Anda di halaman 1dari 24

CRITICAL BOOK REVIEW

PROFESI PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN BISNIS B

SKOR NILAI

PROFESI KEPENDIDIKAN

(UNIMED PRESS ,2022)

NAMA : CANTIKA ELIZABETH

NIM : 7213143015

DOSEN PENGAMPU : FELIX AMBARITA S.Pd,M.Hum

MATA KULIAH : PROFESI KEPENDIDIKAN

KELAS : B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
T.A 2022

1
EXECUTIVE SUMMARY

Profesi di dalam dunia pendidikan dikenal dengan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Dalam arti lain pendidik mempunyai dua arti, adalah arti yang luas dan arti yang sempit. Pendidik
dalam arti yang luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak. Secara alamiah
semua anak sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari orang-orang dewasa agar mereka
bisa berkembang dan tumbuh secara wajar. Sementara itu pendidik dalam arti sempit adalah
orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru atau dosen. Kedua pendidik ini
diberi pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar mereka menguasai ilmu itu dan
terampil melaksanakannya dilapangan. Pendidik ini tidak cukup belajar di perguruan tinggi saja
sebelum diangkat menjadi guru atau dosen, melainkan juga belajar dan diajar selama mereka
bekerja, agar profesionalisasi mereka semakin meningkat. Sedangkan tenaga kependidikan adalah
tenaga/pegawai yang bekerja pada satuan pendidikan selain tenaga pendidik. Tenaga
kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikanAntara pendidik dan
tenaga kependidikan dibutuhkan profesionalisme Pendidik sebagai sosok yang begitu dihormati
lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah dan juga
membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa
bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas
guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk
kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).

2
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas semua rahmat, nikmat serta hidayah-
Nya yang telah di limpahkan. Sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas CRITICAL BOOK
REPORT ini dalam bentuk dan isinya yang sangat sederhana tepat pada waktunya. Dan saya beri
judul “ PROFESI KEPENDIDIKAN“.Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang bersangkutan dalam
pembuatan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa menridhai segala usaha yuang kita
lakukan. Amin.

Medan,24 April 2022

Cantika Elizabeth
7213143015

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 5

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 5

B.Rumusan Masalah ...................................................................................................... 5

C.Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 5

D.Manfaat Penulisan ...................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 6

A.Identitas Buku ............................................................................................................ 6

B.Ringkasan Buku ......................................................................................................... 6

C.Kelebihan, Kekurangan dan Kritik............................................................................. 12

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 23

A.Simpulan ................................................................................................................... 23

B.Saran ......................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 24

LAMPIRAN ................................................................................................................. 24

4
Bab I
Pendahuluan (Latar belakang, Tujuan, Manfaat)

A. Rasionalisasi pentingnya CBR


Keterampilan membuat CBR pada penulis dapat menguji kemampuan dalam meringkas dan
menganalisis sebuah buku serta membandingkan buku yang dianalisis dengan buku yang lain,
mengenal dan memberi nilai serta mengkritik sebuah karya tulis yang dianalisis.
Seringkali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami, terkadang kita hanya
memilih satu buku untuk dibaca tetapi hasilnya masih belum memuaskan misalnya dari segi
analisis bahasa dan pembahasan, oleh karena itu penulis membuat CBR Psikologi Pendidikan ini
untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi terkhusus pada pokok bahasa
tentang Psikologi Pendidikan.

B. Tujuan penulisan CBR


Alasan dibuat CBR :
Mengulas isi sebuah buku.
Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam buku.
Membandingkan isi buku utama dan buku pembanding

C. Manfaat CBR
Penyelesaian tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Menambah pengetahuan tentang Psikologi Pendidikan
Meningkatkan kemampuan menemukan inti sari suatu buku
Membandingkan buku dengan buku lainnya dengan baik.

D. Identitas buku yang diReview: (tidak termasuk buku pembanding)

1. Judul : Profesi Kependidikan


2. Edisi : 11
3. Pengarang / (Editor, jika ada) : Dr.Yasaratodo Wau,M.Pd
4. Penerbit : Unimed Press
5. Kota terbit : Medan
6. Tahun terbit : 2022
7. ISBN : 978-602-7938-05-2

5
Bab II Isi Buku
(Ringkasan Buku Setiap Bab)

BAB I : HAKIKAT DASAR PROFESI KEPENDIDIKAN


Pengertian Profesi
Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan
bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang
tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.

Ciri-ciri Guru professional


profesionalisme seseorang ditunjang oleh tiga hal, dan tanpa ketiga hal ini dimiliki,
sulit seseorang mewujudkan profesionalismenya , yaitu: keahlian, komitmen dan skiil yang
relevan. Ketiga hal itu pertama-tama dikembangkan melalui pendidikan pra-jabatan, dan
selanjutnya ditingkatkan melalui pengalaman dan pendidikan/latihan dalam jabatan. Karena
keahliannya yang tinggi, maka seorang profesional dibayar tinggi.

Guru sebagai jabatan profesional


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia guru adalah orang yang pekerjaannya (mata
pencahariannya,profesinya) mengajar. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, guru adalah seorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk
kepentingan anak didik, sehingga menunjang hubungan sebaik-baiknya dengan anak didik,
menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama,
kebudayaan, keilmuan (Nurdin, 2002:8). Dalam pengertian yang sederhana,guru adalah orang
yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik ( Djamarah ,2005 : 31 ).
Jabatan dapat diidentikan dengan kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan
yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang, lebih khusus lagi didefinisikan oleh Webstar
(1989), bahwa profesi/jabatan adalah pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademik yang intensif
(http://longlifeeducation-sukses.blogspot.com).
Sedangkan istilah profesionalisasi dalam Kamus Bahasa Indonesia, ditemukan sebagai
berikut: Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,
kejuruan dan sebagainya) tertentu. Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2)
memerlukan kepandain khusus untuk menjalankannya dan (3) mengharuskan adanya
pembayaran untuk melakukannya. Profesionalisasi adalah proses membuat suatu badan
organisasi agar menjadi professional (Nurdin, 2002:15).

BAB II : PROFESIONALISASI GURU


rofesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota
penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan
yang diinginkan oleh profesinya itu. Profesionalisasi mengandung makna dua dimensi utama,
yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. Peningkatan status dan
peningkatan kemampuan praktis ini harus sejalan dengan tuntutan tugas yang diemban sebagai
guru.

Sebagi tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri
maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah
atau masyarakat. Pembinaan merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang dapat
dilakukan melalui kegiatan seminar, pelatihan, dan pendidikan. Pembinaan guru dilakukan
dana kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi
6
sosial. Pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada meliputi meliputi penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi.

Profesionalisasi seorang guru secara garis besar ditentukan oleh tiga faktor, yakni: faktor
internal dari guru itu sendiri, kondisi lingkungan tempat kerja, dan kebijakan pemerintah. Oleh
sebab itu profesionalisasi (upaya meningkatkan profesionalisme) guru agar menjadi guru
profesional harus dilakukan secara sinergis melalui tiga jalur dimaksud. Berikut adalah
penjelasan masing-masing faktor.

Faktor internal guru


Faktor internal guru, yakni kemauan guru untuk menjadi seorang guru yang profesional
memegang peranan sangat penting. Faktor internal ini justru yang mempercepat proses
terwujudnya guru-guru yang profesional. Upaya yang dilakukan dalam profesionalisasi guru
perlu diarahkan pada terbentuknya kesadaran pada diri setiap guru agar mereka secara sukarela
meningkatkan profesionalisasinya sehingga menjadi guru profesional.

Kondisi lingkungan tempat kerja


Kondisi lingkungan tempat kerja juga sangat menentukan keberhasilan profesionalisasi guru
profesional. Sebab, meskipun sudah dilakukan profesionalisasi agar guru menjadi profesional,
namun apabila lingkungan tempat kerja tidak kondusif–apalagi tidak memberikan penghargaan
kepada guru profesional–maka upaya profesionalisasi tadi juga akan menemui jalan buntu.
Akibatnya, guru yang semula memiliki semangat juang yang tinggi dalam mengemban
profesinya menjadi tak berdaya dan acuh tak acuh dengan profesinya itu. Hasilnya, guru tidak
lagi menjadi profesional, apalagi berusaha untuk menjadi profesional.

Kebijakan pemerintah.
Kebijakan pemerintah dalam profesionalisasi guru profesional ini terutama terkait dengan
award and punishment. Award diberikan kepada para guru profesional (yang telah
menunjukkan kinerja dengan profesionalisme tinggi), sekaligus diberikan kepada mereka yang
selalu berusaha untuk meningkatkan keprofesionalannya. Punishment diberikan kepada guru
yang tidak bekerja secara profesional. Apabila kebijakan pemerintah ini dijalankan, maka
profesionalisasi guru profesional akan semakin mudah mencapai sasaran.

Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip
profesional. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2)
memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang
tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.

BAB III : ORGANISASI DAN SIKAP PROFESI KEPENDIDIKAN


A. Pengertian Sikap dan Sasaran
Sikap atau attitude adalah suatu cara berinteraksi suatu perangsang. Thursthone menjelaskan
sikap adalah serajat suatu efek positif/efek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek
psikologis. Dijelaskan pula sikap adalah kesiapan untuk beraksi terhadap suatu objek dengan
cara-cara tertentu. Ada sejumlah pendapat lain yang mendasar mengenai sikap. Berikut ini
adalah garis besar pandangan-pandangan sikap yang disusun oelh pengamat Eiser (1986,
dalam Ross, 1994);
(1) Sikap merupakan pengalaman subjektif.
(2) Sikap adalah pengalaman tentang suatu objek atau persoalan.
(3) Sikap ialah pengalaman tentang suatu masalah atau objek dari sisi dimensi penilaian.
(4) Sikap melibatkan pertimbangan yang bersifat menilai.
(5) Sikap bisa diungkapkan melalui bahasa.
7
(6) Ungkapan sikap pada dasarnya bisa dipahami.
(7) Sikap dikomunikasikan kepada orang lain.
(8) Sikap setiap orang bisa sama dan bisa tidak sama.
(9) Sejumlah orang yang mempunyai sikap berbeda pada suatu objek akan berbeda pula
dalam pendapat masing-masing mengenai apakah yang benar atau salah mengenai objek itu.
(10) Sikap jelas berhubungan dengan perilaku sosial.

Begitulah, sikap telah didefinisakn dalam berbagai versi oleh para ahli. Namun, dalam dunia
pendidikan sikap diartikan sebagai gerak-gerik seseorang dalam menjalankan pekerjaannya
yang mencakup keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Dari paparan di atas tadi, sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia,
sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang dan tidak
senang. Dalam hal ini, begaimanakag sikap guru terhadap berbagai faktor yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugasnya? Semuanya ada pada sikap guru dalam menyikapi terhadap
peraturan perundang-undangan, terhadap organisasi profesi, terhadap sekolah, terhadap anak
didik, terhadap mitra/masyarakat, dan terhadap pemimpin.
1) Sikap terhadap Peraturan Perundang-undangan
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu
mengerti kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijasanaan tersebut. Kebijaksanaan
pemerintah dalam pendidikan adalah segala peraturan-peraturan pelaksanaan, baik yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, di Pusat maupun di Daerah, maupun
Departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita.
Setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam
bidang pendidikan, ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional, maupun Departemen yang mengatur pendidikan. Oleh
karenanya, seorang profesi kependidikan, harus menyikapi terhadap peraturan perundang-
udangannya, antara lain:
1. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang
pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang sistem pendidikan nasional,
UU tentang guru dan dosen.
2. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.
3. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkat rasa persatuan dan kesatuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD 45.
4. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah/satuan
pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
5. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi/kedinasan yang berakibat kepada kerugian
negara.

2) Sikap terhadap Organisasi Profesi


Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya
peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi
profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah
usaha untuk membawakan misi dan menetapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut
sangat tergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban
para anggotanya organisasi PGRI merupakan suatu sistem, dimana unsur pembentukannya
adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada
hubungan timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan
kewajiban maupun dalam mendapatkan hak. Sikap seorang profesi terhadap organisasi profesi
8
harus disadari dan menjalankan tanggung jawabnya yang sesuai dengan kode etiknya, adapun
sikap seorang profesi terhadap organisasi profesi adalah:
1. Guru menjadi anggota profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan
program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
2. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberi manfaat
kepada kepentingan pendidikan.
3. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan
komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
4. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-
tugas organisasi profesi dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.
5. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggung jawab,
inisiatif individual dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
6. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat
merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
7. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa
alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

3) Sikap terhadap Sekolah


Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan guru
berkewajiban menciptakan suasana yang baik dilingkungannya. Untuk menciptakan suasana
kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu; guru sendiri, dan hubungan
guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dari kode etik yang
berbunyi; “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar mengajar”. Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu
dengan cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai, maupun penyediaan alat
belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, atau pendekatan lainnya
yang diperlukan. Oleh karenanya guru harus menyikapinya dengan baik, adapun sikap guru
terhadap sekolah adalah:
1. Memelihara dan meningkat kinerja,prestasi dan reputasi sekolah
2. Memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif
3. Menciptakan dan melaksanakan proses belajar yang kondusif
4. Menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah
5. Menghormati rekan sejawat
6. Seling membimbing antar sesama rekan sejawat
7. Menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan
8. Membantu rekan-rekan juniornya dan memilih jenis pelatihan yang relevan untuknya
9. Menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapatnya
10. Membasiskan diri pada nilai agama,moral dan kemanusiaan dalm setiap tindakannya
11. Memiliki beban moral untuk bersama-sama untuk meningkatkan keefektifan pribadi
sebagai guru
12. Mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah
13. Tidak mengeluarkan pernyataan-peryataan keliru
14. Tidak boleh merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya
15. Tidak boleh mengoreksi tindakan profesional sejawatnya atas pendapat siswa/masyarkat
16. Tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawatnya
17. Tidak boleh memunculkan konflik dengan sejawatnya

4) Sikap terhadap Anak Didik


Dalam kode etik guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa; guru berbakti membimbing
9
peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar
ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan
tugasnya sehari-hari, yakni; tujuan pendidikan nasional, prinsip bimbingan, dan prinsip
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 02/1989 tentang
Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengejar, atau mendidik saja.
Pengertian membimbing seperti dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem
amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah “ing ngarso sung tulodo,
ing madyo karso, dan tut wuri handayani”. Oleh karenanya, seorang tenaga profesi
menyikapinya, agar tercapai tujuan tersebut. Adapun sikap seorang profesi terhadap anak didik
adalah:
1. Berperilaku secara profesional
2. Membimbing peserta didik
3. Mengetahui karakteristik anak didik
4. Menghimpun informasi tentang anak didik
5. Menjalin hubungan dengan anak didik
6. Mencegah gangguan yang mempengaruhi perkembangan anak didik
7. Mencurahkan usaha profesinalnya untuk membantu anak didik
8. Menjunjun tinggi harga diri anak didikya
9. Memandang adil semua tindakan anak didiknya
10. Menjunjung tinggi kebutuhan dan hak anak didiknya
11. Terpanggil hati nurani dan moralnya untuk perkembangan anak didik
12. Membuat usaha yang rasional untuk melindungi anak didik
13. Tidak boleh membuka rahasia anak didik
14. Tidak boleh menggunakan hubungan kepada anak didik yang melanggar norma
15. Tidak boleh menggunakan hubungan dengan anak didik untuk memperoleh keuntungan
pribadi

5) Sikap terhadap Mitra atau Masyarakat


Dalam ayat 7 kode etik guru disebutkan bahwa “Guru memelihara huungan seprofesi,
semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial”, ini berarti bahwa; guru hendaknya
menciptkana dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan karjanya, guru
hendakanya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial
di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas
kedinasa. Sedangkan huungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu
dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun dalam keseluruhan dalam rangka menunjang
tercapainya keberhasilan anggota profesi. Hal ini guru juga menjalin hubungan dengan
masyarakat agar nama sekolah terangkat, karena masyarakat mendukung program yang ada di
sekolahnya. Adapun sikap guru terhadap mitra dan masyarakat adalah:
1. Menjalin komunikasi dan kerja sama
2. Mengakomodasikan aspirasi masyarakat
3. Peka terhadap perubahan yang dalam masyarakat
4. Bekerja sama untuk meningkatkan prestasi dan martabat profesinya
5. Melakukan usaha secara bersama untuk meningkatka kesejahteraan anak didiknya
6. Memberikan pandangan profesional dalam berhubungan dengan msayarakat
7. Tidak boleh membocorkan rahasia sejawat/anak didik kepada masyarakat
8. Tidak boleh menampilkan diri secara eksklusif

6) Sikap terhadap Pemimpin


10
Sebagai salah seorang anggota organisasi, guru akan berada dalam bimbingan dan pengawasan
pihak atasan. Sudah jelas bahwa pimpinan suatu unit atau organisasi akan mempunyai
kebijakan dan arahan dalam memimpin organisasinya, dimana tiap anggota organisasi itu
dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat
saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut berupa tuntutan akan kepatuhan dalam
melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan mereka.
Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usaha dan malahan kritik yang membangun
demi mencapai tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh sebab itu,
dapat kita simpulkan bahwa setiap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam
pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Adapun sikap guru terhadap pemimpinnya antara lain:
1. Membina hubungan kerja sama dengan wali siswa
2. Memberikan informasi kepada wali siswa secara jujur
3. Merahasiakan informasi anak didik kepada orang lain
4. Memotivasi wali siswa
5. Berkomunikasi secara baik dengan wali siswa
6. Menjunjung tinggi hak wali siswa
7. Tidak boleh melakukan hubungan dengan wali siswa untuk memperoleh keuntungan
pribadi

B. Pengembangan Sikap Profesional


Ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan.
Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan maupun
setelah bertugas.
Pengembangan sikap selama prajabatan; calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Sedangkan pengembangan
sikap selama dalam jabatan; banyaknya usaha dilakukan dalam rangka peningkatan sikap
profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Keterangan tersebut, maka
kami akan memperinci lagi tentang kedua pengembangan tersebut.
1) Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik,
guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh
sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi
perhatian siswa dan masyarakat.

2) Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan


Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan
pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap
profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti mengikuti penataran,
lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya.

C. Organisasi Profesi
Organisasi profesi adalah suatu organisasi, yang biasanya bersifat nirlaba, yang ditujukan
untuk suatu profesi tertentu dan bertujuan melindungi kepentingan publik dan anggotanya
pada bidang tertentu.
1) PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
PGRI sebuah organisasi kependidikan yang lahir tanggal 25 november 1945 hanya berselang 3
bulan setelah kemerdekaan indonesia di proklamasikan. PGRI bersifat unitaristik, tanpa
memandang perbedaan ijazah, tempat bekerja, kedudukan, suku, jenis kelamin, agama, dan
asal usul, independent, yang berdasarkan pada prinsip kemandirian organisasi dengan
11
mengutamakan kemitrasejajaran dengan berbagai pihak. Nonpartai politik, bukan partai
politik, tidak terkait dan mengikat diri pada kekuatan organisasi/partai politik manapun.

2) ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia)


ABKIN adalah organisasi profesi untuk para konselor di Indonesia. Asosiasi ini didirikan pada
tahun 2003 dalam kongres nasional di Lampung seiring upaya memperkuat konselor sebagai
suatu profesi sebagai pengganti Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) yang merupakan
organisasi profesi yang menaungi petugas bimbingan dan konseling sebelumnya. ABKIN
memiliki tujuan menyukseskan pembangunan nasional, khususnya dibidang pendidikan
dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan menunjang pelaksanaan program yang
menjadi garis kebijakan pemerintah.

3) ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia)


ISPI didirikan pada tanggal 17 mei 1960 yang berkedudukan di Jakarta. ISPI memiliki tujuan
untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran kepada pembangunan pendidikan nasional secara
profesional agar lebih terarah.

4) ISMaPI (Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia)


ISMaPI merupakan organisasi profesi yang independen tampil sebagai pioner dan fasilitator
dalam upaya peningkatan dan pengembangan manajemen pendidikan di Indonesia melalui
pengembangan disiplin,profesi,dan praktek manajemen pendidikan. ISMaPI lahir untuk
melanjutkan cita-cita Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN) dalam
menghimpun para ahli profesional dan praktisi di bidang menajemen pendidikan.

BAB IV PERANAN GURU DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN


Dalam peningkatan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan, terdapat beberapa komponen
yang sangat penting untuk mendukung salah satunya yaitu penyelenggaraan manajemen
pendidikan yang dalam lingkup mikro disebut juga manajemen sekolah. Tanpa adanya
manajemen pendidikan yang baik maka kemungkinan segala upaya peningkatan mutu
penyelenggaraan pendidikan akan gagal sama sekali. Bidang ataupun aspek apapun yang akan
dibenahi akhirnya kembali kepada adanya prasyarat utama yaitu terselenggaranya manajemen
pendidikan yang handal. Masalah manajemen pendidikan adalah masalah yang sangat berperan
dalam proses penyelenggaraan pendidikan baik sebagai sarana maupun alat penataan bagi
komponen pendidikan lainnya.

1. Definisi Manajemen
Dari segi bahasa management berasal dari kata manage (to manage) yang berarti “to conduct
or to carry on, to direct” (Webster Super New School and Office Dictionary). Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia Manajemen diartikan sebagai “Proses penggunaan sumberdaya secara
efektif untuk mencapai sasaran”(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Adapun dari segi Istilah
telah banyak para ahli telah memberikan pengertian manajemen, dengan formulasi yang
berbeda-beda, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian manajemen menurut
beberapa ahli:
a. (Prajudi Atmosudirdjo,1982 : 124): Manajeme itu adalah pengendalian dan pemanfaatan
daripada semua faktor dan sumberdaya, yang menurut suatu perencanaan (planning),
diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja yang tertentu.
b. (George R. Terry, 1986:4) Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri
dari tindsakan-tindakan : Perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan pengawasan, yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumberdaya manusia serta sumber-sumber lain.
c. (Sondang P. Siagian. 1997 : 5): Manajemen dapat didefinisikan sebagai “kemampuan atau
12
ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui
kegiatan-kegiatan orang lain”.

2. Definisi Pendidikan
Ditinjau dari sudut hukum, defenisi pendidikan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 1 ayat (1) yaitu : ”Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang
pengertian pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun
maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

3. Hakekat Manajemen Pendidikan


Manajemen pendidikan merupakan suatu seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan
yang digunakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Manajemen pendidikan dapat pula didefenisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya
pendidikan mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien. Manajemen pendidikan
dapat pula diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif,
efisien mandiri, dan akuntabel.
Berikut ini, terdapat beberapa definsi manajemen pendidikan menurut beberapa ahli
diantaranya:
a. Biro Perencanaan Depdikbud, (1993:4): Manajemen pendidikan ialah proses perencanaan,
pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman & bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan bangsa.

b. Soebagio Atmodiwirio. (2000:23): Manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagi proses


perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

BAB V : HAKEKAT SUPERVISI PENDIDIKAN


Pengertian Supervisi Pendidikan
Supervisi adalah aktivitas dan kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh seorang profesional untuk
membantu guru dan tenaga pendidikan lainnya dalam memperbaiki bahan, metode dan evaluasi
pengajaran dengan melakukan stimulasi, koordinasi dan bimbingan secara kontinyu agar guru
menjadi lebih profesional dalam meningkatkan pencapaian tujuan sekolah.
13
Istilah supervisi berasal dari bahasa Inggris yaitu supervision yang artinya pengawasan,
pemeriksaan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor. Terdapat beberapa istilah yang
hampir sama dengan supervisi, antara lain: pengawasan, pemeriksaan, dan inspeksi. Supervisi
merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan teknis edukatif di sekolah, bukan sekadar
pengawasan fisik terhadap fisik material. Supervisi merupakan pengawasan terhadap kegiatan
akademik yang berupa proses belajar mengajar, pengawasan terhadap guru dalam mengajar ,
pengawasan terhadap situasi yang menyebabkannya.

Kegiatan supervisi bertujuan untuk memperbaiki proses dan hasil belajar mengajar. Kegiatan
utamanya adalah membantu guru, tetapi dalam konteks-nya yang luas menyangkut komponen
sekolah yang lain karena guru juga terkait dengan komponen tata usaha, sarana, lingkungan
sekolah, dan lain-lain.

Tujuan dan Fungsi Supervisi


Menurut Mulyasa (2013), tujuan supervisi pendidikan adalah sebagai berikut:
Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang
sebenarnya dan peranan sekolah dalam merealisasikan tujuan tersebut.
Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan peserta didiknya
menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif.
Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-
aktivitasnya dan kesulitan-kesulitan belajar mengajar, serta menolong mereka merencanakan
perbaikan-perbaikan.
Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga sekolah lain terhadap cara
kerja yang demokratis dan komprehensif, serta memperbesar kesediaan untuk tolong menolong.
Memperbesar semangat guru-guru dan meningkatkan motivasi berprestasi untuk mengoptimalkan
kinerja secara maksimal dalam profesinya.
Membantu kepala sekolah untuk mempopulerkan pengembangan program pendidikan di sekolah
kepada masyarakat.
Melindungi orang-orang yang di supervisi terhadap tuntutan-tuntutan yang tidak wajar dan kritik-
kritik yang tidak sehat dari masyarakat.
Membantu kepala sekolah dan guru-guru dalam mengevaluasi aktivitasnya untuk
mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.
Mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan (kolegialitas) di antara guru.

Menurut Maryono (2011), fungsi supervisi pendidikan adalah sebagai berikut:


Penelitian. Fungsi penelitian adalah fungsi yang harus dapat mencari jalan keluar dari masalah
yang dihadapi.
Penilaian. Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa
besar yang telah dicapai, dan penilaian ini dilakukan dengan berbagai cara seperti tes, penetapan
standar, penilaian kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah, serta
prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
Perbaikan. Fungsi perbaikan adalah sebagai usaha untuk mendorong guru baik secara
perseorangan maupun kelompok agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam
menjalankan tugas mereka. Perbaikan ini dapat dilakukan dengan bimbingan, yaitu dengan cara
membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melakukan
percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur mengajar yang baru.
Pembinaan. Fungsi pembinaan merupakan salah satu usaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dihadapi, yaitu dengan melakukan pembinaan atau pelatihan kepada guru-guru tentang
cara-cara baru dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, pembinaan ini dapat dilakukan
denagan cara demonstrasi mengajar, workshop, seminar, observasi, konferensi individual dan
14
kelompok, serta kunjungan sepervisi.

Jenis-jenis Supervisi
Menurut Suhardan (2010), terdapat tiga jenis supervisi, yaitu:
Supervisi akademik. Yaitu yang menitik beratkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah
akademik, yaitu hal-hal yang langsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada
waktu siswa sedang dalam proses pembelajaran.
Supervisi administrasi. Yang menitik beratkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek
administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dengan pelancar terlaksananya pembelajaran.
Supervisi lembaga. Yang menitik beratkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek yang berada
di sentral madrasah. Jika supervisi akademik dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran,
maka supervisi lembaga dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik madrasah atau kinerja
madrasah.

Sedangkan menurut Sahertian (2008), terdapat beberapa jenis supervisi pendidikan, yaitu sebagai
berikut:
a. Supervisi konvensional
Supervisi konvensional adalah model supervisi yang menganut paham bahwa supervisor sebagai
seseorang yang memiliki power untuk menentukan nasib kepala sekolah dan guru. Dalam
kegiatan supervisinya, supervisor yang bergaya konvensional akan melihat kesalahan kepala
sekolah, guru, dan karyawan bahkan selalu mengawasi kepala sekolah, guru, dan karyawan.
Model supervisi ini adalah supervisor selalu mencari kesalahan orang yang di supervisi, sehingga
dalam menjalankan tugasnya sewenang-wenang tidak mau menerima masukan dari orang yang di
supervisi meskipun usulan yang dikemukakan itu baik.
b. Supervisi artistik
Supervisi artistik menuntut seorang supervisor dalam melaksanakan tugasnya harus
berpengetahuan, berketerampilan, dan memiliki sikap arif. Model supervisi artistik memiliki
beberapa ciri khas, antara lain:
Memerlukan perhatian agar lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara.
Memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup.
Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru dalam rangka mengembangkan pendidikan
bagi generasi muda.
Menuntut untuk memberi perhatian lebih banyak terhadap proses kehidupan kelas.
Memerlukan suatu kemampuan berkomunikasi yang baik dalam cara mengungkapkan apa yang
dimiliki terhadap orang lain yang dapat membuat orang lain menangkap dengan jelas ciri ekspresi
yang diungkapkan itu.
Memerlukan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang diungkapkan.
c. Supervisi ilmiah
Supervisi ilmiah adalah supervisi yang dilaksanakan pengawas atau kepala sekolah untuk menilai
kinerja kepala sekolah atau guru dengan cara memberikan angket untuk diisi oleh kepala sekolah
atau guru, kemudian dicari pemecahannya dilakukan dengan terencana, kesinambungan,
sistematis, menggunakan alat atau instrumen yang dibutuhkan untuk memperoleh data yang
diperlukan secara baik dan apa adanya (objektif). Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
Supervisi dilaksanakan secara berencana dan berkesinambungan atau berkelanjutan.
Supervisi dilaksanakan dengan sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu.
Supervisi dilaksanakan dengan menggunakan alat atau instrumen pengumpulan data.
Supervisi dilaksanakan dapat menjaring data yang apa adanya (objektif).
d. Supervisi klinis
Supervisi klinis adalah supervisi yang dilakukan berdasarkan adanya keluhan dari guru yang
disampaikan kepada supervisor. Supervisi klinis ini berbentuk supervisi yang difokuskan pada
15
peningkatan pembelajaran dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan pengamatan
serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan
mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.

Prinsip dan Pendekatan dalam Supervisi


Menurut Sahertian (2000), terdapat empat prinsip dalam supervisi, yaitu sebagai berikut:
Prinsip ilmiah, prinsip ilmiah mencakup tiga unsur, yaitu: Sistematika (dilaksanakan secara
teratur, berencana dan kontinyu), Objektif (data yang didapat pada observasi yang nyata bukan
tafsiran pribadi) dan Menggunakan alat (instrument) yang dapat memberi informasi sebagai
umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar-mengajar.
Prinsip demokratis, yaitu menjunjung tinggi asas musyawarah, memiliki jiwa kekeluargaan yang
kuat serta sanggup menerima pendapat orang lain.
Prinsip kooperatif, seluruh staff dapat bekerja sama, mengembangkan usaha bersama dalam
menciptakan situasi belajar-mengajar yang lebih baik.
Prinsip konstruktif dan kreatif, yaitu membina inisiatif guru serta mendorongnya untuk aktif
menciptakan suasana dimana tiap orang merasa aman dan dapat menggunakan potensi-
potensinya.
Menurut Sahertian (2000), terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam supervisi,
yaitu pendekatan direktif, pendekatan non-direktif dan pendekatan kolaboratif. Adapun penjelasan
ketiga pendekatan supervisi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan direktif (langsung)
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor
memberikan arahan langsung, sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan.
Pendekatan direktif ini berdasarkan pada pemahaman terhadap psikologis behavioristis. Prinsip
behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap
rangsangan/stimulus.
b. Pendekatan non-direktif (tidak langsung)
Pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang
sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan,
tapi ia terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru. Pendekatan
non-direktif ini berdasarkan pada pemahaman psikologis humanistik yang sangat menghargai
orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih
banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru-guru.
c. Pendekatan kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan
non-direktif menjadi suatu cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini, baik supervisor maupun
guru bersama-sama bersepakat untuk menetapkan struktur proses dan kriteria dalam
melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini
didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah
perpaduan antara kegiatan individu dengan lingkungan yang pada gilirannya akan berpengaruh
dalam pembentukan aktivitas individu.

BAB VI BIMBINGAN KONSELING PERAN GURU


BIMBINGAN KONSELING PERAN GURU
Pelayanan konseling diselenggarakan dengan orientasi, prinsip dan asas serta landasan yang
secara keseluruhan terpadu dalam setiap kegiatan layanan dan aspek-aspek pendukungnya.
Segenap orientasi, prinsip dan asas serta landasan tersebut terwujudkan dalam kaidah-kaidah
keilmuan dan kompetensi yang dipelajari dengan sebaik-baiknya.
A. Orientasi
Yang dimaksud dengan orientasi di sini adalah arah perhatian dan fokus dasar yang setiap kali
harus menjadi pokok perhatian dalam pelaksanaan pelayanan konseling. Ada tiga orientasi yang
16
menjadi perhatian utama, yaitu:
1. Orientasi individual, artinya setiap layanan konseling terutama tertuju kepada subjek yang
dilayani sebagai individu. Perorangan subjek yang dilayani dengan segenap keindividualannya
itulah titik tuju layanan. Dalam layanan melalui format kelompok dan klasikal pun, arah kepada
perorangan itu menjadi fokus. Lebih lanjut, hasil layanan juga terfokus kepada perolehan masing-
masing perorangan subjek yang dilayani.
2. Orientasi perkembangan, artinya setiap layanan konseling memperhatikan karakteristik
subjek yang dilayani dari sisi tahap perkembangannya. Perkembangan merupakan suatu proses
yang menggambarkan perilaku kehidupan sosial psikologi manusia pada posisi harmonis di dalam
lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks. Oleh Havighurst dalam Sunarto (2006:43),
perkembangan tersebut dinyatakan sebagai tugas yang harus dipelajari, dijalani, dan dikuasai oleh
setiap individu dalam perjalanan hidupnya. Masing-masing orang berbeda dalam perkembangan.
Selain itu meskipun dua orang subjek berada pada tahap perkembangan yang sama, aspek
keindividualan (individual differences) tetap harus diperhatikan. Dengan demikian orientasi
perkembangan dan orientasi individual dipadukan menjadi satu.
3. Orientasi permasalahan, artinya setiap layanan konseling terfokus pada permasalahan yang
sedang dialami dan/atau yang mungkin (dapat) dialami oleh subjek yang dilayani. Hal ini secara
langsung terkait dengan konsep KES dan KES-T. Pelayanan konseling tidak lain adalah
mengembangan KES dan mencegah terjadinya KES-T, serta menangani KES-T apabila
permasalahan memang sedang dialami oleh subjek. Terkait dengan orientasi terdahulu, maka
ketiga orientasi, yaitu orientasi individual, perkembangan dan permasalahan dipadukan menjadi
satu.
B. Fungsi
Memperhatikan ketiga orientasi di atas, yang terpadu menjadi satu, fungsi pelayanan konseling
adalah:
1. Pemahaman, yaitu fungsi pelayanan konseling membantu klien agar memiliki pemahaman
terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
Berdasarkan pemahaman ini, klien diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara
optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi layanan konseling untuk memelihara dan
mengembangkan kondisi positif (dalam kaitannya dengan pancadaya) yang ada pada diri subjek
yang dilayani dan mengarahkannya kepada kehidupan perilaku KES. Menurut Sunaryo
Kartadinata, salah satu visi bimbingan dan konseling adalah pengembangan, karena titik sentral
tujuan bimbingan dan konseling adalah perkembangan optimal dan strategi upaya pokoknya
adalah memudahkan untuk berkembang bagi individu. Menurut South Carolina Guidance and
Counseling Departement (1999), aspek yang harus dikembangkan melalui pelayanan konseling
pada pelajar, antara lain:
a) Learning To Live (Personal/Social Development)
The development of personal/social standards is an integral part of an individual’s pursuit of
success in life. To understand and respect self, relate positively to others, make informed and safe
decisions, cope effectively with change, and become responsible citizens are essential to this
process.
b) Learning To Learn (Academic Development)
The development of academic and educational standards is an integral part of an individual’s
pursuit of life-long learning. Being able to achieve educational success, identify and work toward
goals, manage information, organize time, and locate resources are essential to this process.
c) Learning To Work (Career Development)
The development of career standards is an integral part of an individual’s pursuit of success in the
world of work. Being able to develop the knowledge and skills to make realistic career plans,
make a successful transition from school to work, achieve interdependence, and compete in a
global economy are essential to this process.
17
Ketiga aspek perkembangan tersebut harus diseleraskan satu dengan yang lain. Perkembangan
personal dan sosial tentunya akan berpengaruh pada pendidikan maupun karir seseorang. Begitu
juga perkembangan karir pada umumnya membutuhkan kematangan personal, sosial, dan
pendidikan.
3. Pencegahan, yaitu fungsi layanan konseling untuk mencegah timbul/berkembangnya kondisi
negatif pada diri subjek yang dilayani (yang mengakibatkan KES-T). Sesuai dengan Dorset
county council (2002:13), “Counselling is concerned with prevention and de-escalation of a
problem and focuses on enabling the person to develop self-esteem and the internal resources to
cope with their difficulties more effectively”. Menurut Makinde (2007), salah satu peran konselor
adalah:”Preventive role: to anticipate, circumvent and if possible forestall difficulties which may
arise in future”.
4. Pengentasan, yaitu fungsi pelayanan konseling untuk mengatasi kondisi negatif/KES-T pada
diri subjek yang dilayani sehingga menjadi positif/KES (kembali). Menurut lunenberg (2010):
“Even those students who have chosen an appropriate educational program for themselves may
have problems that require help. A teacher may need to spend from one-fifth to one-third of his
time with a few pupils who require a great deal of help, which deprives the rest of the class from
the teacher's full attention to their needs. The counselor, by helping these youngsters to resolve
their difficulties, frees the classroom teacher to use his time more efficiently”
Pada setting pendidikan formal, seorang konselor harus mampu memainkan fungsi ini.
Permasalahan-permasalahan peserta didik, baik yang berkenaan dengan pribadi, belajar, sosial,
karir, agama maupun kehidupan berkeluarga dapat dientaskan melalui melalui pelayanan
konseling.
5. Advokasi, yaitu fungsi layanan konseling untuk menegakkan kembali hak (hak-hak) subjek
yang dilayani yang terabaikan dan/atau dilangar/dirugikan pihak lain, termasuk dalam
lingkungan sekolah. Sesuai dengan Manitoba Education, Citizenship and Youth (2007):
“One of the roles of school counsellors is advocacy, both in terms of promoting a comprehensive
and developmental approach to guidance and counselling services and in terms of supporting
students as they progress through the education process and through life’s changes. School
counsellors work with students, school administration, teachers, clinicians, parents, and the
community to advocate for positive solutions to emerging concerns and difficult situations. These
concerns and situations may range from relatively minor issues to serious, seemingly life-altering
events. Common advocacy opportunities arise when students face suspension or expulsion from
school, when students seek assistance in clarifying their position on educational difficulties with
staff and parents, and when students wish to engage in mediation or restitution activities.”
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa konselor sekolah bahkan dapat
memberikan advokasi bagi siswa-siswa yang ingin dikeluarkan oleh pihak sekolah

C. Prinsip
Prinsip merupakan kaidah dasar yang perlu selalu diperhatikan dalam penyelenggaraan pelayanan
konseling. Apabila orientasi konseling yang dikemukakan di atas memberikan arah perhatian dan
fokus dasar tentang ke mana layanan konseling ditujukan, prinsip konseling menekankan
pentingnya kaidah-kaidah pokok yang secara langsung dan konkrit mendasari seluruh praktik
pelayanan konseling.
1. Prinsip integrasi pribadi, menekankan pada keutuhan pribadi subjek yang dilayani dari
segenap sisi dirinya dan berbagai kontekstualnya. Dari sisi hakikat manusia misalnya, unsur-unsur
berikut mendapat penekanan :
Keimanan dan ketakwaan ditunaikan
Kesempurnaan penciptaan diwujudkan
Ketinggian derajat ditampilkan
Kekhalifahan diselenggarakan
HAM dipenuhi
18
Aktualisasi unsur-unsur hakikat manusia itu seluruhnya berada dalam pengembangan pancadaya
(daya takwa, cipta, rasa, karsa dan karya) serta dalam bingkai kelima dimensi kemanusiaan
(dimensi kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman). Ketiga orientasi
pelayanan konseling (orientasi individual, perkembangan dan permasalahan) sepenuhnya
diarahkan bagi terbentuknya pribadi yang terintegrasikan itu melalui ditegakkannya fungsi-fungsi
pemahaman, pemeliharaan dan pengembangan, pencegahan, pengentasan, dan advokasi.
2. Prinsip kemandirian, menekankan pengembangan pribadi mandiri subjek yang dilayani.
Kelima ciri kemandirian tersebut antara lain memahami dan menerima diri sendiri secara objektif,
positif dan dinamis, memahami dan menerima lingkungan secara objektif, positif, dan dinamis,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan diri sendiri, dan mewujudkan diri sendiri.
3. Prinsip sosio-kultural, menekankan pentingnya subjek yang dilayani berintegrasi dengan
lingkungan, yaitu lingkungan yang langsung terkait dengan kehidupannya sehari-hari, serta
berbagai kontekstual dalam arti yang seluas-luasnya. Pelayanan konseling mengintegrasikan dan
mengharmonisasikan subjek yang dilayani dengan lingkungan sosio-budayanya.
4. Prinsip pembelajaran, menekankan bahwa layanan konseling adalah proses pembelajaran.
Subjek yang dilayani menjalani proses pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar tertentu
yang berguna dalam rangka terkembangnya KES dan tertanganinya KES-T.
5. Prinsip efektif/efisien, menekankan bahwa upaya pelayanan yang diselenggarakan oleh
konselor harus menghasilkan sesuatu untuk pengembangan KES dan penanganan KES-T subjek
yang dilayani. Pelayanan konseling terarah pada keberhasilan yang optimal. Termasuk ke dalam
upaya optimalisasi pelayanan konseling adalah kerjasama dengan pihak-pihak lain sehingga
berbagai sumber daya dapat dikerahkan untuk kepentingan subjek yang dilayani.
Kelima prinsip di atas terpadu menjadi satu, tidak diterapkan secara terpisah, meskipun kelimanya
bisa dipilah. Kelima prinsip tersebut juga terpadu dengan ketiga orientasi konseling untuk
menegakkan kelima fungsi konseling.

D. Asas
Asas konseling merupakan kondisi yang mewarnai suasana jalannya pelayanan. Apabila asas
yang dimaksudkan tidak terwujud akan sangat dikhawatirkan layanan konseling yang
terselenggara akan mengalami berbagai kekurangan atau bahkan kesulitan, misalnya kurang
terarah, kurang gairah, kurang berhasil, atau bahkan mubazir. Berbagai asas dapat diidentifikasi,
di sini hanya dikemukakan lima yang pokok-pokok saja.
1. Asas kerahasiaan, yaitu asas konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan
keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan
yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini konselor berkewajiban
penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-
benar terjamin. Konselor harus mampu berkomitmen sebagai berikut:
Saya, ......... (nama konselor)
Mampu dan bersedia, menerima, menyimpan, menjaga, memelihara dan merahasiakan semua data
dan keterangan dari klien saya atau dari siapapun juga, yaitu data atau keterangan yang tidak
boleh dan/atau tidak layak diketahui oleh orang lain.
Dalam Islam, rahasia merupakan suatu hal yang harus dijaga, bahkan termasuk amanah. Seorang
muslim harus pandai sekali menjaga rahasia temannya, penuh amanat apabila diberi titipan, dan
penuh tanggung jawab terhadap keselamatan. Bahkan jika seorang konselor dapat menutup aib
ataupun menjaga rahasia klien maka celanya dapat ditutup oleh Allah SWT. Sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW yang artinya: “Barangsiapa menutupi cela saudaranya, maka Allah Ta’ala akan
menutupi celanya di dunia dan akhirat.” (HR Ibnu Majah)”.
2. Asas kesukarelaan, menekankan pentingnya kemauan subjek yang dilayani untuk mengikuti
kegiatan pelayanan. Makin tinggi tingkat kemauan atau motivasi untuk memperoleh layanan,
makin tinggi pula tingkat keterlibatan subjek dalam layanan konseling. Kondisi yang ideal ialah
apabila subjek benar-benar sukarela dengan kemauan sendiri (self-referal). Untuk bisa sukarela
19
seperti itu subjek yang dilayani, selain memahami dengan baik tujuan pelayanan konseling,
terlebih lagi meyakini adanya jaminan dari konmselor tentang diberlakukannya asas kerahasiaan.
3. Asas kegiatan, menekankan pentingnya peran aktif subjek yang dilayani dalam pelaksanaan
layanan konseling. Bukan konselor saja yang aktif, namun terlebih lagi subjek yang dilayani.
Makin aktif subjek yang dilayani makin ada jaminan layanan itu akan sukses.
4. Asas kemandirian, menekankan pentingnya arah pengembangan diri subjek yang dilayani,
yaitu pribadi yang mandiri dengan kelima ciri yang telah dikemukakan sebelumnya. Lebih
konkrit, pribadi yang mandiri itu terwujud dalam KES dan terhindar dari KES-T.
5. Asas keobjektifan, menekankan pentingnya kejelasan dan keterjangkauan semua hal yang
menjadi materi layanan konsleing. Di samping itu, hal-hal yang objektif itu juga terukur dan dapat
dijalani oleh subjek yang dilayani.
Seperti kaidah-kaidah terdahulu, asas-asas konseling juga terpadu menjadi satu. Semuanya adalah
demi suksesnya pelayanan untuk sebesar-besarnya memenuhi tuntutan pengembangan diri subjek
yang dilayani.

E. Landasan
Seluruh orientasi, fungsi, prinsip dan asas sebagaimana diuraikan di atas menuntut untuk
dilaksanakan oleh konselor. Dalam hal ini, perlu pula dipahami bahwa semua itu didasarkan pada
landasan pelayanan konseling sebagai berikut:
1. Landasan religius. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, segenap komponen dan unsur-
unsur HMM sepenuhnya berdasarkan kaidah-kaidah keagamaan. Dalam kaitan ini segenap aspek
pelayanan konseling secara kental mengacu kepada terwujudnya HMM yang seluruhnya
bersesuain dengan kaidah-kaidah agama. Menurut Prayitno (2004:154), Landasan religius dalam
bimbingan dan konseling pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan
segenap kemuliaan kemanusiaannya menjadi fokus netral upaya pelayanan bimbingan dan
konseling. Klien dengan predikat seperti itu hendaknya diperlakukan dalam suasana dan cara
yang penuh kemuliaan kemanusiaan pula. Di Indonesia pelayanan konseling harus berlandaskan
pada agama. Dalam pelaksanaan layanan konseling secara Islami landasan yang digunakan adalah
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya adalah sumber pedoman kehidupan umat Islam
(Faqih. 2001:5).
2. Landasan psikologis. Berbicara tentang kondisi dan karakteristik individu, perkembangan,
permasalahan, kemandirian, KES dan KES-T dengan berbagai kontekstualnya, semuanya itu
terkait dengan kaidah-kaidah psikologi. Hal ini berarti bahwa konselor dipersyaratkan memahami
dan menerapkan berbagai kaidah psikologi, meskipun ia tidak perlu menjadi psikolog, karena
keduanya (konselor dan psikolog) berada pada bidang profesi yang berbeda. Konselor bukan
psikolog, dan psikolog bukan konselor.
3. Landasan pedagogis. Sudah amat jelas bahwa konselor adalah pendidik. Oleh karenanya
segenap kaidah pokok pendidikan harus dikuasai dan terapkan oleh konselor dalam pelayanan
konseling. Landasan pedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi,
yaitu:
a) Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu
Pendidikan adalah upaya memuliakan kemanusiaan manusia. Tanpa pendidikan, bagi manusia
yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi kefitrahan, keindividualan,
kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan.
b) Pendidikan sebagai inti proses bimbingan konseling
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya.
Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas
di Amerika Serikat. pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling
adalah proses yang berorientasi pada belajar. Belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri
sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.
c) Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling
20
Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga
menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program
bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang
menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta
kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP)
dan pendidikan menengah.
4. Landasan sosio-kultural. Adalah kenyataan bahwa individu, dalam hal ini subjek yang
dilayani merupakan bagian integral dari lingkungannya, terutama lingkungan sosio-kultural. Oleh
karenanya, pelayanan terhadap subjek dalam konseling haruslah secara cermat memperhitungkan
aspek-aspek sosio-kultural yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
kehidupannya. KES dan KES-T subjek yang dilayani terkait secara kental dengan lingkungan
sosio-kulturalnya itu.
5. Landasan keilmuan – teknologis. Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun
prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis
dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen,
prosedur tes, yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan
ilmiah lainnya. Bimbingan dan konseling juga merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”.
Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek
bimbingan dan konseling, seperti: psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat,
sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari
disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling,
baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan
bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan
melalui berbagai bentuk penelitian.
Berdasarkan penjelasan di atas maka disimpulkan bahwa pelayanan konseling bukanlah
pelayanan seadanya, bukan pula pelayanan yang bisa dilaksanakan oleh siapa saja, melainkan
pelayanan profesional dengan ciri-ciri keilmuan dan teknologis. Dasar kelimuan dan teknologi
terwujud dalam kompetensi konselor sebagai pelaksana pelayanan profesional konseling.
Oleh sebab itu, seorang konselor harus terus meningkatkan kompetensi dan wawasan tentang
keilmuan bimbingan dan konseling agar mendapatkan pengakuan yang luas. Menurut Department
of Education and Science inspectorate (2009), “There appeared to be widespread recognition
among schools’ senior management of the benefits for guidance counselors of engaging in
continuing professional development (CPD)”.
Tidak diragukan lagi, kelima landasan tersebut di atas juga terpadu menjadi satu. Dipilah oke,
dipisah tidak mungkin. Dalam hal ini, konselor harus menguasai semua landasan itu untuk
suksesnya pelayanan profesional yang menjadi tugas dan kewajibannya.

21
Bab III Pembahasan
(Perbedaan: Keunggulan, Kelemahan)

 KELEBIHAN
Menurut saya buku ini telah menjelaskan dengan cara yang efektif dan efisien sehingga tidak
terlalu banyak kekurangan dalam buku ini.
Buku utama menggunakan kalimat dan kata – kata yang tidak terlalu sulit dipahami oleh
pembaca.
Cover nya yang menarik membuat pembaca lebih tertarik untuk membaca bukutersebut.

 KELEMAHAN
Sebagian ada yang tidak menjelaskan materi pada sub bab nya. Bahkan ada bagian yang tidak
tertuliskan atau dibahas tuntas.
Jenis tulisannya berbeda-beda, ada yang memakai Times New Roman, ada yang memakai Arial
dan kadang memakai Calibri.
Kesalahan letak penulisan catatan kaki pada halaman yang berbeda dengan kode pada bacaan
materi.

 KRITIK
Dalam mengangkat suatu permasalahan memang dibutuhkan suatu data yang banyak, akan tetapi
jangan terlalu dipaksakan sehingga sebagian datanya ada yang tidak bisa dipecaya dengan pasti.
Data yng tidak atau sebagian masih terdapat kesangsian jangan digunakan.
Penyusunan urutan yang disajikan dalam isi pembahasan memang sistematis, namun juga tidak
ada salahnya jika ditunjukkan setiap pembahasan isi mengikat suatu simpulan khusus pembahasan
tersebut

22
Bab IV Penutup
(Kesimpulan dan Saran)

Kesimpulan
Buku ini layak dibaca dan layak juga dirujuk sebagai bahan studi maupun karya ilmiah. Hal ini
terwujud dengan bukti fisik buku ini yang menyajikan banyak data atau informasi ilmiah yang
penyampaiannya mengikuti pekembangan teknologi dan sifat masyarakat global.
Dari kesekian banyak kelebihan maka buku ini tidak menutup kemungkinan hanya dipergunakan
bagi kalangan pelajar/mahasiswa atau pakar ilmu, tetapi juga layak bagi guru dan khalayak umum
sebagai bentuk atau cara adaptif mempersiapkan diri untuk menyikapi perubahan dalam dunia
pendidikan yang cenderung dinamis berubah terjadi disekitar kita.

Saran
Hendaknya penyajian buku ini mempertahankan keunikannya tersendiri yang telah terbangun dari
hal-hal yang berkaitan langsung dengan pribadi internal dan eksternal di dunia profesi
kependidikan.Dari kesekian banyak kelebihan diatas, telah juga diuraikan kelemahan dari buku
ini, harapan kedepan buku ini terus diperbaiki sesuai dengan anggapan atau kebutuhan pembaca
pada khususnya.Buku ini sangat banyak manfaatnya terutama bagi kelangsungan kehidupan kita
msing-msaing calon pendidik, maka diharapkan kedepan buku ini tetp terupdate denga revisi-
revisi yang lebih membangun dan mendetail lagi sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu
pengetahuan serta teknologi.

23
Daftar Pustaka

Basori, Indrianto Setyo, et al. Profesi Kependidikan. Indrianto Setyo Basori, 2021.

Siagian, Sahat. "Profesi Kependidikan." (2019).

LAMPIRAN

24

Anda mungkin juga menyukai