Karya Ilmiah Ners-1
Karya Ilmiah Ners-1
OLEH
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
ABSTRAK
Latar belakang : Timbang terima adalah suatu teknik untuk menyampaikan dan menerima
suatu informasi yang berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima harus dilakukan
seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan
mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dan belum dilakukan serta perkembangan
pasien pada saat itu. Tujuan : untuk mengetahui Efektivitas Timbang Terima Keperawatan
dengan Metode SBAR di Ruang Paviliun Melati Rumah Sakit PMI Bogor. Metode : karya
ilmiah ini menggunakan metode deskriptif observasional yaitu penelitian dengan
menggambarkan suatu keadaan atau masalah yang digali melalui pengamatan yang terjadi di
lapangan. Hasil : pada karya ilmiah ini didapatkan hasil bahwa terjadi perubahan setelah
dilakukan intervensi desiminasi ilmu dan role play, timbang terima menggunakan metode
SBAR sudah terlaksana dengan baik dan optimal. dan pelayanan keperawatan di rumah sakit
menjadi lebih baik.
iii
ABSTRACT
Background: Handover is a technique for conveying and receiving information related to the
patient's condition. Handover must be carried out as effectively as possible by explaining
briefly, clearly and completely about the nurse's independent actions, collaborative actions
that have been and have not been carried out and the progress of the patient at that time.
Objective: to determine the Effectiveness of Nursing Acceptance with the SBAR Method in
the Jasmine Pavilion Room, PMI Bogor Hospital. Method: this scientific work uses a
descriptive observational method, namely research by describing a situation or problem that
is explored through observations that occur in the field. Results: in this scientific work it was
found that there was a change after the intervention of knowledge dissemination and role
play, handover using the SBAR method has been carried out properly and optimally and
better nursing services in hospitals.
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas tuntunan dan
perlindungan-nya penulis dapat menyelesaikan studi dengan judul “Evektivitas Timbang
Terima Keperawatan Dengan Metode Sbar Di Ruang Paviliun Melati Rumah Sakit Pmi
Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Karya Ilmiah Ners ini di tulis sebagai persyaratan
kelulusan demi menempuh studi Ners (Ns) Ilmu Keperawatan, Fakultas Kesehatan,
Universitas Indonesia Maju (UIMA). Dengan hadirnya Corona Virus Disease (Covid-19)
penulis mendapatkan hambatan dalam penulisan-nya, tetapi dengan bantuan dari para
pembimbing beserta pihak lainnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Ners ini
dengan baik.
Karya Ilmiah Ners ini juga atas bantuan dan dorongan berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Dr. Astrid Novita, S.Kep., MKM selaku Rektor Universitas Indonesia Maju.
2. Nina. S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas ilmu kesehatan Universitas Indonesia
Maju
3. Ns. Bambang Suryadi, S.Kep., M.Kep Selaku Wakil Dekan Fakultas ilmu kesehatan
Universitas Indonesia Maju
4. Ns. Ahmad Rizal, S.Kep., M.Kes selaku Ketua Program Studi Ners Universitas
Indonesia Maju.
5. Ns. Sancka Stella, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing yang dengan kesabaran dan
pengertiannya dalam memberikan bimbingan dan saran hingga Karya Ilmiah Ners ini
terselesaikan dengan baik.
6. Ns. Solehudin, S.Kep., M.Kes Selaku Penguji atas kesedian menguji dan bimbingan
dalam perbaikan Karya Ilmiah Ners ini.
7. Seluruh Dosen Profesi Ners, yang selama ini membekali penulis dengan berbagai
ilmu.
8. Seluruh pegawai Universitas Indonesia Maju, yang turut membantu penulis dalam
menyelesaikan administrasi perkuliahan sampai pada penyelesaian KIN ini.
9. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan prodi profesi Ners angkatan 2021, yang selalu
bersama-sama dalam suka maupun duka selama mengenyam pendidikan di Fakultas
vi
Kesehatan Program Studi Profesi Ners atas dukungan, kebersamaan dan kerjasamanya
menyelesaikan studi.
10. Semua teman-teman yang tak sempat penulis ucapkan, terima kasih atas motivasi dan
dukungan pada penulis.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang dengan
berbagi macam cara dan perannya telah membantu penulis dalam proses penyusunan
hingga terselesaikan Karya Ilmiah Ners ini. Penulis memahami bahwa Karya Ilmiah Ners
ini masih kurang dari kata kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
kritikan dan saran yang membangun demi kesempuraan Karya Ilmiah Ners ini. Semoga
Karya Ilmiah Ners ini bisa memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang kesehatan.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRACT ............................................................................................................................. iv
A. Pengkajian ................................................................................................................... 26
C. Analisa SWOT............................................................................................................. 28
D. Diagnosa ....................................................................................................................... 29
F. Implementasi ............................................................................................................... 31
viii
A. Profil Lahan Praktik................................................................................................... 34
A. Simpulan ...................................................................................................................... 37
B. Saran ............................................................................................................................ 38
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
pemberi jasa pelayanan keperawatan karena selama 24 jam berkesinambungan
mendampingi pasien dan bekerjasama dengan anggota tenaga medis yang lain.
Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat diwujudkan melalui komunikasi
yang efektif antar perawat maupun dengan tim kesehatan lainnya (Hilda,
Noorhidayah, & Arsyawina, 2017).
Pada tanggal 2 Mei 2007, WHO Collaborating Center for Patient Safety resmi
menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solution” sebagai upaya untuk
mengoptimalkan program World Alliance for Patient Safety yang mendorong rumah
sakit di Indonesia melalui Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) untuk
menerapkan Sembilan Solusi “Life Saving” Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Berdasarkan sembilan unsur solusi keselamatan pasien, komunikasi efektif
merupakan salah satu peran penting yang menduduki posisi ketiga setelah keamanan
obat dan identifikasi pasien. Komunikasi yang tidak efektif akan berdampak buruk
bagi pasien, hampir 70% kejadian sentinel di rumah sakit disebabkan karena
kegagalan komunikasi dan 75% nya mengakibatkan kematian. Selain itu standar
akreditasi RS 2012 SKP.2/ JCI IPSG.2 mensyaratkan agar rumah sakit menyusun cara
komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan jelas yang bertujuan untuk
mengurangi kesalahan informasi (Ulva, 2017).
World Health Organization (WHO) tahun 2013 mencatat pelaporan kasus
sebanyak 25.000-30.000 terjadi kecacatan yang permanen pada pasien di Australia,
11% disebakan karena kegagalan komunikasi (WHO, 2013). Komite Keselamatan
Pasien. Rumah Sakit (KKP-RS) tahun 2012 mencatat laporan kasus Di Indonesia
didapatkan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) yaitu mencapai 53,33 % sedangkan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yaitu mencapai 46,67%. Pada tahun 2012,
ditemukan bahwa provinsi Jawa barat menempati urutan tertinggi yaitu 33.33%
disusul provinsi lainnya Banten 20.0%, Jawa Tengah 20.0%, DKI jakarta 16.67%,
Bali 6.67%. dan jawa Timur 3.33% (KKP-RS, 2012). Dalam hal ini, perawatlah yang
mempunyai peranan penting untuk medorong peningkatan komunikasi yang baik
antar sesama perawat dan untuk meningkatkan keselamatan pasien sesuai yang
dikemukakan oleh Kemenkes RI No 11 Tahun 2017 tentang standar keselamatan
pasien yaitu keselamatan pasien harus berkesinambungan dan komunikasi adalah
kunci bagi staf untuk tercapainya keselamatan pasien (Kemenkes, 2017).
Departemen Kesehatan RI mengemukakan bahwa kegagalan dalam
melakukan komunikasi khususnya pada pelaksanaan timbang terima dapat
2
menimbulkan dampak yang serius yaitu kesalahan dalam kesinambungan pelayanan
keperawatan, pengobatan yang tidak tepat, kehilangan informasi, kesalahan tentang
rencana keperawatan, kesalahan pada test penunjang, dan potensi kerugian bagi
pasien, serta adanya ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan (Kamil,
2017).
Timbang terima adalah suatu teknik untuk menyampaikan dan menerima suatu
informasi yang berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima harus dilakukan
seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang
tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dan belum dilakukan serta
perkembangan pasien pada saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat
sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna
(Nursalam, 2016). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan timbang
terima dalam pelayanan keperawatan diantaranya menurut Kamil (2017) yaitu faktor
internal meliputi komunikasi, gangguan, kelelahan, memori, pengetahuan atau
pengalaman, dokumentasi. Faktor eksternal meliputi budaya organisasi, Timbang
terima adalah suatu teknik untuk menyampaikan dan menerima suatu informasi yang
berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima harus dilakukan seefektif mungkin
dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri
perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dan belum dilakukan serta perkembangan
pasien pada saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga
kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna (Nursalam,
2016). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan timbang terima dalam
pelayanan keperawatan diantaranya yaitu faktor internal meliputi komunikasi,
gangguan, kelelahan, memori, pengetahuan atau pengalaman, dokumentasi. Faktor
eksternal meliputi budaya organisasi (Kamil, 2017).
3
laporan kasus dalam rentang waktu 2006 - 2011 terjadi 877 kasus insiden keselamatan
pasien dan Jawa Barat menempati urutan tertinggi yaitu 33.33% diantara provinsi
lainnya Benten 20.0%, jawa tengah 20.0%, DKI Jakarta 16.67%, Bali 6.67%, dan
Jawa Timur 3.33% (Kemenkes RI, 2017). Fenomena yang dijumpai dalam pelayanan
keperawatan dirumah sakit terkait dengan komunikasi antar petugas terutama dalam
kegiatan timbang terima pasien (handover) adalah komunikasi yang salah sehingga
berdampak salah persepsi, waktu yang lama, isi (content) komunikasi yang tidak
fokus tentang masalah pasien bahkan tidak jarang saat timbang terima (handover)
topik pembicaraan sering ngelantur, informasi tidak lengkap sehingga perawat harus
menanyakan ulang kepada perawat yang bertugas sebelumnya. Situasi ini
mengakibatkan pelayanan terlambat bahkan berdampak terhadap keselamatan pasien
(Oxyandi & Endayni, 2020).
Untuk memastikan kontinuitas informasi dan komunikasi yang efektif terjadi,
timbang terima klinis harus mencapai keseimbangan antara kelengkapan dan efisiensi.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan untuk memudahkan sistematika serta
memperbaiki pola timbang terima dalam berkomunikasi. Salah satunya dengan
mengadopsi dan menerapkan teknik SBAR (Situation, Background, Assessment,
Recommendation) metode ini dikembangkan oleh JCAHO (Joint Commission on
Accreditation of Healthcare Organizations) dan JCI. Penggunaan metode, format,
protokol standar yang terintegrasi dalam mengomunikasikan informasi yang bersifat
kritis (Mubarok, Koesomo, & Wiyono, 2020).
Komunikasi SBAR merupakan alat komunikasi yang menyediakan informasi
terkait dengan temuan klinis yang Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk
memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi.
SBAR juga dapat memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim
kesehatan atau tim kesehatan lainnya. SBAR juga berbasis elektronik yang dirancang
sebagai alat untuk mengatur informasi dalam format yang jelas dan ringkas untuk
memfasilitasi komunikasi kolaboratif diantara penyedia layanan kesehatan.
Komunikasi dikatakan efektif apabila terdapat komunikasi tepat waktu, akurat,
lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan di terima oleh si penerima informasi yang
bertujuan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
Diharapkan komunikasi pada saat timbang terima harus jelas dan dapat di terima
dengan baik karena bila timbang terima tidak efektif yang mana data yang di
butuhkan oleh pasien dan di anggap penting tidak tersampaikan dengan baik maka
4
akan membahayakan pasien dan staf (Ade Herawati, 2019). Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) 2018 menjelaskan sasaran keselamatan pasien
(SKP) mensyaratkan suatu Rumah Sakit harus menentukan atau menetapkan serta
melaksanakan proses komunikasi SBAR secara terstruktur, efektif, tepat waktu,
akurat, lengkap, jelas, dan dapat di pahami oleh penerima agar timbang terima
tercapai (SNARS, 2018).
Hasil penelitian dari I Ketut Suardana, Dkk, (2018). Penelitian ini
menunjukkan ada hubungan antara metode komunikasi efektif SBAR yang diterapkan
dirawat inap Griyatama RSUD Tabanan dengan efektifitas pelaksanaan timbang
terima (handover) yang menghasilkan ρ value 0,000. Nilai koefisien korelasinya
adalah 0,902 yang artinya terdapat pengaruh yang kuat dan menunjukkan arah positif.
Kerangka SBAR sangat efektif digunakan untuk melaporkan kondisi dan situasi
pasien secara singkat pada saat pergantian shift, sebelum prosedur tindakan atau
kapan saja diperlukan dalam melaporkan perkembangan kondisi pasien.
Penelitian ini sejalan dengan Miming Oxyandi, DKK (2020) dengan judul
Pengaruh Metode Komunikasi Efektif SBAR Terhadap Pelaksanaan Timbang Terima
mengatakan bahwa dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji statistik wilcoxon
signed rank mendapatkan p value = 0,000 ≤ α (0,05) terlihat ada pengaruh yang
signifikan rata-rata tentang komunikasi efektif SBAR perawat sebelum dan setelah
dilakukan komunikasi efektif sbar ini berarti ada pengaruh Komunikasi Efektif SBAR
terhadap Timbang Terima diruang Ahmad Dahlan Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.
Peneliti berpendapat bahwa pelaksanaan timbang terima perawat sebelum
pelaksanan komunikasi SBAR kurang dalam menyampaikan keadaan pasien, hal ini
dikarenakan perawat tersebut tidak menggunakan komunikasi SBAR. Pelaksanaan
timbang terima setelah perawat memberikan informasi relevan pada tim perawat
setiap pergantian shift, hal ini dikarenakan komunikasi SBAR sangat diperlukan saat
timbang terima karena berkaitan dengan pasien dan memfasilitasi kelanjutan proses
perawatan pasien selanjutnya.
Adapun dampak yang akan terjadi jika dalam timbang terima perawat tidak
diterapkannya komunikasi SBAR yaitu dapat terjadi resiko jatuh pada pasien. Hal ini
dibuktikan dari penelitian menurut Rein (2011), dengan digunakannya kerangka
komunikasi SBAR, komunikasi dapat berjalan dengan efektif serta adanya antisipasi
5
segera, sebagai contoh pasien dengan risiko jatuh melalui teknik SBAR yang efektif
maka kejadian jatuh tidak sampai terjadi. Dampak lainnya yang dapat terjadi yaitu
tingginya interupsi dan distraksi selama proses handoff. Pernyataan ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kathy Mikos (2007), dimana komunikasi SBAR dapat
menurunkan interupsi dan distraksi selama melakukan handoff karena informasi yang
disampaikan lebih terfokus dan hanya memuat hal-hal penting/kritis yang perlu
ditindak lanjuti oleh pemberi pelayanan berikutnya, kondisi ini mempengaruhi
penurunan waktu timbang terima yang signifikan yaitu sebesar 70% dari rata-rata
enam menit menurun hingga kurang dari dua menit waktu yang diperlukan untuk
melaporkan kondisi setiap pasien, ini sangat berpengaruh dalam menekan kelebihan
jam kerja dan mampu menekan cost overtime karyawan. Kejadian fatal (sentinel
events) yang terjadi dalam pelayanan kesehatan merupakan akibat dari komunikasi
yang tidak efektif. Sebaliknya komunikasi efektif dimana informasi yang disampaikan
tepat, jelas, lengkap dan tidak berarti ganda dan mudah dimengerti oleh penerima
pesan akan menurunkan kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien (patient
safety) (Suardana, 2018).
Berdasarkan hasil observasi terhadap perawat di Ruangan Paviliun Melati
Rumah Sakit PMI Bogor yang dilakukan selama berpraktek pada stase manajemen
tanggal 24 Oktober sampai dengan 18 November 2022, didapatkan bahwa penerapan
pelayanan manajemen keperawatan dalam pelaksanaan timbang terima menggunakan
metode komunikasi SBAR belum berjalan optimal. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk menuangkannya dalam sebuah Karya Ilmiah Ners yang berjudul “Efektivitas
Timbang Terima Keperawatan dengan Metode SBAR di Ruang Paviliun Melati
Rumah Sakit PMI Bogor”.
B. RoadMap Penelitian
6
Muhammadiyah Palembang, jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 30
responden, dalam penelitian ini, instrument yang digunakan adalah non
probability dengan Uji normalitas menggunakan uji statistik Kolmogorov-
Smirnov. Hasil penelitian diketahui bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
pelaksanaan timbang terima sebelum dan setelah pelaksanaan komunikasi efektif
SBAR dengan nilai p value = 0,000 < nilai α 0,05. dapat di simpulkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan timbang terima sebelum dan setelah
pelaksanaan komunikasi efektif SBAR di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.
2. Penelitian yang di lakukan Dewi Kusumaningsih dan Reva Monica tentang
Hubungan komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang terima perawat di
ruang rawat inap RSUD dr. A. Dadi tjokrodipo bandar lampung tahun 2019. jenis
penelitian yang digunakan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perawat di ruang rawat inap, jumlah sampel dalam penelitian ini
berjumlah 50 Responden, dalam penelitian ini, instrument yang digunakan ialah
lembar kuesioner dan panduan wawancara, Pengambilan sampel pada penelitian
adalah total sampling Uji statistik menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari sampel yang diteliti, didapat nilai p-value = 0.008
(<0,05) Yang artinya ada hubungan komunikasi SBAR dengan pelaksanaan
timbang terima perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo
Bandar Lampung Tahun 2019. dengan nilai OR = 6,120. dapat disimpulkan
bahwa Ada hubungan antara komunikasi SBAR dengan pelaksanaan timbang
terima di RSUD Dr. A Tjokrodipo Bandar Lampung.
3. Hasil penelitian dari Rusdi, Wahyu Oktoviyant dan Rado (2019) tentang
Efektivitas Timbang Terima Metode SBAR terhadap Mutu Asuhan Keperawatan.
Penelitian ini menggunakan desain analitik deskriptif dengan pendekatan cross
sectional, yang dilakukan pada bulan Desember 2018 dan jumlah sampel adalah
92 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik proportional random
sampling. Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
lembar observasi. Hasil analisis efektifitas timbang terima dengan metode SBAR
terhadap mutu asuhan keperawatan di Rumah Sakit Dirgahayu Tahun 2018
diperoleh bahwa perawat yang melakukan timbang terima dengan metode SBAR
secara efektif dengan mutu asuhan keperawatan baik sebanyak 21 orang (43.8%)
dan perawat yang melakukan timbang terima dengan metode SBAR secara efektif
7
dengan mutu asuhan keperawatan kurang baik sebanyak 35 orang (79.5%),
sedangkan perawat yang melakukan timbang terima dengan metode SBAR secara
tidak efektif dengan mutu asuhan keperawatan baik sebanyak 27 orang (56,3%)
dan perawat yang melakukan timbang terima dengan metode SBAR secara tidak
efektif dengan mutu asuhan keperawatan kurang baik sebanyak 9 orang (20.5%)
Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai signifikan (ρ -value) dari Chi-
Square adalah 0.001. Karena nilai ρ lebih kecil dari nilai α (0.05), maka Ha
diterima, artinya efektifitas timbang terima dengan metode SBAR terhadap
pelayanan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. Hal ini
menunjukkan bahwa pentingnya komunikasi efektif dengan menggunakan
metode SBAR disaat melakukan timbang terima pasien pada saat pergantian
shift/dinas di Rumah Sakit Dirgahayu samarinda.
C. Urgensi Penelitian
Ruang Paviliun Melati merupakan salah satu ruang rawat inap kelas utama di
RS PMI Bogor dalam meningkatkan komunikasi efektif antar petugas kesehatan yang
ada dengan menetapkan kebijakan menggunakan komunikasi efektif berbasis SBAR.
Kebijakan ini sejalan dengan salah satu standar yang dipersyaratkan dari JCI tentang
Patient Safety Goals. Lama waktu timbang terima (handover) bervariasi tergantung
kondisi pasien, biasanya berkisar dua menit setiap pasien. Pasien yang mempunyai
masalah khusus atau spesifik akan membutuhkan waktu yang lebih lama tetapi tidak
lebih dari lima menit.
Fenomena yang saya dapatkan di lapangan diketahui masih banyak perawat
yang melakukan timbang terima (handover) belum menggunakan kerangka
komunikasi berbasis SBAR dengan optimal, dimana dari segi waktu saat timbang
terima dari ketua tim kepada semua perawat menghabiskan 7-8 menit hanya untuk
menceritakan kondisi satu pasien, namun setiap cerita atau timbang terima yang
disampaikan semua komponen SBAR tidak disampaikan dengan lengkap. Dari hal
tersebut dapat dilihat adanya ketidakefektifan penggunaan waktu yang membuat
timbang terima belangsung lama, serta masih terjadi kesalahan penerimaan pesan
karena tidak lengkapnya timbang terima yang disampaikan, hal ini berdampak pada
turunnya kinerja perawat serta timbulnya kerugian bagi pasien dalam proses
perawatan.
8
Dari fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode SBAR
dalam melakukan timbang terima sangat penting dilakukan. SBAR didesain untuk
dapat dengan mudah diterapkan oleh tenaga kesehatan. Dengan menerapkan metode
SBAR tenaga kesehatan dapat mengembangkan kerja anggota tim dan meningkatkan
keselamatan pasien, tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain
dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan, adanya saling kesepahaman dalam
suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi dan memberikan suatu
pesan kepada pihak tertentu, dengan maksud agar pihak yang diberi informasi dapat
memahaminya.
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengetahui Efektivitas Timbang
Terima Keperawatan dengan Metode SBAR di Ruang Paviliun Melati Rumah
Sakit PMI Bogor.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui timbang terima keperawatan tanpa menggunakan metode SBAR
b. Diketahui timbang terima keperawatan menggunakan metode SBAR
c. Diketahui efektivitas timbang terima keperawatan dengan metode SBAR
E. Manfaat Penelitian.
1. Bagi Responden
Penelitian ini di harapkan dapat memberi tambahan kajian pengetahuan dalam
bidang keperawatan, khususnya hubungan antara penggunaan metode komunikasi
SBAR dengan kualitas pelaksanan timbang terima perawat.
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan evaluasi penggunaan
teknik komunikasi SBAR dan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
menentukan kebijakan penggunaan teknik komunikasi SBAR.
9
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan informasi dalam
bidang kesehatan khususnya komunikasi antar perawat, serta dapat dijadikan
tambahan untuk perpustakaan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai sumber informasi pada karya tulis ilmiah ini bisa bermanfaat bagi bidang
pendidikan keperawatan terkususnya para peneliti yang akan melanjutkan
pengembangan dibidang ilmu keperawatan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
mengadakan kunjungan rumah bila perlu (Nursalam, 2018). Timbang terima
pasien dirancang sebagai salah satu metode untuk memberikan informasi yang
relevan pada tim perawat setiap pergantian shift sebagai petunjuk praktik
memberikan informasi mengenai kondisi terkini pasien, tujuan pengobatan,
rencana perawatan serta menentukan prioritas pelayanan (Nursalam, 2018). Peran
perawat associate adalah melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana yang telah disusun oleh perawat primer (PP). Kegiatan timbang terima
dilakukan jika terdapat semua perawat berkumpul terutama saat pagi dipimpin
oleh kepala ruang. Perawat pada shift malam melaporkan pasien yang menjadi
tanggung jawabnya kepada shift pagi disertai pencatatan di buku operan.
Pelaksanaan shift tersebut apabila telah selesai, perawat langsung kembali ke
pasien dan melaksanakan tugasnya (Nursalam, 2018).
12
3. Manfaat Timbang Terima
13
c. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek
fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan
kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku
kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan.
14
9) Rencana umum dan persiapan lain.
10) Tanda tangan dan nama terang.
15
subjektif dan
objektif)
d. Masalah
keperawatan yang
masih muncul
e. Intervensi
keperawatan yang
belum dilaksanakan
(secara umum).
f. Intervensi
kolaboratif dan
dependen.
g. Rencana umum dan
persiapan yang perlu
dilakukan (persiapan
operasi, pemeriksaan
penunjang, dll).
Pelaksanaan 1. Kedua kelompok dinas 20 Ners KARU, PP
sudah siap (shift jaga) Menit Station, dan PA
2. Kelompok yang akan Ruang
bertugasmenyiapkan Perawatan
buku catatan.
3. Kepala ruang membuka
acara timbang terima.
4. Perawat yang
melakukan timbang
terima dapat melakukan
klarifikasi, tanya jawab,
dan melakukann validasi
terhadap hal-hal yang
telah ditimbang
terimakan an berhak
menanyakan mengenai
16
hal-hal yang kurang
jelas.
5. Kepala ruangan/ PP
menanyakan kebutuhan
dasar pasien.
6. Penyampaian yang jelas,
singkat, dan padat.
7. Perawat yang
melaksanakan timbang
terima mengkaji secara
penuh terhadap masalah
keperawatan, kebutuhan,
dan tindakan yang telah/
belum dilaksanakan
serta hal-hal penting
lainnya selama masa
perawatan.
Post 1. Diskusi. 5 Menit Ners KARU, PP
Timbang 2. Pelaporan untuk Station dan PA
Terima timbang terima
dituliskan secara
langsung pada format
timbang terima yang
ditandatangani oleh PP
yang jaga saat itu dan
PP yang jaga berikutnya
diketahui oleh kepala
ruang.
3. Ditutup oleh kepala
ruang
17
a. Dilaksanakan tepat pada saat pergantian shift.
b. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (PP).
c. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas.
d. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
e. Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien.
f. Pada saat Operan di kamar pasien, mengunakan volume suara yang cukup
sehingga pasien disebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi
klien. Sesuatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara
langsung didekat pasien.
g. Sesuatu yang mungkin membuat klien terkejut dan shock sebaiknya
dibicarakan di nurse station.
18
a) Hari/ tanggal
b) Pukul
c) Topik
d) Tempat
2. Metode
a) Diskusi
b) Tanya jawab
3. Media
a) Status klien
b) Buku Operan
c) Alat tulis
d) Leaflet
e) Sarana dan prasarana perawatan
4. Pengorganisasian
a) Kepala ruangan
b) Perawat primer (pagi)
c) Perawat primer (sore)
d) Perawat associate (pagi)
e) Perawat associate (sore)
f) Perawat associate (malam)
g) Perawat associate (libur)
h) Pembimbing/ supervisor
19
4. Tidak terdapat kontribusi atau feedback dari pasien dan keluarga sehingga
proses informasi dibutuhkan oleh pasien terkait status kesehatannya tidak
up to date.
b. Timbang Terima dengan Metode Bedside Handover
Menurut Kassean dalam Lailiyyati (2013), handover yang dilakukan
sekarang sudah menggunakan model bedside handover yaitu handover yang
dilakukan di samping tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien atau
keluarga pasien secara langsung untuk mendapatkan feedback. Secara umum
materi yang disampaikan dalam proses operan jaga baik secara tradisional
maupun bedside handover tidak jauh berbeda, hanya pada handover memiliki
beberapa kelebihan diantaranya:
1) Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait
kondisi penyakitnya secara up to date.
2) Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien dengan
perawat.
3) Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi pasien
secara khusus.
Menurut Joint Commission for Transforming Healthcare (2014), menyusun
pedoman implementasi untuk timbang terima sebagai berikut:
1) Interaksi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk adanya
pertanyaan dari penerima informasi tentang informasi pasien.
2) Informasi tentang pasien yang disampaikan harus up to date meliputi
terapi, pelayanan, kondisi dan kondisi saat ini serta yang harus diantisipasi.
3) Proses verifikasi harus ada tentang penerimaan informasi oleh perawat
penerima dengan melakukan pengecekan dengan membaca, mengulang
atau mengklarifikasi.
4) Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit, termasuk
perawatan dan terapi sebelumnya.
5) Handover tidak dapat disela dengan tindakan lain untuk meminimalkan
kegagalan informasi atau terlupa.
20
penggunaan terminologi keperawatan, kemampuan menginterpretasi medical
record, kemampuan mengobservasi dalam menganalisa pasien, dan pemahaman
tentang prosedur klinik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini &
Roifah (2015) mengatakan bahwa timbang terima terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi yaitu bahwa di ruang rawat inap belum ada standar prosedur
operasional timbang terima. Standar prosedur operasional timbang terima
seharusnya dimiliki tiap ruangan rawat inap sehingga dapat menjadi acuan atau
tolak ukur dalam pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan timbang terima
sehingga pengawasannya bisa dilakukan dengan baik dan maksimal.
Dari gambar di bawah menunjukan bahwa perawat dapat melaksanakan
timbang terima yang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor situation,
Background, Riwayat Keperawatan, Assesment, Rekomendasi. Dengan adanya
faktor tersebut akan meningkatkan pelaksanaan. Begitu pulah sebaliknya,
kurangnya keberadaan faktor tersebut akan memberikan dampak buruk terhadap
timbang terima sehngga kurangnya pelaksanaan timbang terima bahkan
dilaksanakan sama sekali.
Background
Riwayat Keperawatan
Assesment:
KU;TTV;GCS; Skala
Nyeri; Skala resiko
jatuh; dan ROS
(point yang penting)
Rekomendasi
yaitu:
a. Kuesioner
komunikasi SBAR.
b. Observasi
22
B. Tinjauan Umum Metode SBAR
1. Definisi
SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi penting
yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan terhadap eskalasi yang efektif
dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR dapat digunakan secara efektif
untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di daerah klinis yang
sama atau berbeda. SBAR melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk
memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi.
SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau
tim kesehatan lainnya (Wardhani, 2017).
Komunikasi SBAR dilakukan perawat untuk mengurangi insiden keselamatan
pasien terkait komunikasi. Komunikasi dengan SBAR dapat membantu untuk
mencegah kerusakan dalam komunikasi verbal dan tertulis. Metode SBAR yang
digunakan dalam komunikasi perawat dengan dokter dapat memberikan informasi
perawat hal yang harus disampaikan ketika berkomunikasi sehingga akan
mengurangi kebingungan setiap perawat dalam berkomunikasi serta
memungkinkan semua informasi tentang pasien akan tersampaikan karena metode
SBAR sudah terstandarisasi (Ismainar, 2015).
Komunikasi SBAR merupakan kerangka teknik komunikasi yang disediakan
dalam menyampaikan kondisi pasien kepada rekan kerja atau perawat lainnya dan
merupakan model komunikasi khusus yang membantu mengefektifkan
komunikasi antara perawat dan dokter (Putra 2017). Menurut Institute for
Healthcare Improvement (IHI) teknik komunikasi SBAR adalah teknik
komunikasi yang digunakan untuk menyelesaikan project dengan lebih mudah
dan menciptakan framework, teknik tersebut digunakan untuk melaporkan kondisi
pasien pada timbang terima keperawatan dalam situasi kritis. Komunikasi SBAR
dilakukan pada saat timbang terima (handover), pindah ruang rawat maupun
melaporkan kondisi pasien ke dokter atau tim kesehatan lain (Nursalam, 2018).
Komunikasi SBAR didefinisikan sebagai alat komunikasi yang dikembangkan
sebagai hasil dari penelitian yang mengidentifikasi perlunya meningkatkan
komunikasi antara dokter dan perawat, Komunikasi SBAR merupakan upaya
menetapkan pemikiran kritis terkait dengan mendefinisikan masalah pasien
dengan merumuskan solusi sebelum dokter menghubungi, sehingga penerima tahu
23
bahwa percakapan akan mencakup penilaian dan rekomendasi untuk perawatan
yang relevan dengan status pasien saat ini (Nursalam, 2018). Komunikasi SBAR
merupakan kerangka kerja untuk mengatur informasi dalam persiapan untuk
berkomunikasi antara perawat dan dokter, perawat dengan perawat, perawat
dengan tim kesehatan lainnya dalam menyampaikan kondisi pasien yang terkini
baik yang kritis maupun tidak. Kerangka komunikasi SBAR memuat informasi
pasien tentang Situation, Background, Assessment dan Recommendation
(Nursalam, 2018). Komunikasi SBAR adalah cara sederhana yang secara efektif
telah mengembangkan komunikasi dalam setting lain dan efektif pula digunakan
pada pelayanan kesehatan (Rachmah, 2018).
2. Prinsip
Menurut Leonard (2014), adapun prinsip-prinsip bagaimana menggunakan
SBAR dan apa saja yang harus di komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Situation
Mengandung informasi tentang identitas pasien, masalah yang terjadi saat ini
dan diagnosa medis. Menyebutkan nama lengkap pasien, tanggal lahir pasien,
secara singkat permasalahan pasien saat ini, kapan mulai terjadi dan seberapa
berat situasi dan keadaan pasien yang teramati saat itu.
b. Background
Menggambarkan latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan
situasi. Penyampaian latar belakang klinis atau keadaan yang melatarbelakangi
permasalahan, meliputi catatan rekam medis pasien, diagnosa masuk RS,
informasi hal- hal penting terkait: Kulit/ekstremitas, pasien memakai/ tidak
memakai oksigen, obat- obatan terakhir, catatan alergi, cairan IV line dan hasil
laboratorium terbaru. Hasil- hasil laboratorium berikut tanggal dan jam
masing-masing test dilakukan. Hasil-hasil sebelumnya sebagai pembanding,
informasi klinik lainnya yang kemungkinan diperlukan.
c. Assessment
Merupakan kesimpulan dari masalah yang terjadi saat ini apakah kondisi
membaik atau memburuk.
d. Recommendation
Mengandung informasi tentang :
24
1) Tindakan apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi.
2) Solusi apa yang bisa ditawarkan ke dokter.
3) Solusi/tindakan apa yang direkomendasi oleh dokter.
4) Kapan dan dimana dilakukan.
Beberapa hasil penelitian yang di lakukan oleh Vardament oleh perawat di
beberapa Rumah sakit namun kendala yang di alami perawat dalam
memberikan pelayanan kesehatan salah satunya adalah jumlah perawat yang
kurang ideal. Menunjukkan bahwa terdapat dampak positif terhadap
penggunaan komunikasi SBAR dalam timbang terima pasien, dan ini
membuktikan bahwa komunikasi SBAR dalam timbang terima pasien
merupakan metode yang efektif untuk menurunkan Insiden Keselamatan
Pasien (Nursalam, 2018).
3. Dampak
SBAR memberikan dampak peningkatan kualitas keperawatan, berikut
dijelaskan bagaimana SBAR menunjukkan hal tersebut (Nursalam, 2018).
a. Terciptanya alat komunikasi yang terstruktur dan simple untuk handover
keperawatan.
b. Terciptanya alat komunikasi tindakan kolaboratif sebagai legal aspek.
c. Sebagai aspek legal perawat untuk melakukan tindakan medis berdasarkan
sistem delegasi yang menurut Undang – Undang No. 34 tahun 2014 tentang
Keperawatan menjadi wewenang perawat.
d. Menciptakan iklim berfikir intuisi dari perawat.
25
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
26
B. Analisa Data
27
C. Analisa SWOT
28
D. Diagnosa
Belum optimalnya pelaksanaan timbang terima keperawatan menggunakan teknik
komunikasi SBAR di Ruangan Paviliun Melati RS PMI Bogor.
29
E. Planning of Action (POA)
Tabel 3.3 Planning Of Action (POA)
No Masalah Rencana Tujuan Sasaran Waktu Tempat Penanggung
Jawab
1 Belum optimalnya Diskusi dan Agar timbang - Karu Senin, 31 Ruangan Mahasiswa
pelaksanaan timbang Role Play terima dapat - Mahasiswa Oktober Paviliun Profesi Ners
terima keperawatan dilakukan Profesi Ners 2022. Melati
menggunakan teknik menggunakan Pukul 13.00
komunikasi SBAR di metode SBAR WIB
Ruangan Paviliun Melati dengan optimal
RS PMI Bogor.
30
F. Implementasi
Tabel 3.4 Implementasi
Pelaksanaan Penanggung
No Implementasi Tujuan Hasil
Waktu Tempat Jawab
1 Diskusi Agar kepala ruangan Senin, 31 Oktober Ruangan Mahasiswa - Kepala ruangan
dapat 2022. Paviliun Profesi Ners mengikuti diskusi
mempertimbangkan Pukul 13.00 WIB Melati tentang timbang
dan mengetahui terima keperawatan
tentang konsep menggunakan metode
timbang terima komunikasi SBAR
keperawatan bersama dengan
menggunakan metode mahasiswa profesi
komunikasi SBAR ners
secara optimal di - Mahasiswa maupun
ruangan Paviliun kepala ruangan aktif
Melati RS PMI Bogor. dalam kegiatan
diskusi sehingga
proses diskusi
berjalan dengan baik.
31
2 Role Play Timbang Agar mahasiswa Selasa, 01 Ruangan Mahasiswa Semua mahasiswa yang
Terima Keperawatan profesi ners yang November 2022. Mahasiswa Profesi Ners berdinas pada tanggal 01
Metode SBAR berdinas di ruangan Pukul 13.00 WIB November 2022 di
Paviliun Melati Ruangan Paviliun Melati
mengetahui dan melaksanakan role play
memahami serta timbang terima
nantinya jika bekerja keperawatan dengan
sebagai perawat, dapat metode SBAR.
melaksanakan proses
timbang terima
menggunakan metode
SBAR secara optimal.
32
G. Evaluasi
1. Diskusi tentang timbang terima keperawatan menggunakan metode SBAR.
Dari hasil evaluasi didapatkan bahwa :
a. Kegiatan diskusi tentang timbang terima keperawatan dengan metode SBAR
berjalan dengan baik.
b. Kegiatan diskusi tentang timbang terima keperawatan dengan metode SBAR
diikuti oleh kepala ruangan dan mahasiswa yang berdinas tanggal 31 Oktober
2022.
c. Kepala ruangan dan mahasiswa aktif selama proses diskusi.
d. Sebelum proses diskusi dimulai, kepala ruangan tidak sepenuhnya memahami
tentang timbang terima menggunakan metode SBAR, namun setelah kegiatan
diskusi dilakukan, kepala ruangan mengatakan akan mempertimbangkan dan
menerapkan timbang terima keperawatan menggunakan metode SBAR di
ruangan.
33
BAB IV
ANALISIS KASUS
34
pembelajaran yang di dalamnya terdapat percakapan antara individu dengan
indvidu lainnya yang terbentuk ke dalam wadah atau kelompok yang dihadapkan
oleh suatu permasalahan sehingga mereka dapat bertukar pikiran untuk
mendapatkan pemecahan masalah yang benar melalui kesepakatan bersama
(Samani, Muchlas, & Hariyanto, 2012).
Peneliti telah melakukan diskusi tentang timbang terima keperawatan
menggunakan metode SBAR sehingga terjadi persamaan persepsi yang
menambah pengetahuan tentang timbang terima keperawatan dengan metode
SBAR dan membuat kesepakatan bahwa selanjutnya akan merubah cara yang
kurang benar menjadi benar, serta akan diterapkannya pelaksanaan timbang terima
keperawatan dengan teknik SBAR dengan lebih optimal.
35
melaksanakan timbang terima keperawatan dengan baik dan optimal. Jika
pelaksanaan timbang terima keperawatan dilakukan dengan baik dan optimal, maka
pemberian asuhan keperawatan lebih terlaksana dengan baik dan terarah. Hal ini
mampu meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di Ruangan Paviliun Melati
RS PMI Bogor.
36
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah dilakukan praktek profesi manajemen keperawatan di Ruangan
Paviliun RS PMI Bogor selama 4 minggu, didapatkan pengkajian tentang timbang
terima keperawatan yang dilakukan selama 1 minggu dengan cara mengumpulkan
data melalui observasi dan wawancara. Dari data tersebut didapatkan masalah yaitu
timbang terima yang dilakukan belum menggunakan metode SBAR dengan optimal,
proses timbang terima menghabiskan waktu yang sangat lama dan kurangnya
kerjasama antar perawat ruangan. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan
intervensi dan implementasi berupa diskusi tentang timbang terima keperawatan pada
tanggal 31 Oktober 2022 yang diikuti oleh karu dan mahasiswa profesi ners serta role
play timbang terima keperawatan menggunakan metode SBAR pada tanggal 01
November 2022 yang didemonstrasikan oleh mahasiswa profesi ners.
Pada hari pertama implementasi tentang diskusi timbang terima keperawatan
menggunakan metode SBAR, didapatkan hasil bahwa karu dan mahasiswa aktif
berdiskusi terkait timbang terima menggunakan metode SBAR, dalam pelaksanaan
role play implementasi hari kedua didapatkan hasil mahasiswa mampu
membandingkan proses timbang terima di ruangan dengan pelaksanaan timbang
terima yang dilakukan. Didapatkan bahwa proses timbang terima yang dilakukan saat
role play lebih optimal sesuai dengan metode SBAR, di mana dalam proses timbang
terima dilakukan 2-3 menit pada setiap pasien dan terdapat semua kerangka
komunikasi SBAR yang di dalamnya situation, background, assessment, dan
recommendation. Selain itu diperlukan adanya kerjasama antar perawat yang
menjalankan timbang terima keperawatan, agar proses timbang terima dapat berjalan
dengan baik.
Dari hasil yang didapatkan, pelaksanaan timbang terima dapat dilakukan
secara optimal sehingga mengurangi terjadinya kesalahan dalam melakukan asuhan
keperawatan dimana tidak adanya kesalahan penerimaan pesan, meningkatnya kinerja
perawat serta tidak timbul kerugian pada pasien dalam proses perawatan.
37
B. Saran
1. Untuk Mahasiswa
Agar lebih memahami tentang konsep manajemen khususnya tentang timbang
terima keperawatan dengan menggunakan metode SBAR dan mampu menerapkan
implementasi demi terciptanya asuhan keperawatan yang optimal terhadap pasien.
2. Untuk Ruangan
a. Agar dapat mengetahui dan menerapkan pelaksanaan timbang terima
keperawatan dengan metode SBAR secara optimal dalam melakukan asuhan
keperawatan.
b. Lebih meningkatkan kerja sama antar perawat dalam pelaksanaan timbang
terima keperawatan secara optimal.
38
DAFTAR PUSTAKA
Ade Herawati, T. N. (2019). Penggunaan Model SBAR Berbasis Elektronik dalam Upaya
Meningkatkan Keselamatan Pasien : Study Literatur . Departemen Keperawatan dan
Keperawatan Dasar, Universitas Indonesia, 9-15.
Dewi, R., Rezkiki, F., & Lazdia, W. (2019). Studi Fenomenology Pelaksanaan Handover
dengan Komunikasi SBAR. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan 4
(2), 350-358.
Friesen, M. A., S.V, W., & J.F, B. (2008). Handoffs: Implications for Nurses.
Joana, J., & Smith, A. (2006). Changing French Military Procurement Policy: The State,
Industry, and 'Europe' in the case of the A400M.
Kemenkes. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kesrianti, A., Bahry, N., & Maidin, A. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Komunikasi pada Saat Handover di ruang rawat inap Rumah Sakit Universitas
Hasanuddin. Jurnal Ilmiah 1314.
Lailiyyati, A. N. (2013). Studi Deskriptif Pelaksanaan Timbang Terima di Unit Rawat Inap
RST Wira Bhakti Tamtama Semarang. Psychology.
Leonard, M., Audrey, & Lyndon. (2014). WIHI: SBAR: Structured Communication and
Psychological Safety in Health Care.
39
Mikos, K. (2007). Monitoring Handoffs for Standardization. Nurshing management 38 (12),
16-18.
Mubarok, F., Koesomo, G. S., & Wiyono, S. (2020). Optimalisasi Ketepatan Pemberian Obat
dengan Penerapan Prosedur dan Komunikasi SBAR dalam Pelaksanaan Clinical
Handover Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD kota Depok Periode Juli 2019.
Seminar Nasional Riset Kedokteran 1 (1).
Oxyandi, M., & Endayni, N. (2020). Pengaruh Metode Komunikasi Efektif SBAR terhadap
Pelaksanaan Timbang Terima. Jurnal Aisyiyah Medika 5 (1).
Prihandoyo, Baskoro, W., Muljono, Susanto, P., & Djoko. (2014). Efektivitas Diseminasi
Informasi Pertanian melalui Media Telepon Genggam pada Petani Sayuran di
Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.
Rieibowo, C., & Harahap, Z. (2016). Studi Kualitatif : Peran Handover dalam Meningkatkan
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Jurnal Pena Medika, 72-79.
Saksono, A. (1991). Perlindungan Tenaga Kerja Wanita, Modul Kursus Tertulis Bagi Dokter
Hiperkes. Jakarta: Pusat Pelayanan Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Depnaker RI.
40
Suardana, K. (2018). Pengaruh Metode Komunikas Efektif SBAR terhadap Efektifitas
Pelaksanaan Timbang Terima Pasien di Ruang Griyatama RSUD Tabanan. Jurnal
Skala Husada: The Journal of Health 15 (1).
Suarli, S., & Bahtiar. (2009). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis. Jakarta:
Erlangga.
Ulva, F. (2017). Gambaran Komunikasi Efektif dalam Penerapan Keselamatan Pasien (Studi
Kasus Rumah Sakit X di Kota Padang) Picture Of Effective Communication in the
Application of Patient Safety.
41
DAFTAR LAMPIRAN
NPM : 18210000054
42