Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN BELAJAR MANDIRI

SKENARIO B BLOK 8

Disusun Oleh :

Nama: Vanessa Stepania

NIM: 04011382126196
Kelas: Omega
Kelompok: 18

Tutor: dr. Tia Sabrina, M. Biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRWIJAYA

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


Learning Issue

(Pemeriksaan Laboratorium)

A. Pemeriksaan KOH

1. Pengertian
Pemeriksaan dengan menggunakan KOH adalah teknik pemeriksaan
sederhana dengan menggunakan mikroskop biasa. Solutio KOH yang alkalis
dapat menyebabkan penghancuran sel-sel corneocyte. Dengan
pembersihan/penghancuran tersebut memungkinkan untuk identifikasi/melihat di
bawah mikroskop bahan-bahan exogenous non protein misalnya hypha, spora dan
serabut fiberglass.
Diagnosis dermatofitosis yang dilakukan secara rutin adalah pemeriksaan
mikroskopik langsung dengan KOH 10-20%. Pada sediaan KOH tampak hifa
bersepta dan bercabang tanpa penyempitan. Terdapatnya hifa pada sediaan
mikroskopis dengan kalium hidroksida (KOH) dapat memastikan diagnosis
dermatofitosis. Pemeriksaan mikroskopik langsung untuk mengidentifikasi
struktur jamur merupakan teknik yang cepat, sederhana, terjangkau, dan telah
digunakan secara luas sebagai teknik skrining awal. Teknik ini hanya memiliki
sensitivitas hingga 40% dan spesifisitas hingga 70%. Hasil negatif palsu dapat
terjadi hingga pada l5% kasus, bahkan bila secara klinis sangat khas untuk
dermatofitosis. Sensitivitas, spesifisitas, dan hasil negatif palsu pemeriksaan
mikroskopik sediaan langsung dengan KOH pada dermatofitosis sangat bervariasi.

2. Prosedur
a. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kaca objek, Kaca
penutup, Skalpel atau gelas alas untuk mengambil kerokan, Bunsen, Plat steril,
Erlenmeyer, magnetic stirrer, Timbangan, Gelas Ukur, Penangas air, Autoklaf,
Lamintar Air Flow, cawan petri, Tabung reaksi, pengaduk dan inkubator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kalium hidroksida
(KOH) 10%, Kapas Alkohol 70%, pewarna Lactophenol Cotton Blue (LPCB),
Sabouraud Dextrose Agar (SDA), Kloramfenikol, Akuadest steril, kultur
jamur yang akan diidentifikasi, Bubuk agar Mueller-Hinton, dan Cakram
Griseofulvin.

b. Pengambilan sampel dan pemeriksaan KOH 10%


1. Pengambilan sampel dimulai dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan kemudian informed consent pada pasien.
2. Sebelum pengerokan, punggung dan ketiak kiri dibersihkan dengan kapas
alkohol 70%.
3. Kerokan diambil pada pinggir kelainan kulit/ lesi menggunakan skapel/
kaca objek kemudian ditempatkan dalam pot steril, kering dan tertutup
rapat.
4. Sampel kerokan punggung yang didapat kemudian diperiksa dibawah
mikroskop dengan larutan KOH 10%.
5. Sampel diletakkan diatas kaca objek dan diteteskan dengan beberapa tetes
larutan KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilewatkan
beberapa kali diatas api bunsen.
6. KOH akan melisiskan sel kulit, kuku dan rambut sehingga elemen jamur
akan terlihat jelas. Periksan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x
dan 40x. Pada hasil positif, akan ditemukan elemen jamur berupa hifa.

B. Lactophenol Cotton Blue


Lactophenol cotton blue atau LPCB adalah pewarna yang digunakan untuk membuat
preparat semi permanen fungi atau kapang. Komposisi LPCB diantaranya yaitu:
a. Kristal fenol 20.0g
b. Cotton blue 0,050 g
c. Asam laktat 20.0ml
d. Gliserin 20.0ml e
e. Air sulingan 20.0ml

Persiapan pemasangan lactophenol cotton blue (LPCB) basah adalah metode


pewarnaan dan pengamatan jamur yang paling banyak digunakan dan mudah d
isiapkan. Sediaan memiliki tiga komponen: fenol, yang akan membunuh organisme
hidup/sebagai disinfektan; asam laktat yang menjaga struktur jamur, dan cotton blue
sebagai zat warna yang akan mewarnai dinding jamur (Community Eye Health.,
1999).

a. Alat dan Bahan


Pewarnaan jamur/kapang
a. Mikroskop dan stereomikroskop
b. Jarum enten, jarum pentul
c. Bunsen dan spirtus
d. Kertas label / marker pen
e. Objek glass dan cover glass
f. Penjepit gelas benda
g. Kultur murni kapang/jamur
h. Larutan Lactophenol cotton blue (LPCB)

Cara kerja:
1. Bersihkan objek glass dan cover glass menggunakan alkohol 70% dan tissue
untuk menghilangkan noda dan lemak yang menempel.
2. Teteskan sedikit larutan LPCB di tengah permukaan objek glass.
3. Ambil sedikit hifa jamur yang berada di bagian tepi, taruh di permukaan
objek glass yang telah ditetesi LPCB.
4. Uraikan hifa secara hati-hati menggunakan dua jarum pentul steril sambil
diamati menggunakan stereomikroskop.
5. Tutup sediaan jamur menggunakan cover glass secara hati-hati dan usahakan
tidak ada gelembung udara dalam preparat.
6. Bersihkan kelebihan LPCB dengan kertas hisap
7. Amati menggunakan mikroskop pada perbesaran lemah hingga kuat.
Amati morfologi jamur yang terlihat serta bagian-bagiannya.

C. Kultur jamur
Kultur jamur merupakan metode diagnostik biasanya digunakan hanya pada kasus
yang berat dan tidak berespon pada pengobatan sistemik. Kultur perlu dilakukan
untuk menentukan spesiesnya karena semua spesies dermatofita tampak identik pada
sediaan langsung. Sangat penting bagi masing-masing laboratorium untuk
menggunakan media standar yakni tersedia beberapa varian untuk kultur. Seperti
Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang ditambahkan dengan antibiotik
chloramphenicol dan cycloheximide. Media kultur diinkubasi pada suhu kamar 26°C
maksimal selama 4 minggu dan dibuang bila tidak ada pertumbuhan.

D. Lampu wood
Penggunaan lampu wood menghasilkan sinar ultraviolet 360 nm (sinar hitam) yang
dapat digunakan untuk membantu evaluasi penyakit kulit dan rambut. Dengan lampu
wood, pigmen fluoresen dan perbedaan warna pigmentasi melanin yang halus bisa
divisualisasi. Lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma
dimana akan tampak floresensi merah bata (Yossela T., 2015).
ANALISIS MASALAH

1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan laboratorium tersebut?


Pasien tersebut mengalami dermatofitosis yang diakibatkan oleh jamur
Micosporum canis yang dibuktikan dengan menggunakan metode KOH &
lactofenol.

2. Bagaimana Langkah-langkah diagnosis pada pemeriksaan laboratorium pada


scenario tersebut dan apa fungsi KOH serta LPBC dalam pemeriksaan tersebut?

Pengambilan sampel dan pemeriksaan KOH 10% :


1. Pengambilan sampel dimulai dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan kemudian informed consent pada pasien.
2. Sebelum pengerokan, punggung dan ketiak kiri dibersihkan dengan
kapas alkohol 70%.
3. Kerokan diambil pada pinggir kelainan kulit/ lesi menggunakan
skapel/ kaca objek kemudian ditempatkan dalam pot steril, kering dan
tertutup rapat.
4. Sampel kerokan punggung yang didapat kemudian diperiksa dibawah
mikroskop dengan larutan KOH 10%.
5. Sampel diletakkan diatas kaca objek dan diteteskan dengan beberapa
tetes larutan KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan
dilewatkan beberapa kali diatas api bunsen.
6. KOH akan melisiskan sel kulit, kuku dan rambut sehingga elemen
jamur akan terlihat jelas. Periksan dibawah mikroskop dengan
perbesaran 10x dan 40x. Pada hasil positif, akan ditemukan elemen
jamur berupa hifa.

 Fungsi KOH pada Pemeriksaan Laboratorium pada skenario sebagai pemeriksaan


penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis infeksi jamur pada kulit.
 Larutan pewarna lactophenol cotton blue digunakan untuk memperjelas ciri morfologi
fungi saat diamati di bawah mikroskop.
KERANGKA KONSEP

Laki-laki 24 th,timbul bercak kemerahan dan


bersisik pada punggung dan sekitar ketiak
kiri,disertai rasa gatal.

Melakukan Pemeriksaan Melakukan pemeriksaan mikroskopik


Laboratorium dengan KOH. dengan lactophenol cotton blue.

Terdapatnya hifa pada sediaan Terdapat koloni warna putih,kuning coklat,coklat


mikroskopis dengan kalium kemerahan. Dengan ujung runcing,terdiri dari 6-15
hidroksida (KOH). sel,pada permukaan terdapat tonjolan kecil seperti
duri.

Dermatofitosis
Microsporum canis

.
Daftar Pustaka

Sarumpet, May Iyasya. 2019. Profil Dermatofita Pada Penderita Dermatofitosis Di


Poliklinik Kulit Dan Kelamin. Jurnal Universitas Sumatera Utara Medan.

Wahyuningsih, Retno. Diagnosis laboratorium mikosis kulit dan jaringan penunjang.


Departemen Parasitologi FK UKI.

Asali, Teresa., etc all. 2018. Uji Resistensi Jamur Penyebab Tinea Pedis pada Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Pontianak terhadap Griseofulvin. Jurnal FK
UNTAN.

Anda mungkin juga menyukai