PROFESI PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN BISNIS B
SKOR NILAI
PROFESI KEPENDIDIKAN
NIM : 7213143015
KELAS : B
1
EXECUTIVE SUMMARY
Profesi di dalam dunia pendidikan dikenal dengan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Dalam arti lain pendidik mempunyai dua arti, adalah arti yang luas dan arti yang sempit. Pendidik
dalam arti yang luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak. Secara alamiah
semua anak sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari orang-orang dewasa agar mereka
bisa berkembang dan tumbuh secara wajar. Sementara itu pendidik dalam arti sempit adalah
orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru atau dosen. Kedua pendidik ini
diberi pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar mereka menguasai ilmu itu dan
terampil melaksanakannya dilapangan. Pendidik ini tidak cukup belajar di perguruan tinggi saja
sebelum diangkat menjadi guru atau dosen, melainkan juga belajar dan diajar selama mereka
bekerja, agar profesionalisasi mereka semakin meningkat. Sedangkan tenaga kependidikan adalah
tenaga/pegawai yang bekerja pada satuan pendidikan selain tenaga pendidik. Tenaga
kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikanAntara pendidik dan
tenaga kependidikan dibutuhkan profesionalisme Pendidik sebagai sosok yang begitu dihormati
lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah dan juga
membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa
bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas
guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk
kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).
2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas semua rahmat, nikmat serta hidayah-
Nya yang telah di limpahkan. Sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas CRITICAL BOOK
REPORT ini dalam bentuk dan isinya yang sangat sederhana tepat pada waktunya. Dan saya beri
judul “ PROFESI KEPENDIDIKAN“.Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang bersangkutan dalam
pembuatan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa menridhai segala usaha yuang kita
lakukan. Amin.
Cantika Elizabeth
7213143015
3
DAFTAR ISI
A.Simpulan ................................................................................................................... 23
B.Saran ......................................................................................................................... 23
LAMPIRAN ................................................................................................................. 24
4
Bab I
Pendahuluan (Latar belakang, Tujuan, Manfaat)
C. Manfaat CBR
Penyelesaian tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Menambah pengetahuan tentang Psikologi Pendidikan
Meningkatkan kemampuan menemukan inti sari suatu buku
Membandingkan buku dengan buku lainnya dengan baik.
5
Bab II Isi Buku
(Ringkasan Buku Setiap Bab)
Sebagi tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri
maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah
atau masyarakat. Pembinaan merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang dapat
dilakukan melalui kegiatan seminar, pelatihan, dan pendidikan. Pembinaan guru dilakukan
dana kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi
6
sosial. Pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada meliputi meliputi penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi.
Profesionalisasi seorang guru secara garis besar ditentukan oleh tiga faktor, yakni: faktor
internal dari guru itu sendiri, kondisi lingkungan tempat kerja, dan kebijakan pemerintah. Oleh
sebab itu profesionalisasi (upaya meningkatkan profesionalisme) guru agar menjadi guru
profesional harus dilakukan secara sinergis melalui tiga jalur dimaksud. Berikut adalah
penjelasan masing-masing faktor.
Kebijakan pemerintah.
Kebijakan pemerintah dalam profesionalisasi guru profesional ini terutama terkait dengan
award and punishment. Award diberikan kepada para guru profesional (yang telah
menunjukkan kinerja dengan profesionalisme tinggi), sekaligus diberikan kepada mereka yang
selalu berusaha untuk meningkatkan keprofesionalannya. Punishment diberikan kepada guru
yang tidak bekerja secara profesional. Apabila kebijakan pemerintah ini dijalankan, maka
profesionalisasi guru profesional akan semakin mudah mencapai sasaran.
Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip
profesional. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2)
memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang
tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
Begitulah, sikap telah didefinisakn dalam berbagai versi oleh para ahli. Namun, dalam dunia
pendidikan sikap diartikan sebagai gerak-gerik seseorang dalam menjalankan pekerjaannya
yang mencakup keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Dari paparan di atas tadi, sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia,
sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang dan tidak
senang. Dalam hal ini, begaimanakag sikap guru terhadap berbagai faktor yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugasnya? Semuanya ada pada sikap guru dalam menyikapi terhadap
peraturan perundang-undangan, terhadap organisasi profesi, terhadap sekolah, terhadap anak
didik, terhadap mitra/masyarakat, dan terhadap pemimpin.
1) Sikap terhadap Peraturan Perundang-undangan
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu
mengerti kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijasanaan tersebut. Kebijaksanaan
pemerintah dalam pendidikan adalah segala peraturan-peraturan pelaksanaan, baik yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, di Pusat maupun di Daerah, maupun
Departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita.
Setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam
bidang pendidikan, ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional, maupun Departemen yang mengatur pendidikan. Oleh
karenanya, seorang profesi kependidikan, harus menyikapi terhadap peraturan perundang-
udangannya, antara lain:
1. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang
pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang sistem pendidikan nasional,
UU tentang guru dan dosen.
2. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.
3. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkat rasa persatuan dan kesatuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD 45.
4. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah/satuan
pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
5. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi/kedinasan yang berakibat kepada kerugian
negara.
C. Organisasi Profesi
Organisasi profesi adalah suatu organisasi, yang biasanya bersifat nirlaba, yang ditujukan
untuk suatu profesi tertentu dan bertujuan melindungi kepentingan publik dan anggotanya
pada bidang tertentu.
1) PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
PGRI sebuah organisasi kependidikan yang lahir tanggal 25 november 1945 hanya berselang 3
bulan setelah kemerdekaan indonesia di proklamasikan. PGRI bersifat unitaristik, tanpa
memandang perbedaan ijazah, tempat bekerja, kedudukan, suku, jenis kelamin, agama, dan
asal usul, independent, yang berdasarkan pada prinsip kemandirian organisasi dengan
11
mengutamakan kemitrasejajaran dengan berbagai pihak. Nonpartai politik, bukan partai
politik, tidak terkait dan mengikat diri pada kekuatan organisasi/partai politik manapun.
1. Definisi Manajemen
Dari segi bahasa management berasal dari kata manage (to manage) yang berarti “to conduct
or to carry on, to direct” (Webster Super New School and Office Dictionary). Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia Manajemen diartikan sebagai “Proses penggunaan sumberdaya secara
efektif untuk mencapai sasaran”(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Adapun dari segi Istilah
telah banyak para ahli telah memberikan pengertian manajemen, dengan formulasi yang
berbeda-beda, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian manajemen menurut
beberapa ahli:
a. (Prajudi Atmosudirdjo,1982 : 124): Manajeme itu adalah pengendalian dan pemanfaatan
daripada semua faktor dan sumberdaya, yang menurut suatu perencanaan (planning),
diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja yang tertentu.
b. (George R. Terry, 1986:4) Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri
dari tindsakan-tindakan : Perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan pengawasan, yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumberdaya manusia serta sumber-sumber lain.
c. (Sondang P. Siagian. 1997 : 5): Manajemen dapat didefinisikan sebagai “kemampuan atau
12
ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui
kegiatan-kegiatan orang lain”.
2. Definisi Pendidikan
Ditinjau dari sudut hukum, defenisi pendidikan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 1 ayat (1) yaitu : ”Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang
pengertian pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun
maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Kegiatan supervisi bertujuan untuk memperbaiki proses dan hasil belajar mengajar. Kegiatan
utamanya adalah membantu guru, tetapi dalam konteks-nya yang luas menyangkut komponen
sekolah yang lain karena guru juga terkait dengan komponen tata usaha, sarana, lingkungan
sekolah, dan lain-lain.
Jenis-jenis Supervisi
Menurut Suhardan (2010), terdapat tiga jenis supervisi, yaitu:
Supervisi akademik. Yaitu yang menitik beratkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah
akademik, yaitu hal-hal yang langsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada
waktu siswa sedang dalam proses pembelajaran.
Supervisi administrasi. Yang menitik beratkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek
administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dengan pelancar terlaksananya pembelajaran.
Supervisi lembaga. Yang menitik beratkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek yang berada
di sentral madrasah. Jika supervisi akademik dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran,
maka supervisi lembaga dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik madrasah atau kinerja
madrasah.
Sedangkan menurut Sahertian (2008), terdapat beberapa jenis supervisi pendidikan, yaitu sebagai
berikut:
a. Supervisi konvensional
Supervisi konvensional adalah model supervisi yang menganut paham bahwa supervisor sebagai
seseorang yang memiliki power untuk menentukan nasib kepala sekolah dan guru. Dalam
kegiatan supervisinya, supervisor yang bergaya konvensional akan melihat kesalahan kepala
sekolah, guru, dan karyawan bahkan selalu mengawasi kepala sekolah, guru, dan karyawan.
Model supervisi ini adalah supervisor selalu mencari kesalahan orang yang di supervisi, sehingga
dalam menjalankan tugasnya sewenang-wenang tidak mau menerima masukan dari orang yang di
supervisi meskipun usulan yang dikemukakan itu baik.
b. Supervisi artistik
Supervisi artistik menuntut seorang supervisor dalam melaksanakan tugasnya harus
berpengetahuan, berketerampilan, dan memiliki sikap arif. Model supervisi artistik memiliki
beberapa ciri khas, antara lain:
Memerlukan perhatian agar lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara.
Memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup.
Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru dalam rangka mengembangkan pendidikan
bagi generasi muda.
Menuntut untuk memberi perhatian lebih banyak terhadap proses kehidupan kelas.
Memerlukan suatu kemampuan berkomunikasi yang baik dalam cara mengungkapkan apa yang
dimiliki terhadap orang lain yang dapat membuat orang lain menangkap dengan jelas ciri ekspresi
yang diungkapkan itu.
Memerlukan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang diungkapkan.
c. Supervisi ilmiah
Supervisi ilmiah adalah supervisi yang dilaksanakan pengawas atau kepala sekolah untuk menilai
kinerja kepala sekolah atau guru dengan cara memberikan angket untuk diisi oleh kepala sekolah
atau guru, kemudian dicari pemecahannya dilakukan dengan terencana, kesinambungan,
sistematis, menggunakan alat atau instrumen yang dibutuhkan untuk memperoleh data yang
diperlukan secara baik dan apa adanya (objektif). Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
Supervisi dilaksanakan secara berencana dan berkesinambungan atau berkelanjutan.
Supervisi dilaksanakan dengan sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu.
Supervisi dilaksanakan dengan menggunakan alat atau instrumen pengumpulan data.
Supervisi dilaksanakan dapat menjaring data yang apa adanya (objektif).
d. Supervisi klinis
Supervisi klinis adalah supervisi yang dilakukan berdasarkan adanya keluhan dari guru yang
disampaikan kepada supervisor. Supervisi klinis ini berbentuk supervisi yang difokuskan pada
15
peningkatan pembelajaran dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan pengamatan
serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan
mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.
C. Prinsip
Prinsip merupakan kaidah dasar yang perlu selalu diperhatikan dalam penyelenggaraan pelayanan
konseling. Apabila orientasi konseling yang dikemukakan di atas memberikan arah perhatian dan
fokus dasar tentang ke mana layanan konseling ditujukan, prinsip konseling menekankan
pentingnya kaidah-kaidah pokok yang secara langsung dan konkrit mendasari seluruh praktik
pelayanan konseling.
1. Prinsip integrasi pribadi, menekankan pada keutuhan pribadi subjek yang dilayani dari
segenap sisi dirinya dan berbagai kontekstualnya. Dari sisi hakikat manusia misalnya, unsur-unsur
berikut mendapat penekanan :
Keimanan dan ketakwaan ditunaikan
Kesempurnaan penciptaan diwujudkan
Ketinggian derajat ditampilkan
Kekhalifahan diselenggarakan
HAM dipenuhi
18
Aktualisasi unsur-unsur hakikat manusia itu seluruhnya berada dalam pengembangan pancadaya
(daya takwa, cipta, rasa, karsa dan karya) serta dalam bingkai kelima dimensi kemanusiaan
(dimensi kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman). Ketiga orientasi
pelayanan konseling (orientasi individual, perkembangan dan permasalahan) sepenuhnya
diarahkan bagi terbentuknya pribadi yang terintegrasikan itu melalui ditegakkannya fungsi-fungsi
pemahaman, pemeliharaan dan pengembangan, pencegahan, pengentasan, dan advokasi.
2. Prinsip kemandirian, menekankan pengembangan pribadi mandiri subjek yang dilayani.
Kelima ciri kemandirian tersebut antara lain memahami dan menerima diri sendiri secara objektif,
positif dan dinamis, memahami dan menerima lingkungan secara objektif, positif, dan dinamis,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan diri sendiri, dan mewujudkan diri sendiri.
3. Prinsip sosio-kultural, menekankan pentingnya subjek yang dilayani berintegrasi dengan
lingkungan, yaitu lingkungan yang langsung terkait dengan kehidupannya sehari-hari, serta
berbagai kontekstual dalam arti yang seluas-luasnya. Pelayanan konseling mengintegrasikan dan
mengharmonisasikan subjek yang dilayani dengan lingkungan sosio-budayanya.
4. Prinsip pembelajaran, menekankan bahwa layanan konseling adalah proses pembelajaran.
Subjek yang dilayani menjalani proses pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar tertentu
yang berguna dalam rangka terkembangnya KES dan tertanganinya KES-T.
5. Prinsip efektif/efisien, menekankan bahwa upaya pelayanan yang diselenggarakan oleh
konselor harus menghasilkan sesuatu untuk pengembangan KES dan penanganan KES-T subjek
yang dilayani. Pelayanan konseling terarah pada keberhasilan yang optimal. Termasuk ke dalam
upaya optimalisasi pelayanan konseling adalah kerjasama dengan pihak-pihak lain sehingga
berbagai sumber daya dapat dikerahkan untuk kepentingan subjek yang dilayani.
Kelima prinsip di atas terpadu menjadi satu, tidak diterapkan secara terpisah, meskipun kelimanya
bisa dipilah. Kelima prinsip tersebut juga terpadu dengan ketiga orientasi konseling untuk
menegakkan kelima fungsi konseling.
D. Asas
Asas konseling merupakan kondisi yang mewarnai suasana jalannya pelayanan. Apabila asas
yang dimaksudkan tidak terwujud akan sangat dikhawatirkan layanan konseling yang
terselenggara akan mengalami berbagai kekurangan atau bahkan kesulitan, misalnya kurang
terarah, kurang gairah, kurang berhasil, atau bahkan mubazir. Berbagai asas dapat diidentifikasi,
di sini hanya dikemukakan lima yang pokok-pokok saja.
1. Asas kerahasiaan, yaitu asas konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan
keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan
yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini konselor berkewajiban
penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-
benar terjamin. Konselor harus mampu berkomitmen sebagai berikut:
Saya, ......... (nama konselor)
Mampu dan bersedia, menerima, menyimpan, menjaga, memelihara dan merahasiakan semua data
dan keterangan dari klien saya atau dari siapapun juga, yaitu data atau keterangan yang tidak
boleh dan/atau tidak layak diketahui oleh orang lain.
Dalam Islam, rahasia merupakan suatu hal yang harus dijaga, bahkan termasuk amanah. Seorang
muslim harus pandai sekali menjaga rahasia temannya, penuh amanat apabila diberi titipan, dan
penuh tanggung jawab terhadap keselamatan. Bahkan jika seorang konselor dapat menutup aib
ataupun menjaga rahasia klien maka celanya dapat ditutup oleh Allah SWT. Sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW yang artinya: “Barangsiapa menutupi cela saudaranya, maka Allah Ta’ala akan
menutupi celanya di dunia dan akhirat.” (HR Ibnu Majah)”.
2. Asas kesukarelaan, menekankan pentingnya kemauan subjek yang dilayani untuk mengikuti
kegiatan pelayanan. Makin tinggi tingkat kemauan atau motivasi untuk memperoleh layanan,
makin tinggi pula tingkat keterlibatan subjek dalam layanan konseling. Kondisi yang ideal ialah
apabila subjek benar-benar sukarela dengan kemauan sendiri (self-referal). Untuk bisa sukarela
19
seperti itu subjek yang dilayani, selain memahami dengan baik tujuan pelayanan konseling,
terlebih lagi meyakini adanya jaminan dari konmselor tentang diberlakukannya asas kerahasiaan.
3. Asas kegiatan, menekankan pentingnya peran aktif subjek yang dilayani dalam pelaksanaan
layanan konseling. Bukan konselor saja yang aktif, namun terlebih lagi subjek yang dilayani.
Makin aktif subjek yang dilayani makin ada jaminan layanan itu akan sukses.
4. Asas kemandirian, menekankan pentingnya arah pengembangan diri subjek yang dilayani,
yaitu pribadi yang mandiri dengan kelima ciri yang telah dikemukakan sebelumnya. Lebih
konkrit, pribadi yang mandiri itu terwujud dalam KES dan terhindar dari KES-T.
5. Asas keobjektifan, menekankan pentingnya kejelasan dan keterjangkauan semua hal yang
menjadi materi layanan konsleing. Di samping itu, hal-hal yang objektif itu juga terukur dan dapat
dijalani oleh subjek yang dilayani.
Seperti kaidah-kaidah terdahulu, asas-asas konseling juga terpadu menjadi satu. Semuanya adalah
demi suksesnya pelayanan untuk sebesar-besarnya memenuhi tuntutan pengembangan diri subjek
yang dilayani.
E. Landasan
Seluruh orientasi, fungsi, prinsip dan asas sebagaimana diuraikan di atas menuntut untuk
dilaksanakan oleh konselor. Dalam hal ini, perlu pula dipahami bahwa semua itu didasarkan pada
landasan pelayanan konseling sebagai berikut:
1. Landasan religius. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, segenap komponen dan unsur-
unsur HMM sepenuhnya berdasarkan kaidah-kaidah keagamaan. Dalam kaitan ini segenap aspek
pelayanan konseling secara kental mengacu kepada terwujudnya HMM yang seluruhnya
bersesuain dengan kaidah-kaidah agama. Menurut Prayitno (2004:154), Landasan religius dalam
bimbingan dan konseling pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan
segenap kemuliaan kemanusiaannya menjadi fokus netral upaya pelayanan bimbingan dan
konseling. Klien dengan predikat seperti itu hendaknya diperlakukan dalam suasana dan cara
yang penuh kemuliaan kemanusiaan pula. Di Indonesia pelayanan konseling harus berlandaskan
pada agama. Dalam pelaksanaan layanan konseling secara Islami landasan yang digunakan adalah
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya adalah sumber pedoman kehidupan umat Islam
(Faqih. 2001:5).
2. Landasan psikologis. Berbicara tentang kondisi dan karakteristik individu, perkembangan,
permasalahan, kemandirian, KES dan KES-T dengan berbagai kontekstualnya, semuanya itu
terkait dengan kaidah-kaidah psikologi. Hal ini berarti bahwa konselor dipersyaratkan memahami
dan menerapkan berbagai kaidah psikologi, meskipun ia tidak perlu menjadi psikolog, karena
keduanya (konselor dan psikolog) berada pada bidang profesi yang berbeda. Konselor bukan
psikolog, dan psikolog bukan konselor.
3. Landasan pedagogis. Sudah amat jelas bahwa konselor adalah pendidik. Oleh karenanya
segenap kaidah pokok pendidikan harus dikuasai dan terapkan oleh konselor dalam pelayanan
konseling. Landasan pedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi,
yaitu:
a) Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu
Pendidikan adalah upaya memuliakan kemanusiaan manusia. Tanpa pendidikan, bagi manusia
yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi kefitrahan, keindividualan,
kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan.
b) Pendidikan sebagai inti proses bimbingan konseling
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya.
Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas
di Amerika Serikat. pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling
adalah proses yang berorientasi pada belajar. Belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri
sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.
c) Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling
20
Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga
menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program
bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang
menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta
kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP)
dan pendidikan menengah.
4. Landasan sosio-kultural. Adalah kenyataan bahwa individu, dalam hal ini subjek yang
dilayani merupakan bagian integral dari lingkungannya, terutama lingkungan sosio-kultural. Oleh
karenanya, pelayanan terhadap subjek dalam konseling haruslah secara cermat memperhitungkan
aspek-aspek sosio-kultural yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
kehidupannya. KES dan KES-T subjek yang dilayani terkait secara kental dengan lingkungan
sosio-kulturalnya itu.
5. Landasan keilmuan – teknologis. Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun
prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis
dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen,
prosedur tes, yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan
ilmiah lainnya. Bimbingan dan konseling juga merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”.
Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek
bimbingan dan konseling, seperti: psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat,
sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari
disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling,
baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan
bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan
melalui berbagai bentuk penelitian.
Berdasarkan penjelasan di atas maka disimpulkan bahwa pelayanan konseling bukanlah
pelayanan seadanya, bukan pula pelayanan yang bisa dilaksanakan oleh siapa saja, melainkan
pelayanan profesional dengan ciri-ciri keilmuan dan teknologis. Dasar kelimuan dan teknologi
terwujud dalam kompetensi konselor sebagai pelaksana pelayanan profesional konseling.
Oleh sebab itu, seorang konselor harus terus meningkatkan kompetensi dan wawasan tentang
keilmuan bimbingan dan konseling agar mendapatkan pengakuan yang luas. Menurut Department
of Education and Science inspectorate (2009), “There appeared to be widespread recognition
among schools’ senior management of the benefits for guidance counselors of engaging in
continuing professional development (CPD)”.
Tidak diragukan lagi, kelima landasan tersebut di atas juga terpadu menjadi satu. Dipilah oke,
dipisah tidak mungkin. Dalam hal ini, konselor harus menguasai semua landasan itu untuk
suksesnya pelayanan profesional yang menjadi tugas dan kewajibannya.
21
Bab III Pembahasan
(Perbedaan: Keunggulan, Kelemahan)
KELEBIHAN
Menurut saya buku ini telah menjelaskan dengan cara yang efektif dan efisien sehingga tidak
terlalu banyak kekurangan dalam buku ini.
Buku utama menggunakan kalimat dan kata – kata yang tidak terlalu sulit dipahami oleh
pembaca.
Cover nya yang menarik membuat pembaca lebih tertarik untuk membaca bukutersebut.
KELEMAHAN
Sebagian ada yang tidak menjelaskan materi pada sub bab nya. Bahkan ada bagian yang tidak
tertuliskan atau dibahas tuntas.
Jenis tulisannya berbeda-beda, ada yang memakai Times New Roman, ada yang memakai Arial
dan kadang memakai Calibri.
Kesalahan letak penulisan catatan kaki pada halaman yang berbeda dengan kode pada bacaan
materi.
KRITIK
Dalam mengangkat suatu permasalahan memang dibutuhkan suatu data yang banyak, akan tetapi
jangan terlalu dipaksakan sehingga sebagian datanya ada yang tidak bisa dipecaya dengan pasti.
Data yng tidak atau sebagian masih terdapat kesangsian jangan digunakan.
Penyusunan urutan yang disajikan dalam isi pembahasan memang sistematis, namun juga tidak
ada salahnya jika ditunjukkan setiap pembahasan isi mengikat suatu simpulan khusus pembahasan
tersebut
22
Bab IV Penutup
(Kesimpulan dan Saran)
Kesimpulan
Buku ini layak dibaca dan layak juga dirujuk sebagai bahan studi maupun karya ilmiah. Hal ini
terwujud dengan bukti fisik buku ini yang menyajikan banyak data atau informasi ilmiah yang
penyampaiannya mengikuti pekembangan teknologi dan sifat masyarakat global.
Dari kesekian banyak kelebihan maka buku ini tidak menutup kemungkinan hanya dipergunakan
bagi kalangan pelajar/mahasiswa atau pakar ilmu, tetapi juga layak bagi guru dan khalayak umum
sebagai bentuk atau cara adaptif mempersiapkan diri untuk menyikapi perubahan dalam dunia
pendidikan yang cenderung dinamis berubah terjadi disekitar kita.
Saran
Hendaknya penyajian buku ini mempertahankan keunikannya tersendiri yang telah terbangun dari
hal-hal yang berkaitan langsung dengan pribadi internal dan eksternal di dunia profesi
kependidikan.Dari kesekian banyak kelebihan diatas, telah juga diuraikan kelemahan dari buku
ini, harapan kedepan buku ini terus diperbaiki sesuai dengan anggapan atau kebutuhan pembaca
pada khususnya.Buku ini sangat banyak manfaatnya terutama bagi kelangsungan kehidupan kita
msing-msaing calon pendidik, maka diharapkan kedepan buku ini tetp terupdate denga revisi-
revisi yang lebih membangun dan mendetail lagi sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu
pengetahuan serta teknologi.
23
Daftar Pustaka
Basori, Indrianto Setyo, et al. Profesi Kependidikan. Indrianto Setyo Basori, 2021.
LAMPIRAN
24