa tradisional, mentega, dan lilin menunjukkan kelarutan yang

tidak sesuai. Hal ini mungkin terjadi akibat kesalahan dalam melakukan percobaan

baik pada praktikan maupun pada alat yang digunakan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu minyak dan lemak

ialah panjang pendeknya rantai asam lemak penyusunnya. Suatu minyak atau lemak

dengan rantai pendek dapat dengan mudah larut dalam air, sementara itu minyak

atau lemak dengan rantai panjang tidak dapat larut dalam air. Semakin panjang

rantai atom karbon penyusun lemak dan minyak, semakin tidak polar minyak dan

lemak tersebut, sehingga semakin tidak larut dalam air.

Dari hasil pengamatan, diperoleh diameter noda yang ditetesi diatas kertas

saring dan dikeringkan di dalam oven. Dimana noda dengan diameter terbesar

merupakan noda untuk tingkat kelarutan yang besar, jadi pelarut yang digunakan

adalah pelarut yang baik. Hal ini disebabkan karena semakin larut minyak dan lemak

dalam suatu pelarut, maka partikel-partikel minyak dan lemak tersebut akan semakin
terdistribusi secara merata dalam pelarut, sehingga apabila pelarut diteteskan pada

suatu kertas saring dan kemudian kertas saring tersebut dipanaskan hingga

pelarutnya menguap, akan tersisa noda minyak atau lemak yang diameternya besar.

Berbeda jika minyak dan lemak tersebut tidak larut. Jika minyak dan lemak tidak

larut, maka dalam pelarut tersebut tidak ada partikel-partikel lemak atau minyak,

sehingga apabila pelarut diteteskan pada kertas saring dan kemudian dipanaskan

hingga pelarut tersebut menguap, maka tidak ada noda minyak atau lemak pada

kertas saring.

Berdasarkan teori, kelarutan minyak dalam pelarut organik yaitu

air < etanol < kloroform < n heksana. Semakin larut minyak dan lemak dalam suatu

pelarut, maka partikel-partikel minyak dan lemak tersebut akan semakin terdistribusi

secara merata dalam pelarut, sehingga apabila pelarut diteteskan pada suatu kertas

saring dan kemudian kertas saring tersebut dipanaskan hingga pelarutnya menguap,

akan tersisa noda minyak atau lemak yang diameternya besar. Berdasarkan

percobaan yang dilakukan, kelarutan minyak yang paling baik adalah dalam

n-heksana. Urutan kelarutan pelarut dalam lemak adalah etanol < air < kloroform <

n-heksana. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Kemungkinan disebabkan kesalahan

pengukuran noda pada kertas saring dan kurang ketelitian praktkan.

4.3.2 Ekstraksi Minyak dan Lemak

Pada percobaan ekstraksi minyak dan lemak, larutan air dan minyak

(sampel) yang telah ditambahkan dengan pelarut organik (n-heksana), dihasilkan

dua lapisan. Hal ini disebabkan karena lapisan air bersifat polar sehingga tidak

bercampur dengan pelarut organik yang bersifat non polar. Oleh sebab itu keduanya

mudah dipisahkan dengan cara dipipet. Selanjutnya, pada lapisan air dicampur
kembali dengan pelarut organik (n-heksana) dan dipisahkan lagi sehingga diperoleh

kembali lapisan organik dan digabungkan untuk kemudian lapisan air dan lapisan

organik diteteskan pada kertas saring lalu dikeringkan dalam oven dan diukur

diameternya.

Berdasarkan pengukuran diameter noda pada kertas saring, kertas saring

yang ditetesi lapisan air diperoleh hasil yakni sampel minyak kelapa 3,40 cm;

minyak sawit 1,55 cm; minyak wijen 2,40 cm; mentega 2,10 cm; lilin 2,15 cm;

minyak kelapa tradisional 2,55 cm. Hasil ini bertentangan dengan teori dan hasil

praktikum, dimana air tidak melarutkan minyak dan lemak. Pada kertas saring yang

ditetesi lapisan organik, diperoleh hasil yakni sampel minyak kelapa 3,85 cm;

minyak sawit 1,65 cm; minyak wijen 2,05 cm; mentega 1,45 cm; lilin 1,75 cm;

minyak kelapa tradisional 2,05 cm. Hal ini menandakan bahwa minyak/lemak larut

dalam pelarut organik n-heksana. Hal ini sudah sesuai teori bahwa terbentuknya

noda pada kertas saring menunjukkan bahwa minyak/lemak terdistribusi dengan

baik dalam pelarut kloroform karena minyak/lemak bersifat non polar sehingga

dapat larut dalam kloroform yang bersifat non polar. Hal ini menandakan bahwa

kloroform adalah pelarut yang baik untuk digunakan dalam ekstraksi minyak/lemak.

Anda mungkin juga menyukai