Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PERENCANAAN PRODUKSI DAN PENJADWALAN

JUDUL :

“Perencanaan Penerbangan”

PROGRAM STUDI :
MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA
“STP AVIASI”
ABSTRACT

The time value is the maximum amount of income a person willingly gives to save his travel
time. Knowledge of the time value will be very useful for operators and transport policy
makers in considering public transportation operations both land, sea and air modes. This
study aims to determine the time value of aircraft users, especially the Padang-Jakarta
route with the Stated Preference Technical Approach. The results show the time value of
aircraft users varies between IDR 98,000 / person / hour to IDR 520,000 / person / hour
depending on the characteristics of the person and the characteristics of the trip. The
greatest time value is owned by people with a business trip destination, and the lowest time
value is owned by housewives. In general, the time value of aircraft users on the Padang-
Jakarta route is Rp. 170,000. Compared to the normal aircraft fare, it can be concluded
that the aircraft fare is still quite high for some users. Therefore it is recommended for
aircraft operators to be able to reduce costs without reducing safety aspects, and also to
pay attention to the timeliness of departing, especially at the hours commonly used by
travelers with big time values to fly by airplane. Keywords: Time Value, Stated
Preferences, aircraft.

ABSTRAK

Nilai waktu merupakan jumlah maksimum dari pendapatan seseorang yang dengan rela
diserahkannya untuk menghemat waktu perjalanannya. Pengetahuan tentang nilai waktu
akan bermanfaat sekali bagi operator dan pengambil kebijakan transportasi dalam
mempertimbangkan operasi angkutan umum baik moda darat, laut maupun udara.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai waktu pengguna pesawat terbang
khususnya rute Padang-Jakarta dengan Pendekatan Teknik Stated Preference. Hasilnya
menunjukkan nilai waktu pengguna pesawat terbang bervariasi antara Rp
98.000,-/orang/jam sampai Rp 520.000,-/orang/jam tergantung pada karakteristik
orangnya dan karakteristik perjalanannya. Nilai waktu terbesar dimiliki oleh orang
dengan tujuan perjalanan bisnis, dan nilai waktu terendah dimiliki oleh ibu rumah tangga.
Secara umum nilai waktu pengguna pesawat terbang rute Padang-Jakarta adalah Rp
170.000,-. Dibandingkan dengan ongkos normal pesawat udara yang berlaku, dapat
disimpulkan bahwa ongkos pesawat masih cukup tinggi bagi sebagian pengguna. Oleh
karena itu disarankan kepada operator pesawat udara untuk dapat menurunkan ongkos
tanpa mengurangi aspek keselamatan, dan juga agar memperhatikan ketepatan waktu
berangkat terutama pada jam yang biasa digunakan oleh pelaku perjalanan dengan nilai
waktu besar untuk terbang dengan pesawat udara.. Kata kunci: Nilai Waktu, Stated
Preference, pesawat terbang.
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat Rahmat-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh dosen pembimbing. Selain itu juga untuk meningkatkan pemahaman penulis
mengenai materi.
Dengan membaca makalah ini penulis berharap dapat membantu teman-teman
serta pembaca dapat memahami materi ini dan dapat memperkaya wawasan
pembaca.
Walaupun penulis telah berusaha sesuai kemampuan penulis, namun penulis yakin
bahwa manusia itu tak ada yang sempurna.Seandainya dalam penulisan makalah
ini ada yang kurang, maka itulah bagian dari kelemahan penulis.Mudah-mudahan
melalui kelemahan itulah yang akan membawa kesadaran kita akan kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan kepada pembaca yang telah
meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.Untuk itu penulis selalu
menantikan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan
penyusunan makalah ini.
DAFTAR ISI

Abstraksi ………………………………………………………………………….. …………….

Kata Pengantar …………………………………………………….. ……………………… ….

Daftar isi ……………………………………………… ………………………………………….

Bab I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………

1.1. Latar Belakang ………………………………………………………………………

1.2. Perumusan Masalah …………………………………………… ……………….

Bab II Landasan Teori …………………………………………. …..

2.1. PERENCANAAN PENERBANGAN …………………………

2.2. Analisis pesawat udara ………………………………………….

Bab III Hasil Analisa dan Pembahasan Hasil ……………………..

Bab IV Penutup………………………………………………………………….

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………
Bab I PENDAHULUAN

Latar Belakang 1.1

Setiap perusahaan penerbangan (airline) yang mempunyai jaringan ke berbagai daerah


pasti akan menghadapi persaingan yang sangat ketat disetiap daerah yang dikunjungi.
Persaingan dalam merebut calon penumpang makin lama makin ketat, apalagi setelah
adanya globalisasi dan liberalisasi ekonomi (Alrasyid, 2001) Dalam menghadapi kondisi
persaingan tersebut operator-operator penerbangan berusaha untuk melakukan perbaikan
diberbagai hal. Disamping perbaikan secara terus menerus kualitas tersebut juga
dilakukan dengan menekan sekecil mungkin biaya-biaya yang dikeluarkan, terutama
biaya operasi penerbangan, supaya tarif atau harga jasa penerbangan makin kompetitif.
Kemudian perbaikan terus menerus perlu dilakukan terhadap penentuan skedul dari setiap
rute penerbangan yang sesuai dengan kebutuhan penumpang atau pelanggan serta
implementasinya tepat waktu supaya penumpang tidak merasa kecewa. Salah satu alasan
utama kenapa orang memilih menggunakan pesawat udara adalah alasan waktu. Hal ini
menunjukkan waktu sangat berharga bagi penumpang dan untuk penghematan waktu
tersebut mereka rela mengeluarkan sejumlah tertentu dari pendapatannya. Penelitian ini
mencoba memprediksi nilai utilitas penggunaan pesawat terbang oleh penggunanya dan
memprediksi nilai waktu pengguna pesawat terbang berdasarkan model utilitas tersebut.
Nilai waktu ini dapat jadi pedoman bagi operator dalam merencanakan operasi
armadanya.

Rumusan Masalah 1.2

- Mengapa perlu perencanaan penerbangan?


- Cara analisis pesawat udara?
Bab II Landasan Teori

2.1. PERENCANAAN PENERBANGAN

A. Mengapa Perlu Perencanaan

Dalam menjalankan bisnisnya, airline senantiasa diperhadapkan pada tantangan dan


kompetisi. Ada banyak pertanyaan yang perlu dipertimbangkan, di antaranya bagaimana
pendekatan airline yang bersangkutan terhadap perencanaan: ke mana airline tersebut akan
pergi? Apakah pilihan strategis yang tersedia bagi pengembangan airline.

Seperti telah diterangkan pada bab sebelumnya, bisnis airline merupakan suatu bisnis dengan
investasi yang besar, tetapi dengan tingkat pengembalian ekonomi yang kecil. Statistik
menunjukkan bahwa tidak banyak airline yang mampu bertahan dengan keuntungan operasi
yang baik. Sebagian besar airline berada pada daerah merah. Mengapa demikian? Apakah hal
ini dapat dihindari? Apakah airline menghasilkan produk yang dinginkan masyarakat pengguna
jasa, baik penumpang maupun kargo? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab, karena hal ini
akan menentukan eksistensi airline pada masa mendatang.
Posisi yang ingin dituju airline biasanya tak terlepas dari perubahan-perubahan lingkungan yang
ada. Hal ini dapat berupa persaingan dan pola bisnis yang berubah, tantangan karena
karakteristik permintaan penumpang dan kargo yang bergeser. Sejarah perkembangan airline
tersebut pada masa lalu perlu dipelajari. Posisi airline dalam konstelasi persaingan yang ada
perlu diteliti. Secara umum, dalam komposisi persaingan pasar yang ada, suatu airline dapat
menempati salah satu posisi berikut: market leader, challenger atau follower. Suatu airline yang
menempati posisi market leader, mendominasi pasar yang bersangkutan dengan menguasai
pangsa pasar yang cukup besar. Sebagai challenger, suatu airline menguasai pangsa pasar yang
memadai yang cukup kuat untuk mengganggu atau menantang dominasi airline yang mejadi
market leader. Sebagai follower, suatu airline hanya mampu menguasai pangsa pasar seadanya,
kehadiran pada pasar tersebut biasanya hanya berfungsi sebagai pelengkap, tetapi tetap
dipertahankan demi memelihara komitmen terhadap para pelanggannya.
Dalam jangka panjang, suatu airline akan menuju suatu posisi tertentu di dalam persaingan
pasar yang berkembang. Dari analisis kecenderungan ini, dapal disimpulkan ke mana arah yang
sedang ditempuh airline tersebut dengan kebijakan dan lanqkah-langkah yang telah ditempuh.
Antara posisi yang ingin dituju dengan posisi yang berkembang saat ini, mungkin terdapat
jurang strategis yang cukup lebar. Untuk mempersempit jurang tersebut diperlukan evaluasi
terhadap kebijakan dan langkah strategik yang sudah diambil, serta identifikasi kebijakan dan
strategi baru.
Secara umum ada tiga strategi yang dapat dipilih airline: ekspansi, kontraksi atau
mempertahankan kondisi saat ini (status quo). Dengan ekspansi, airline memilih untuk
mengembangkan pasar dan bisnis secara lebih luas. Dengan kontraksi, airline dapat menetapkan
untuk berkonsentrasi pada pasar dan bisnis yang telah dikuasai dengan baik dan mengurangi
keterlibatan pada pasar dan bisnis yang selama ini dianggap kurang berhasil. Skala bisnis
menjadi lebih kecil, tetapi kualitas menjadi lebih baik karena konsentrasi bisnis yang kuat.
Langkah lain yang dapat dilakukan adalah mempertahankan status quo. Langkah ini sebenarnya
wajar kalau melihat kecenderungan pasar yang ada.
Secara garis besar, airline dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar. Pada satu kutub,
terdapat kelompok airline maha besar (mega carrier) dengan jaringan pasar yang sangat
ekstensif di seluruh dunia dan armada yang besar baik dalam jumlah maupun dalam type
pesawat. Ke dalam kelompok ini termasuk airline besar AS seperti American Airlines, United,
Delta, maupun airline Eropa seperti British Airways, Lufthansa dan Air France serta di Asia
Singapore Airline, Fly Emerat . Di kutub lain, terdapat kelompok airline yang hanya
berkonsentrasi pada pasar yang terbatas. Biasanya mereka mengoperasikan type pesawat yang
terbatas (hanya satu dua type). Airline seperti ini bisa kecil (karena menguasai jumlah pesawat
yang sedikit), tetapi juga ada yang relatif besar (dengan jumiah pesawat sampai bilangan 100-
an)seperti Southwest Airlines di AS. Di antara kedua kutub ini, terdapat kelompok ketiga yang
mewakili sebagian besar airline lain. Kelompok ini biasanya sulit menyaingi mega carrier
dalam hal jaringan dan layanan yang ekstensif dan efisien, namun juga tidak mampu
menandingi biaya operasi rendah yang ditawarkan airline 'kecil' pada kutub lain.
Sejarah telah menunjukkan bahwa siklus bisnis airline sangat dipengaruhi oleh perkembangan
ekonomi. Ini sejalan dengan prinsip keseimbangan supply-deman pada teori ekonomi.
Keseimbangan antara penyediaan (supply) dan permintaan (demand) menghasilkan harga jasa
yang sesuai. Bila frekuensi dan kapasitas total yang disediakan airline melebihi permintaan,
maka harga cenderung akan turun. Penurunan harga akan cenderung meningkatkan permintaan
dalam jangka panjang, sehingga akan mengganggu keseimbangan. Siklus ini pada akhirnya
akan mencapai keseimbangan baru dengan harga jasa yang baru pula.
Pola penyediaan (supply) frekuensi dan kapasitas sangat dipengaruhi oleh aircraft orders
(pemesanan pengadaan pesawat oleh airline kepada manufaktur atau penyedia pesawat lainnya,
biasanya dalam bentuk perusahaan penyewa/leasing), serta kemampuan manufaktur atau
leasing company untuk memenuhi pesanan tersebut (aircraft delivery). Pada saat ini jumlah
pesanan sangat jauh melebihi jumlah delivery, sehingga terjadi order backlog yang sangat
besar. Akibatnya, airline belum tentu mampu menyediakan kapasitas yang direncanakan pada
waktu yang ditentukan, karena ketidaktersediaan jenis pesawat yang mereka inginkan.
Sebaliknya, pola permintaan penumpang dan kargo sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi
nasional dan dunia. Sejarah menunjukkan terdapat korelasi yang sangat kuat antara pola
pertumbuhan GDP (gross domestic product) dunia dengan pola pertumbuhan RPK (revenue
passenger kilometer). Secara umum, RPK dunia bertumbuh 2 kali lebih besar daripada GDP
dunia.
Rencana strategis ini biasanya dijabarkan lebih lanjut dalam rencana bisnis (business plan),
Rencana bisnis ini sangat penting dalam menentukan masa depan airline. Rencana bisnis
mendokumentasikan arah langkah yang harus diambil oieh airline dan proses yang dibutuhkan
untuk mencapai kesuksesan. Di dalam pelaksanaannya, rencana bisnis dapat dilakukan dalam
dua tahap: jangka pendek dan jangka panjang. Rencana bisnis jangka pendek menyangkut
operasi airline hari demi hari. Hal ini membahas rotasi dan penjadualan pesawat, rotasi awak,
jadual perawatan pesawat dan penugasan posis gerbang bandara (airport gate).
Dalam jangka panjang, rencana bisnis menyangkut rencana-rencana yang bersifat strategis dan
berkaitan dengan pengembangan airline secara bertahap dan teratur. Rencana ini biasanya berisi
tahapan pengembangan airline, perencanaan dan pola pengadaan armada dll.

B. Analisis Pasar (Market Analysis)

Analisis pasar adalah titik awal untuk seluruh kegiatan perencanaan airline. Karena itulah tahap
ini harus diletakkan sebagai prioritas utama di awal proses perencanaan. Jika dilakukan dengan
urutan yang logis dan cermat, analisis pasar dapat memberikan kerangka kerja yang akurat dan
fleksibel untuk perencanaan rute analisis alternatif dan pemilihan tipe pesawat, penjadualan,
frekuensi dan persaingan, analisis keuangan dan implikasi finansial.
Tujuan analisis pasar adalah memprediksikan perkembangan di masa mendatang seperti
pertumbuhan pasar, arus penumpang (passenger flow), kompetisi dan lain-lain. Prediksi ini
memungkinkan airline mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat pada tahap
perencanaan selanjutnya.
Tahapan analisis pasar :
 Memahami pasar penumpang (dan kargo), mendapatkan seluruh data yang terscdia.
 Menerapkan metodologi prakiraan pasar yang tepat (makro dan mikro).
 Memperkirakan pembagian pasar untuk setiap airline.

Memahami Pasar Penumpang


Pengumpulan data dan informasi pasar merupakan faktor penting dalam analisis Informasi yang
cukup mengenai keadaan pasar sangat penting sebagai dasar yanq kuat untuk menyusun
perencanaan. Prakiraan traffic harus diikuti dengan pengenalan pasar, yaitu menganalisis
asimilasi berbagai informasi mengenai pasar tersebut, antara lain :
 siapa : kewarganegaraan, domisili; dewasa/anak; pria/wanita
 bagaimana : terjadwal/charter; pembagian modus transportasi udara/darat; pembagian
pasar airline, dll
 di mana : gateways; asal-tujuan (origin-destination) yang sebenarnya; dll
 kapan : traffic tahunan, musiman, pola harian, dll
 mengapa : bisnis, wisata, urusan pemerintahan, dll
 berapa banyak : harga yang diumumkan, yield yang direalisasikan airline
Pasar yang dituju airline adalah pasar O-D, yaitu arus penumpanq antara dua titik asal dan
tujuan. Airline perlu melihat besar permintaan pada suatu pasar O-D (serinq disebut sebagai O-
D traffic). Dalam analisis pasar O-D ini hal-hal berikut perlu dipertimbangkan:
 Tingkat permintaan (masa lalu dan proyeksi)
 Potensi pendapatan (yield) dilihat dari daya beli dan segmen penumpang
 Potensi pertumbuhan
 Motif perjalanan (bisnis atau pribadi/wisata)
 Tingkat persaingan (frekuensi pesaing, jumlah persinggahan, pola
kedatangan/keberangkatan).

Pada dasarnya, ada dua kelompok besar faktor yang mempengaruhi industri airline. Kelompok
pertama adalah faktor-faktor yang sepenuhnya dapat dikendalikan oleh airline itu sendiri, yaitu
rute yang diterbanginya, penjadwalan, jenis pesawat, dan program pemasaran. Kedudukan
airline lain dalam faktor-faktor ini harus pula dipertimbangkan.
Kelompok kedua adalah faktor-faktor yang sama sekali di luar kendali airline, yaitu
pertumbuhan pasar, kompetisi, harga, dan biaya.
Analisis ini meliputi :
 Route authority
 Traffic
 Seasonality
 Peaking
 Market share
 Market preferance/image

Metodologi Prakiraan (Forecast)


Proses prakiraan pasar biasanya disusun dalam urutan "top-down", dimulai dengar prakiraan
regional yang luas (tingkat makro), dan berlanjut ke bawah yaitu tingkat negara dan prakiraan
pasangan kota/city-pair (tingkat mikro): Prakiraan pasar tingkat mikro menghasilkan dasar
untuk prakiraan airline.
Tiga metoda dasar dalam prediksi makro adalah :
(1) berdasarkan penilaian,
(2) berdasarkan statistik, dan
(3) ekonometrik.
Metoda pertama memerlukan pengalaman yang luas dan keahlian tertentu, tergantung pada
individu yang melakukannya. Karena itu metoda ini seringkali kurang obyektif dan tidak
kuantitatif, walaupun dapat mempertimbangkan banyak faktor dengan usaha yang relatif
sedikit. Namun apabila data yang diperlukan tidak tersedia, metoda ini menjadi satu-satunya
pilihan.
Metoda kcdua, yaitu cara statistik, digunakan berdasarkan konsep bahwa kecenderunqan dan
siklus dari masa lalu akan berlanjut di masa depan, dengan catatan hanya untuk prediksi jangka
pendek dan menengah. Dua tipe umum :

1. Declining rate (tipe Gompertz) : mensimulasikan siklus hidup pasar yang makin matang
(maturing market), dimulai dari tahap pengenalan awal dengan pertumbuhan yang pesat, ke
tahap pengembangan dengan pertumbuhan yang tinggi, sampai tahap matang dengan
pertumbuhan yang menurun. Kurva declining growth ini sedikit gunanya dalam tahap
pertumbuhan dinamik suatu pasar, karena sulitnya menentukan posisi suatu perioda dalam
kurva itu.

2. Analisis kecenderungan (trend analysis, atau linear regression) : merupakan prakiraan


sederhana dari data historis, perhitungan kuadrat terkecil dari garis lurus yang paling
mendekati, atau perhitungan laju pertumbuhan rata-rata dari suatu perioda historis. Masalah
yang sering timbul adalah akibat yang ditimbulkan oleh tahun awal terhadap laju pertumbuhan
yang ditunjukkan; apabila nilainya rendah atau tinggi dalam suatu siklus normal, laju
pertumbuhan akan terdistorsi. Kesulitan lain dalam analisis ini adalah asumsi bahwa laju
pertumbuhan di masa lalu akan berlanjut tanpa batas. Maka salah satu solusinya adalah untuk
memperkecil laju pertumbuhan di masa mendatang untuk melambangkan pematangan pasar.
Walaupun bisa saja dilakukan, hal ini merupakan keputusan berdasarkan penilaian yang harus
disebutkan.

3. Jadi, walaupun analisis kecendrungan dapat dengan mudah dilakukan, dengan dapat lebih
ditekankan pada data terbaru dan memungkinkan analisis musiman dan siklusan, metode ini
memerlukan data historis dengan pengetahuan matematika yang memadai.
Metoda yang ketiga yaitu dengan model ekonometrik adalah suatu pernyataan matematis yang
mewakili akibat unsur-unsur ekonomi terhadap pertumbuhan industri. Metoda ini mampu
mengidentifikasi penyebab-penyebab pertumbuhan pasar dan menghubungkan pertumbuhan di
masa mendatang dengan perkembangan-perkembangan faktor-faktor penyebab yang sudah
diperkirakan.
Unsur-unsur ekonomi yang dipertimbangkan antara lain GDP dan harga tiket pesawat udara
dibandingkan dengan harga tiket modus transportasi yang lain.
Tahap selanjutnya adalah pengecekan silang hasil prakiraan makro, untuk memastikan bahwa
proyeksi final yang dihasilkan konsisten dengan kecenderungan historis dan dapat
dipertanggungjawabkan secara umum.
Bagian yana paling penting dari analisis pasar adalah peninjauan ulang secara periodik terhadap
perkembangan traffic dibandingkan dengan prakiraan makro. Hal ini sangat diperlukan
mengingat berbagai faktor seperti: fakta bahwa prakiraan makro tersebut dibuat berdasarkan
berbagai asumsi yang mudah berubah (inflasi, tingkat pengangguran, kurs mata uang);
kemungkinan munculnya faktor-faktor baru (misalnya deregulasi rute baru, pelayanan baru)
yang harus cepat diantisipasi; tersedianya data pasar yang terbaru sehingga model perlu
dikalibrasi.
Analisis mikro digunakan untuk analisis potensial pertumbuhan pasar yang spesifik dan studi
kompetitif. Salah satu metoda yang digunakan adalah “curve fitting" terhadap data historis
persentasi bagian pasar yang telah dikuasai airline, dimana proyeksinya ke masa depan dapat
memberikan perkiraan awal besarnya bagian yang dapat dikuasai airline yang kemudian dapat
dimodifikasi.
Langkah terakhir dalam melakukan prakiraan airline adalah menentukan bagiannya dalam
setiap pasar dimasa yang akan datang. langkah ini dapat dikerjakan dengan menggunakan
Boeing Market Share Model. Model ini adalah rumus matematik yang melambangkan
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh penumpang apabila dihadapkan pada pilihan-
pilihan yang kopetitif dalam pasar perjalanan udara.
Pengembangan model ini dimulai tahun 1960-an dengan serangkaian wawancara individu dan
kelompok. Apa yang menjadi pertimbangan penumpang dalam memilih airline. Pada saat yang
sama, perusahaan Boeing mengumpulkan data dari airline domestik dan pemerintah Amerika
Serikat untuk mempelajari pembagian pasar dan sudut pandang historis.
Model pembagian pasar tersebut berbentuk rasio faktor produksi antara suatu airline dengan
saingannya. Variabel-variabel yang dipertimbangkan antara lain: masalah waktu, frekuensi,
perhentian dan penghubung (stops and Connects), pemilihan pesawat dan airline, serta
pengaruh jarak dan tujuan perjalanan terhadap pengambilan keputusan penumpang. Faktor-
faktor yang tidak secara langsung dipertimbangkan adalah : harga, program "frequent flier" dan
akibat computer reservation system.
Dengan adanya model pembagian pasar, airline dapat menganalisis berbagai skenario,
memungkinkannya untuk memperkirakan akibat dari perubahan-perubahan pembagian pasar.

Sumber Data

Pengumpulan data dan informasi pasar merupakan proses yang berkelanjutan, mengingat
sifatnya yang cepat berubah. Sumber-sumber yang dapat digunakan adalah :
1. ICAO (International Civil Aviation Organization).
2. IATA (International Air Transport Association).
3. Pemerintah.
4. Organisasi Pariwisata, international maupun regional.
5. Asosiasi airline regional, seperti AEA (Eropa), OAA (Asia), ASECNA (Afrika),
ATA(Amerika Serikat).
6. Survey, oleh airline atau lembaga riset.
7. Lembaga riset, seperti EIU (Economic Intelligence Unit) dan ITA (Institute Transport
Aerienne).
8. Penerbitan, seperti Official Airline Guide (OAG), Iteravia, Lloyds Air Transport, Aviation
Daily, dll.
9. Airline.

C. Proses Perencanaan Armada (Fleet Planning)


Perencanaan armada yang dilakukan oleh airline merupakan suatu proses yang sangat
tergantung pada tujuan yang telah ditentukan dan ingin dicapai oleh airline tersebut. Seringkali
airline mempunyai banyak tujuan yang berbeda-beda dan saling bertentangan satu sama lain.
Selain itu, departemen-departemen dalam airline itu sendiri juga memiliki keinginan atau tujuan
yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, airline dengan departemen marketing yang kuat mungkin lebih cenderung
memilih pesawat udara yang lebih besar karena berpendapat bahwa permintaan pasar akan
meninggi atau kemampuan pemasaran mereka dapat memenuhi tuntutan jumlah tempat duduk
yang lebih banyak.
Sementara itu, departemen penjadwalan atau perencanaan lebih menginginkan armada yang
lebih bervariasi sehingga setiap pesawat udara dapat menerbangi setiap rute sesuai dengan
sistem yang sedang atau akan dijalankan dengan lebih efisien. Sedangkan departemen
perawatan tentunya menyukai pesawat udara yang "baru" sehingga perawatan yang diperlukan
dapat dikurangi dan biayanya lebih rendah.
Di lain pihak, para pilot mungkin mengharapkan pesawat udara yang lebih beragam, karena
dengan demikian mereka akan mendapatkan kesempatan kualifikasi yang lebih banyak.
Sebaliknya, bagian operasional menginginkan agar jenisnya tidak terlalu beragam, agar
mempermudah penukaran pesawat udara apabiia terjadi keadaan darurat.
Bagian keuangan cenderung menyukai pesawat yang "bekas" dengan harapan dapat menghemat
atau memperbesar keuntungan.
Karena itulah setiap airline harus memiliki rencana strategis yang memberikan garis besar dan
tujuan yang ingin dicapai oleh airline tersebut. Jika tidak, setiap bagian dari airline tersebut
berusaha untuk mencapai hasil yang terbaik bagi bidangnya, padahal terkdaang hal tersebut
tidak berarti menjadi yang terbaik bagi airline itu sendiri.
Dengan menganalisis strategi kompetitir, situasi pasar, perusahaan manufaktur pesawat udara,
serta berbagai masalah internal dan eksternal lain, suatu airline dapat menetapkan satu atau
beberapa tujuan yang harus dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu. Dari tujuan tersebut
kemudian dikembangkan rencana-rencana strategis yang harus dijalankan. Dalam membuat
perencanaanya, setiap departemen membuat berbagai pertimbangan dan keputusan yang
menunjang pencapaian tujuan itu.
Dalam melakukan perencanaan armada, beberapa faktor harus dipertimpangkan:

1. Strategi pemasaran, termasuk pola operasi, jaringan rute, dan penjadwalan suatu airline yang
bermaksud melakukan ekspansi ke pasar internasional, misalnya, tidak dapat mencapai
sasarannya tanpa pesawat udara berbadan lebar jarak jauh. Jika pada mulanya airline tersebut
bersifat domestik, mungkin pesawat udara jenis itu tidak terdapat dalam jajaran armadanya.
selain itu, perubahan di pasar yang sudah dikuasai mungkin akan menyebabkan suatu airline
memerlukan pembaruan armadanya, karena memiliki pesawat dengan ukuran yang tepat
merupakan hal yang sangat vital. Pesawat yang terlalu besar dapat menyebabkan kerugian jika
banyak tiket yang tak terjual, sedangkan pesawat yang terlalu kecil bisa saja berarti hilangnya
kesempatan mendapatkan keuntungan.

2. Pola operasi dan jaringan rute sangat menentukan jenis dan jumlah pesawat yang dipilih,
yaitu yang dapat memenuhi kebutuhan spesifikasi serta kriteria prestasi terbang yang
diperlukan. Misalnya, suatu airline yang mengisi penerbangan ke kota-kota kecil di sekitar hub
akan membutuhkan pesawat yang berukuran kecil dan medium, dengan prestasi take off dan
landing yang sesuai dengan bandaranya, serta prestasi terbang yang sesuai dengan profil
terbang yang direncanakan.
 Hal-hal lain yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pola operasi dan rute ini adalah:
 hukum-hukum penerbangan bilateral atau internasional yang berlaku;
 keadaan geografis dari rute yang dilalui;
 bandara yang disinggahi, apakah landasan dan GSE memenuhi persyaratan pesawat
udara yang akan dipiiih;
 kebijakan pemerintah.

3. Karena pembelian pesawat memakan waktu yang cukup lama (sekitar dua sampai tiga tahun,
jika terjadi production backlog) dan jangka waktu perencanaan armada yang cukup panjang
(sekitar lima tahunan), airline harus melakukan berbagai prediksi ekonomi sebelum melakukan
pemesanan. Mungkin inilah bagian tersulit dari proses perencanaan karena tidak ada seorang
pun yang tahu pasti bagaimana kondisi ekonomi dalam beberapa bulan atau tahun ke depan.
Kemunduran ekonomi yang berbenturan dengan waktu delivery pesawat baru yang mahal
dalam jumlah banyak tentunya akan menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi airline.
Sebaliknya, boom atau ledakan yang tak terduga dalam pasar dapat pula menyebabkan suatu
airline kehilangan bagiannya jika menunda pembelian pesawat sementara pesaingnya
melakukannya. Karena itu prediksi ekonomi juga sangat penting untuk memproyeksikan
volume traffic dan faktor isian.

4. Komposisi awal armada yang dimiliki airline dan statistik operasionalnya. Faktor-faktor
yang bersifat teknis seperti umur pesawat, jumlah bahan hakar yang digunakan per kilometer,
jumlah biaya perawatannya, dan jumlah awak pesawat yang dibutuhkannya adalah faktor-faktor
yang menjadi bahan pertimbangan.
Kriteria pemilihan yang pertama adalah teknologi, karena teknologi yang lebih tinggi akan
memberikan tingkat kenyamanan yang lebih tinggi, dengan kecepatan yang lebih tinggi namun
biaya yang lebih rendah. Secara umum, pesawat yang lebih baru akan lebih efisien dan
memerlukan biaya yang lebih sedikit dibandingkan pesawat bekas. Contohnya, Boeing 727
lebih boros dibandingkan penggantinya yaitu Boeing 757. Boeing 727 juga lebih kecil
dibandingkan 757, dan membutuhkan awak kokpit sebanyak tiga orang sedangkan 757 hanya
membutuhkan dua orang. Umur pesawat juga menentukan, karena semakin tua pesawat, biaya
perawatannya juga semakin besar.5. Biaya dalam pengembangan armada tersebut. Keadaan
keuangan perusahaan memegang kunci dalam proses akuisisi pesawat udara, sebagaimana
halnya keadaan keuangan sebuah keluarga yang hendak membeli rumah atau mobil baru.
Pertimbangan-pertimbangannya adalah :
 Apakah airline mampu berutang lagi; '
 Bagaimana dengan keuntungan sesudah proses akuisisi tersebut;
 Bagaimana credit rating perusahaan dan berapa bunga yang harus dibayar atas
pinjamannya;
 Sebesar apa harga saham yang mau dibeli investor jika ada saham tambahan;
6. Image/citra perusahaan airline atau pesawat udara yang akan digunakan. Suatu airline harus
memperhatikan citra dari jenis/brand pesawat udara yang digunakannya, karena faktor
psikologis yang ditimbulkannya terhadap konsumen. Konsumen tentunya akan memilih airline
yang bercitra aman dan nyaman dengan jenis/brand pesawat udara yang memiliki sejarah yang
aman pula. Apabila telah terbentuk suatu senntimen negatif yang kuat terhadap jenis/brand
Pesawat udara tertentu, airline akan cenderung untuk menghindari jenis/brand pesawat tersebut
jika keadaan memang memungkinkan.
7. Masalah yang berhubungan dengan pendanaan pesawat udara. Airline yang tidak memiliki
dana yang cukup besar biasanya bekerja sama dengan konsorsium bank-bank dengan
perjanjian-perjanjian tertentu. Perjanjian yang dibuat ini tidak jarang menentukin pula brand
pesawat apa yang harus dipilih. Selain itu Pemerintah juga dapat mengatur pesawat apa yang
harus digunakan, terutama untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat politis dan nasionalis.
8. Hal-hal lain seperti pelayanan purna jual dan potongan harga untuk pembelian dalam batch
besar.

D. Pemilihan Pesawat
Pemilihan pesawat merupakan suatu proses yang bersifat iteratif dan berbeda bagi setiap airline.
Proses ini juga menuntut penyesuaian (saling tawar menawar) dan berbagai unsur, seperti unsur
ekonomi, pertimbangan pemasaran, kesesuaian dengan strategi jangka panjang, pendanaan, dan
peraturan.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pemilihan pesawat adalah:
• Pendekatan makro
Pendekatan makro adalah analisis produktivitas tahun berganda dimana jumlah dan jenis
pesawat yang diperlukan ditentukan berdasarkan perkiraan persyaratan dalam jangka waktu
studi.
• Pendekatan mikro
Pendekatan mikro biasanya merupakan analisis sistem waktu tunggal dimana jadwal airline
terakhir dievaluasi dan diubah untuk memenuhi tingkat permintaan di masa mendatang, dengan
mempertimbangkan persyaratan dan kendala utama marketing dan operasional.
• Pendekatan kombinasi
Merupakan kombinasi pendekatan mikro dan makro, menggunakan analisis detail (mikro)
selama beberapa tahun studi namun menggunakan analisis tingkat tinggi (makro) untuk periode

2.2. Analisis pesawat udara

Yang harus dievaluasi dalam pemilihan pesawat udara adalah prestasi terbangnya dan
perbandingan karakteristiknya dengan pesawat kompetitornya.
Analisis Prestasi Terbang
Analisis ini berupa pemeriksaan kemampuan pesawat untuk beroperasi pada suatu rute dalam
satu sistem airline dengan syarat-syarat tertentu. Kapasitas payload, pembakaran bahan bakar
dan waktu terbang adalah parameter output yang umum dipertimbangkan.
Biasanya airline harus menganalisis prestasi terbang dari banyak jenis pesawat, atau dari
banyak konfigurasi dari satu jenis pesawat, untuk beberapa rute. Perhitungan ini dibuat dengan
menggunakan serangkaian aturan dasar yang spesifik yang disusun oleh airline.
Aturan dasar ini terdiri dari karakteristik airport, karakteristik pesawat, dan peraturan study
flight.
Beberapa faktor pertimbangan adalah :
1. Aerodinamika : lift, drag, thrust, dan weight.
2. Keterbatasan airfield dan karakteristiknya : stopway/clearway, halangan seperti gunung atau
pohon, kemiringan, jenis permukaan runway/taxiway, angin, temperatur.
3. Karakteristik airport : panjang runway, ketinggian runway, temperatur airport. Karakteristik
ini penting dalam perhitungan berat take off dan landing.
4. Karakteristik pesawat. Kategori dasarnya adalah berat, informasi bahan bakar, dan informasi
payload.
Berat
• MANUFACTURER'S EMPTY WEIGHT
Berat struktur, mesin, peralatan interior, sistem, peralatan lain yang merupakan bagian integral
dari pesawat.
• OPERATIONAL EMPTY WEIGHT
Manufacturer's empty weight termasuk item standar dan operasional. Item standar adalah bahan
bakar yang tidak digunakan (unusable fuel), oli mesin, peralatan darurat, air dan bahan kimia
toilet, dapur, struktur buffet dan bar, dll. Item operasional adalah crew dan bagasi, peralatan
manual dan navigasi, peralatan pelayanan untuk kabin, galley dan bar, makanan dan minuman,
jaket penyelamat, rakit penyelamat, dll.
• MAXIMUM ZERO FUEL WEIGHT
Berat maksimum pesawat tanpa bahan bakar yang digunakan (usable fuel). Berat ini ditentukan
oleh momen lentur sayap maksimum yang diperbolehkan.
• MAXIMUM STRUCTURAL PAYLOAD
Perbedaan antara maximum zero fuel weight dengan operational empty weight.
• MAXIMUM LANDING WEIGHT
Berat maksimum pesawat yang diperbolehkan pada saat touch-down. Batas ini ditentukan oleh
beban struktural dari landing gear, tapi tidak dengan persyaratan yang sama dengan yang
menentukan maximum taxi weight.
• MAXIMUM TAKE OFF WEIGHT
Berat pesawat pada saat memulai takeoff. Disebut juga maximum brake release weight. Berat
ini tidak boleh lebih besar dari maximum taxi weight, dan harus sedemikian sehingga pada saat
"flaps-up" berat pesawat tidak melampaui maximum flight weight. Takeoff weight juga dibatasi
oleh prestasi terbang pesawat.
• MAXIMUM TAXI WEIGHT
Berat pesawat maksimum yang diperbolehkan pada saat di darat. Batas ini ditentukan oleh
pembebanan struktural pada landing gear dengan persyaratan tertentu dan/atau pembebanan
lentur sayap.

Batas Payload
Batas-batas payload yang mempengaruhi proses pemilihan dan evaluasi pesawat :
• PRESTASI TERBANG
Interaksi antara prestasi terbang, karakteristik airport, dan peraturan penerbangan dapat
membatasi berat payload yang diperbolehkan. Batas payload karena prestasi terbang memang
tidak umum, tapi hampir selalu lebih membatasi daripada batas yang lain.
• STRUKTURAL
Batas payload struktural adalah perbedaan antara maximum zero fuel weight dan operational
empty weight. Batas struktural dapat membatasi jumlah tempat duduk dengan kepadatan tinggi
yanq biasa digunakan oleh beberapa pesawat penumpang.
• VOLUME
Batas volume pesawat penumpang terdiri dari tiga bagian :
a. Berat penumpang rata-rata dikalikan dengan jumlah tempat duduk
b. Bagasi ditempatkan di bagian bawah dengan kepadatan tertentu
c. Ruang bagian bawah yang terisi adalah untuk kargo dengan kepadatan tertentu yang mungkin
sama dengan kepadatan bagasi
Jumlah berat penumpang, bagasi dan kargo adalah batas volume untuk pesawat penumpang.
Informasi bahan bakar
Yaitu kapasitas bahan bakar, kerapatan bahan bakar, dan kapasitas panasnya. Konsumsi bahan
bakar akan lebih efisien jika kapasitas panasnya tinggi.
Scheduled Brake Release Weight
Adalah berat yang diperlukan untuk menerbangi suatu rute dengan payload tertentu.
Berat ini terdiri dari : OEW, berat penumpang dan bagasi, berat kargo, berat bahan bakar
(termasuk untuk cadangan). '
Penentuan Berat Takeoff yang diperbolehkan
Biasanya perusahaan pembuat pesawat memberikan diagram plot berat yang diperbolehkan
terhadap panjang landasan untuk berbagai temperatur dan ketinggian.
Peraturan Study Flight
Asumsi umum yang dipakai :
• Kerapatan bahan bakar
Kerapatan yang tinggi lebih disukai karena tangki bahan bakar memiliki kapasitas yang tetap
(volumenya), sehingga jika kerapatannya tinggi beratnya akan bertambah sehingga energi yang
didapat lebih besar.
• Temperatur atmosfer
• Angin sepanjang rute
Ada tail wind yang menguntungkan karena searah dengan arah terbang, dan head wind yang
merugikan karena berlawanan arah. Head wind menyebabkan waktu tempuh lebih lama dan
bahan bakar lebih banyak digunakan.
Profil Terbang
• Jarak
Yang termasuk jarak dari airport asal ke tujuan adalah enroute climb, cruise, dan descent. Taxi,
takeoff dan approach serta landing tidak diperhitungkan karena segmen tersebut mungkin tidak
sama arahnya dengan jalur terbang yang diinginkan.
• Waktu dan bahan bakar
Waktu dan bahan bakar yang digunakan dari saat melepas rem sampai touch down disebut
flight time dan flight fuel. Jika ditambahkan untuk taxi out dan taxi in, disebut block time dan
block fuel.
• Segmen taxi
Waktu taxi yang dipilih akan menentukan besar bahan bakar yang digunakan. Pendaratan dan
pemberangkatan dari airport besar akan memerlukan waktu taxi yang lebih lama dibandingkan
di airport kecil. Waktu taxi dipilih berdasarkan kepadatan traffic keluar masuk airport. Aliran
bahan bakar untuk taxi hampir sama untuk pesawat sejenis dengan mesin sejenis.
• Segmen takeoff
Yang perlu diperhatikan untuk takeoff adalah panjang runway, ketinggian airport, dan
temperatur airport.
• Accelerate to climb
Penambahan kecepatan untuk terbang menanjak merupakan perpanjangan dari takeoff.
Perhitungan waktu, bahan bakar, dan jaraknya disatukan dengan takeoff.
• Enroute climb
Secara umum, kecepatan yang rendah akan lebih efisien dalam hal bahan bakar, namun lebih
memakan waktu. Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, kecepatan tanjak awal dibatasi
oleh peraturan sampai 250 KCAS di bawah ketinggian 10000 ft.
• Cruise
Secara umum, pemakaian bahan bakar pada pesawat dengan mesin jet akan lebeh efektif pada
ketinggian cruise yang tinggi. Maka pesawat yang dipilih adalah yang dapat mencapai
ketinggian cruise tinggi secepat mungkin.
Step cruise banyak digunakan dalam profil terbang untuk pesawat yang menerbang jarak jauh
dengan payload besar
• Descent
Bila climb dilakukan dengan kecepatan rendah, biasanya descent juga demikian. Peraturan
kecepatan descent di Amerika Serikat dan negara-negara lain sama dengar peraturan climb.
• Approach and Land
Perlu diperhatikan bahan bakar dan waktu yang diperlukan untuk memasuki pola traffic airport,
melakukan konfigurasi pendaratan, dan mendaratkan pesawat.
Output Evaluasi Prestasi Terbang
Setiap analisis misi memberikan informasi sebagai berikut :
• Takeoff weight yang diperbolehkan
• Takeoff weight yang diperlukan (jika kurang dari yang diperbolehkan)
• Landing weight yang diperbolehkan
• Landing weight yang diperlukan (jika kurang dari yang diperboiehkan)
• Payload yang dibawa
• Block fuel, flight fuel
• Block time, flight time
• Bahan bakar cadangan yang diperlukan
Serangkaian misi pada berbagai range memberikan data untuk plot prestasi terbang, termasuk :
• Payload vs range
• Block fuel vs range
• Flight fuel vs range
• Block time vs range
• Flight time vs range
• Bahan bakar cadangan vs range
Kurva payload-range
Kurva payload-range menggambarkan batas-batas seberapa berat payload yang dapat diangkut
pesawat, atau seberapa berat payload yang dapat dibawa untuk jarak tertentu.
Maximum payload limit biasanya adalah structural limit payload, atau bisa juga volume limit
payload.
Maximum landing weight limit merupakan faktor yang harus diperhatikan apabila maximum
payload-nya sangat berat (biasanya untuk kargo).
Jika beroperasi pada maximum takeoff weight limit, harus dipilih bahan bakar daripada payload
jika ingin menerbangi jarak yang lebih jauh.
Beroperasi pada fuel capacity limit memerlukan banyak pengurangan payload agar dapat
meningkatkan sedikit range. Fuel tidak bisa ditambah lagi dan peningkatan range hanya dapat
dilakukan dengan cara reduksi cruise weight dalam jumlah besar.
Perbandingan Pesawat Udara
Perbandingan prestasi terbang dikombinasikan dengan peninjauan pertimbangan lainnya,
seperti : (1) desain interior dan flight deck, (2) kontur kebisingan, (3) kemampuan ketinggian,
(4) usaha pengembangan program, (5) pelayanan konsumen.
Kunci dalam analisis dan pemiliihan pesawat adalah prestasi terbangnya. Berdasarkan suatu
profil penerbangan, dapat ditentukan besar allowable take off weight dari bandara asal, berapa
jauh pesawat itu dapat terbang, besar payload yang diangkut. Berapa banyak bahan bakar yang
digunakan, dan berapa lama penerbangan itu dilakukan. Informasi ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi kesesuaian operasional pesawat dengan jaringan airline dan masukan untuk
analisis ekonomis.
Analisis jadwal
Dalam mengevaluasi alternatif tipe pesawat untuk ditambahkan ke dalam armada, dampaknya
terhadap jadwal harus dipertimbangkan.
Perubahan armada harus menghasilkan jadwal yang dapat dipasarkan, memberikan keuntungan,
dan dapat dijalankan secara operasional. Beberapa faktor penting diantaranya adalah :
 Kemampuan pesawat untuk mengakomodasi tingkat traffic yang sudah diprediksi
 Kemampuan pesawat untuk mencapai tujuan pelayanan jangka panjang (kapasitas besar,
frekuensi rendah atau kapasitas kecil, frekuensi tinggi)
 Apakah pesawat tepat secara operasional dan efisien dengan kerangka kerja airline yang
sudah ada/mungkin berubah
 Apakah pesawat cukup fleksibel untuk terus beroperasi walaupun keadaan lingkungan
berubah
 Analisis ini meliputi aspek-aspek :
 Pesawat
 Penjadwalan crew : domisili crew, jam bertugas, block hour, jam istirahat, traininfg
 Penjadwalan maintenance : meminimalkan ground time
 Ukuran armada :
 Kompatibilitas bandara yang dikunjungi :
a. Ukuran pesawat
b. Kemampuan prestasi terbang
c. Gate requirements
d. Ground support equipment
Dalam mengevaluasi alternatif tipe pesawat untuk memperbesar ukuran armada, airline harus
mempertimbangkan tingkat kemampuan pesawat dalam memenuhi persyaratan-persyaratan
yang timbul. Biasanya tiap tipe pesawat dievaluasi untuk melayani pasar tertentu agar airline
dapat mengevaluasi seberapa baik kinerja tiap tipe pesawat dan apakah jadwalnya dapat
dipasarkan, memberikan keuntungan, dan tepat secara operasional.
Analisis Ekonomis
Tujuan dari analisis ekonomis airline adaiah untuk menilai dampak profitabilitas dari berbagai
alternatif pesawat udara.
Profitabilitas adalah fungsi dari beberapa unsur utama, yaitu :
• Operating revenue
• Operating costs dan operating income
• Non operating income/expense, interest, taxes, net income
Laporan keuangan airline biasanya tidak cukup untuk analisis ekonomis, karena disusun
sebagai laporan finansial dan keperluan peraturan lainnya. Data revenue dan biaya yang baik
digunakan untuk analisis ekonomis adalah yang terintegrasi dengan tipe pesawat, rute, traffic
dan parameter operasional lain. Selain itu, jika kinerja tahun-tahun sebelumnya yang ingin
diukur, maka diperlukan data historis; namun jika rencana dibuat untuk masa depan, perkiraan
perubahan dalam biaya dan revenue akan lebih signifikan.
Analisis Finansial
Profitabilitas dari suatu proposal investasi bukanlah merupakan ukuran yang tepat dari dampak
finansialnya. Analisis yang lebih lengkap diperlukan untuk mengevaluasi keberhasilan atau
kualitas finansial dari suatu rencana investasi. Meliputi :
• Investment
• Profit
• Cash flow
• Return on Investment
Kadangkala perencana airline menentukan bahwa perusahaannya memerlukan pesawat udara
yang belum ada. Dalam kasus seperti ini, mereka melakukan pendekatan kepada perusahaan
manufaktur pesawat udara mengenai pembuatan model baru, apabila perusahaan manufaktur
tersebut belum mengantisipasi kebutuhan tersebut dan melakukan pendekatan lebih dulu.
Pesawat udara jenis baru biasanya merefleksikan kebutuhan beberapa airline besar. Karena
biaya awal produksi pesawat baru sangat besar, perusahaan manufaktur pesawat harus menjual
ratusan buah untuk mencapai titik impas. Mereka biasanya hanya akan meneruskan proyek
pesawat baru apabila ada "launch customer", yaitu jika ada pesanan dalam jumlah besar,
ditambah perjanjian pembelian yang lebih kecil dari beberapa airline lain.
Pendanaan Pesawat (Aircraft Financing)
Kompetisi internasional dalam penjualan pesawat, profitability yang buruk pada tahun 1970-an
dan 1980-an, serta besarnya beban keuangan untuk memperbesar armada telah melahirkan cara-
cara baru bagi airline untuk membeli atau menggunakan pesawat yang baru. Leasing menjadi
pilihan banyak airline karena adanya tax-advantage, walaupun kemudian pemerintah berusaha
menguranginya agar dapat tetap menguasai pajak. Cara lain adalah melalui perusahaan Leasing
perantara (intermediate) yang berbasis di daerah dengan tax-advantage. Alasan lain melakukan
leasing adalah untuk mengatasi batas devisa yang ditetapkan pemerintah atau badan keuangan
seperti IMF baqi negara berkembang. Terdapat beberapa bentuk lease, yaitu :

1. Leveraged lease
Bentuk lease ini adalah yang paling populer. Dengan bentuk ini, perusahaan lease menjadi
pemilik asset, walaupun hanya menyediakan sebagian modal (20-40 persen). Sisanya
merupakan pinjaman yang bunganya tergantung pada credit-ranking dari perusahaan lease.
Sebagai pemilik, perusahaan lease mendapatkan keuntunqan pajak penuh. Beberapa pesanan
pesawat yang dilakukan berdasarkan metoda ini sangat besar, contohnya pesanan Delta Airline
senilai $600 juta untuk Boeing 737.

2. Operating lease
Mulanya dimaksudkan untuk mengisi gap jangka pendek dalam kapasitas airline. Terdapat dua
jenis utama : 'dry' yaitu hanya pesawat saja yang di-lease kepada airline dan 'wet' yaitu lease
pesawat lengkap dengan awak pesawat dan segala bentuk pelayanannya. Lease ini tidak
memiliki tax-advantage dari kontrak jangka panjang, namun ada pula yang mendapat pilihan
untuk membeli atau memutus kontrak setelah beberapa tahun, sehingga mereka memperoleh
fleksibilitas lease jangka pendek dengan keuntungan lease jangka panjang.

3. Cross-border lease
Lease semacam ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang.
Dalam bentuk ini, negara pembuat, tempat mendaftar, tempat beroperasi, dan pemberi dananya
berbeda-beda. Contohnya adalah pesawat untuk Mozambique Airlines, terdaftar di Prancis,
beroperasi di bawah hukum United Kingdom, dan didanai oleh bank-bank United States yang
berbasis di Inggris.

4. Full Finance lease


Dalam bentuk lease ini terdapat satu perusahaan leasing yang menyediakan seluruh dana, yang
populer dengan bank-bank Jepang, mungkin sebagai cara untuk menangani surplus
perdagangan yang terjadi di beberapa negara. Contohnya adalah pesanan untuk Thai Airways
dan Cathay Pacific.
Pada umumnya airline menggunakan wet lease dan dry lease. Wet lease dipilih apabila jangka
waktulease relatif pendek dan airline belum memiliki awak dengan kualifikasi pesawat udara
tersebut. Apabila perhitungan biaya training, maintenance, ground support equipment, dll yang
dilakukan airline lebih besar daripada harga wet lease, maka airline akan memilih wet lease.
Akan tetapi jika training sudah pernah dilakukan untuk awak jenis pesawat tersebut, peralatan
maintenance/GSE sudah dimiliki (atau biayanya lebih rendah), dan jangka waktu lease relatif
panjang, airline akan memilih dry lease.
Kecenderungan Pembelian (Purchasing Trends)
Sejak deregulasi, terdapat beberapa kecenderungan penting dalam melakukan akuisisi pesawat
udara.
Kecenderungan yang pertama adalah meningkatnya popularitas leasing dibandingkan
kepemilikan. Leasing mengurangi beberapa risiko yang terjadi dalam membeli teknologi baru.
Leasing juga menjadi jalan yang lebih murah untuk mendapatkan pesawat udara karena
perusahaan leasing dengan pemasukan yang besar dapat mengambil keuntungan dari tax credit
yang tak berarti bagi airline dengan marginal profitability. Dalam kasus seperti ini, tax savings
bagi pihak pemberi lease dapat direfleksikan dalam haraa yang dipasangnya. Beberapa carrier
juga menggunakan lease sebagai tameng terhadap pengambilalihan. Leasing memberikan lebih
sedikit aset nyata (tangible asset) yang dapat dijual corporate raider (pihak yang mengambil alih
secara tiba-tiba) untuk mengurangi utang yang terjadi dalam pengambilalihan.
Kecenderungan yang kedua berkaitan dengan ukuran pesawat yang dipesan sesuai dengan pola
operasi. Pengembangan jaringan hub and spoke menyebabkan penambahan penerbangan ke
kota-kota kecil di sekitar hub. Hal ini meningkatkan permintaan pesawat berukuran kecil dan
medium untuk mengisi jalur ke hub.
Pada saat yang sama, minat airline dalam pengembangan pesawat jet yang lebih besar terus
meningkat. Ini disebabkan tingginya pertumbuhan pasar internasional dimana pesawat yang
lebih besar memungkinkan airline mengantarkan lebih banyak orang dari dan ke hub-hub
tersebut dengan peningkatan frekuensi penerbangan yang kecil atau tidak ada sama sekali.
Kecenderungan yang ketiga adalah meningkatnya efisiensi bahan bakar. Dengan naiknya harga
bahan bakar pada tahun 1970-an, dan awal 1980, airline mengutamakan peningkatan efisiensi
bahan bakar armadanya, sehingga melahirkan terobosan-terobosan baru dalam rancangan
pesawat udara.
Kecenderungan yang keempat juga merupakan tanggapan atas keprihatinan airline dan
masyarakat mengenai kebisingan dan emisi gas buang. Perkembangan teknologi telah
menghasilkan mesin jet yang tingkat kebisingannya lebih rendah dan gas buangnya lebih bersih.
Pada beberapa negara, larangan-larangan dibuat atas permintaan masyarakat.
Misalnya di Amerika Serikat, larangan pengoperasian pesawat jet "Stage 1" seperti Boeing 707
dan DC-8 telah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1985, dan pada tahun 1989 ditetapkan
bahwa pesawat jet "Stage 2" seperti 727 dan DC-9 juga dihapuskan mulai tahun 2000. Pesawat
jet "Stage 3" seperti Boeing 757 dan MD-80 akan menggantikan pesawat-pesawat jet lama
tersebut. Walaupun demikian, peraturan kebisingan baru ini tetap dapat dipatuhi tanpa harus
membeli pesawat baru. "Hush kits" tersedia untuk mesin-mesin tua, dan beberapa airline
memutuskan untuk mengambil pilihan hemat ini daripada membeli pesawat baru. Airline lain
memilih untuk melakukan "re-engine", atau mengganti mesin tua yang lebih bising dengan
mesin baru yang memenuhi standar "Stage 3". Walaupun lebih mahal daripada "hush kits",
mesin baru memiliki keuntungan operating cost yang membuatnya menjadi pilihan utama
beberapa carrier.
Kecenderungan yang kelima adalah pola pembelian dalam batch besar. Pola pembelian
semacam ini mampu menjamin on-time delivery dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya
back log. Selain itu, perusahaan manufaktur pesawat udara umumnya memberikan potongan
harga khusus dan suku cadang untuk pembelian dalam batch besar.

Bab III Hasil Analisa dan Pembahasan Hasil


Dari hasil makalah diatas dapat disimpulkan bahwa sejatinya dalam melakukan perencanaan
penerbangan butuh perhitungan yang matang dan Analisa dalam segala aspek agar terciptanya
keberhasilan dalam membangun sebuah penerbangan yang baik dan benar.

Bab IV Penutup
Jika ingin mengembangkan perencanaan penerbangan dibutuhkan ketepatan dalam segala hal
dimana itu akan mempengaruhi kinerja dan performa perencanaan penerbangan.

Daftar Pustaka
Sumber : http://juangsa-juangsa.blogspot.com/2012/11/perencanaan-airline.html

Anda mungkin juga menyukai