Anda di halaman 1dari 13

PP NO.

60/1999 & KEPMENDIKNAS 232/2000: KURIKULUM PENDIDIKAN


TINGGI SECARA UMUM DAN KURIKULUM PROGRAM DIPLOMA

Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Desain Ekstrakurikuler PAI

Dosen Pengampu:

Hendripal Panjaitan, S.Pd, MA

Disusun Oleh:

Khairul Anwar (0301191014)

Helni Khalisty (0301191036)

Julia Rahmah (0301192074)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2022
A. Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia memiliki tingkatan tersendiri, tingkatan tersebut
disebut jenjang pendidikan. Jenjang pendidikan dimulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi
merupakan sebuah jalur pendidikan yang jenjangnya lebih tinggi daripada
pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan
profesional.
Pendidikan tinggi mencakup pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis dan doktor yang diselenggarakan di perguruan tinggi. Setiap jenjang
pendidikan memiliki kurikulumnya masing-masing. Dalam kata lain,
kurikulum pendidikan tinggi dengan pendidikan dasar dan menengah tentu
berbeda.
Begitu juga kurikulum pendidikan tinggi secara umum dengan kurikulum
program diploma juga berbeda. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai kurikulum pendidikan tinggi secara umum dan
kurikulum program diploma.

B. Pembahasan
1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Tinggi
Kurikulum adalah sebuah program yang disusun dan dilaksanakan
untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Sehingga kurikulum dapat
diartikan sebagai sebuah program yang berupa dokumen dan pelaksanaan
program. Sebagai sebuah dokumen kurikulum (curriculum plan) dirupakan
dalam bentuk rincian, mata kuliah, silabus, rancangan pembelajaran,
sistem evaluasi keberhasilan. Sedang kurikulum sebagai sebuah
pelaksanaan program adalah bentuk pembelajaran yang nyata-nyata
dilakukan (actual curriculum). Akan tetapi dengan cara pandang yang luas
kurikulum bisa berperan sebagai (1) manajemen pendidikan tinggi untuk
menentukan arah pendidikannya, (2) filosofis yang akan mewarnai
terbentuknya masyarakat dan iklim akademik, (3) Patron atau pola

1
pembelajaran, (4) atmosfer atau iklim yang terbentuk dari hasil interaksi
manajerial PT dalam mencapai tujuan pembelajaran, (5) Rujukan kualitas
dari proses penjaminan mutu, serta (6) ukuran keberhasilan PT dalam
menghasilkan kelulusan yang bermanfaat bagi masyarakat. Dengan ukuran
bahwa kurikulum tidak hanya berarti sebagai sesuatu dokumen saja,
namun mempunyai peran yang kompleks dalam proses pendidikan.1
Menurut Kepmendiknas No. 232/U/2000, didefinisikan sebagai
berikut: “Kurikulum pendidikan tinggi adalah rencana dan pengaturan
mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian
dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar di perguruan tinggi”.2
Banyak orang yang menganggap kurikulum berkaitan dengan bahan
ajar atau buku-buku pelajaran yang harus dimiliki anak didik, sehingga
perubahan kurikulum identik dengan perubahan buku pelajaran. Persoalan
kurikulum bukan hanya persoalan buku ajar, akan tetapi banyak persoalan
lainnya termasuk persoalan arah dan tujuan pendidikan, persoalan materi
pelajaran, serta persoalan-persoalan lainnya yang terkait dengan hal itu.
Istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia olahraga pada zaman
Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere. Selanjutnya istilah
kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan. Para ahli pendidikan
memiliki penafsiran yang berbeda tentang kurikulum. Namun demikian,
dalam penafsiran yang berbeda itu, ada juga kesamaan-kesamaan tersebut
adalah, bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha
mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.3
Pendidikan sebenarnya tergolong dalam kategori industri jasa yang
bersifat nirlaba. Purwanto mencetuskan bahwa setidaknya perguruan
tinggi yang profesional sudah mengarah pada suatu industri jasa yang
berpelanggan dalam tingkatan eksternal dan internal. Tingkat Eksternal
1
Tresno Dermawan Kunaefi, dkk, Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Tinggi, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi, 2008), h.5.
2
Kemendiknas RI. Nomor 232/U/2002.
3
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Prenada Media Group;2008), h.
3.

2
pada level primer adalah mahasiswa, sekunder adalah orang tua
mahasiswa dan shareholder, dan tersier adalah pemakai tenaga lulusan
perguruan tinggi. Tingkat Internal adalah dosen dan tenaga administrasi.
Selain itu, konsep nirlaba bukan berarti menafikkan persaingan dan
pemasaran.
Misi mulia pendidikan tinggi tercakup dalam Tri Dharma Perguruan
Tinggi yang merupakan bagian dari upaya negara untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Keberadaan perguruan tinggi sebagai suatu bagian
dalam sistem pendidikan nasional menurut PP No. 60/ 1999 pasal 2
bertujuan untuk:4
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan, dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan
kesenian.
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya budaya.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi


Pengembangan kurikulum pendidikan tinggi memiliki beberapa
landasan, dikutip dari artikel jurnal yang ditulis oleh Kaimuddin landasan
tersebut diantaranya, landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosiologis dan landasan yuridis. Berikut penjelasannya.5
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum pendidikan
tinggi muncul atas pertanyaan-pertanyaan filosofis yang membutuhkan
jawaban filosofis pula. Seperti apa isis yang akan dibelajarkan?
Bagaimana proses pembelajaran? Siapa yang berperan sebagai
pendidik? Dan sebagainya. Dengan demikian landasan filosofis dalam
4
Peraturan Pemerintah No 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi
5
Kaimuddin, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi”, Al-Ta’dib: Jurnal Kajian
Ilmu Kependidikan, Vol 8 No. 1 (2015), h. 32-24.

3
pengembangan kurikulum pendidikan tinggi memiliki makna
signifikan, bahan dapat diartikan bahwa landasan filosofis merupakan
pondasi penting dalam pengembangan kurikulum.
b. Landasan Psikologis
Aspek psikologis dalam pengembangan kurikulum pendidikan
tinggi yaitu memahami karakteristik peserta didik melalui keberadaan
teori-teori belajar baik itu klasik, konservatif, maupun modern
mutakhir. Pendekatan psikologi akan merekomendasikan strategi atau
metode apa yang efektif digunakan dalam implementasi kurikulum.
c. Landasan Sosiologis dan Ilmu Pengetahuan Teknologi
Landasan sosiologis muncul atas adanya perubahan dalam
masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa dinamika pendidikan
saling terkait dengan dinamika masyarakat terlebih lagi dengan adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam perkembangan
masyarakat terdapat unsur-unsur kebudayaan dan sosial yang tidak
hanya menjadi tanggung jawab masyarakat tetapi juga lembaga
pendidikan. Oleh karena itu landasan sosiologis dan ilmu pengetahuan
teknologi merupakan landasan yang harus diperhatikan dalam
melakukan pengembangan kurikulum pendidikan tinggi.
d. Landasan Yuridis
Aspek yuridis merupakan aspek yang menjadi rujukan hukum
secara legal formal dalam melakukan pengembangan kurikulum.
Landasan yuridis berperan untuk menjadi acuan dasar dalam
pengembangan kurikulum terutama dalam meramu konsep-konsep
dasar kurikulum. Landasan yuridis dalam pengembangan kurikulum
pendidikan tinggi yang utama adalah Undang Undang No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No
32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan
Presiden Nomor 08 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI), Peraturan Menteri Nomor 49 Tahun 2014
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Kemudian ada beberapa

4
peraturan lain mengenai pendidikan tinggi yang tidak kalah penting
untuk dijadikan sebagai landasan yuridis dalam pengembangan
kurikulum yaitu, Peraturan Pemerintah No 60 6tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi dan Kepmendiknas No 232/U/2000 tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi dan Hasil
Penilaian Belajar Mahasiswa.

Mengutip dari jurnal yang ditulis oleh Khan dan Law ada beberapa
landasan dalam melakukan pengembangan kurikulum diantaranya
environmental analysis (analisis lingkungan), pedagogical strategies
(strategi belajar), education leadership (kepemimpinan pendidikan), dan
graduate competencies (kompetensi lulusan).

3. Kurikulum Pendidikan Tinggi Secara Umum


Secara sederhana, kurikulum dapat diartikan sebagai seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan
kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum menjadi urgen karena merupakan
peta jalan menuju harapan, yakni manusia Indonesia yang hendak kita
wujudkan. Perlu disadari bahwa tantangan generasi berubah dari waktu ke
waktu, dan karena itu pula, kurikulum tentu perlu menyesuaikan dengan
kebutuhan jamannya. Dalam konteks pendidikan tinggi, kurikulum
mengalami beberapa kali perubahan (Kemdikbud, 2014b). Pada tahun
1990-an, konsep ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) mendapatkan
tempat yang terhormat dalam diskursus pembangunan, termasuk di dalam
dunia pendidikan. Karena itu, pada kurikulum 1994 bisa disebut sebagai
kurikulum berbasis isi, yang diarahkan pada penguasaan Iptek. Memasuki
tahun 2000, Unesco mempromosikan empat pilar pendidikan, yakni
learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

6
Muhammad Ayyub Khan dan Laurie Smith Law. “An Integrative Approach to
Curriculum Development in Higher Education in the USA: A Theoretical Framework.”
International Education Studies, Vo. 8, No. 3, 2015, h. 66-76.

5
together. Beriringan dengan itu, sekitar 2002, istilah kompetensi menjadi
wacana yang sangat kuat bertalian dengan kualitas lulusan. Oleh
karenanya, kurikulum saat itu dikatakan sebagai kurikulum berbasis
kompetensi.
Lalu, bagaimana halnya dengan kurikulum yang sekarang? Keluarnya
sejumlah peraturan perundang-undangan seperti UU No. 12 tahun 2012
tentang pendidikan tinggi, Perpres No. 8 tahun 2012 tentang kerangka
kualifikasi nasional Indonesia (KKNI), dan Permendikbud No. 49 tahun
2014 tentang standar nasional pendidikan tinggi, memberikan pesan kuat
bahwa pendidikan tinggi harus mampu melahirkan manusia Indonesia
yang cakap, berkarakter, dan berdaya saing. Pendidikan tinggi berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
(Kemdikbud, 2012a). Selain itu, pendidikan tinggi harus mampu
memberdayakan mahasiswa menjadi manusia terdidik (educated person)
yang berpengetahuan, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Manusia Indonesia
juga harus mampu sejajar dan bersaing dengan warga bangsa yang lain.
Kualifikasi manusia Indonesia seperti itulah yang diharapkan bisa
terbentuk melalui proses pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian terkait dengan keterampilan yang dibutuhkan di
abad 21. Ada lima keterampilan pokok yang perlu dimiliki, yakni
keterampilan beradaptasi, berkomunikasi kompleks, memecahkan masalah
non rutin, manajemen diri, dan berpikir sistem (National Academy of
Sciences, 2011).
Lalu, bagaimana kurikulum dikembangkan? Sesuai semangat UU no
12 tahun 2012 yang memberikan otonomi pada perguruan tinggi, maka
pengembangan kurikulum diserahkan sepenuhnya pada otonomi kampus.
Entitas program studi dan asosiasi keilmuan, termasuk asosiasi profesi
menjadi think tank penyusun kurikulum. Tentu menjadi lebih baik, jika
penyusunan kurikulum melibatkan pemangku kepentingan, terutama
pengguna lulusan.

6
Ada dua model struktur yang dapat digunakan dalam menyusun
kurikulum, yakni model serial dan model parallel (Kemdikbud, 2014b).
Model serial adalah pendekatan yang menyusun mata kuliah berdasarkan
logika struktur keilmuan. Mata kuliah disusun dari yang paling dasar
menuju lanjutan. Dalam model ini dikenal istilah mata kuliah prasyarat,
yang menunjukkan keterhubungan mata kuliah yang satu dengan yang
lain. Adapun model paralel menyajikan mata kuliah pada setiap semester
sesuai dengan tujuan kompetensinya. Model ini lebih menyerupai sistem
blok, menyusun mata kuliah berdasarkan ketercapaian kompetensi, bukan
sekadar pembelajaran semesteran. Selain dua model tersebut, ada model
lain yang bisa juga dipertimbangkan untuk diterapkan, yakni model
konsekutif dan model konkuren. Kedua model ini biasanya diterapkan
dalam konteks pendidikan guru. Model konsekutif adalah menyusun
struktur mata kuliah secara berurutan dengan memperhatikan capaian
pembelajaran. Ada perbedaan yang tegas antara penguasaan kompetensi
keilmuan dan kompetensi pedagogik. Mengacu model konsekutif, maka
pendidikan guru didesain menjadi 4+1, yakni empat tahun fokus pada
penguasaan kompetensi keilmuan dan satu tahun kompetensi profesi.
Adapun model konkuren menyusun kurikulum yang mengintegrasikan
antara kompetensi keilmuan dan kompetensi profesi pada saat yang
bersamaan, sebagaimana yang selama ini dilakukan di lembaga pendidikan
tenaga kependidikan.
Apakah kurikulum yang telah didesain sedemikian rupa pada
gilirannya dapat mewujudkan tujuan yang hendak dicapai? Di sinilah
persoalannya. Pergulatan antara kurikulum sebagai dokumen dan
kurikulum in action. Acapkali kurikulum sebagai dokumen telah tersusun
dengan begitu baik, namun pelaksanaannya jauh panggang dari api. Dalam
konteks ini, peran pengelola kurikulum, dalam hal ini ketua program studi
dan peran pelaksana kurikulum, yakni dosen, menjadi sangat urgen. Ada
korelasi yang sangat kuat antara kepemimpinan akademik dan kualitas
dosen terhadap keberhasilan pelaksanaan kurikulum, Semakin tinggi

7
komitmen Kaprodi dan dosen dalam melaksanakan kurikulum, semakin
tinggi pula peluang keberhasilan capaian-capaian kurikulum.7
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 60 tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi Pasal 13 ayat 3 menyatakan bahwa Kurikulum yang
berlaku secara nasional diatur oleh Menteri. Dengan demikian kurikulum
PT secara umum dan kurikulum program diploma dapat kita lihat di
Kepmendiknas No 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Perguruan Tinggi dan Hasil Penilaian Belajar Mahasiswa. Berikut
rinciannya.
a. Beban Studi
1) Beban studi program sarjana sekurang-kurangnya 144 (seratus
empat puluh empat) SKS dan sebanyak-banyaknya 160 (seratus
enam puluh) SKS yang dijadwalkan untuk 8 (delapan) semester
dan dapat ditempuh waktu kurang dari 8 (delapan) semester dan
selama-lamanya 14 (empat belas) semester setelah pendidikan
menengah.
2) Beban studi program magister sekurang-kurangnya 36 (tiga puluh
enam) SKS dan sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) SKS yang
dijadwalkan untuk 4 (empat) semester dan dapat ditempuh dalam
waktu kurang dari 4 (empat) semester dan selama-lamanya 10
(sepuluh) semester termasuk penyusunan tesis, setelah program
sarjana dan sederajat.
b. Kurikulum Inti dan Kurikulum Institusional
1) Kurikulum inti terdiri atas kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian, kelompok mata kuliah yang mencirikan tujuan
pendidikan dalam bentuk penciri ilmu pengetahuan dan
keterampilan, keahlian berkarya dan cara berkehidupan
bermasyarakat sebagai persyaratan minimal yang harus dicapai
peserta didik dalam penyelesaian program studi.

7
Ali Maksum, Kurikulum dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi : Menuju Pendidikan
yang Memberdayakan, ( Jawa Timur : Sekretaris Pelaksana Kopertis Wilayah VII, 2015), h.5

8
2) Kurikulum institusional merupakan sejumlah bahan kajian dan
pelajaran yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan
program tinggi, terdiri atas tambahan kelompok ilmu dalam
kurikulum inti yang disusun dengan memperhatikan keadaan dan
kebutuhan lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi yang
bersangkutan.
3) Kurikulum inti program sarjana sekurang-kurangnya 40 % dari
jumlah SKS kurikulum program diploma.
4) Kurikulum institusional program sarjana dan program diploma atau
SKS keseluruhan atau sebagian dari Kelompok MPK yang terdiri
atas mata kuliah yang relevan dengan tujuan pengayaan wawasan
pendalaman intensitas pemahaman dan penghayatan MPK inti.
Kelompok MKK yang terdiri atas mata kuliah yang relevan untuk
memperkuat penguasaan dan memperluas wawasan kompetensi
keilmuan atas dasar keunggulan kompetitif serta komparatif
penyelenggaraan program studi yang bersangkutan. Kelompok
MKB terdiri atas mata kuliah yang relevan, bertujuan untuk
memperkuat penguasaan dan memperluas wawasan kompetensi
keahlian dalam berkarya di masyarakat sesuai dengan keunggulan
kompetitif serta komparatif penyelenggaraan program studi yang
bersangkutan. Kelompok MPB yang terdiri atas mata kuliah yang
relevan, yang bertujuan untuk memperkuat penguasaan dan
memperluas wawasan perilaku berkarya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di masyarakat untuk setiap program studi. Kelompok
MBB yang terdiri atas mata kuliah yang relevan dengan upaya
pemahaman serta penguasaan ketentuan yang berlaku dalam
berkehidupan di masyarakat, baik secara nasional maupun global
yang membatasi tindak kekaryaan seseorang sesuai dengan
kompetensi keahliannya.8

8
Kepmendiknas No 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan
Tinggi dan Hasil Penilaian Belajar Mahasiswa.

9
4. Kurikulum Program Diploma
Program Diploma adalah pendidikan vokasi yang diperuntukkan bagi
lulusan pendidikan menengah atau sederajat untuk mengembangkan
keterampilan dan penalaran dalam penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mahasiswa yang mengikuti pendidikan diploma diharapkan
dapat menjadi praktisi terampil yang siap memasuki dunia kerja sesuai
dengan bidang keahliannya.
a. Jenis Program Diploma
Pendidikan Diploma dapat ditempuh pada beberapa tingkatan,
yaitu mulai Diploma Satu (D1), Diploma Dua (D2), Diploma Tiga
(D3), dan Diploma Empat atau Sarjana Terapan (D4).
b. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan program diploma berbeda dengan
jenjang pendidikan sarjana. Hal itu disebabkan karena tujuan dari
program diploma adalah membekali lulusan dengan keahlian di
bidangnya. Oleh karena itu, kurikulum program diploma dirancang
dengan lebih banyak muatan kuliah praktik dengan komposisi 70%
praktik dan 30% teori.9
c. Beban studi
1) Program diploma 1 sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) SKS dan
sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) SKS yang dijadwalkan untuk
2 (dua) semester dan dapat ditempuh dalam waktu sekurang-
kurangnya 2 (dua) semester dan selama-lamanya 4 (empat)
semester setelah pendidikan menengah.
2) Beban studi program diploma II sekurang-kurangnya 80 (delapan
puluh) SKS dan sebanyak- banyaknya 50 (lima puluh) SKS yang
dijadwalkan untuk 2 (dua) semester dan selama-lamanya 4 (empat)
semester setelah pendidikan menengah.

9
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

10
3) Beban studi program diploma III sekurang-kurangnya 110 (seratus
sepuluh) SKS dan sebanyak-banyaknya 120 (seratus dua puluh)
SKS yang dijadwalkan untuk 6 (enam) semester dan dapat
ditempuh dalam waktu sekurang-kurangnya 6 (enam) semester dan
selama-lamanya 10 (sepuluh) semester setelah pendidikan
menengah.
4) Beban studi program diploma IV sekurang-kurangnya 144 (seratus
empat puluh empat) SKS dan sebanyak-banyaknya 160 (seratus
enam puluh) SKS yang dijadwalkan untuk 8 (delapan) semester
dan selama-lamanya 14 (empat belas) setelah pendidikan
menengah.

C. Kesimpulan
1. Kurikulum pendidikan tinggi adalah rencana dan pengaturan mengenai isi
maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar di perguruan tinggi
2. Pengembangan kurikulum pendidikan tinggi memiliki beberapa landasan,
diantaranya, landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis
dan landasan yuridis.
3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 60 tahun 1999 tentang Pendidikan
Tinggi Pasal 13 ayat 3 menyatakan bahwa Kurikulum yang berlaku secara
nasional diatur oleh Menteri.
4. Dengan demikian kurikulum PT secara umum dan kurikulum program
diploma dapat kita lihat di Kepmendiknas No 232/U/2000 tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi dan Hasil Penilaian
Belajar Mahasiswa.

11
DAFTAR PUSTAKA

Kaimuddin. 2015. “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi”. Al-Ta’dib:


Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan. Vol 8 No. 1.

Khan, Muhammad Ayyub dan Laurie Smith Law. 2015. “An Integrative
Approach to Curriculum Development in Higher Education in the USA: A
Theoretical Framework.” International Education Studies. Vo. 8, No. 3.

Kunaefi, Tresno Dermawan, dkk. 2008. Buku Panduan Pengembangan


Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi. Jakarta: Dirjen
Pendidikan Tinggi.

Maksum, Ali. 2015. Kurikulum dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi : Menuju


Pendidikan yang Memberdayakan. Jawa Timur: Sekretaris Pelaksana Kopertis
Wilayah VII.

Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media


Group.

Kepmendiknas No 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum


Perguruan Tinggi dan Hasil Penilaian Belajar Mahasiswa.

Peraturan Pemerintah No 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

12

Anda mungkin juga menyukai