Anda di halaman 1dari 2

Gaizcha Hermano Da Ajauro

11181130000127
HI 4-C
Resume Cosmopolitan
***

Cakupan dalam studi hubungan internasional semakin lama semakin meluas, banyak
isu-isu yang sifatnya komunitarianisme atau komunitas menjadi isu global dikarenakan di era
modern ini negara-negara semakin terbuka karena globalisasi dan ini menyebabkan
negara-negara yang ada di dunia semakin borderless. Teori Cosmopolitan ini yang akan
membahas tentang moralitas dan citizen of the world. Immanuel Kant telah menjelaskan
tentang moralitas di dalam 3 prinsip Prepetual Peace, kuhusnya pada bagian Cosmopilitan
Law. Cosmopolitan Law ini menurut Kant ini adalah hukum keramahtamahan yaitu hukum
yang menyangkut hubungan antar suatu negara yang datang ke negara lain yag didasarkan
pada keramahtamahan yang diberikan bagi pendatang suatu negara dan negara tuan rumah
wajib memberikan perlindungan dan keamanan terhadap pendatang. Konsep moralitas inilah
yang akan dibahas di dalam teori kosmopolitan yang pada saat itu tidak berkembang.
Charles Beitz dalam bukunya Cosmopolitanim and Global Justice, setidaknya ada tiga
konsepsi umum, yaitu realisme politik, moralitas negara, dan kosmopolitanisme. Menurut
Beitz skeptisme tentang moralitas internasional bisa berasal dari berbagai sumber seperti
relatvisme budaya, kekhawatiran tentang efek “moralisme” pada kebijakan luar negeri, dan
struktur tertentu dari tatanan dunia yang anarkis membuat moralitas internasional tidak
mungkin. Menurut Hobbes, skeptisme internasional menggabungkan dua premis, yang
pertama yaitu keadaan alamiah dunia internasional adalah keadaan perang, di maa tidak ada
negara yang memiliki kepentingan utama yang berdasarkan moralitas dan yang kedua adalah
klaim teoritis bahwa prinsi-prinsip moral harus dibenarkan dengan menunjukkan bahwa
dengan mengikuti prinsip moral tersebut bisa mendapatkan kepentingan jangka panjang dari
aktor yang kepadanya mereka berlaku. Keuda premis tersebut diwujudkan sebagai keadaan
alamiah Hobbes yang melihat dunia internasional bersifat anarki.
Dewasa ini, isu moralitas kembali berkembang dalam dunia internasional karena
disebabkan oleh efek globalisasi. Dengan berkembangnya sistem informasi ini menyebabkan
isu-isu yang tadinya hanya berkembang di komunitas-komunitas skala kecil atau yang terjadi
di benua lain bisa menjadi isu global karena dengan berkembangnya sistem informasi maka
semua negara atau semua orang bisa mengetahui isu tersebut dengan mengaksesnya melalui
media informasi. Perkembangan ini membuat kosmopolitan menjadi tidak asing lagi,
khususnya dalam studi hubungan internasional. Dengan efek globalisasi ini kita bisa tahu
bahwa dunia ini mengalami berbagai masalah, seperti krisis kemanusiaan di Rohingya dan
Ughyur maupun krisis pangan yang terjadi di Afrika dan masih banyak yang lainnya. Hal
inilah yang menimbulkan gerakan di masyarakat untuk menolong satu sama lain. Gerakan ini
mendorong negara untuk berbuat sesuatau terhadap masalah terebut yang didasarkan pada
moralitas. Belakangan ini banyak negara-negara yang bertindak untuk alasan moralitas dan
mengenyampingkan kepentingan ekonomi maupun politik, seperti isu refugee di mana
negara-negara Eropa memberikan bantuan kepada negara-negara Afrika yang terkena
dampak dari krisis kemanusiaan dengan menyediakan tempat di negara mereka untuk refugee
ini.
Kemudian konsep kedua dari kosmopoitan ini adalah masyarakat dunia atau citizen of
the world. Konsep ini berarti manusia seharusnya hidup berdampingan dengan manusia lain
tanpa membeda-bedakan agama, ras, suku, ideologi, dll. Setiap manusia memiliki dua
identitas di mana yang satu merupakan citizen di mana mereka tinggal dan yang kedua citizen
of the world yaitu identitas sebagai masyarakat dunia yang menghargai perbedaan budaya.
Kemudian gagasan selanjutnya yaitu mengenai aktor. Menurut cosmopolitan, aktor di
dalam studi hubungan internasional tidak hanya negara, tetapi juga individu seperti yang
dijelaskan di atas. Bahkan cosmopolitan ini lebih banyak dilakukan oleh individu
dibandingkan dengan negara. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara global juga tidak
hanya dilakukan oleh negara saja, tetapi individu ikut berperan dalam kegiatan-kegiatan yang
berskala global.
Ada hal yang penting yang disampaikan oleh cosmopolitan ini yaitu distribusi
kekayaan. Yang dimaksud distribusi kekayaan di sini adalah di mana terjadi kesenjangan
ekonomi di dunia yang kita tinggali bersama ini, di mana ada negara-negara yang begitu kaya
dan ada negara-negara yang sangat miskin. Gagasan ini menegaskan tentang distribusi
kekayaan sehingga tidak ada kekayaan yang menumpuk di suatu tempat karena kita hidup di
dunia yang sama atau citizen of the world. Gagasan ini menegaskan tentang distribusi
kekayaan sehingga tidak ada kekayaan yang menumpuk di suatu tempat. Tetapi gagasan ini
sangat sulit dilakukan karena dunia ini sangat kompleks. Oleh karenanya, solusi yang
diberikan oleh cosmopolitan yaitu dengan mewajibkan negara-negara yang sangat kaya
memberikan bantuan atau subsidi kepada negara-negara miskin yang ada di dunia sebagai
bentuk distribusi kekayaan.

Gagasan-gagasan cosmopilitan dalam dua dekade terakhir mengalami perkembangan,


tetapi gagasan ini tidak terlepas dari kritik-kritk dari pendekatan lain. Seperti yang dikatakan
oleh Kounitarianis, mereka berpendapat bahwa menusia tidak berada di dalam satu kominitas
yang sama, oleh karenanya kewajiban moral harus dilakukan ke komunitas masing-masing
karena menurut komunitarianis standar moral di setiap komunitas itu berbeda-beda.
Kemudian kritik juga datang dari nasionalisme yang mengatakan bahwa kosmopolitan yang
menekankan untuk menghilangkan batas teritorial negara (borderless) menjadi ancaman bagi
semngat nasionalisme dari setiap individu sebagai warga negara yang mereka cintai.

Anda mungkin juga menyukai