1B - Makalah Seminar 1 Modul 614
1B - Makalah Seminar 1 Modul 614
14
Semester Genap 2020-2021
DISKUSI 1
Kelompok 1B
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik meskipun
masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Penulis berterima kasih kepada dosen yang
telah membimbing kami pada modul 6.14 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan laporan yang akan datang sangat diharapkan mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan memohon
kritik serta saran yang membangun demi perbaikan di masa depannya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................1
BABII PEMBAHASAN
2.1 Pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis kasus .................2
2.2 Kemungkinan klasifikasi maloklusi apabila hubungan molar neutroklusi ........5
2.3 Kemungkinan etiologi maloklusi .......................................................................5
2.4 Yang perlu dijelaskan kepada ibunya tentang keadaan gigi anaknya ................6
2.5 Jenis perawatan yang dapat dilakukan pada anak ..............................................6
2.6 Masalah yang dapat diatasi dengan perawatan ortodonti interseptif .................6
2.7 Tujuan perawatan ortodonti pada anak ..............................................................7
2.8 Prosedur serial ekstraksi ....................................................................................7
BAB III KESIMPULAN....................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ibu Anak
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
○ Cekung (concave), bila titik pertemuan Lcb-Lca berada di belakang
garis Gl-Pog
● Menurut Schwarz (Boersma, 1987) tipe profil bervariasi masing-masing
menjadi:
○ Cembung (anteface) bila titik Sub nasale (Sn) berada di depan titi
Nasion (Na)
○ Lurus (average face) bila titik Sub nasale (Sn) berada tepat segaris
dengan Nasion (Na)
○ Cekung (retroface) bila titik Sub nasale (Sn) berada di belakang titik
Nasion (Na)
● Masing-masing tipe ini masih bisa bervariasi dengan kombinasi:
○ Retrognatik (Dorsaly rotated dintition): bila gigi-geligi rahang bawah
berotasi ke arah belakang sehingga posisi titik Pog tampak lebih ke
belakang dari posisi Nasion
○ Ortogantik (Unrotated dentition): bila gigi-geligi rahang bawah tidak
berotasi/posisinya normal titik Pog tampak lurus terhadap Nasion
○ Prognatik (Ventraly rotated dentition): bila gigi-geligi rahang bawah
berotasi kedepan, dagu (titik Pog) tampak maju terhadap Nasion
● Untuk menentukan profil muka digunakan 4 titik anatomis Gabella (Gl), Lip
Contour atas (Lca), Lip Contour bawah (Lcb) dan Pogonion (pog) serta garis
referensi Gl-Pog sebagai acuan
○ Glabella (Gl): titik terendah dari dahi terletak pada tengah-tengah di
antara alis mata kanan dan kiri.
○ Lip contour atas (Lca): titik terdepan bibir atas.
○ Lip contour bawah (Lcb): titik terdepan bibir bawah
○ Pogonion (Pog): Titik terdepan dari dagu di daerah symphisis
mandibula.
○ Nasion (Na) adalah titik terdepan dari sutura Fronto nasalis
○ Subnasale (Sn) adalah titik titik terdepan tepat dibawah hidung
Dengan demikian akan didapatkan 9 tipe muka :
■ Cembung: Anteface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik
■ Lurus: Average face dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik
■ Cekung: Retroface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik
3
Pemeriksaan bad habit adalah menanyakan ke pasien kebiasaan kebiasaan apa yang di
lakukan oleh pasien yang dapat mempengaruhi maloklusi gigi pasien. Apakah berasal dari
suatu kebiasaan buruk yang telah / sedang dilakukan pasien.
- Jenis : Bad habit apa yang telah dilakukan ?
- Kapan : Usia berapa bad habit dilakukan, apakah masih dilakukan ?
- Durasi : Dari sejak kapan sampai kapan dilakukan ?
- Frekuensi : Berapa kali per jam / perhari dilakukan ?
- Intensitas : Seberapa kuat / keras dilakukan ?
- Posisi : Bagaimana dan di bagian mana dilakukan ?
Pemeriksaan radiografis yang dapat dilakukan adalah panoramik dan sefalometri.
Pemeriksaan radiografis panoramik dapat memberikan pandangan terhadap gigi dan tulang
pendukungnya. Tahap perkembangan gigi yang belum erupsi dapat dilihat dari perkembangan
akarnya. Bentuk kondil dan mandibula juga dapat diobservasi dan melihat adanya abnormalitas
atau bentuk yang asimetris. Pemeriksaan radiografis sefalometri yang dapat menunjukkan
landmark penting digunakan untuk mendiagnosis yaitu hubungan maksila dengan basis kranii,
hubungan maksila dan mandibula, hubungan insisif sentral atas dan basis cranii, hubungan
insisif sentral bawah dengan mandibula dan FHP, hubungan lower border mandibula ke basis
kranial anterior dan FHP, dan ketinggian wajah anterior dari nasion ke menton.1
Analisis model studi secara umum dilakukan dalam tiga dimensi yaitu dalam arah
sagital, transversal, dan vertikal. Penilaian dalam arah sagital antara lain meliputi: hubungan
molar pertama, kaninus, dan insisivus tetap, yaitu maloklusi kelas I, kelas II, atau kelas III
Angle. Ukuran overjet, prognati atau retrognati maksila maupun mandibula, dan crossbite
anterior. Penilaian dalam arah transversal antara lain meliputi pergeseran garis median, 5
asimetri wajah, asimetri lengkung gigi, dan crossbite posterior. Penilaian dalam arah vertikal
antara lain meliputi ukuran overbite, deep bite, open bite anterior maupun posterior, dan
ketinggian palatum.3
Penting untuk mengukur besarnya crowding di dalam lengkung gigi, sebab bermacam-
macam perawatan tergantung pada beratnya crowding. Untuk tujuan ini, diperlukan model
studi. Analisis ruang diperlukan untuk membandingkan antara ruang yang tersedia dan ruang
yang dibutuhkan untuk mengatur gigi sebagaimana mestinya. Perbandingan antara ruang yang
tersedia dan ruang yang dibutuhkan ditentukan, apakah di dalam lengkung terjadi kekurangan
ruang yang akhirnya terjadi crowding. Ataukah tersedia cukup ruang untuk menampung gigi-
gigi atau kelebihan ruang yang akan membuat celah di antara gigi-gigi.3
4
2.2 Kemungkinan klasifikasi maloklusi apabila hubungan molar neutroklusi
Pada skenario, terlihat bahwa gigi anterior ibu (gambar 1) berjarak sehingga terdapat
diastema pada gigi anterior rahang atas dan rahang bawah. Bila hubungan molar neutroklusi,
maka klasifikasi maloklusi pada ibu adalah klasifikasi kelas I tipe 2.4
Pada anak (gambar 2), terlihat bahwa terjadi crossbite anterior dengan gigi insisif
maksila sehingga dapat diklasifikasikan sebagai kelas I tipe 3. Crossbite anterior merupakan
keadaan dimana satu atau beberapa gigi depan atas terletak di sebelah lingual dari gigi depan
bawah jika rahang dalam oklusi sentrik.5
5
2.4 Yang perlu dijelaskan kepada ibunya tentang keadaan gigi anaknya
Penjelasan yang akan dijelaskan oleh dokter gigi kepada ibu pasien mengenai keadaan
gigi anaknya adalah spacing yang terjadi pada gigi anak adalah keadaan normal pada periode
gigi campur (ugly duckling stage) dan bersifat sementara namun tetap harus melakukan kontrol
observasi guna menjaga kebersihan gigi dan mulut.8 Namun untuk spacing ini tidak perlu
khawatir karena kondisi ini akan terkoreksi sendiri dimana benih gigi kaninus permanen yang
erupsi ke arah labial akan mempengaruhi akar gigi insisivus lateralis permanen rahang atas dan
mendorong insisivus lateralis ke mesial. bila gigi kaninus permanen telah erupsi, insisivus
lateralis akan tegak dan diastema tertutup, dan gigi ini normal karena masih dalam
pertumbuhan jadi mungkin tidak perlu perawatan tetapi kontrol berkala butuh 3-6 bulan.
6
2.7 Tujuan perawatan ortodonti pada anak
Berikut adalah beberapa tujuan perawatan ortodonti pada anak:11
• Memperbaiki adanya kelainan dentofasial sebelum erupsi gigi tetap keluar
semuanya
• Dapat menghindari perawatan ortodontik yang kompleks
• Mengurangi dan mencegah kelainan dentofasial yang akan datang
• Mendapatkan kontak oklusi yang baik, sehingga fungsi oklusi yang efisien dan
estetik penampilan wajah yang memuaskan
• Mendapatkan susunan gigi yang teratur
• Menghilangkan faktor etiologi utama
• Mengoreksi terhadap masalah yang ada dan gangguan skeletal pada saat awal
perkembangan
• Intersepsi (menghalangi) pada masalah yang berkembang
• Mencegah terjadinya keparahan
• Memberikan panduan pertumbuhan ke arah yang lebih baik dengan occlusal
interference
• Manajemen arch size - tooth size discrepancy
7
Pada usia 8-9 tahun, gigi susu kaninus diekstraksi untuk membuat ruangan bagi
gigi insisivus yang akan erupsi sehingga dapat mencegah terjadinya crossbite
dan mencegah migrasi gigi kaninus rahang atas ke mesial.
2. Ekstraksi gigi susu molar pertama
Gigi susu molar pertama diekstraksi saat akar gigi premolar pertama mencapai
½ panjang akar (diperiksa dengan radiografi), kira-kira 12 bulan setelah
ekstraksi gigi susu kaninus. Pencabutan ini bertujuan untuk mempercepat erupsi
gigi premolar pertama sebelum erupsi gigi kaninus
3. Ekstraksi gigi premolar pertama
Gigi premolar pertama diekstraksi saat gigi kaninus sudah berkembang lebih
dari ½ panjang akar. Pencabutan ini bertujuan untuk memfasilitasi erupsi gigi
kaninus dengan benar.
Gambar 3. Urutan pencabutan gigi susu dan gigi tetap dalam serial extraction.14
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Staley, R. and Reske, N., 2011. Essentials of Orthodontics. Blackwell Publishing, Ltd.
2. Graber, T.M., Orthodontics, Principles and Practice, 3rd, ED., W.B. Saunders Co.,
Philadelphia, London, Toronto, 1972.
3. Rakosi, T., dkk. Color Atlas of Dental Medicine, Orthodontic-Diagnosis. Edisi I.
Germany: Thieme Medical Publishers. 1993. hal. 3-4, 207-235
4. Kusnoto J, Nasution F, Gunadi H. Ortodonti Jilid 1. 1st ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2014.
5. Thurow, L.C. : Edgewise Orthodontics. 4th ed., St.Louis, The C. V. Mosby Co., 1982.
6. Proffit, W. R., Fields, H. W., & Sarver, D. M. (2013). Contemporary orthodontics. St.
Louis, Mo: Elsevier/Mosby.
7. Jalaly, T., Ahrari, F., & Amini, F. (2009). Effect of tongue thrust swallowing on
position of anterior teeth. Journal of dental research, dental clinics, dental prospects,
3(3), 73–77.
8. Ilyas, M., Costello, C., Zhang, N. and Sharma, A., 2017. The role of the ugly duckling
sign in patient education. Journal of the American Academy of Dermatology, 77(6),
pp.1088-1095.
9. Kamal S, Yusra Y. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan
Kebutuhan Perawatan Ortodonti Interseptif. Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu. 2020;
2(2): 14-18.
10. Widiarsanti S, Sutantyo D, Pudyani P. Perawatan Ortodontik Interseptif dengan Alat
Aktivator pada Periode Percepatan Pertumbuhan. Majalah Kedokteran Gigi Klinik.
2016;1(1):27.
11. Ardhana W. Identifikasi Perawatan Ortodontik Spesialistik dan Umum. Maj Ked Gi.
Juni 2013; 20(1):1-8
12. Satria Darwis, R. and Vininingtyas, L., 2018. Serial Ekstraksi: Prosedur Interseptif
terhadap Penanganan Masalah Maloklusi Dental. Insisiva Dental Journal: Majalah
Kedokteran Gigi Insisiva, 7(1).
13. Muhamad A, Watted N. Serial extraction in orthodontics. International Journal of
Applied Dental Sciences. 2019;5(3):370-378.
14. Yezdani A, Nandhini P, Padmavati R. Serial Extraction In Orthodontics – Review
Article. European Journal of Molecular & Clinical Medicine. 2020;7(2):6432-6441.
MAKALAH SEMINAR MODUL 6.14
Semester Genap 2020-2021
DISKUSI 2
Kelompok 1B
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik meskipun
masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Penulis berterima kasih kepada dosen yang
telah membimbing kami pada modul 6.14 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan laporan yang akan datang sangat diharapkan mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan memohon
kritik serta saran yang membangun demi perbaikan di masa depannya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................1
Bab II PEMBAHASAN
2.1 Tujuan analisis sefalometri ................................................................................2
2.2 Jenis-jenis dan kegunaan sefalogram .................................................................2
2.3 Kekurangan analisis sefalometri .......................................................................3
2.4 Perkembangan analisis sefalometri ...................................................................4
2.5 Alasan analisis Moyers hanya menghitung jumlah insisivus bawah dan
tidak menghitung insisivus atas ...............................................................................5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Gambar 1. Sefalogram lateral (kiri) dan frontal (kanan).4
Sefalometri merupakan interpretasi dua dimensional dari objek tiga dimensional, yang
berarti kita sedang melihat objek tiga dimensi dalam gambar dua dimensi dimana akan ada
perbesaran struktur yang tidak rata. Analisis sefalometri juga memakan waktu yang banyak
dikarenakan pada pemrosesan ruangan gelap untuk identifikasi landmark, konstruksi bidang,
dan kemudian melakukan analisis sefalometri. Selain itu, penyimpanan sefalogram
membutuhkan ruang dan staf yang cukup.5
Kekurangan lainnya dari analisis sefalometri juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kesalahan
proyeksi radiografi, kesalahan sistem pengukuran, dan kesalahan identifikasi landmark.
1. Kesalahan proyeksi radiografi
a. Magnifikasi
b. Distorsi
2. Kesalahan sistem pengukuran
a. Kesalahan dapat terjadi dalam pengukuran berbagai pengukuran linear dan
sudut. Kesalahan tersebut mungkin dapat terjadi pada pengukuran atau pada
saat dilakukan tracing. Dengan menggunakan plotter dan digitizer berbasis
komputer untuk menentukan titik dan melakukan pengukuran linier dan sudut
telah terbukti lebih akurat.
3. Kesalahan identifikasi landmark
a. Kualitas gambar radiografi
i. Definisi radiografi yang buruk dapat terjadi karena penggunaan film
yang sudah lama
3
ii. Gerakan oleh objek, tabung atau film dapat menyebabkan gerakan
kabur, dengan mengurangi waktu eksposur dapat meminimalkan
gerakan kabur tersebut.
iii. Radiasi yang tersebar sehingga menyebabkan film kabur, hal tersebut
dapat dikurangi dengan menggunakan grids
b. Ketepatan menentukan landmark
i. Dapat terjadi apabila penentuan landmark tidak dilakukan secara akurat
sehingga membingungkan untuk diidentifikasi.
ii. Secara umum, terdapat beberapa landmark yang sulit untuk
diidentifikasi seperti porion.
iii. Identifikasi landmark sulit; selalu ada ketidaksesuaian intra dan antar
pemeriksa dalam mengidentifikasi landmark.5
c. Bias operator
i. Perbedaan dalam menentukan landmark antar operator merupakan hal
yang memungkinkan. Namun, operator yang menentukan dan akan
menganalisa sefalometri tersebut harus merupakan orang yang
tersertifikasi dan handal dalam bidangnya sehingga meminimalisir
adanya kesalahan seperti bias operator.
ii. Tidak ada ruang bagi pasien untuk mengambil bagian dalam pemrosesan
rencana perawatan. Dan ortodontis mengalami kesulitan dalam
mengkomunikasikan pasien mengenai diagnosis & rencana perawatan.5
4
bergerak 2 arah secara bersamaan di sekitar kepala pasien, yang distabilkan dengan penahan
kepala.6
Gambar 3. Visualisasi 3 Dimensi dari fraktur parasimfisis rahang bawah sebelah kanan pada
pemindaian CBCT.7
2.5 Alasan analisis Moyers hanya menghitung jumlah insisivus bawah dan tidak
menghitung insisivus atas
Pada analisis moyers hanya menghitung jumlah insisivus bawah dan tidak menghitung
insisivus atas karena gigi insisivus rahang bawah muncul lebih dulu di dalam rongga mulut
pada masa geligi campuran. Gigi insisivus bawah ini juga mudah diukur secara akurat,
seringkali terlibat dalam masalah penanganan ruang dan memiliki variasi perbedaan ukuran
yang sedikit pada tiap individu dibandingkan dengan ukuran gigi insisivus rahang atas.8
5
Biomekanika Pergerakan Gigi
6
uncontrolled dan controlled (bodily) tipping (gambar 5 dan 6). Pada uncontrolled tipping
terjadi gerakan dari gaya tunggal, mengarah ke lingual pada tingkat piranti ortodonti sehingga
berakibat ke gerakan pada apeks akar dan mahkota gigi secara berlawanan. Sedangkan gerakan
yang terjadi pada controlled tipping adalah gaya yang diberikan untuk menggerakkan mahkota
gigi disertai dengan momen untuk menjaga posisi dari apeks akar gigi dengan rasio
momen/gaya 7:1.3
7
Desain Piranti Lepasan dan Rencana Perawatan
1. Ekspansi bilateral
Digunakan plat akrilik dengan expansion screw untuk ekspansi bilateral.
3. Mesialisasi gigi 12
Digunakan modifikasi S spring untuk mesialisasi dan rotasi gigi 12.
8
Digunakan S spring untuk merotasi gigi 11 dan modifikasi S spring untuk rotasi
dan distalisasi gigi 22.
5. Protraksi gigi 12
Untuk protraksi gigi 12 menggunakan kombinasi S spring dan finger spring
yang telah dimodifikasi.
6. Regulasi anterior
Labial bow digunakan sepanjang gigi 13 hingga gigi 23 untuk meregulasi
anterior. Bertujuan untuk meretraksi gigi-gigi anterior ke arah palatal, mempertahankan
lengkung gigi dari arah labial, dan menambah retensi serta stabilitas piranti.
7. Observasi
Observasi dilakukan untuk meninjau apakah piranti lepasan yang digunakan
sudah sesuai dengan keadaan gigi dan mulut pasien. Dilakukan observasi juga untuk
melihat perkembangan gigi-gigi yang sedang diperbaiki, apakah sudah sesuai dengan
tujuan pemasangan ataupun jika ada kekurangan-kekurangan dalam piranti lepasan
tersebut.
1. Ekspansi bilateral
Digunakan plat akrilik dengan expansion screw untuk ekspansi bilateral. Posisi
celah akrilik tepat berada di midline.
3. Distalisasi gigi 32
Pada gigi 32 perlu di berikan finger spring untuk distalisasi gigi.
5. Distalisasi gigi 36
9
Pada gigi 36 perlu menggunakan adam’s clasp dan expansion screw. Adam’s
clasp adalah alat retensi paling aktif dan yang paling umum digunakan. Sedangkan,
ekspansi screw adalah alat untuk membantu pembesaran lengkung rahang.
7. Regulasi anterior
Regulasi anterior menggunakan labial bow sepanjang gigi 33 hingga mesial gigi
44, dengan tujuan meretraksi gigi-gigi anterior ke arah lingual, mempertahankan
lengkung gigi dari arah labial, dan mempertinggi retensi dan stabilitas alat.
8. Observasi
Observasi dilakukan setelah dilakukannya rencana perawatan untuk melihat
perkembangan setelah menggunakan piranti lepasan. Pada skenario dapat dilihat bahwa
pasien dalam periode gigi campur, sehingga pasien memerlukan observasi terhadap
pergantian giginya apakah sesuai dengan waktu erupsi serta posisi dari gigi
permanennya. Observasi dilakukan untuk melihat apakah gigi yang dilakukan
distalisasi, protraksi, dan retraksi tersebut berada dalam posisi yang diharapkan atau
apakah akan menyebabkan spacing antara gigi karena tidak ada yang membatasi
pergerakan ke atas distal. Observasi juga dilakukan untuk melihat apakah piranti
lepasan tersebut sudah sesuai dengan tujuan pemasangan.
10
BAB III
KESIMPULAN
Analisis Sefalometri
Pada bidang ortodonti, radiografi sefalometri digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membantu dalam merencanakan perawatan, penelitian pertumbuhan dan perkembangan
dentofasial, serta untuk mendapatkan standar normal dan evaluasi hasil perawatan. Terdapat
dua jenis sefalogram yang sering digunakan dalam kedokteran gigi, yaitu sefalogram lateral
yang umumnya digunakan untuk evaluasi anatomi jaringan dengan panduan landmark anatomi
tertentu, dan juga sefalogram frontal yang digunakan untuk mendeteksi asimetris pada skeletal
dan dental, serta evaluasi tinggi ramus mandibula dan panjang corpusnya. Namun, sefalometri
memiliki beberapa kekurangan karena merupakan interpretasi dua dimensional dari objek tiga
dimensional. Kelemahan dari analisis sefalometri dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kesalahan
proyeksi radiografi, kesalahan sistem pengukuran, dan kesalahan identifikasi landmark. Oleh
karena itu, sangat penting untuk selalu memperbarui ilmu seiring berjalannya waktu. Metode
radiografi cone beam computed tomography (CBCT) dapat menghasilkan gambar struktur
jaringan keras secara tiga dimensi dengan akurat.
11
DAFTAR PUSTAKA