Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH SEMINAR MODUL 6.

14
Semester Genap 2020-2021
DISKUSI 1

Kelompok 1B

Aqillah Aeriza Putti 040001800019


Areta Salim Andri Putri 040001800020
Areta Vania Bhanuwati 040001800021
Arneta Putri 040001800022
Auliya Urrohman 040001800023
Aurellia Nadia Cendana 040001800024
Ayu Lubna Nasua 040001800025
Caesiovita Indah Virandani 040001800026
Christian Natanael 040001800029
Christopher Arvando J 040001800030
Cindy 040001800031
Cindy Kovianti 040001800032
Citra Satelina Salsabila 040001800033
Cornellia Aninda Kusuma P 040001800034
Cristina Dewi 040001800035
Danisa Alivia 040001800036
Christania Yohana Kakauhe 040001600021

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS TRISAKTI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik meskipun
masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Penulis berterima kasih kepada dosen yang
telah membimbing kami pada modul 6.14 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan laporan yang akan datang sangat diharapkan mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan memohon
kritik serta saran yang membangun demi perbaikan di masa depannya.

Jakarta, 5 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................1
BABII PEMBAHASAN
2.1 Pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis kasus .................2
2.2 Kemungkinan klasifikasi maloklusi apabila hubungan molar neutroklusi ........5
2.3 Kemungkinan etiologi maloklusi .......................................................................5
2.4 Yang perlu dijelaskan kepada ibunya tentang keadaan gigi anaknya ................6
2.5 Jenis perawatan yang dapat dilakukan pada anak ..............................................6
2.6 Masalah yang dapat diatasi dengan perawatan ortodonti interseptif .................6
2.7 Tujuan perawatan ortodonti pada anak ..............................................................7
2.8 Prosedur serial ekstraksi ....................................................................................7
BAB III KESIMPULAN....................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang ibu berumur 30 tahun datang bersama anak perempuannya yang berumur 8
tahun ke RSGM FKG Usakti dengan keluhan gigi-giginya renggang, demikian juga gigi-gigi
putrinya. Pemeriksaan ekstra oral profil wajah keduanya normal. Pemeriksaan intra oral
sebagaimana foto di bawah ini:

Ibu Anak

1.2 Rumusan Masalah


1. Pemeriksaan penunjang utama yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis kasus
tersebut
2. Kemungkinan klasifikasi maloklusi ibu dan anak tersebut apabila hubungan molar
keduanya neutroklusi
3. Apa kemungkinan etiologi maloklusinya?
4. Apa yang perlu dijelaskan kepada ibunya tentang keadaan gigi anaknya?
5. Jenis perawatan apa yang dapat dilakukan pada anak tersebut?
6. Sebutkan beberapa masalah yang dapat diatasi dengan perawatan ortodonti interseptif?
7. Apa tujuan perawatan ortodonti pada anak?
8. Salah satu perawatan ortodonti interseptif yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan serial ekstraksi (pencabutan beranting), bagaimana prosedurnya?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis kasus


Dalam menegakkan diagnosis, pentingnya untuk melakukan pemeriksaan secara
menyeluruh terkait dengan keluhan utama dan kondisi yang terkait. Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada kasus di skenario yaitu pemeriksaan
intraoral, pemeriksaan ekstraoral, pemeriksaan radiografis dan analisis model studi.
Pemeriksaan intraoral yang dilakukan meliputi status kebersihan mulut, pemeriksaan
gingiva (warna, tekstur, ukuran, kontur, konsistensi dan posisi) apakah terdapat tanda-tanda
yang menunjukkan suatu keadaan patologis, pemeriksaan periodontal menggunakan probe
melalui sulkus gingiva secara perlahan untuk melihat apakah terdapat perdarahan yang
mengindikasikan adanya inflamasi. Pemeriksaan frenulum pada rahang atas dan rahang bawah
bagian labial serta lingual untuk mendeteksi apakah terdapat pelekatan yang abnormal sehingga
menyebabkan gangguan ke struktur gigi dan jaringan sekitar. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan lidah, mendeteksi abnormalitas dari segi ukuran, tampilan dan fungsi. Kemudian
pemeriksaan palatum, pemeriksaan tonsil dan adenoid. Pemeriksaan TMJ untuk melihat gejala
abnormalitas saat pergerakan mandibula dan riwayat gejala serta pemeriksaan gigi untuk
mengetahui perkembangannya, pada ortodonti interseptif dapat dilakukan pada gigi sulung,
gigi campur dan awal periode gigi tetap.1
Pemeriksaan ekstraoral sebagai informasi bagi para klinisi di kedokteran gigi. Dalam
hal pemeriksaan ekstra oral pasien mengenai hubungan antara bentuk muka, tipe muka dan
profil muka. Adapun model gigi dan bad habit untuk menunjang perawatan apa yang akan di
lakukan.2
● Bentuk muka: simetris / asimetris
● Menurut Martin (Graber 1972) dikenal 3 tipe muka yaitu:
○ Brahisepali: lebar, persegi
○ Mesosepali: lonjong / oval
○ Oligisepali: panjang / sempit
● Menurut Graber (1972) dikenal tiga tipe profil muka yaitu:
○ Cembung (convex), bila titik pertemuan Lcb-Lca berada di depan garis
Gl-Pog
○ Lurus (straight), bila titik pertemuan Lcb-Lca berada tepat pada garis
Gl-Pog

2
○ Cekung (concave), bila titik pertemuan Lcb-Lca berada di belakang
garis Gl-Pog
● Menurut Schwarz (Boersma, 1987) tipe profil bervariasi masing-masing
menjadi:
○ Cembung (anteface) bila titik Sub nasale (Sn) berada di depan titi
Nasion (Na)
○ Lurus (average face) bila titik Sub nasale (Sn) berada tepat segaris
dengan Nasion (Na)
○ Cekung (retroface) bila titik Sub nasale (Sn) berada di belakang titik
Nasion (Na)
● Masing-masing tipe ini masih bisa bervariasi dengan kombinasi:
○ Retrognatik (Dorsaly rotated dintition): bila gigi-geligi rahang bawah
berotasi ke arah belakang sehingga posisi titik Pog tampak lebih ke
belakang dari posisi Nasion
○ Ortogantik (Unrotated dentition): bila gigi-geligi rahang bawah tidak
berotasi/posisinya normal titik Pog tampak lurus terhadap Nasion
○ Prognatik (Ventraly rotated dentition): bila gigi-geligi rahang bawah
berotasi kedepan, dagu (titik Pog) tampak maju terhadap Nasion
● Untuk menentukan profil muka digunakan 4 titik anatomis Gabella (Gl), Lip
Contour atas (Lca), Lip Contour bawah (Lcb) dan Pogonion (pog) serta garis
referensi Gl-Pog sebagai acuan
○ Glabella (Gl): titik terendah dari dahi terletak pada tengah-tengah di
antara alis mata kanan dan kiri.
○ Lip contour atas (Lca): titik terdepan bibir atas.
○ Lip contour bawah (Lcb): titik terdepan bibir bawah
○ Pogonion (Pog): Titik terdepan dari dagu di daerah symphisis
mandibula.
○ Nasion (Na) adalah titik terdepan dari sutura Fronto nasalis
○ Subnasale (Sn) adalah titik titik terdepan tepat dibawah hidung
Dengan demikian akan didapatkan 9 tipe muka :
■ Cembung: Anteface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik
■ Lurus: Average face dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik
■ Cekung: Retroface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik

3
Pemeriksaan bad habit adalah menanyakan ke pasien kebiasaan kebiasaan apa yang di
lakukan oleh pasien yang dapat mempengaruhi maloklusi gigi pasien. Apakah berasal dari
suatu kebiasaan buruk yang telah / sedang dilakukan pasien.
- Jenis : Bad habit apa yang telah dilakukan ?
- Kapan : Usia berapa bad habit dilakukan, apakah masih dilakukan ?
- Durasi : Dari sejak kapan sampai kapan dilakukan ?
- Frekuensi : Berapa kali per jam / perhari dilakukan ?
- Intensitas : Seberapa kuat / keras dilakukan ?
- Posisi : Bagaimana dan di bagian mana dilakukan ?
Pemeriksaan radiografis yang dapat dilakukan adalah panoramik dan sefalometri.
Pemeriksaan radiografis panoramik dapat memberikan pandangan terhadap gigi dan tulang
pendukungnya. Tahap perkembangan gigi yang belum erupsi dapat dilihat dari perkembangan
akarnya. Bentuk kondil dan mandibula juga dapat diobservasi dan melihat adanya abnormalitas
atau bentuk yang asimetris. Pemeriksaan radiografis sefalometri yang dapat menunjukkan
landmark penting digunakan untuk mendiagnosis yaitu hubungan maksila dengan basis kranii,
hubungan maksila dan mandibula, hubungan insisif sentral atas dan basis cranii, hubungan
insisif sentral bawah dengan mandibula dan FHP, hubungan lower border mandibula ke basis
kranial anterior dan FHP, dan ketinggian wajah anterior dari nasion ke menton.1
Analisis model studi secara umum dilakukan dalam tiga dimensi yaitu dalam arah
sagital, transversal, dan vertikal. Penilaian dalam arah sagital antara lain meliputi: hubungan
molar pertama, kaninus, dan insisivus tetap, yaitu maloklusi kelas I, kelas II, atau kelas III
Angle. Ukuran overjet, prognati atau retrognati maksila maupun mandibula, dan crossbite
anterior. Penilaian dalam arah transversal antara lain meliputi pergeseran garis median, 5
asimetri wajah, asimetri lengkung gigi, dan crossbite posterior. Penilaian dalam arah vertikal
antara lain meliputi ukuran overbite, deep bite, open bite anterior maupun posterior, dan
ketinggian palatum.3
Penting untuk mengukur besarnya crowding di dalam lengkung gigi, sebab bermacam-
macam perawatan tergantung pada beratnya crowding. Untuk tujuan ini, diperlukan model
studi. Analisis ruang diperlukan untuk membandingkan antara ruang yang tersedia dan ruang
yang dibutuhkan untuk mengatur gigi sebagaimana mestinya. Perbandingan antara ruang yang
tersedia dan ruang yang dibutuhkan ditentukan, apakah di dalam lengkung terjadi kekurangan
ruang yang akhirnya terjadi crowding. Ataukah tersedia cukup ruang untuk menampung gigi-
gigi atau kelebihan ruang yang akan membuat celah di antara gigi-gigi.3

4
2.2 Kemungkinan klasifikasi maloklusi apabila hubungan molar neutroklusi
Pada skenario, terlihat bahwa gigi anterior ibu (gambar 1) berjarak sehingga terdapat
diastema pada gigi anterior rahang atas dan rahang bawah. Bila hubungan molar neutroklusi,
maka klasifikasi maloklusi pada ibu adalah klasifikasi kelas I tipe 2.4

Gambar 1. Oklusi gigi ibu.

Pada anak (gambar 2), terlihat bahwa terjadi crossbite anterior dengan gigi insisif
maksila sehingga dapat diklasifikasikan sebagai kelas I tipe 3. Crossbite anterior merupakan
keadaan dimana satu atau beberapa gigi depan atas terletak di sebelah lingual dari gigi depan
bawah jika rahang dalam oklusi sentrik.5

Gambar 2. Oklusi gigi anak.

2.3 Kemungkinan etiologi maloklusi


Kemungkinan etiologi maloklusi pada Ibu adalah tongue thrusting yaitu kebiasaan
menjulurkan atau menempatkan lidah ke depan antara gigi-gigi insisivus saat menelan. Sering
ditandai dengan pola gerakan yang tidak normal dan perubahan postur lidah di dasar mulut.6
Akibat dorongan lidah yang terus menerus aktivitas tongue thrusting selama menelan dapat
menyebabkan inklinasi labial pada insisivus, open bite dan spacing dalam beberapa kasus.7

5
2.4 Yang perlu dijelaskan kepada ibunya tentang keadaan gigi anaknya
Penjelasan yang akan dijelaskan oleh dokter gigi kepada ibu pasien mengenai keadaan
gigi anaknya adalah spacing yang terjadi pada gigi anak adalah keadaan normal pada periode
gigi campur (ugly duckling stage) dan bersifat sementara namun tetap harus melakukan kontrol
observasi guna menjaga kebersihan gigi dan mulut.8 Namun untuk spacing ini tidak perlu
khawatir karena kondisi ini akan terkoreksi sendiri dimana benih gigi kaninus permanen yang
erupsi ke arah labial akan mempengaruhi akar gigi insisivus lateralis permanen rahang atas dan
mendorong insisivus lateralis ke mesial. bila gigi kaninus permanen telah erupsi, insisivus
lateralis akan tegak dan diastema tertutup, dan gigi ini normal karena masih dalam
pertumbuhan jadi mungkin tidak perlu perawatan tetapi kontrol berkala butuh 3-6 bulan.

2.5 Jenis perawatan yang dapat dilakukan pada anak


Perawatan yang dilakukan pada kasus anak diatas dengan perawatan ortodonti
interseptif. Perawatan ortodonti interseptif yaitu perawatan yang dilakukan pada masa
pertumbuhan ketika muncul gejala atau tanda-tanda terjadinya maloklusi. Fungsi perawatan
ortodonti interseptif diantaranya mengurangi keparahan maloklusi, memperbaiki profil wajah
sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri, menghilangkan kebiasan buruk.9 Perawatan
interseptif terjadi pada periode gigi campur pada anak. Pemilihan waktu perawatan terbaik di
antara 10-12 tahun untuk perempuan dan 12-14 tahun untuk laki-laki.10

2.6 Masalah yang dapat diatasi dengan perawatan ortodonti interseptif


Perawatan ortodonti interseptif adalah suatu prosedur ortodontik yang dilakukan pada
maloklusi yang baru atau sedang dalam proses terjadi dengan tujuan memperbaiki ke arah
oklusi normal. Perawatan interseptif terjadi pada masa periode 8, gigi campur. Ortodonti
Interseptif adalah suatu tindakan yang harus segera dilakukan karena terdapat suatu gejala atau
proses terjadi maloklusi walau dalam tingkatan yang ringan sehingga maloklusi dapat dihindari
atau tidak berkembang. Macam-macam perawatan ortodonti interseptif, yaitu:10
a. Penyesuaian atau koreksi disharmoni oklusal
b. Perawatan crossbite anterior pada mixed dentition
c. Perawatan diastema anterior
d. Perawatan kebiasaan jelek (bad habit)
e. Latihan otot (myofunctional therapy)
f. Pencabutan beranting (serial extraction)

6
2.7 Tujuan perawatan ortodonti pada anak
Berikut adalah beberapa tujuan perawatan ortodonti pada anak:11
• Memperbaiki adanya kelainan dentofasial sebelum erupsi gigi tetap keluar
semuanya
• Dapat menghindari perawatan ortodontik yang kompleks
• Mengurangi dan mencegah kelainan dentofasial yang akan datang
• Mendapatkan kontak oklusi yang baik, sehingga fungsi oklusi yang efisien dan
estetik penampilan wajah yang memuaskan
• Mendapatkan susunan gigi yang teratur
• Menghilangkan faktor etiologi utama
• Mengoreksi terhadap masalah yang ada dan gangguan skeletal pada saat awal
perkembangan
• Intersepsi (menghalangi) pada masalah yang berkembang
• Mencegah terjadinya keparahan
• Memberikan panduan pertumbuhan ke arah yang lebih baik dengan occlusal
interference
• Manajemen arch size - tooth size discrepancy

2.8 Prosedur serial ekstraksi


Serial ekstraksi merupakan suatu rencana pencabutan pada satu atau lebih gigi sulung
secara dini yang dilakukan berurutan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejajaran benih
gigi permanen, dan akhirnya dilakukan pencabutan pada gigi permanen untuk memelihara rasio
yang tepat antara ukuran gigi dan rahang yang tersedia. Konsep serial ekstraksi adalah koreksi
crowding yang terjadi pada tahap geligi campuran, terutama pada usia 5-6 tahun. Serial
ekstraksi dilakukan harus dengan analisis kasus yang tepat untuk mencapai kesuksesan
prosedur perawatan. Tujuan utama dari serial ekstraksi adalah untuk meningkatkan jumlah
ruangan yang tersedia untuk erupsi gigi permanen dan membuat gigi permanen mengatur posisi
normal dengan sendirinya.12
Ada beberapa jenis metode serial extraction dengan urutan pencabutan yang berbeda,
tapi metode yang paling sering digunakan dengan tingkat kepuasan tertinggi adalah metode
Dewel (1978) yang masih dipakai sampai sekarang (gambar 3).13
1. Ekstraksi gigi susu kaninus

7
Pada usia 8-9 tahun, gigi susu kaninus diekstraksi untuk membuat ruangan bagi
gigi insisivus yang akan erupsi sehingga dapat mencegah terjadinya crossbite
dan mencegah migrasi gigi kaninus rahang atas ke mesial.
2. Ekstraksi gigi susu molar pertama
Gigi susu molar pertama diekstraksi saat akar gigi premolar pertama mencapai
½ panjang akar (diperiksa dengan radiografi), kira-kira 12 bulan setelah
ekstraksi gigi susu kaninus. Pencabutan ini bertujuan untuk mempercepat erupsi
gigi premolar pertama sebelum erupsi gigi kaninus
3. Ekstraksi gigi premolar pertama
Gigi premolar pertama diekstraksi saat gigi kaninus sudah berkembang lebih
dari ½ panjang akar. Pencabutan ini bertujuan untuk memfasilitasi erupsi gigi
kaninus dengan benar.

Gambar 3. Urutan pencabutan gigi susu dan gigi tetap dalam serial extraction.14

8
BAB III
KESIMPULAN

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada kasus di


skenario yaitu pemeriksaan intraoral, pemeriksaan ekstraoral, pemeriksaan radiografis dan
analisis model studi. Pada skenario, terlihat bahwa gigi ibu berjejal pada anterior sehingga
terdapat diastema pada gigi anterior rahang atas dan rahang bawah. Bila hubungan molar
neutroklusi, maka klasifikasi maloklusi pada ibu adalah klasifikasi kelas I tipe 2. Pada anak,
terlihat bahwa terjadi crossbite anterior dengan gigi insisif maksila sehingga dapat
diklasifikasikan sebagai kelas I tipe 3. Kemungkinan etiologi maloklusi pada Ibu adalah
Tongue Thrusting yaitu kebiasaan menjulurkan atau menempatkan lidah ke depan antara gigi-
gigi insisivus saat menelan. Penjelasan yang akan dijelaskan oleh dokter gigi kepada ibu
pasien mengenai keadaan gigi anaknya adalah spacing yang terjadi pada gigi anak adalah
keadaan normal pada periode gigi campur (ugly duckling stage) dan bersifat sementara namun
tetap harus melakukan kontrol observasi guna menjaga kebersihan gigi dan mulut. Perawatan
pada anak yaitu perawatan ortho interseptif karena periode gigi campur, agar normal, bisa
menghilangkan kebiasaan buruk pada anak dan latihan otot. Konsep serial ekstraksi adalah
koreksi crowding yang terjadi pada tahap geligi campuran, terutama pada usia 5-6 tahun.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Staley, R. and Reske, N., 2011. Essentials of Orthodontics. Blackwell Publishing, Ltd.
2. Graber, T.M., Orthodontics, Principles and Practice, 3rd, ED., W.B. Saunders Co.,
Philadelphia, London, Toronto, 1972.
3. Rakosi, T., dkk. Color Atlas of Dental Medicine, Orthodontic-Diagnosis. Edisi I.
Germany: Thieme Medical Publishers. 1993. hal. 3-4, 207-235
4. Kusnoto J, Nasution F, Gunadi H. Ortodonti Jilid 1. 1st ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2014.
5. Thurow, L.C. : Edgewise Orthodontics. 4th ed., St.Louis, The C. V. Mosby Co., 1982.
6. Proffit, W. R., Fields, H. W., & Sarver, D. M. (2013). Contemporary orthodontics. St.
Louis, Mo: Elsevier/Mosby.
7. Jalaly, T., Ahrari, F., & Amini, F. (2009). Effect of tongue thrust swallowing on
position of anterior teeth. Journal of dental research, dental clinics, dental prospects,
3(3), 73–77.
8. Ilyas, M., Costello, C., Zhang, N. and Sharma, A., 2017. The role of the ugly duckling
sign in patient education. Journal of the American Academy of Dermatology, 77(6),
pp.1088-1095.
9. Kamal S, Yusra Y. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan
Kebutuhan Perawatan Ortodonti Interseptif. Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu. 2020;
2(2): 14-18.
10. Widiarsanti S, Sutantyo D, Pudyani P. Perawatan Ortodontik Interseptif dengan Alat
Aktivator pada Periode Percepatan Pertumbuhan. Majalah Kedokteran Gigi Klinik.
2016;1(1):27.
11. Ardhana W. Identifikasi Perawatan Ortodontik Spesialistik dan Umum. Maj Ked Gi.
Juni 2013; 20(1):1-8
12. Satria Darwis, R. and Vininingtyas, L., 2018. Serial Ekstraksi: Prosedur Interseptif
terhadap Penanganan Masalah Maloklusi Dental. Insisiva Dental Journal: Majalah
Kedokteran Gigi Insisiva, 7(1).
13. Muhamad A, Watted N. Serial extraction in orthodontics. International Journal of
Applied Dental Sciences. 2019;5(3):370-378.
14. Yezdani A, Nandhini P, Padmavati R. Serial Extraction In Orthodontics – Review
Article. European Journal of Molecular & Clinical Medicine. 2020;7(2):6432-6441.
MAKALAH SEMINAR MODUL 6.14
Semester Genap 2020-2021
DISKUSI 2

Kelompok 1B

Aqillah Aeriza Putti 040001800019


Areta Salim Andri Putri 040001800020
Areta Vania Bhanuwati 040001800021
Arneta Putri 040001800022
Auliya Urrohman 040001800023
Aurellia Nadia Cendana 040001800024
Ayu Lubna Nasua 040001800025
Caesiovita Indah Virandani 040001800026
Christian Natanael 040001800029
Christopher Arvando J 040001800030
Cindy 040001800031
Cindy Kovianti 040001800032
Citra Satelina Salsabila 040001800033
Cornellia Aninda Kusuma P 040001800034
Cristina Dewi 040001800035
Danisa Alivia 040001800036
Christania Yohana Kakauhe 040001600021

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS TRISAKTI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik meskipun
masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Penulis berterima kasih kepada dosen yang
telah membimbing kami pada modul 6.14 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan laporan yang akan datang sangat diharapkan mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan memohon
kritik serta saran yang membangun demi perbaikan di masa depannya.

Jakarta, 14 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................1
Bab II PEMBAHASAN
2.1 Tujuan analisis sefalometri ................................................................................2
2.2 Jenis-jenis dan kegunaan sefalogram .................................................................2
2.3 Kekurangan analisis sefalometri .......................................................................3
2.4 Perkembangan analisis sefalometri ...................................................................4
2.5 Alasan analisis Moyers hanya menghitung jumlah insisivus bawah dan
tidak menghitung insisivus atas ...............................................................................5

Biomekanika Pergerakan Gigi..............................................................................6


2.6 Gambar dan penjelasan prinsip equivalent of force system ..............................6
2.7 Tipe pergerakan gigi yang akan terjadi .............................................................6

Desain Piranti Lepasan dan Rencana Perawatan ...............................................8

Bab III KESIMPULAN ...................................................................................................11


DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiografi sefalometri adalah radiografi standar yang digunakan untuk radiografi


tulang tengkorak dimana sefalometri digunakan secara ekstensif dalam ortodonti untuk
menilai hubungan gigi dan rahang pada tulang wajah, analisa konveksitas wajah bisa dilihat
dengan menggunakan rontgen foto sefalometri. Piranti ortodontik lepasan adalah salah satu
macam piranti yang jamak digunakan untuk merawat maloklusi, selain piranti ortodontik
cekat. Perawatan dengan piranti ortodontik diharapkan dapat mencapai susunan gigi yang
teratur dan penampilan wajah yang harmonis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah tujuan analisis sefalometri?


2. Ada berapa jenis sefalogram dan apa kegunaannya?
3. Apa kekurangan analisis sefalometri?
4. Bagaimana perkembangan analisis sefalometri?
5. Mengapa analisis Moyers hanya menghitung jumlah insisivus bawah dan tidak
menghitung insisivus atas?
Biomekanika Pergerakan Gigi
6. Gambar dan jelaskan prinsip equivalent of force system
7. Jelaskan Tipe pergerakan gigi yang akan terjadi
8. Bagaimana desain piranti lepasan dan rencana perawatannya?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tujuan analisis sefalometri


Radiografik sefalometri digunakan dalam bidang ortodontik terutama bertujuan sebagai
alat diagnostik, membantu dalam rencana perawatan, penelitian pertumbuhan dan
perkembangan dentofasial dan untuk mendapatkan standar normal dan evaluasi hasil
perawatan. Tujuan analisis sefalometri adalah untuk mengetahui kedudukan maksila dan
mandibula terhadap basis kranii, serta mengetahui tipe fasial pasien sehingga membantu dokter
untuk menentukan rencana perawatan yang tepat.1
Selain itu, radiografik sefalometri juga dapat menilai maturasi tulang menurut Baccetti,
penilaian maturasi tulang (Cervical Vertebrae Maturation Stage) diperlukan untuk menilai usia
skeletal pasien sehingga dapat menentukan kapan perawatan ortodonti dimulai, serta
mengetahui puncak pertumbuhan dari pasien tersebut.
Adapun tujuan dari analisis sefalometri yaitu untuk mengetahui hubungan skeletal dan
dental pada individu yang terkait dengan maloklusinya serta untuk mengevaluasi hubungan
baik secara horizontal dan vertikal dari komponen wajah: kranium dan basis kranial, skeletal
maxila, skeletal mandibula, dan gigi geligi pada rahang atas dan rahang bawah. 2

2.2 Jenis-jenis dan kegunaan sefalogram


Ada 2 jenis sefalogram yang paling sering digunakan yaitu, sefalogram lateral dan
frontal/postero-anterior (gambar 1). Sefalogram lateral adalah gambaran radiografi yang
diambil dari samping kepala pasien dan merupakan jenis gambaran radiografi yang paling
sering digunakan dalam bidang ortodonti dalam mengevaluasi anatomi jaringan pada struktur
kraniofasial, evaluasi pertumbuhan, perencanaan perawatan, dan evaluasi hasil perawatan
ortodonti. Kebanyakan dari penelitian dan data ortodonti didapat dari gambaran radiografi jenis
sefalogram lateral. Pada sefalogram ini biasanya dilakukan analisis sefalometri dengan
menggunakan panduan landmark pada titik anatomi tertentu. Sefalogram frontal adalah
gambaran radiografi yang diambil dari depan pasien dan pada umumnya diindikasikan untuk
pasien dengan asimetris yang signifikan secara klinis. Pengambilan sefalogram frontal dapat
digunakan untuk mendeteksi asimetris pada skeletal dan dental, serta mengevaluasi tinggi dari
ramus mandibularis dan panjang corpusnya. Selain asimetris, sefalogram frontal dapat pula
digunakan untuk evaluasi dental midline discrepancies.3

2
Gambar 1. Sefalogram lateral (kiri) dan frontal (kanan).4

2.3 Kekurangan analisis sefalometri

Sefalometri merupakan interpretasi dua dimensional dari objek tiga dimensional, yang
berarti kita sedang melihat objek tiga dimensi dalam gambar dua dimensi dimana akan ada
perbesaran struktur yang tidak rata. Analisis sefalometri juga memakan waktu yang banyak
dikarenakan pada pemrosesan ruangan gelap untuk identifikasi landmark, konstruksi bidang,
dan kemudian melakukan analisis sefalometri. Selain itu, penyimpanan sefalogram
membutuhkan ruang dan staf yang cukup.5

Kekurangan lainnya dari analisis sefalometri juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kesalahan
proyeksi radiografi, kesalahan sistem pengukuran, dan kesalahan identifikasi landmark.
1. Kesalahan proyeksi radiografi
a. Magnifikasi
b. Distorsi
2. Kesalahan sistem pengukuran
a. Kesalahan dapat terjadi dalam pengukuran berbagai pengukuran linear dan
sudut. Kesalahan tersebut mungkin dapat terjadi pada pengukuran atau pada
saat dilakukan tracing. Dengan menggunakan plotter dan digitizer berbasis
komputer untuk menentukan titik dan melakukan pengukuran linier dan sudut
telah terbukti lebih akurat.
3. Kesalahan identifikasi landmark
a. Kualitas gambar radiografi
i. Definisi radiografi yang buruk dapat terjadi karena penggunaan film
yang sudah lama

3
ii. Gerakan oleh objek, tabung atau film dapat menyebabkan gerakan
kabur, dengan mengurangi waktu eksposur dapat meminimalkan
gerakan kabur tersebut.
iii. Radiasi yang tersebar sehingga menyebabkan film kabur, hal tersebut
dapat dikurangi dengan menggunakan grids
b. Ketepatan menentukan landmark
i. Dapat terjadi apabila penentuan landmark tidak dilakukan secara akurat
sehingga membingungkan untuk diidentifikasi.
ii. Secara umum, terdapat beberapa landmark yang sulit untuk
diidentifikasi seperti porion.
iii. Identifikasi landmark sulit; selalu ada ketidaksesuaian intra dan antar
pemeriksa dalam mengidentifikasi landmark.5
c. Bias operator
i. Perbedaan dalam menentukan landmark antar operator merupakan hal
yang memungkinkan. Namun, operator yang menentukan dan akan
menganalisa sefalometri tersebut harus merupakan orang yang
tersertifikasi dan handal dalam bidangnya sehingga meminimalisir
adanya kesalahan seperti bias operator.
ii. Tidak ada ruang bagi pasien untuk mengambil bagian dalam pemrosesan
rencana perawatan. Dan ortodontis mengalami kesulitan dalam
mengkomunikasikan pasien mengenai diagnosis & rencana perawatan.5

2.4 Perkembangan analisis sefalometri


Cone beam computed tomography (CBCT) adalah metode radiografi yang
menghasilkan struktur jaringan keras secara tiga dimensi (3D) yang akurat. Secara modalitas
radiografi ini mampu memberikan gambar beresolusi sub-milimeter (pasangan 2 baris / mm)
dengan kualitas diagnostik yang lebih tinggi, dengan waktu pemindaian yang lebih singkat (~
60 dtk). Dosis paparan radiasi dari CBCT, 10 kali lebih kecil daripada CT scan konvensional
selama paparan maksilofasial (68 µSv dibandingkan dengan 600 µSv CT konvensional) 1 dan
juga memiliki akurasi dimensi yang baik (hanya sekitar 2% pembesaran).
Teknik CBCT terdiri dari penggunaan sinar X yang berbentuk kerucut bulat atau
persegi panjang dengan pemindai 360 ° di mana sumber sinar-X dengan rangkaian detektor

4
bergerak 2 arah secara bersamaan di sekitar kepala pasien, yang distabilkan dengan penahan
kepala.6

Gambar 2. Mesin Cone Beam Computed Tomography (CBCT).7

Gambar 3. Visualisasi 3 Dimensi dari fraktur parasimfisis rahang bawah sebelah kanan pada
pemindaian CBCT.7

2.5 Alasan analisis Moyers hanya menghitung jumlah insisivus bawah dan tidak
menghitung insisivus atas
Pada analisis moyers hanya menghitung jumlah insisivus bawah dan tidak menghitung
insisivus atas karena gigi insisivus rahang bawah muncul lebih dulu di dalam rongga mulut
pada masa geligi campuran. Gigi insisivus bawah ini juga mudah diukur secara akurat,
seringkali terlibat dalam masalah penanganan ruang dan memiliki variasi perbedaan ukuran
yang sedikit pada tiap individu dibandingkan dengan ukuran gigi insisivus rahang atas.8

5
Biomekanika Pergerakan Gigi

2.6 Gambar dan penjelasan prinsip equivalent of force system


Prinsip equivalent of force system adalah kesetaraan antara gaya dan momen yang
terjadi di pusat resistensi, gaya ortodonti yang diberikan pada titik diberikannya gaya setara
dengan gaya pada pusat resistensi, dengan adanya efek timbul berupa momen. Momen adalah
gaya dikalikan oleh jarak, dengan hasil searah jarum jam atau tidak searah jarum jam.
Gambar dibawah menunjukkan gaya ortodonti mengarah ke kiri, dengan adanya
equivalent of force system, maka terbentuk garis imajiner adanya gaya pada pusat resistensi
dan menghasilkan efek timbul momen yang berputar searah jarum jam.

Gambar 4. Sketsa penjelasan prinsip equivalent of force system.

2.7 Tipe pergerakan gigi yang akan terjadi


Pergerakan gigi dapat dikategorikan dalam 6 kelompok yaitu, tipping, translasi, intrusi,
ekstrusi, pergerakan akar, dan rotasi. Pada skenario telah terjadi tipping karena gigi di skenario
menggunakan labial bow sebagai piranti ortodonti lepasannya dan hanya terjadi gaya ortodonti
tanpa disertai moment pada bagian mahkota giginya. Tipping dapat didefinisikan sebagai
gerakan gigi dimana terjadi gerakan pada mahkota yang lebih daripada dari akar. Pusat rotasi
gerakan tipping ada di antara centre of resistance dan apeks gigi. Tipping dapat dibagi menjadi

6
uncontrolled dan controlled (bodily) tipping (gambar 5 dan 6). Pada uncontrolled tipping
terjadi gerakan dari gaya tunggal, mengarah ke lingual pada tingkat piranti ortodonti sehingga
berakibat ke gerakan pada apeks akar dan mahkota gigi secara berlawanan. Sedangkan gerakan
yang terjadi pada controlled tipping adalah gaya yang diberikan untuk menggerakkan mahkota
gigi disertai dengan momen untuk menjaga posisi dari apeks akar gigi dengan rasio
momen/gaya 7:1.3

Gambar 5. Uncontrolled tipping.3

Gambar 6. Controlled tipping.3

7
Desain Piranti Lepasan dan Rencana Perawatan

Gambar 7. Sketsa desain piranti lepasan.

Desain piranti lepasan dan rencana perawatan pada rahang atas

1. Ekspansi bilateral
Digunakan plat akrilik dengan expansion screw untuk ekspansi bilateral.

2. Distalisasi gigi 21 dan 22


Finger spring untuk distalisasi gigi 21 dan modifikasi S spring untuk distalisasi
dan rotasi gigi 22.

3. Mesialisasi gigi 12
Digunakan modifikasi S spring untuk mesialisasi dan rotasi gigi 12.

4. Rotasi gigi 11 dan 22

8
Digunakan S spring untuk merotasi gigi 11 dan modifikasi S spring untuk rotasi
dan distalisasi gigi 22.

5. Protraksi gigi 12
Untuk protraksi gigi 12 menggunakan kombinasi S spring dan finger spring
yang telah dimodifikasi.

6. Regulasi anterior
Labial bow digunakan sepanjang gigi 13 hingga gigi 23 untuk meregulasi
anterior. Bertujuan untuk meretraksi gigi-gigi anterior ke arah palatal, mempertahankan
lengkung gigi dari arah labial, dan menambah retensi serta stabilitas piranti.

7. Observasi
Observasi dilakukan untuk meninjau apakah piranti lepasan yang digunakan
sudah sesuai dengan keadaan gigi dan mulut pasien. Dilakukan observasi juga untuk
melihat perkembangan gigi-gigi yang sedang diperbaiki, apakah sudah sesuai dengan
tujuan pemasangan ataupun jika ada kekurangan-kekurangan dalam piranti lepasan
tersebut.

Desain piranti lepasan dan rencana perawatan pada rahang bawah

1. Ekspansi bilateral
Digunakan plat akrilik dengan expansion screw untuk ekspansi bilateral. Posisi
celah akrilik tepat berada di midline.

2. Rotasi gigi 31 dan 41


Pada gigi 31 dan 41 perlu diberikan S spring untuk rotasi gigi.

3. Distalisasi gigi 32
Pada gigi 32 perlu di berikan finger spring untuk distalisasi gigi.

4. Protraksi gigi 32 dan 42


Pada gigi 32 dan 42 yang mengalami linguoversi, perlu diberikan s spring untuk
protraksi gigi anterior.

5. Distalisasi gigi 36

9
Pada gigi 36 perlu menggunakan adam’s clasp dan expansion screw. Adam’s
clasp adalah alat retensi paling aktif dan yang paling umum digunakan. Sedangkan,
ekspansi screw adalah alat untuk membantu pembesaran lengkung rahang.

6. Protraksi gigi 35 dan 44


Pada gigi 35 dan 44 dapat dilihat mengalami linguoversion yang dimana gigi-
gigi tersebut terletak pada bagian lingual sehingga dilakukan protraksi posterior
menggunakan mushroom loop untuk protraksi gigi-gigi tersebut ke arah bukal.

7. Regulasi anterior
Regulasi anterior menggunakan labial bow sepanjang gigi 33 hingga mesial gigi
44, dengan tujuan meretraksi gigi-gigi anterior ke arah lingual, mempertahankan
lengkung gigi dari arah labial, dan mempertinggi retensi dan stabilitas alat.

8. Observasi
Observasi dilakukan setelah dilakukannya rencana perawatan untuk melihat
perkembangan setelah menggunakan piranti lepasan. Pada skenario dapat dilihat bahwa
pasien dalam periode gigi campur, sehingga pasien memerlukan observasi terhadap
pergantian giginya apakah sesuai dengan waktu erupsi serta posisi dari gigi
permanennya. Observasi dilakukan untuk melihat apakah gigi yang dilakukan
distalisasi, protraksi, dan retraksi tersebut berada dalam posisi yang diharapkan atau
apakah akan menyebabkan spacing antara gigi karena tidak ada yang membatasi
pergerakan ke atas distal. Observasi juga dilakukan untuk melihat apakah piranti
lepasan tersebut sudah sesuai dengan tujuan pemasangan.

10
BAB III
KESIMPULAN

Analisis Sefalometri
Pada bidang ortodonti, radiografi sefalometri digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membantu dalam merencanakan perawatan, penelitian pertumbuhan dan perkembangan
dentofasial, serta untuk mendapatkan standar normal dan evaluasi hasil perawatan. Terdapat
dua jenis sefalogram yang sering digunakan dalam kedokteran gigi, yaitu sefalogram lateral
yang umumnya digunakan untuk evaluasi anatomi jaringan dengan panduan landmark anatomi
tertentu, dan juga sefalogram frontal yang digunakan untuk mendeteksi asimetris pada skeletal
dan dental, serta evaluasi tinggi ramus mandibula dan panjang corpusnya. Namun, sefalometri
memiliki beberapa kekurangan karena merupakan interpretasi dua dimensional dari objek tiga
dimensional. Kelemahan dari analisis sefalometri dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kesalahan
proyeksi radiografi, kesalahan sistem pengukuran, dan kesalahan identifikasi landmark. Oleh
karena itu, sangat penting untuk selalu memperbarui ilmu seiring berjalannya waktu. Metode
radiografi cone beam computed tomography (CBCT) dapat menghasilkan gambar struktur
jaringan keras secara tiga dimensi dengan akurat.

Biomekanika Pergerakan Gigi


Equivalent of force system memiliki prinsip, yaitu kesetaraan antara gaya dan momen
yang terjadi di pusat resistensi, gaya ortodonti yang diberikan pada titik diberikannya gaya
setara dengan gaya pada pusat resistensi dengan adanya efek timbul berupa momen. Pergerakan
pada gigi dapat dikategorikan sebagai tipping karena gigi pada skenario tersebut menggunakan
labial bow dan hanya terjadi gaya ortodonti tanpa disertai momen pada bagian mahkota dari
gigi.

Desain Piranti Lepasan


Berdasarkan skenario, rencana perawatan pada rahang atas pasien dilakukan ekspansi
bilateral, distalisasi gigi 21 dan 22, mesialisasi gigi 12, rotasi gigi 11 dan 22, protraksi gig 12,
dan regulasi anterior. Pada rahang bawah pasien dilakukan ekspansi bilateral, rotasi gigi 31 dan
41, distalisasi gigi 32, protraksi gigi 32 dan 42, distalisasi gigi 36, protraksi gigi 35 dan 44, dan
regulasi anterior. Setelah dilakukan pemasangan piranti lepasan, penting untuk dilakukan
observasi untuk melihat apakah gigi sudah berada dalam posisi yang diharapkan dan sudah
sesuai dengan tujuan dilakukannya pemasangan piranti lepasan.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Heil A, Lazo Gonzalez E, Hilgenfeld T, Kickingereder P, Bendszus M, Heiland S et


al. Lateral cephalometric analysis for treatment planning in orthodontics based on
MRI compared with radiographs: A feasibility study in children and adolescents.
PLOS ONE. 2017;12(3):e0174524.
2. Proffit, W., Fields, H., Larson, B. and Sarver, D., n.d. Contemporary Orthodontics.
5th ed. Elsevier.
3. Nanda R. Biomechanics and Esthetic Strategies in Clinical Orthodontics. 1st ed. St.
Louis, Missouri: Elsevier Saunders; 2005. p. 62-69
4. Yasunaga M, Ishikawa H, Yanagita K, Tamaoki S. An orthodontic perspective on
Larsen syndrome. BMC Oral Health. 2021;21(1).
5. Sahoo R, Sahoo NR. Advances in Cephalometry in Relation to the Shift in Soft Tissue
Paradigm for Orthodontic Treatment Planning. Indian Journal of Forensic Medicine
and Toxicology. Oct-Dec 2020; 14(4)
6. Kumar, M., Shanavas, M., Siddappa, A. and Kiran, M., 2015. Cone Beam Computed
Tomography - Know its Secrets. Journal Intra Oral Health, (2)(7), pp.64-8.
7. Venkatesh, E. and Elluru, S., 2017. Cone beam computed tomography: basics and
applications in dentistry, 51( Suppl 1), pp.S102-S121.
8. Laviana A. Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis
Ortodonti. Universitas Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai