Anda di halaman 1dari 41

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Berdirinya IDB (Islamic Development Bank) pada sidang menteri

keuangan di Jeddah tahun 1975, menjadi titik awal gagasan pendirian bank-bank

syariah di berbagai negara. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an,

bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan,

Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki (Antonio, 2001:21).

Pada tahun 1985, sistem perbankan syariah dalam lingkup internasional

mampu memobilisasi dana sebesar US $ 5 milyar yang sampai tahun 1999 telah

meningkat menjadi US $ 80 milyar. Beberapa institusi keuangan konvensional,

seperti Citibank, JP morgan, Deutsche Bank, ABN Amro dan American Express

telah mengenalkan produk tanpa bunga kepada konsumennya. Demikian pula

perusahaan-perusahaan multinasional seperti General Motors, IBM, dan Daewoo

Corporation yang telah memulai menggunakan jasa keuangan tanpa bunga ini

(Haron dan Ahmad, 2000 :1)

Berkembangnya bank syariah di kancah internasional, memberi pengaruh

bagi pengembangan bank syariah di Indonesia. Mengingat Indonesia berpenduduk

88 persen muslim (Sensus Penduduk, 2000), maka pantaslah bila awal

pendiriannya kental dengan peluang captive market yang dimiliki Indonesia.

Awal tahun 1980-an, diskusi mengenai ekonomi Islam mulai dilakukan.

Bahkan uji coba dalam relatif terbatas telah dilakukan. Diantaranya adalah
BAB I PENDAHULUAN 2

BaitutTamwil Salman Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta. Prakarsa

lebih khusus bagi pendirian bank Islam baru dimulai tahun 1990. MUNAS IV

MUI ( Majelis Ulama Indonesia ) pada agustus 1990 membentuk kelompok kerja

untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia (Antonio, 2001: 24).

1 Mei 1992 berdirilah bank syariah pertama di Indonesia; Bank Muamalat

Indonesia, dengan total komitmen modal disetor Rp 106.126.382.000,- Namun,

perangkat hukum operasinya dalam UU No.7 tahun 1992 belum memuat sistem

syariah yang memadai. Baru di era reformasi, UU No.10 tahun 1998 memuat

secara rinci landasan operasi bank syariah dan memberi arahan bagi bank-bank

konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri

secara total menjadi bank syariah (Antonio, 2001: 25).

Pengesahan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 membuka peluang yang

kian luas bagi pengembangan bank syariah. Bukan hanya menyebut bank syariah

dan bank konvensional secara berdampingan, tapi undang-undang ini juga

memuat prinsip produk perbankan syariah seperti murabahah1, salam2, istisna3,

mudharabah4, musyarakah5 dan ijarah6. Undang-undang ini memberikan efek

1
Jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Contoh dalam
aplikasi perbankan: Produk pembiayaan barang-barang investasi domestik maupun luar negri
seperti melalui L/C (Antonio,2001:101-107)
2
Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka,
Contoh dalam aplikasi perbankan: Pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu relatif pendek,
yaitu 2-6 bulan. (Antonio,2001:111)
3
Kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. (Antonio,2001:115)
4
Dijelaskan lebih lengkap dalam bab II
5
Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. (Antonio,2001:90)
6
Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. (Antonio,2001:117)
BAB I PENDAHULUAN 3

perlakuan yang sama diantara bank syariah dan konvensional, padahal saat itu

baru ada satu bank syariah dan sekitar 70 BPR syariah7.

Perkembangan syariah dapat dilihat dari jaringan kantor perbankan

syariah, yang di tahun 1998 baru ada satu bank umum dengan 10 kantor cabang; 1

kantor cabang pembantu; serta 19 kantor kas, menjadi 2 bank umum syariah

dengan 123 kantor; 7 unit usaha syariah pada bank umum konvensional yang

tersebar dengan 39 kantor; serta 85 BPRS. Diakhir tahun 2003 jumlah bank

syariah telah genap sepuluh buah. Apabila dilakukan pembedaan dengan

menggunakan konsep full Islamic banking dan konsep Dual Banking System,

hingga tahun 2000 terdapat dua bank dengan konsep full islamic Banking (Bank

Muamalat dan bank Syariah Mandiri) dan dua bank konvensional yang membuka

branch syariah (Bank IFI dan BNI Syariah). Sepanjang tahun 2001 – 2003

terdapat enam bank konvensional lainnya yang membuka branch syariah.(lihat

tabel 1.1)

7
Jumlah ini sangat kecil dibanding dengan 400 bank konvensional dan 8000 BPR konvensional
BAB I PENDAHULUAN 4

Tabel 1.1

Jumlah Kantor Bank Syariah

2001 – Desember 2003

2001 2002 2003


Kelompok Bank KP/ UUS KC KCP KK KP/ KC KCP KK KP/ KC KCP KK
UUS UUS
Bank Umum Syariah
Islamic Commercial Banks : 2 36 5 43 2 43 11 59 2 74 20 113
1. Bank Muamalat Indonesia 1 13 5 37 1 13 7 46 1 33 8 80
2. Bank Syariah Mandiri 1 23 0 6 1 30 4 13 1 41 12 33
Unit Usaha Syariah
Islamic Banking Unit: 3 12 0 0 6 25 0 0 8 42 6 0
1. Bank IFI 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0
2. Bank Negara indonesia 1 10 0 0 1 12 0 0 1 12 5 0
3. Bank Jabar 1 1 0 0 1 3 0 0 1 4 0 0
4. Bank Rakyat Indonesia - - - - 1 2 0 0 1 11 0 0
5. Bank Danamon - - - - 1 5 0 0 1 10 0 0
6. Bank Bukopin - - - - 1 2 0 0 1 2 0 0
7. Bank Intl Indonesia - - - - 1 - - - 1 2 0 0
8. HSBC - - - - - - - - 1 0 1 0
Bank Perkreditan Rakyat 81 0 83 0 0 0 84 0 0 0
Syariah
Islamic Rural Banks
TOTAL 86 48 5 43 91 68 11 59 94 116 26 113

Sumber : Statistik Perbankan Syariah Desember 2003, Bank Indonesia


Ket :
KP = Kantor Pusat
UUS = Unit Usaha Syariah
KC = Kantor Cabang
KCP = Kantor Cabang Pembantu
KK = Kantor Kas

Selain itu perkembangan bank syariah terlihat dari jumlah dana pihak

ketiga dan pembiayaan yang diberikan. Jumlah dana pihak ketiga yang
BAB I PENDAHULUAN 5

dikumpulkan bank syariah meningkat tajam dari Rp. 463,45 miliar di tahun 1997

menjadi Rp. 4,33 triliun pada oktober 2003. Pembiayaan yang disalurkan bank

syariah juga mengalami peningkatan dari Rp. 490,20 miliar di tahun 1997

menjadi Rp 4,68 triliun pada oktober 2003. Sejalan dengan itu, profit yang

dikumpulkan meningkat dari Rp. 25,14 miliar di tahun 2000 menjadi Rp 88,935

triliun pada November 2003. Akhir desember 2002 total aset perbankan syariah

berjumlah 4.045.235 juta, meningkat sebesar 48,789% dibandingkan posisi

Desember 2001. Namun, ditinjau dari perbankan nasional, peran perbankan

syariah amatlah kecil dibandingkan Bank konvensional. Total aset perbankan

syariah hingga maret 2003 hanya menyumbangkan 0,42 % dari total aset

perbankan nasional. Lebih lengkap disajikan dalam tabel 1.2 dan 1.3

Tabel 1.2

Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank

Maret 2003

Perbankan Syariah Total Bank


Nominal % terhadap
Total Aset 4.63 0.42 % 1100
Dana Pihak ketiga 3.32 0.40 % 833.4
Kredit 3.66 0.87 % 420.52
LDR/FDR*) 110.22
NPL 3.96
*) FDR = Financing extended/Deposit Fund
LDR = Credit extended/Deposit Fund
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia,Maret 2003

Tabel 1.3

Komposisi Dana Pihak Ketiga (Deposit Fund) Perbankan Syariah


(juta rupiah)

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003*)


BAB I PENDAHULUAN 6

Giro Wadiah 78.122 68.008 86.703 219.413 299.982 358.964 548.350


Tabungan Mudharabah 98.671 102.836 175.250 336.051 590.872 815.308 10252.202
Deposito Mudharabah 286.664 221.075 324.614 483.539 915.512 1.743.454 2.534.426
Total 463.457 221.075 324.614 483.539 915.512 1.743.454 4.334.978
Pertumbuhan (%) - 15.43 49.67 77.13 73.86 61.52 48.57

*) sampai Agustus 2003


Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia

Grafik 1.1

Pertumbuhan Dana Pihak ketiga Perbankan Syariah

Sumber : Tabel 1.3

Dalam upaya pengembangan sistem perbankan syariah yang sehat dan

mampu menjawab tantangan masa mendatang, Bank Indonesia menyusun “Cetak

Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” ( Biro Perbankan Syariah

BI, 2002). Sasaran pengembangan perbankan syariah sampai tahun 2011 tersebut

memuat :

- Terpenuhi prinsip syariah dalam operasional ;

- Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan

syariah;
BAB I PENDAHULUAN 7

- Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien,

serta

- Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan

masyarakat luas.

Dalam upaya mewujudkan sasaran tersebut, Bank Indonesia

mencanangkan langkah-langkah strategis yang pelaksanaanya dibagi dalam empat

focus area, yakni : mendorong kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah secara

konsisten, menyempurnakan regulasi dan sistem pengawasan yang sesuai dengan

karakteristik perbankan syariah, mendukung terciptanya efisiensi operasional dan

daya saing bank syariah, serta meningkatkan kestabilan sistem, peran, dan

kemanfaatan perbankan syariah bagi perekonomian secara umum.

Seperti dalam perbankan konvensional, perbankan syariah juga bergantung

pada depositor yang menyimpan uangnya di bank. Seiring dengan meningkatnya

pengetahuan masyarakat mengenai perbankan syariah, tingkat bagi hasil menjadi

salah satu insentif depositor untuk menyimpan uangnya di bank syariah. Bahkan,

penelitian Erol dan El-Bdour (1989) di Sudan dan Turki membuktikan bahwa

agama bukanlah alasan utama depositor menyimpan uangnya di bank syariah.

Penelitian Haron et.al.(1994); dan Gerrad dan Cunningham(1997), membuktikan

bahwa alasan agama dan profit menjadi pertimbangan utama penabung bank

syariah di Malaysia dan Singapura.

Di Indonesia ,penelitian Potensi dan Preferensi Perilaku Masyarakat di

Pulau Jawa terhadap Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia (2000) bekerja
BAB I PENDAHULUAN 8

sama dengan beberapa universitas negeri8. Dari hasil penelitian tersebut diketahui

bahwa dari 4.025 responden9, 94 persen berpandangan bahwa sistem bagi hasil

adalah sistem yang dinilai universal dan dapat diterima, serta menguntungkan.

Dari penjelasan diatas, menjadi penting kini untuk mengetahui faktor-

faktor apa yang memotivasi depositor untuk menyimpan dananya di bank syariah,

dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya

penghimpunan dana pihak ketiga bank syariah di Indonesia khususnya simpanan

mudharabah.

Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut, penulis mencoba menganalisis

berbagai variabel yang menentukan besarnya simpanan tabungan dan deposito

mudharabah perbankan syariah di Indonesia, untuk itu penulis mengambil judul :

“ ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIMPANAN

MUDHARABAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE

1993.I – 2003.IV MENGGUNAKAN PENDEKATAN KOINTEGRASI DAN

ERROR CORRECTION MECHANISM (ECM) ”

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan

yang ada sebagai berikut :

8
Penelitian ini berjudul “Potensi,Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di
Pulau Jawa” dilaksanakan melalui kerjasama BI dengan LP-IPB di wilayah Jawa Barat, LP-
UNDIP di wilayah Jateng&DIY, dan UNIBRAW di wilayah Jatim.
9
Dengan 2% responden non muslim
BAB I PENDAHULUAN 9

1. Apa saja variabel – variabel yang mempengaruhi besarnya simpanan

mudharabah perbankan syariah di Indonesia dalam jangka pendek dan

jangka panjang?

2. Dari sekian banyaknya variabel yang menentukan besarnya simpanan

mudharabah perbankan syariah, variabel apa saja yang secara

signifikan menentukan besarnya simpanan mudharabah perbankan

syariah di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?

3. Apakah motif dan kecenderungan utama masyarakat menyalurkan

dana pihak ketiganya (dalam bentuk mudharabah) ke perbankan

syariah ?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Memperoleh model regresi yang dapat menjelaskan apa saja variabel

yang mempengaruhi besarnya simpanan mudharabah perbankan

syariah di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2. Mengetahui variabel apa saja yang secara signifikan menentukan

besarnya simpanan mudharabah perbankan syariah di Indonesia dalam

jangka pendek dan jangka panjang.


BAB I PENDAHULUAN
10

3. Mengetahui motif dan kecenderungan utama masyarakat menyalurkan

dana pihak ketiganya (dalam bentuk mudharabah) ke perbankan

syariah

1.3.2 MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi praktisi, khususnya dari pihak perbankan syariah , hasil penelitian

ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan

sebagai bahan dalam mengevaluasi dan menentukan kebijakan

perbankan yang harus dikembangkan guna meningkatkan partisipasi

muslim dalam menyimpan dananya di perbankan syariah, khususnya

penghimpunan simpanan mudharabah.

2. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan menambah referensi

untuk penelitian sejenisnya, pemasyarakatan ilmu ekonomi syariah dan

memacu motivasi untuk melakukan penelitian sejenis.

1.4 KERANGKA PEMIKIRAN

1.4.1 Teori Tingkat Bunga

1.4.1.1 Teori Klasik tentang Tingkat Bunga: Loanable Funds

Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga, makin

tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menyimpan

dananya di bank. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat

terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi


BAB I PENDAHULUAN
11

guna menambah tabungan (Nopirin, 1992:70-72). Sedangkan bunga

adalah”harga” dari (penggunaan) loanable funds, atau bisa diartikan sebagai dana

yang tersedia untuk dipinjamkan atau dana investasi, karena menurut teori klasik

bunga adalah”harga” yang terjadi di pasar investasi.

Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga. Semakin tinggi

tingkat bunga(tingkat bunga kredit), maka keinginan untuk melakukan investasi

juga semakinkecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran

investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut lebih

besar dari tingkat bunga yang harus dibayarkan untuk dana investasi tersebut

sebagai ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Makin rendah tingkat

bunga, maka pengusaha akan terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya

penggunaan dana juga makin kecil.

Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada dorongan

untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat

sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi.

Secara grafik, keseimbangan tingkat bunga dapat digambarkan sebagai

berikut:

Grafik 1.3

Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi

i
Tabungan

i1

i0 Investasi 1
BAB I PENDAHULUAN
12

Investasi 0
0
Sumber : S0 S1 Penawaran dana / Loanable Funds

Nopirin (1992:71)

1.4.1.2 Teori Keynes tentang Tingkat Bunga : Liquidity Preference

Keynes dalam teori menyebutkan bahwa tingkat suku bunga ditentukan

oleh permintaan dan penawaran uang. Menurut teori ini, ada tiga motif mengapa

seseorang bersedia untuk memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, berjaga-

jaga, dan spekulasi (Budiono, 1982: 82). Tiga motif inilah yang merupakan

sumber timbulnya permintaan uang yang diberi istilah liquidity preference, artinya

permintaan akan uang menurut teori Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa

umumnya orang menginginkan dirinya tetap liquid untuk memenuhi tiga motif

tersebut.

Teori Keynes Menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan

orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan

akan uang untuk tujuan spekulasi. Dalam hal ini, permintaan besar apabila tingkat

bunga rendah dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi.

1.4.1.3 Sintesis Klasik dan Keynesian : Analisis IS – LM

Seorang ekonom kenamaan Inggris, Sir John Hicks, menekankan bahwa

tingkat suku bunga bisa dikatakan benar-benar merupakan tingkat bunga

keseimbangan bagi suatu perekonomian, apabila tingkat bunga tersebut memenuhi


BAB I PENDAHULUAN
13

keseimbangan di pasar dana investasi (loanable funds) dan sekaligus

keseimbangan di pasar uang. Alat analisis yang digunakan oleh John Hicks adalah

kurva IS-LM.

Kurva IS menyatakan bahwa tabungan tidak hanya ditentukan oleh tingkat

bunga, namun juga oleh tingkat pendapatan (Marginal propensity to save), yaitu

tabungan akan naik apabila pendapatan nasional naik. Sebaliknya, pendapatan (Y)

akan naik bila investasi (I) akan naik apabila tingkat suku bunga(i) turun. Dari

hubungan semua variabel tersebut dapat diturunkan kurva IS yang menunjukkan

tingkat bunga keseimbangan di pasar dana investasi (loanable funds) pada setiap

tingkat pendapatan (Y). Sedangkan kurva LM menunjukkan tingkat bunga

keseimbangan yang terjadi di pasar uang (sebagai aktiva) pada setiap tingkat

pendapatan nasional(Y) (Yuniawan,1998). Berikut ini penjelasan gambarnya

dalam grafik 1.4 :

Grafik 1.4

Hubungan Tingkat Bunga dan Pendapatan Nasional

Tingkat Bunga ( r)

LM
BAB I PENDAHULUAN
14

re

IS

Y
0
Ye

Jadi tingkat bunga keseimbangan yang sesungguhnya, menurut sintesis

Hicks adalah tingkat bunga yang merupakan tingkat bunga keseimbangan di pasar

investasi dan sekaligus merupakan keseimbangan di pasar uang.

1.4.2 Teori Permintaan Uang dalam Islam (Karim,2002:150-157)

Dalam Islam, hanya dikenal dua motif permintaan akan uang, yaitu motif

transaksi dan motif berja-jaga. Karena Islam melarang tindakan spekulasi,

instrumen moneter tidak menggunakan variabel yang mengarah kepada motif

spekulasi. Penggunaan instrumen pengganti suku bunga dimaksudkan untuk

mencapai tujuan yang penting dan mendesak serta mendorong investasi yang

produktif dan efisien.

1.4.2.1 Permintaan Uang Mazhab Iqtishaduna

Permintaan akan uang ditujukan hanya untuk memenuhi dua tujuan pokok,

yaitu untuk transaksi atau berjaga-jaga. Secara matematis, formula permintaan

akan uang dituliskan sebagai berikut :


BAB I PENDAHULUAN
15

Md = Md trans + Md prec

Permintaan akan uang untuk transaksi merupakan fungsi tingkat

pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan, permintaan akan uang

untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga meningkat.

Fungsi permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi juga

permintaan akan uang untuk investasi dan tabungan) ditentukan oleh besar

kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak tunai. Apabila harga

bayar tangguh meningkat, permintaan akan uang riil berkurang karena orang lebih

senang memegang barang yang pada waktu mendatang harganya meningkat. Pada

masa Rasulullah, permintaan akan uang dilandasi hanya oleh dua motif, yaitu

untuk transaksi dan berjaga-jaga.

Md = Md tr + Mdpr ; apabila Md tr turun maka Mdpr naik

Meningkatnya permintaan akan uang untuk transaksi meningkatkan

velositas (peredaran) uang V naik yang selanjutnya mengakibatkan meningkatnya

harga bayar tangguh Pt/Po.

Setiap fungsi permintaan akan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dapat

dituliskan sebagai berikut :

Md trans = f (Y)

Md prec = f (Y, Pt/Po )

Dalam formula permintaan uang dibawah terlihat bahwa variabel bebas

pendapatan (Y) mempunyai koefisien yang positif dan harga bayar tangguh

mempunyai koefisien negatif.

+ -
BAB I PENDAHULUAN
16

Md = f (Y , Pt/Po)

1.4.2.2 Mazhab Mainstream

Seperti mazhab pertama, mazhab ini berpendapat permintaan akan uang

dalam Islam hanya dikenal untuk transaksi dan untuk berjaga-jaga. Perbedaannya

terletak pada perilaku permintaan akan uang untuk berjaga-jaga dan variabel yang

mempengaruhi.

Landasan filosofis teori dasar permintaan akan uang adalah arahan islam

agar sumber-sumber daya dimanfaatkan maksimum dan efisien. Dalam hal ini,

hoarding money atau penimbunan kekayaan merupakan kejahatan penggunaan

uang.

Strategi utama mazhab mainstream adalah pengenaan pajak terhadap aset

produktif yang menganggur (dues of iddle cash) dengan tujuan mengalokasikan

sumber dana pada kegiatan usaha produktif.

Kebijakan ini berdampak pada pola permintaan akan uang untuk motif

berjaga-jaga. Semakin tinggi tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif

yang dianggurkan, permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Secara sederhana

dapat dianalogikan sebagai berikut. Ahmad yang memiliki kekayaan berupa tanah

yang hanya dianggurkan tidak mendapatkan nilai tambah dari kekayaannya. Agar

tanah tersebut memiliki nilai tambah, Ahmad harus mengelola tanah itu secara

produktif. Instrumen yang digunakan adalah pajak terhadap tanah yang

dianggurkan tersebut.Artinya, Ahmad akan terkena resiko pembebanan pajak

apabila tanah miliknya tetap dianggurkan.


BAB I PENDAHULUAN
17

Secara matematis, permintaan akan uang untuk mazhab kedua ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Md = Md tr + Mdpr

Md trans = f (Y)

Md prec = f (Y, μ )

Tingkat dues of iddle fund diwakili oleh nilai μ. Semakin tinggi nilai μ,

semakin kecil permintaan uang untuk berjaga-jaga karena biaya resiko untuk

membayar pajak terhadap uang tersebut menjadi naik. Secara ilmiah, dalam

kondisi seperti ini orang akan berusaha memperkecil jumlah pajak terhadap

pemerintah dengan mengurangi kekayaan yang menganggur. Sebaliknya, apabila

nilai relatif rendah, tindakan memegang atau menyimpan uang tunai relatif tidak

beresiko. Tinggi rendahnya tingkat resiko menyimpan uang tunai (Ω) dipengaruhi

oleh besarnya dues of iddle fund (μ ) dikurangi resiko investasi (ψ).

Ω=μ–ψ

1.4.2.3 Mazhab Alternatif

Permintaan akan uang dalam mazhab ini erat kaitannya dengan konsep

endogenous uang dalam islam. Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai

berikut:

“ keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi volume transaksi

yanga da dalam sektor riil.” Teori ini kemudian menjembatani pertumbuhan uang

di sektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil.


BAB I PENDAHULUAN
18

Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah uang tidak dapat

didasarkan semata-mata pada perubahan waktu, melainkan melalui pemanfaatan

uang tersebut secara ekonomis. Artinya, nilai uang tidak harus selalu bertambah

seiring dengan pertambahan waktu, tetapi pertambahan nilai itu bergantung pada

usaha yang dilakukan. Secara makro ekonomi, nilai tambah uang dan jumlahnya

hanyalah representasi perubahan dan pertambahan di sektor riil. Konsep ini

menjadikan landasan sistem moneter Islam selalu berpijak pada sektor

mikroekonomi.

Menurut M.A. Choudhury (1997:41-185) permintaan akan uang adalah

representasi keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil. Semakin tinggi

kapasitas dan volume sektor riil, semakin meningkat permintaan akan uang.

Variabel yang mempengaruhi permintaan akan uang adalah variabel sosio-

ekonomi (X), Kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi (Y) dan informasi

objektif masyarakat akan kondisi riil perekonomian. Tidak seperti teori

exogeneous. Uang dalam literatur konvensional, mahzab alternatif berpendapat,

permintaan akan uang dan penawaran akan uang dipengaruhi oleh besarnya

pembagian keuntungan (profit sharing) atau tingkat keuntungan yang diharapkan

(expexted rate of profit). Tinggi rendahnya expected rate of profit merupakan

representasi prospek pertumbuhan aktual ekonomi.

Expected rate of profit merupakan harapan perolehan keuntungan dari

investasi uang disektor rill. Jika investasi meningkat permintaan uang tunai

menurun. Apabila expected rate of profit meningkat, penawaran investasi juga

akan meningkat artinya, peningkatan expected rate of profit akan meyakinkan


BAB I PENDAHULUAN
19

orang bahwa pemegangan uang secara berlebih akan menghilangkan kesempatan

mendapatkan keuntungan bisnis.

Secara matematis M.A Choudhury memformulasikan permintaan uang

sebagai berikut :

Permintaan akan uang sebagai manifestasi aktual kapasistas transaksi

sektor riil adalah penjumlahan total permintaan akan uang oleh individu atau

lembaga keuangan. Y adalah pendapatan riil, p adalah tingkat harga-harga atau

inflasi, rb menunjukkan profit sharing antara sohibul maal dan mudharib dalam

bank (b ) atau lembaga keuangan (b). S adalah total pengeluaran nasional, R =

reserve requirement yang dikeluarkan bank sentral kepada bank-bank umum.

Dari formula diatas terlihat bagaimana hubungan antara variabel-variabel

yang ada terhadap permintaan uang atau terhadap penawaran uang. Variabel bebas

y, pendapatan riil yang dimiliki oleh seorang individu akan berhubungan secara

positif dengan banyaknya permintaan uang. Sedangkan variabel independen p

adalah harga-harga. Inflasi memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan

banyaknya permintaan akan uang. Jika harga barang secara umum/tingkat inflasi

semakin tinggi, orang cenderung memilih menyimpan uang dalam bentuk barang,

artinya permintaan akan uang menurun sedangkan permintaan akan barang


BAB I PENDAHULUAN
20

meningkat. S, sebagai variabel pengeluaran nasional, berhubungan secara positif

dengan permintaan akan uang sedangkan X, dan Y masing-masing adalah variabel

untuk sosio-ekonomi dan kebijakan pemerintah θ. Sebagai induced-knowledge

adalah pengetahuan masyarakat akan kondisi objektif tiap-tiap variabel.

Kualitas pengetahuan ini juga akan berpengaruh terhadap besaran

permintaan uang yang diinginkan oleh seorang pelaku ekonomi.

1.5 METODE PENELITIAN

1.5.1 Metodologi Penelitian

Analisis dilakukan pada fungsi matematis antara variabel-variabel yang

diduga mempengaruhi besarnya simpanan mudharabah menggunakan model

kointegrasi dan model dinamis Error Correction Mechanism (ECM)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah bulanan Direktorat Perbankan Syariah

Bank Indonesia, Special Report Indocommercial dari PT.Capricorn Indonesia

Consult Inc., Paper: Mutasowifin (2003), serta hasil penelitian yang sudah ada

yang berhubungan, untuk kemudian diolah dengan program E-views 3.0 dan

Microsoft Excel 2000.

1.5.2 Deskripsi Variabel

1.5.2.1 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Al-Mudharabah (Trust

Financing, Trust Investment ). Secara teknis pengertian mudharabah adalah akad


BAB I PENDAHULUAN
21

kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh

modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi

(bagi hasil) sesuai kesepakatan dalam kontrak. Aplikasi dalam perbankan syariah

diterapkan pada time deposit (tabungan berjangka) dan saving deposit (tabungan).

Mudharabah adalah elemen Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah. Dana

Pihak Ketiga yang tercatat secara aggregat dalam Statistik Perbankan Syariah

Bank Indonesia ini terdiri atas giro wadiah, tabungan mudharabah, dan deposito

mudharabah. Dalam penelitian ini penulis mengambil tabungan mudharabah dan

deposito mudharabah sebagai variabel dependen.

1.5.2.2 Variabel Independen

1. Tingkat Bagi Hasil

Merupakan tingkat bagi hasil perbankan syariah dalam transaksi

mudharabah. Tidak seperti tingkat suku bunga dalam perbankan konvensional

yang lebih ditentukan oleh naik turunnya tingkat suku bunga SBI dan kondisi

pasar, bagi hasil dipengaruhi oleh profit yang diperoleh oleh peminjam dana

mereka.

Data bagi hasil sebelum tahun 2000 hanya berasal dari satu bank syariah

yaitu Bank Muamalat yang diolah dari laporan keuangan tahunan. Data

setelah tahun 2000 menggunakan proxy tingkat imbalan deposito investasi

mudharabah dalam tabel tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA (Investasi


BAB I PENDAHULUAN
22

Mudharabah Antarbank) yang dilaporkan dalam Statistik Perbankan Syariah

Bank Indonesia10.

2. Tingkat Suku Bunga Konvensional

Data tingkat bunga konvensional yang digunakan penulis dalam penelitian

ini adalah tingkat suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) tiga bulan dari

Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia.

3. Pendapatan Nasional

Data pendapatan nasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Gross Domestic Product (GDP) triwulanan pada harga berlaku. Data

diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia.

4. Jumlah Kantor Cabang dan Kantor cabang pembantu Bank syariah

Variabel kantor cabang dan kantor cabang pembantu ini diduga

berpengaruh kepada akses penyimpan dana untuk menyimpan dananya di

perbankan syariah. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia (2000) diketahui

bahwa kemudahan dan kedekatan lokasi kantor bank syariah dengan pusat

kegiatan masyarakat menentukan akses masyarakat terhadap bank syariah.

Data jumlah kantor cabang dan kantor cabang pembantu diperoleh dari

Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia

1.5.2.3 Metode Interpolasi

Untuk data yang tidak dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk

kuartalan, maka dilakukan interpolasi data, seperti model interpolasi linear yang

Cara penghitungan bagi hasil dan mekanisme penerbitan sertifikat IMA (Investasi Mudharabah
10

Antarbank) dalam PUAS (Pasar Uang antarbank Syariah) akan dijelaskan dalam bab 3.
BAB I PENDAHULUAN
23

dikembangkan oleh Insukindro (1993:142) :

Yt1 = ¼ Yt – 4,5/12 (Yt-Yt-1) .….

……………(1.1)

Yt2 = ¼ Yt – 1,5/12 (Yt-Yt-1) …..…………….(1.2)

Yt3 = ¼ Yt + 1,5/12 (Yt-Yt-1) ……..…...……..(1.3)

Yt4 = ¼ Yt + 4,5/12 (Yt-Yt-1) ………..…...…..(1.4)

Dimana Ytn = data kuartal ke n dari tahun t, Yt adalah data tahun t.

Dalam penerapan metode interpolasi perlu diperhatikan bahwa metode ini

hanya cocok diterapkan pada data yang bersifat aliran (flow) dan tidak pada data

yang bersifat kumulatif (stock)11.

1.5.3 Model Ekonometrika

1.5.3.1 Model Dasar

Proses pengolahan data dilakukan dengan metode ekonometrik sehingga

diketahui hubungan masing-masing variabel. Untuk analisis data, digunakan

metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan model matematik dan model

ekonometrik. Model yang digunakan dalam analisis ini adalah model kointegrasi

dan model dinamis Error Correction Mechanism (ECM).

Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model

yang digunakan oleh Sudi Haron & Norafifah Ahmad (2000) dalam penelitiannya

mengenai pengaruh suku bunga konvensional dan tingkat bagi hasil bank syariah

di sistem perbankan Malaysia, yaitu:

(+) (-)

11
Stok adalah kuantitas pada waktu tertentu dan flow adalah kuantitas per unit waktu.
(Parkin,1995:130)
BAB I PENDAHULUAN
24

IsSD = f ( IsSDp, SDr )

Dimana :

IsSD = Total simpanan mudharabah di bank Islam

IsSDp = Tingkat Bagi hasil simpanan mudharabah di bank Islam

SDr = Tingkat suku bunga bank konvensional

Selain model diatas, penulis juga mengacu model yang digunakan

Muhammad Ghafur (2003)12 dalam penelitiannya mengenai pengaruh tingkat bagi

hasil, suku bunga konvensional dan pendapatan terhadap simpanan mudharabah di

Bank Muamalat Indonesia (BMI).yaitu:

SM = f (TBH, TSB, GDP)

Dimana :

SM = Total simpanan mudharabah di BMI

TBH = Tingkat bagi hasil tabungan mudharabah di BMI

TSB = Tingkat suku bunga bank konvensional

GDP = Pendapatan Nasional (GDP)

Dari kedua model diatas, penulis memodifikasinya dengan menambah

variabel jumlah kantor :

SM = f (TBH, TSB, GDP, JK)

Dimana :

SM = Total simpanan mudharabah perbankan syariah

TBH = Tingkat Bagi Hasil Tabungan Mudharabah perbankan syariah

TSB = Tingkat suku bunga Bank konvensional

12
Dalam paper Muhammad Ghafur, ia menggunakan model ADL (Autoregressive Distributed
Lags) menggnakan data tahunan dari 1993 sampai 2001 dengan lag ADL(4,4)
BAB I PENDAHULUAN
25

GDP = Pendapatan Nasional (GDP)

JK = Jumlah Kantor Cabang (KC) dan Kantor Cabang Pembantu (KCP)

Persamaan diatas kemudian diolah dengan Model kointegrasi dan model

ECM (Error Correction Mechanism).

1.5.3.2 Model Dinamis ECM (Error Correction Mechanism)13 (Koop,2000:161)

Apabila kita melakukan uji kointegrasi, kita perlu suatu model untuk

proses penyesuaian yang dinamis terhadap variabel-variabel dalam model, yang

disebut mekanisme koreksi error (Error Correction Mechanism/ ECM)14, dapat

diuraikan dalam langkah sebagai berikut :

Fungsi SM diestimasi menggunakan Ordinary Least Square menurut

persamaan sebagai berikut :

Yt = α0 + α1 X3t + α2 X2t + … + αn Xnt + ut ………………..(1.5)

Diperoleh :

SMt = α0 + α1 GDPt + α2 JKt + α3 TBHt + α4 TSBt + ut ………..(1.6)

Dimana :

SMt = Total simpanan mudharabah perbankan syariah pada periode t

TBHt = Tingkat bagi hasil tabungan mudharabah perbankan syariah

pada periode t

TSBt = Tingkat suku bunga bank konvensional pada periode t

GDPt = Pendapatan nasional (GDP)

13
Sebelum melakukan estimasi ECM, harus dipastikan Y dan X terkointegrasi (Koop,2000:161)
14
ECM merupakan salah satu properti statistik dimana kita tidak perlu menghawatirkan masalah
spurious regression yang terjadi.Apabila variabel Y dan X terkointegrasi, equilibrium error akan
stasioner. Artinya kita dapat menggunakan estimasi OLS dan melakukan test menggunakan t-stast
dan p-values dengan metode standar (Koop,2000:160)
BAB I PENDAHULUAN
26

JKt = Jumlah Kantor Cabang (KC) dan Kantor Cabang Pembantu

(KCP)

ut = residual pada periode t

Kemudian dari persamaan (1.6) diperoleh nilai residual (ut ).Kemudian

dihitung nilai ut-1 yang lalu digunakan sebagai explanatory variable pada

persamaan ECM menurut persamaan15 :

ΔYt = β0 + β1ΔX1 + β2ΔX2 + … + βnΔXn + EC t-1 + vI …………. (1.7)

Diperoleh :

ΔSMt =β0 +β1ΔGDPt +β2ΔJKt +β3ΔTBHt +β4ΔTSBt +EC t-1 + vI …… (1.8)

Dimana :

ΔYt = First difference dari variabel simpanan mudharabah pada periode

ΔX1,2,…,n= First difference dari variabel bebas ( GDP, Jumlah Kantor,

Tingkat Bagi Hasil, dan Tingkat Suku Bunga ) pada periode t

EC t-1 = Koreksi kesalahan

Vt = residual periode t

Pengujian-pengujian statistik dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian

yaitu uji stasioneritas dengan menggunakan metode Augmented Dickey Fuller

test, uji multikolinearitas dengan metode pengujian korelasi parsial antara

explanatory variabel, uji autokorelasi dengan metode Durbin-Watson d Test dan

Run Test, uji parsial (t-stat), uji keseluruhan (F-stat), uji koefisien determinasi;

dan uji kointegrasi dengan Engle-Granger Test.


15
berdasarkan tehnik simple estimasi ECM dengan dua langkah proses OLS (Koop,2000:161)
BAB I PENDAHULUAN
27

1.6 Metode Analisis

1.6.1 Pengujian Statistik

1.6.1.1 Uji Stasioneritas

Uji ini dilakukan untuk mendeteksi data apakah benar-benar bersifat

stasioner, karena ternyata data tidak stasioner berarti terdapat ketidakstabilan

model time series yang memungkinkan untuk dapat menimbulkan gangguan

autokorelasi pada model ekonometrik.

 Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller 16 (Gujarati,2003:814 - 817)

Pengujian stasioner17 tidaknya data yang akan dianalisis, dilakukan dengan

mengunakan pengujian unit root. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah

sebagai berikut :

Misalnya model time series memiliki bentuk seperti :

(1) Yt = b1 Yt-1 + e 1t (tanpa intercept)

(2) Yt = a2 + b1 Yt-1 + e 1t (dengan intercept)

(3) Yt = a3 + b1 Yt-1 + c3t + e 1t (dengan intercept dan trend waktu)

Ho: b1= 0 (terdapat unit root, Variabel Y tidak stasioner)

H1: b1 ≠ 0 (tidak terdapat unit root, Variabel Y stasioner)

Dengan menggunakan tabel Dickey Fuller yang sesuai dengan model time series

(2) , null hypothesis yang menyatakan adanya sifat stasioner dalam model (2) akan

16
Apabila model (3) dimodifikasi dengan bentuk first difference dari variabel independennya,
maka disebut augmented dickey-fuller (ADF) test. Tes statistik ADF memiliki asimtot distribusi
yang sama dengan statistik DF, sehingga critical value DF tetap digunakan (Gujarati, 2003:817)
17
Proses stokastik disebut stasioner bila mean dan variance-nya konstan dalam rentangan waktu
dan nilai covariance diantara dua periode waktu hanya bergantung pada jarak lag diantara dua
periode waktu dan tidak pada waktu aktual pada saat covariance tersebut dihitung. (Gujarati,2003:
797)
BAB I PENDAHULUAN
28

ditolak apabila nilai t-statistik yang diperoleh berkaitan dengan koefisien regresi

model ini lebih kecil dari tabel dickey-fuller pada tingkat signifikansi tertentu.

1.6.1.2 Uji Kointegrasi (Gujarati,2003:822-824; Koop,2000:156)

Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data yang tidak

stasioner dapat terjadi kointegrasi jangka panjang antara tiap variabel yang diuji.

Uji ini disebut Engle-Granger18 Test dengan langkah :

Langkah Pertama :

Estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan menggunakan model

Ordinary Least Square (OLS) dari X terhadapY dan peroleh nilai residualnya.

Yt = α0 + α1 Xt1 + α2 Xt2 + ut

Langkah Kedua :

Lakukan uji stasioneritas (Unit Root Test) pada residual menggunakan ADF

critical value.

Apabila hipotesis Unit Root ditolak maka disimpulkan bahwa Y dan X

terkointegrasi dan apabila hipotesis unit root tidak ditolak, maka kointegrasi tidak

terjadi.

1.6.1.3 Uji Koefisien Determinasi (R2) (Gujarati, 2003:81-87)

Rob Engle dan Clive Granger memperoleh hadiah nobel economics tahun 2003 karena perhatian
18

mereka terhadap pentingnya stasioneritas dalam data time series.


BAB I PENDAHULUAN
29

Uji ini digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang

dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan besarnya

kemampuan varians19 atau penyebaran dari variabel-variabel bebas yang

menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang menunjukkan seberapa besar

variabel tidak bebas dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya.

Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 < R <1),

dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena

semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebasnya.

1.6.1.4 Uji t-statistik (Gujarati, 2003: 129-133)

Uji t- statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel –

variabel independen terhadap variabel dependennya. Pengujian ini dilakukan

dengan hipotesis:

H0 : βi = 0, variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas

H1 : βi ≠ 0, variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya

Dengan menguji dua arah dalam signifikansi ½ , dan derajat kebebasan

(degree of freedom, df ) = n – k (n = jumlah observasi dan k = jumlah parameter

termasuk konstanta), maka hasil pengujian akan menunjukkan :

H0 : diterima bila t-stat  < t-tabel

H1 : ditolak bila  t-stat > t-tabel

1.6.1.5 Uji F-statistik (Gujarati, 2003:254-259)

19
varians atau standar deviasi memberikan indikasi seberapa dekat atau luasnya nilai X tersebar
disekitar nilai rata-ratanya.(Gujarati,2003:880)
BAB I PENDAHULUAN
30

Pengujian ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh dari semua

variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebasnya.

Hipotesa yang digunakan adalah :

Ho : β0 = β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0 , Semua variabel bebas secara

bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

H1 : Salah satu βn ≠ 0 ,Semua variabel bebas secara bersama-sama

berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya

Dengan tingkat keyakinan = α dan df = (k-1) (N-k)

Hasil pengujian akan menunjukkan :

- Apabila nilai F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak ; artinya setiap variabel

bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

- Apabila F-hitung  F-tabel, maka Ho diterima ; artinya variabel bebas secara

bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

1.6.1.6 Pengujian Alternatif Lag20 dengan Akaike Information Criterion (AIC)

(Gujarati, 2003:537)

Dari beberapa model lag yang menjadi alternatif, harus diketahui lag mana

yang memberikan hasil estimasi terbaik21. Dalam penelitian ini digunakan Akaike

Information Criterion (AIC)22 sebagai dasar pemilihan. Kriteria Informasi ini telah

telah umum digunakan dalam data time series untuk menentukan lag yang tepat.

AIC dirumuskan sebagai :


20
Uji ini dilakukan mengingat disamping simple model ECM , ECM dapat pula menggunakan lag
seperti ADL(p,q), bahkan ECM dikenal juga sebagai restricted version dari ADL.(Koop,2000:161)
21
Selain pengukuran R2 dan adjusted R2 sebagai pengukuran Goodness of fit
22
Selain AIC, metode yang populer juga adalah Schwarz Information Criterion (SIC) yang juga
digunakan untuk mengetahui dari beberapa alternatif model, manakah yang memberikan sample
performance terbaik. Hasil SIC biasanya tidak jauh berbeda dari hasil AIC.
BAB I PENDAHULUAN
31

Dimana :

e = natural logaritma ( e ~ 2,7183)

n = Total jumlah observasi sampel

k = jumlah variabel dalam model, termasuk intercept

= sample Residual Sum of Square (RSS)

Dari beberapa model alternatif lag, masing-masing dihitung nilai AIC nya.

Semakin rendah angka perhitungan AIC semakin baik performance dari model

tersebut.

1.6.2 Pengujian Masalah dalam Regresi Linear

1.6.2.1 Masalah Multikolinier (Gujarati,2003:341-375)

Multikolinear menunjukkan gejala adanya hubungan linear atau hubungan

yang pasti diantara explanatory variabel (variabel penjelas) dalam model regresi.

Gejala ditunjukkan oleh beberapa faktor, namun yang paling mendukung

penjelasan adanya multikolinier dalam model yaitu apabila nilai R2 dari hasil

regresi sangat tinggi namun sebagian besar explanatory variabel tidak

menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui

perbandingan antara nilai t-stat dan F-stat dengan t-tabel dan F-tabel (Gujarati,

2003:354)

Karena pengukuran besarnya R2 dan jumlah t-stat signifikan bersifat

relatif, maka dilakukan pengujian tambahan dengan memperhatikan korelasi


BAB I PENDAHULUAN
32

parsial diantara regresor dalam bentuk matriks. Rule of Thumb dari pengukuran ini

adalah semakin tingginya nilai korelasi parsial sepasang regresor, maka terdapat

multikolinearitas (ibid, 355).

1.6.2.2 Masalah Autokorelasi23 (Gujarati, 2003:441-490)

Autokorelasi adalah korelasi diantara anggota observasi. Masalah

autokorelasi dalam model menunjukkan adanya hubungan korelasi antara variabel

gangguan (error term) dalam suatu model24 yang terjadi karena beberapa faktor :

1. Inersia, data observasi dipengaruhi oleh data sebelumnya. Misalnya data

observasi saat terjadi kelesuan ekonomi sehingga data time series berikutnya

dipengaruhi data sebelumnya walaupun perekonomian sudah membaik.

2. Bias spesifikasi dengan mengeluarkan atau tidak memasukan variabel bebas

tertentu yang sebenarnya turut mempengaruhi variabel tidak bebasnya

menurut teori ekonomi, walaupun hasil perhitungan kuantitas tidak

mendukung.

3. Bias spesifikasi berupa bentuk model yang tidak tepat

4. Manipulasi data akibat data secara sistematis tidak tersedia untuk periode yang

diharapkan, seperti penggunaan interpolasi, ekstrapolasi, dan transformasi data.

5. Non stasioneritas pada data time series yang digunakan.

23
Pada data Cross Section disebut spatial autocorrelation
24
Ketidakberadaan masalah autokorelasi penting karena merupakan salah satu asumsi CLRM
(Classical Linear Reggression Model)
BAB I PENDAHULUAN
33

Gejala ini dapat terdeteksi melalui graphical method dengan mem-plot

waktu dan residual. Sedangkan Uji formal yang dapat dilakukan adalah uji

Durbin-Watson d Test dan Run Test25.

Durbin Watson Test (Gujarati, 2003:467-472)

Ketentuan yang berlaku untuk melihat apakah suatu model mempunyai

masalah korelasi berdasarkan pada daerah kritis di bawah ini :

Gambar 1.1

Nilai Batas Kritis DW - Stat

Reject H0
Zone of No not reject H0 or Zone of
evidence of Reject H0*
Indecicision H0* or both Indecicision evidence of
positive
autocorrelation negative
autocorrelation

0 dL dU 2 4 – dU 4 – dL 4 Sumber : Figure 12.10 ,Basic

Econometrics 4th ed., Damodar Gujarati, 2003:469

Dengan hipotesa :

H0 : No positive autocorrelation

H0* : No negative autocorrelation

Ketentuan :

dL = Batas kritis bawah

dU = Batas kritis atas

4-dU = batas kritis atas (dilihat dari batas maksimum)

4-dL = batas kritis bawah (dilihat dari batas minimum)


25
Untuk model yang memasukkan nilai lag dari dependen variabel (yang dikenal dengan
autoregressive model), tes ini inapplicable (Gujarati,2003:468) dan karena mengunakan dw-test
memiliki kemungkinan jatuh di indecision area,maka penulis melakukan uji autokorelasi kedua
yaitu Run Test.
BAB I PENDAHULUAN
34

Ketentuan penilaian batas kritis yang menjelaskan ada atau tidaknya

masalah serial korelasi dalam model adalahsebagai berikut :

Tabel 1.6

Penilaian Batas Kritis Durbin Watson Test

Hipotesa nol (H0) Kriteria Nilai Kritis Kesimpulan

Tidak ada positif autokorelasi 0 < d < dL Ho ditolak

Tidak ada positif autokorelasi dL  d  dU Autokorelasi tidak jelas

Tidak ada negatif autokorelasi 4 – dL < d <4 Ho ditolak

Tidak ada negatif autokorelasi 4 – dU  d  4 – dL Autokorelasi tidak jelas

Tidak ada autokorelasi dU < d < 4 – dU Ho diterima

Sumber : Table 12.6, Basic Econometrics 4rd edition, Damodar Gujarati, 2003:470

Uji Run (Gujarati, 2003: 465-467)

Uji ini menguji kemungkinan terjadinya autokorelasi dalam model

ekonometrika. Penulis memilih melakukan tes ini disamping durbin watson test

karena model yang variabelnya memakai metode interpolasi atau ekstrapolasi

serta menggunakan autoregressive model merupakan model yang sebaiknya tidak

menggunakan durbin watson test karena kemungkinan jatuh di indecision areanya

lebih besar.

Uji ini dilakukan dengan menampilkan residual (ut) dan residual yang

telah distandarisasi (ut / varians) dari persamaan ekonometrik yang diperoleh.


BAB I PENDAHULUAN
35

Melihat residual yang random ini dapat kita bedakan kedalam kelompok positif

dan negatif26. Seperti :

(- - - - - - -)( + + + + + + + + + + + + +)(- - - - - - - - - -)(+ + + + + + + +)

kemudian dari hasil pengelompokan tersebut dihitung:

n = total jumlah observasi

n1 = jumlah simbol +

n2 = jumlah simbol –

k = jumlah run

Dengan asumsi n1 > 10 dan n2 > 10, dihitung :

Mean E (k) = 2n1n2 +1

n1 + n2

Variance : 2k = 2n1n2(2n1n2 – n1 – n2 )

(n1 + n2)2 (n1 +n2 –1)

Kenudian nilai 2k dibandingkan dengan hipotesa :

Ho : Tidak terdapat autokorelasi

H1 : Terdapat autokorelasi

Apabila nilai k berada pada interval

(E(k) – (t-tabel)k ≤ k ≤ E(k) + (t -tabel)k) Ho tidak ditolak, tidak terdapat

autokorelasi.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

26
Prediksi sederhana dapat dilihat dari jumlah run. Run yang terlalu banyak menunjukkan
autokorelasi positif, run yang terlalu sedikit menunjukkan autokorelasi positif (Gujarati, 2003:465)
BAB I PENDAHULUAN
36

BESARNYA SIMPANAN MUDHARABAH PERBANKAN SYARIAH DI

INDONESIA PERIODE 1993.I –2003.IV DALAM JANGKA PENDEK DAN

JANGKA PANJANG

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Mencapai Gelar Sarjana

Ekonomi pada Jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan

Draft Skripsi

Disusun Oleh

Erna Rachmawati

B1B99035

Menyetujui

Ketua Jurusan Dosen Pembimbing

Ekonomi dan Studi pembangunan

Dr. Hj. Rina Indiastuti, SE., MSIE Ekki Syamsulhakim, SE.,MApplEc


NIP. 131 565 297 NIP. 132 240 319
BAB I PENDAHULUAN
37

Tabel 1.4

Daftar Bank Syariah di Indonesia beserta Produk perbankannya

November 2003

Nama Bank Nama Produk Nominal Pembayaran


pertama
Bank Syariah Penuh
( Full Islamic Bank)
1. Bank Muamalat Indonesia  Umat Saving  Rp. 50.000,-
 Haji Arafah Saving  Tergantung
 Mudharabah Deposit keberangkatan
 Rp 1.000.000,- (individu
 Fulinves Deposit dan korporasi)
 Rp. 2.000.000,- atau
 BMI Wadiah Giro US$ 1,000 (Individu dan
korporasi)
 Rp. 500.000,- (individu)
Rp.1.000.000,-
(korporasi)
2. Bank Syariah Mandiri  Tabungan Bank Syariah  Rp.25.000,-
Mandiri  Rp.500.000,-
 Tabungan Haji Mabrur  Rp.500.000,- (individu)
 Deposito Syariah Rp.1.000.000,-
Mandiri (korporasi)
 Rp.500.000,- (individu)
 Giro Syariah Mandiri Rp.1.000.000,-
(korporasi)
3Bank dengan Cabang Syariah
(Conventional Banks having
Syariah Bank Branvhes)
BAB I PENDAHULUAN
38

1. Bank IFI Syariah  Tabungan Multi  Rp.50.000,-


Manfaat  Rp.500.000,- (individu)
 Multi Investasi Deposito Rp.1.000.000,-
Mudharabah (korporasi)
 Giro Aman Multi  Rp.500.000,- (individu)
Manfaat Rp.1.000.000,-
(korporasi)
2. Bank Negar Indonesia (BNI)  Tabungan Syariah Plus  Rp.25.000,-
Syariah BNI  Rp.1.000.000,-
 Tabungan Haji  Rp.1.000.000,- (individu
Mudharabah dan korporasi)
 Deposito Mudharabah  Rp.500.000,- (individu)
BNI Rp.1.000.000,-
(korporasi)
 Giro Wadiah BNI
3. Bank Jabar Syariah  Tabungan Mudharabah  Rp.50.000,-
 Tabungan Wadiah  Rp.20.000,-
 Deposito Mudharabah  Rp.1.000.000,- (individu
dan korporasi)
 Giro Wadiah  Rp.1.000.000,- (individu
dan korporasi)
4. Bank Danamon Syariah  Tabungan Bagi Hasil  Rp.50.000,-
 Deposito Titipan  Rp.50.000,-
 Tabungan Titipan Haji  Rp.100.000,-
 Deposito Bagi Hasil  Rp.1.000.000,-
(individu)
 Giro Titipan Rp.5.000.000,-
(korporasi)
 Rp.500.000,- (individu)
Rp.1.000.000,-
BAB I PENDAHULUAN
39

(korporasi)
5. Bank BRI (Bank Rakyat  Tabungan Mudharabah  Rp.50.000,-
Indonesia) Syariah  Tabungan Haji  Rp.500.000,-
Mudharabah  Rp.2.500.000,- (individu
 Deposito Mudharabah dan korporasi)
 Rp.1.000.000,-
 Giro Wadiah (individu)
Rp.5.000.000,-
(korporasi)
6. Bank Bukopin Syariah  Tabungan Wadiah  Rp.25.000,-
 Tabungan Haji Wadiah  Rp.500.000,-
 Deposito Mudharabah  Rp.8.000.000,-
(individu)
 Giro Wadiah Rp.8.000.000,-
(korporasi)
 Rp.500.000,- (individu)
Rp.1.000.000,-
(korporasi)
7. Bank BII (Bank Internasional  Tabungan Platinum  Rp.100.000.000,-
Indonesia) Syariah Mudharabah  Rp.100.000.000,-
 Deposito Platinum (individu)
Mudharabah Rp.100.000.000,-
 Giro Platinum Wadiah (korporasi)
 Rp.100.000.000,-
(individu)
Rp.100.000.000,-
(korporasi)
Sumber : Tabel 3 dalam Special Reports, Business Profile Indocommercial,

No.333 19th November 2003


BAB I PENDAHULUAN
40

DAFTAR PUSTAKA

Ali ,Mutasowifin,(2003), Menggagas Strategi Pengembangan Syariah di Pasar

Nonmuslim, Jurnal Paramadina Vol3.No.1

Antonio Syafii’, Muhammad (2001), Bank Syariah dari Teori ke Praktik,Gema

Insani Press,2001

Badan Pusat Statistik (BPS) (2000), Sensus Penduduk tahun 2000 Seri L2.2

Bank Indonesia (2002), Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia

Boediono (1982), Teori Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.5,

BPFE, Edisi ketiga, Yogjakarta.

Ghafur, Muhammad (2003), Pengaruh Tingkat Bagi Hasil, Suku Bunga dan

pendapatan terhadap Simpanan Mudharabah : Studi Kasus Bank

Muamalat indonesia, Jurnal Ekonomi Muamalah, Universitas Gajah mada,

Oktober 2003, Vol 1, No 1

Gujarati, Damodar (1995), Basic Econometrics, 3 Ed. Mc Graw Hill International.

---------------------- (1999), Essential of Econometrics 2nd ed, Mc Graw Hill,

Singapore.

Haron, Sudin, dan Nurafifah Ahmad (2000), The Effect of Conventional Interest

Rates and Rate of Profit Funds Deposited with Islamic Banking System in

Malaysia, International Journal of islamic Financial Services Vol.1 No.4


BAB I PENDAHULUAN
41

Insukindro (1993), Ekonomi Uang dan Bank: Teori dan Pengalaman di

Indonesia, BPFE-Yogjakarta

Karim, Adiwarman (2002), Ekonomi Islam, Suatu Kajian Ekonomi Makro, IIIT

Jakarta

Khairunnisa (2001), Preferensi masyarakat terhadap Bank Syariah (Studi Kasus

Bank Muamalat dan Bank BNI Syariah), Thesis S2, Universitas Gadjah

mada, Yogjakarta, tidak dipublikasikan.

Koop, Gary (2000), Analysis of Economic Data, John Wiley & Sons, Ltd.,

England.

Nopirin (1992), Ekonomi Moneter, BPFE, Yogjakarta

Parkin, Michael (1995), Macroeconomics, Addison Wesley Publishing Company,

United States

Rao, B. Bhaskara (1994), Cointegration for the Applied Economist, ST. Martin’s

Press, Inc.

Anda mungkin juga menyukai