Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS ARTIKEL

“Penerapan Mirror Therapy Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non


Hemoragik Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL

Dosen Pembimbing :
Ikbal Fradianto, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Hazimah Mufidah I4051231015


Mardatilla I4051231025
Zenita Indra Ramadhita I4051231049
Nuriyanti Dwi Rachmawati I4052231009
Ade Mohammad Hellis F. I4052231025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
ANALISIS ARTIKEL
Judul artikel : Penerapan Mirror Therapy Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke
Non Hemoragik Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Penulis : Annisa Ukti Laksmana Putri, Ida Nur Imammah, Isti Haniyatun
Publikasi : Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Indonesia
Penelaah : Kelompok 7
Pendahuluan Prevalensi stroke menurut WHO sebesar 13,7 juta
setiap tahunnya, angka kematian 5,5 juta. Prevalensi
stroke di Indonesia sebesar 10,9% atau dengan umur
>15 tahun yang diperkirakan berjumlah 2.120.362
orang. Masalah yang sering di khawatirkan pada
pasien post stroke adalah mengalami gangguan gerak
pada ekstermitas atas karena koordinasi gerak dan
kekuatan otot, selain itu komplikasi yang ditimbulkan
berupa kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah
(hemiparesis) yang timbul secara mendadak, dan
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota
badan. Salah satu terapi non farmakologi untuk
mengatasi hemiperesis pada otot yaitu, mirror therapy
yang diberikan dengan menggunakan ilusi optik
cermin yang memberikan stimulasi visual pada otak
sehingga dapat mempengaruhi peningkatan fungsi
motorik ekstermitas (Putri et al., 2023).
Fokus Masalah Kekuatan otot pasien stroke non hemoragik
Dampak masalah jika Masalah yang sering di khawatirkan pada pasien post
tidak diatasi stroke adalah mengalami gangguan gerak pada
ekstermitas atas karena koordinasi gerak dan kekuatan
otot, selain itu komplikasi yang ditimbulkan berupa
kelumpuhan wajah atauanggota badan sebelah
(hemiparesis) yang timbul secara mendadak, dan
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota
badan. Jika hal ini tidak dilakukan penanganan secara
cepat maka akan menyebabkan gangguan
vaskularisasi otak maupun kelemahan sehingga
menyebabkan defisit neurologis yang berakibat
terjadinya penurunan fungsi otak. Dengan demikian,
perlu dilakukan terapi non farmakologi untuk
mengatasi hemiparesis / kelemahan pada otot post
stroke (Putri et al., 2023).
Kesenjangan yang Salah satu terapi non farmakologi untuk mengatasi
terjadi hemiperasis pada otot yaitu, mirror therapy yang
diberikan dengan menggunakan ilusi optik cermin
yang memberikan stimulasi visual pada otak sehingga
dapat mempengaruhi peningkatan fungsi motorik
ekstermitas. Dengan demikian terapi latihan rentang
gerak dengan menggunakan media cermin (mirror
therapy) diharapkan dapat meningkatkan status
fungsional pada sensori motorik.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
mirror therapy terhadap kekuatan otot pada pasien
stroke non hemoragik.
Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah studi kasus deskriptif pre
test dan post test dengan kelompok intervensi tanpa
kelompok kontrol. Subjek penelitian menggunakan
responden 2 (dua) sesuai dengan kriteria inklusi dan
ekslusi pasien.
Kriteria inklusi yaitu :
 Pasien Stroke Non Hemoragik
 Bersedia diberikan teknik Mirror Therapy
 Mengalami hemiparesis
 Nilai Glasgow Coma Scale (GCS) 14-15
Kriteria ekslusi yaitu :
 Pasien menolak diberikan teknik Mirror Therapy
 Psien dengan kebutaan total
 Mengalami perburukan kondisi (mis. penurunan
kesadaran nilai GCS ≤13)
 Gangguan fungsi kardiopulmonal.
Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah Studi Kasus deskriptif pre
test dan post test dengan kelompok intervensi tanpa
kelompok kontrol.
Pengukuran/Pengumpu Pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini yaitu
lan Data dengan metode studi kasus kepada 2 responden,
selama 3 hari berturut-turut dalam sehari selama 15
menit pada waktu sore hari. Instrumen yang digunakan
yaitu Manual Muscle Testing (MMT) dan lembar
Observasi Kekuatan Otot.
Analisis Data Analisa data yang digunakan pada penelitian ini yaitu
dengan membandingkan hasil kekuatan otot sesudah
dan sebelum dilakukan mirror therapy pada pasien
stroke non hemoragik.
Hasil Penelitian Hasil kekuatan otot sebelum dilakukan penerapan
latihan mirror theraphy pada Tn. W termasuk kategori
sedikit buruk dan Ny. S termasuk kategori sedang.
kekuatan otot setelah dilakukan penerapan latihan
mirror theraphy pada Tn. W termasuk kategori sedang
dan pada Ny. S termasuk kategori baik. Terdapat
peningkatan kekuatan otot sebelum dan setelah
dilakukan penerapan mirror theraphy selama tiga hari
berturut-turut pada Tn. W dari sedikit buruk menjadi
sedang dan pada Ny. S dari sedang menjadi baik.
Perbandingan kekuatan otot sebelum dan sesudah
dilakukan penerapan mirror theraphy pada Tn. W dan
Ny. S adalah 1:1.
Alur Penelitian dan Penerapan dilakukan dengan metode studi kasus
Data Baseline kepada 2 responden, selama 3 hari berturut-turut dalam
sehari selama 15 menit pada waktu sore hari.
Interpretasi Penelitian Latihan mirror theraphy berpengaruh signifikan
Terhadap Hasil terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke
Penelitian non hemoragik sehingga responden merasa lebih
nyaman. Peningkatan kekuatan otot pada kedua
responden selama 3 hari berturut-turut dengan
perbandingan 1 : 1, dimana pada Tn. W dari kekuatan
otot buruk menjadi sedang dan Ny. S dari kekuatan
otot sedang menjadi baik. Ny. S mengalami
peningkatan kekuatan lebih cepat dibandingkan Tn.
W, hal ini disebabkan karena faktor usia Ny. S yg lebih
muda daripada Tn. W yg sudah masuk kategori lansia.
Perbandingan Hasil Pada penelitian ini mirror theraphy dilakukan dengan
Penelitian dengan metode studi kasus kepada 2 responden, selama 3 hari
Penelitian Sebelumnya berturut-turut dalam sehari selama 15 menit pada
waktu sore hari. Pengukuran kekuatan otot pada
ekstremitas atas dilakukan selama 3 hari berturut-turut
dengan 2 kali sesi pada pagi dan sore hari selama 15
menit. Setelah 3 hari intervensi, kedua responden
mengalami peningkatan kekuatan otot dengan
perbandingan 1:1 (Putri et al., 2023).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Arif et al., (2019) dimana menunjukkan
hasil uji statistik diperoleh nilai 0,000 yang dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
antara terapi cermin terhadap kemampuan gerak pada
pasien stroke di Kumpulan Kesehatan Masyarakat
tahun 2018.
Penelitian ini juga sejalan dengan Penelitian yang
dilakukan Laus et al., (2020) menunjukan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan kekuatan otot setelah dilakukan mirror
theraphy. Ketika pasien melihat bayangan sisi
tubuhnya yang sehat di cermin dan membayangkannya
sebagai sisi paretik, residu dari sel-sel saraf cermin
yang tersisa tetapi aktivitasnya terhambat akan
terangsang untuk aktif kembali. Pasien juga akan
termotivasi secara emosional, sehingga rangsangan
aktivasi sel cermin di otaknya menjadi lebih maksimal,
terutama pada responden dalam usia produktif.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suwaryo et al., (2021) dimana
setelah dilakukan terapi selama 7 hari dan diukur
kekuatan ototnya. Hasil didapatkan semua pasien
mengalami peningkatan kekuatan otot masing-masing
awal dan akhir, pasien pertama dan ketiga dari 3 ke 4,
dan pasien kedua dari 2 ke 3. Semua pasien memiliki
Riwayat penyakit hipertensi.
Implikasi Hasil Penelitian ini dapat digunakan pada
Penelitian fasilitas pelayanan kesehatan khususnya yang
memiliki fasilitas rawat inap. Hal itu dilakukan agar
bisa membantu perawatan yang dilakukan dan
membantu pasien untuk melatih kekuatan otot pada
pasien terutama pasien stroke.
Terapi cermin yang diberikan merupakan
sebuah terapi yang tidak sulit untuk dilakukan fasilitas
pelayanan kesehatan dapat
mempertimbangkan penggunaan terapi cermin ini
karena terbukti mudah diatur, persiapan sederhana,
membutuhkan sedikit pelatihan sederhana,
bermanfaat, efek samping minimal, serta rendah biaya.
Kekuatan dan Kekuatan penelitian
Kelemahan Penelitian 1. Artikel ini dipublish disitus yang jelas
2. Artikel ini merupakan artikel terbaru yang baru
dipublish dalam rentang 5 tahun terakhir pada
November tahun 2023.
3. Artikel ini membahas terapi cermin diagnosa
stroke sebagai tambahan terapi rehabilitasi dengan
persiapan sederhana, murah, mudah diatur dan
membutuhkan sedikit pelatihan tanpa
membebankan pasien serta memiliki manfaat.
Kelemahan penelitian
1. Terapi cermin ini masih kurang dikenal dan
diterapkan di Indonesia.
2. Penelitian artikel ini belum ada dilakukan
pembandingan efektivitas dan efisiensi terapi
cermin pada pasien stroke termasuk metode
pemberiannya.
Kesimpulan Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan terapi cermin secara umum dapat melatih
kekuatan otot terutama pada pasien stroke. Terdapat
peningkatan kekuatan otot sebelum dan setelah
dilakukan penerapan mirror theraphy. Diharapkan
hasil penerapan mirror theraphy dapat menambah
wawasan bagi pembaca maupun penulis selanjutnya
untuk lebih bisa mengembangkan terapi cermin pada
pasien dengan diagnosa medis lain yang mengalami
kelemahan otot.
Referensi Arif, M., Mustika, S., & Primal, D. (2019). Pengaruh
Terapi Cermin Terhadap Kemampuan Gerak
Pada Pasien Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kumpulan Kabupaten Pasaman. JURNAL
KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s Health
Journal), 6(1), 49–53.
https://doi.org/10.33653/jkp.v6i1.239
Laus, R., Wida, A. S. W. D., & Odesta, R. O. (2020).
PASIEN DENGAN GANGGUAN MOBILITAS
FISIK AKIBAT STROKE Universitas Nusa
Nipa. Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan
Masyarakat, 7(2), 34–42.
Putri, A. U. L., Imammah, I. N., & Haniyatun, I.
(2023). Penerapan Mirror Therapy Terhadap
Kekuatan Otot Ekstrimitas Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan
Kesehatan Indonesia (JIKKI), 3(3), 11–20.
https://doi.org/https://doi.org/10.55606/jikki.v3i
3.2069
Suwaryo, P. A. W., Levia, L., & Waladani, B. (2021).
Penerapan Terapi Cermin Untuk Meningkatkan
Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik. Journal of Borneo Holistic Health,
4(2), 127–135.
https://doi.org/10.35334/borticalth.v4i2.2263
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MIRROR THERAPY

Mirror Therapy Mirror therapy merupakan metode latihan umpan balik


visual yang didasarkan pada membayangkan sisi non-
paretik yang diproyeksikan pada cermin sebagai sisi paretik
dan ini dikenal sebagai terapi berorientasi tugas yang
efektif untuk pasien stroke
Tujuan Meningkatkan fungsi motorik dan pembelajaran motorik
Tahap pra interaksi Menyiapkan alat (lembar observasi, mirror therapy)
Tahap orientasi a. Mencuci tangan
b. Memberikan salam terapeutik
c. Menanyakan perasaan pasien
d. Menjaga privasi
e. Menciptakan ruangan yang tenang
Prosedur
Penjelasan kepada 1) Sekarang anda akan melakukan latihan dengan bantuan
pasien cermin, selama latihan anda harus berkonsentrasi penuh
2) Latihan ini terdiri atas 2 sesi, masing-masing sesi selama
15 menit, dengan istirahat selama 5 menit diantara
masing-masing sesi.
3) Lihatlah pantulan tangan kanan anda di cermin,
bayangkan seolah-olah itu adalah tangan kiri anda (jika
yang paresis tangan kiri, atau sebaliknya). Anda tidak
diperbolehkan melihat tangan yang sakit di balikcermin.
4) Lakukan gerakan secara bersamaan (simultan) pada
kedua anggota gerak atas, gerakan diulang sesuai
instruksi dengan kecepatan konstan ±1 detik/gerakan.
5) Jika anda tidak bisa menggerakkan tangan yang sakit,
berkonsentrasilah dan bayangkan seolah-olah anda
mampu menggerakkannya sambil tetap melihat
bayangan di cermin

Posisi pasien saat Pasien duduk di kursi menghadap meja, kedua tangan dan
melakukan mirror lengan bawah diletakkan di atas meja. Sebuah cermin
therapy diletakkan di bidang mid sagital di depan pasien, tangan sisi
paresis diposisikan di belakang cermin sedangkan tangan sisi
yang sehat diletakkan di depan cermin. Di bawah lengan sisi
paresis diletakkan penopang untuk mencegah lengan
bergeser atau jatuh selama latihan, kantong pasirdiletakkan
di sisi kanan dan kiri lengan bawah. Posisi
diatursedemikian rupa sehingga tidak dapat melihat tangan
sisi paresis. Pantulan tangan yang sehat tampak seolah-olah
sebagai tangan yang sakit.
1) Pada latihan hari pertama, pasien diberikan latihan
adaptasi. Pada pertemuan berikutnya, bila pasien sudah
mampu berkonsentrasi selama latihan, maka dapat
dilanjutkan latihan gerak dasar, namun bila belum bisa,
akan tetap diberikan latihan adaptasi sampai pasien bisa
berkonsentrasi melihat pantulan bayangan di cermin.
2) Setiap sesi latihan, pasien akan diberikan 1 macam
latihan gerak dasar, jika sudah mampu melakukan terus-
menerus, maka dilanjutkan dengan 1 macam gerak
variasi. Bila gerak variasi sudah dikuasai, maka
dilanjutkan shaping (gerakan kombinasi).
3) Selama latihan, perawat mengamati respon dan keluhan
subjek. Jika subjek sudah merasa lelah, atau merasakan
kesemutan yang mengganggu pada tangan sisi paresis,
maka latihan dihentikan. Pasien dipersilahkan untuk
istirahat selama 5 menit, setelah itu dilanjutkan latihan
sesi berikutnya.
4) Jenis latihan yang dilakukan dan respon maupunkeluhan
pasien selama latihan dicatat dalam formulir kegiatan
latihan.
Mirror Therapy Latihan yang diberikan berdasarkan protokol terapi Bonner,
Berdasarkan Protokol dibagi menjadi 4, yaitu latihan untuk adaptasi, gerak dasar,
Bonner gerak variasi, dan kombinasi. Perawat mengajarkan gerakan
dengan memberikan contoh langsung sambil menyebutkan
nama gerakan tersebut, yang dibagi berdasarkan posisi.
Setiap kali mengajarkan gerakan baru, perawat duduk di
sebelah pasien menghadap ke cermin, lalu memberikan
contoh gerakan bersama dengan instruksi verbalnya,
kemudian subjek penelitian diminta untuk menirukan sampai
mampu melakukannya sendiri.
1. Adaptasi
Pada awal terapi, pasien belum terbiasa melihat ke
cermin, tapi selalu ingin melihat ke belakang cermin
untuk mengontrol tangan yang sakit sehingga diperlukan
proses adaptasi. Latihan yang diberikan saat adaptasi ada
2 macam:
a. Berhitung : kedua tangan diletakkan di atas meja,
ekstensi jari satu persatu atau beberapa jari diangkat
sekaligus
Instruksi verbal :
1) “Letakkan kedua tangan anda di atas meja
dalam posisi telungkup, naikkan ibu jari-
turunkan ibu jari, naikkan jari kelingking-
turunkan jari kelingking, dan seterusnya”.
2) “Tunjukkan jari manis, tunjukkan jari tengah,
tunjukkan ibu jari, dan seterusnya”.
b. Abduksi-adduksi jari: kedua tangan diletakkan diatas
meja, lakukan abduksi jari dimulai dari ibu jari
diikuti jari telunjuk dan seterusnya, untuk adduksi
dimulai dari jari kelingking diikuti jari manis dan
seterusnya.
Instruksi verbal :
1) “Letakkan kedua telapak tangan di atas meja
dalam posisi telungkup dengan jari-jari rapat,
buka jari-jari anda dimulai dari ibu jari, diikuti
jari telunjuk, jari tengah, dan seterusnya”.
2) “Buka jari-jari anda dimulai dari jari kelingking,
jari manis, jari tengah, dan seterusnya”.
2. Gerak dasar
Latihan gerak dasar diberikan jika pasien sudah
mampu berkonsentrasi melakukan latihan yang
diajarkan terapis sambil melihat pantulan bayangan di
cermin. Terdapat 3 macam gerak dasar, masing-masing
gerakan dapat dibagi menjadi 3 atau 5 posisi tertentu,
disesuaikan dengan tingkat kognitif pasien. Pembagian
posisi dimaksudkan agar pasien selalu konsentrasiselama
latihan, dan tidak bosan karena latihan yang dirasa terlalu
mudah dan monoton.
a) Fleksi elbow : dibagi 3 atau 5 posisi, contoh
pembagian 3 posisi: posisi 1: kedua lengan bawah
diletakkan di meja, posisi 2: lengan bawah terangkat
45⁰ dari meja dengan kedua siku menumpu di meja,
posisi 3: kedua lengan bawah membentuk sudut 90⁰
terhadap meja.
Instruksi verbal : “saya akan mencontohkan beberapa
gerakan, silahkan anda ikuti”. Lalu terapis
melakukan gerakan bersama dengan subjek hingga
ia mampu melakukannya sendiri berdasarkannomer,
misal : posisi 3, posisi 1, dan seterusnya.
b) Ekstensi elbow (gerakan mendorong): dibagimenjadi
3 atau 5 posisi.
Instruksi verbal : berdasar nomer, misal : posisi 2,
posisi 3, dan seterusnya
c) Rotasi interna dan eksterna sendi bahu : dibagi
menjadi 3 atau 5 posisi, contoh pembagian 3 posisi:
posisi 1: geser lengan bawah mendekati badan; posisi
2; geser lengan bawah kembali ke tengah;posisi 3:
geser lengan bawah menjauhi badan.
Instruksi verbal : berdasar nomer, seperti contoh di
atas
3. Variasi
Latihan variasi diberikan jika sudah ada gerakan di
proksimal dan distal anggota gerak, dan pasien sudah
bisa melakukan gerak dasar secara terus-menerus.
Macam latihan variasi :
a. Pronasi supinasi forearm : dibagi menjadi 3 atau 5
posisi, contoh pembagian 3 posisi: posisi 1: telapak
tangan menghadap ke bawah; posisi 2: telapak
tangan dibuka setengah; posisi 3: telapak tangan
menghadap ke atas. Instruksi verbal : berdasarkan
posisi, seperti contoh di atas
b. Grip dan prehension. Instruksi verbal : letakkan
kedua tangan anda di meja, lakukan gerakan kedua
tangan menggenggam (grip); kedua tangan
menggenggam dengan ibu jari di dalam (thumb in
palm); jari-jari setengah menekuk (hook); jari-jari
lurus dan rapat (ekstensi jari-jari); jari-jari lurus dan
renggang (abduksi jari-jari).
c. Berhitung dengan jari-jari. Instruksi verbal :
tunjukkan satu, tunjukkan dua, dan seterusnya
d. Oposisi jari-jari (pinch) 1-4. Instruksi verbal :
sentuhkan ibu jari anda ke telunjuk, sentuhkan ibu
jari anda ke jari tengah, dan seterusnya
4. Shaping
Latihan kombinasi 2 gerakan yang dilakukan
berkelanjutan, dengan kesulitan yang ditingkatkan secara
bertahap sesuai kemampuan pasien. Shaping diberikan
agar pasien tidak merasa bosan, dan tetap konsentrasi
selama latihan. Instruksi gerakan yang diberikan sesuai
dengan latihan yang dilakukan pada hari itu, namun
langsung 2 gerakan sekaligus.
Instruksi verbal: contoh: letakkan tangan anda pada
posisi 3, jari-jari menggenggam
Tahap terminasi • Evaluasi hasil kegiatan
• Lakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya
• Akhiri kegiatan dengan baik
Dokumentasi Dokumentasikan setiap kegiatan

Anda mungkin juga menyukai