Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Hampir semua negara di dunia saat ini melakukan konvergensi antara GAAP
(General Accepted Accounting Principle) dengan IFRS (International Financial
Reporting Standard). Saat ini Indonesia juga sedang melakukan harmonisasi dengan
melakukan revisi standar PSAK (Peraturan Standar Akuntansi Keuangan) agar sesuai
dengan standar internasional (IFRS). Salah satu standar yang direvisi adalah kebijakan
mengenai instrumen keuangan, kebijakan tersebut diatur didalam PSAK 50 (revisi
2006) yang berisi penyajian dan pengungkapan instrumen keuangan dan 55 (revisi
2006) yang berisi tentang pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan. Kedua
standar mengacu IAS (International Accounting Standard) 32 dan 39. PSAK 50 dan 55
(revisi 2006) telah diterapkan oleh seluruh perusahaan perbankan dan telah berlaku
efektif mulai 1 Januari 2010.
Pada tahun 2010, IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) merevisi kembali PSAK 50
(revisi 2006). PSAK 50 (revisi 2006) yang tadinya berisi tentang penyajian dan
pengungkapan instrumen keuangan setelah direvisi PSAK 50 (revisi 2010) hanya berisi
tentang penyajian instrumen keuangan sedangkan kebijakan mengenai pengungkapan
instrumen keuangan dipisahkan ke dalam PSAK 60 (revisi 2010). PSAK 50 dan 60
(revisi 2010) berlaku efektif mulai 1 Januari 2012. Secara konten PSAK 50 (revisi
2010) hampir sama dengan PSAK (2006) perbedaannya terdapat istilah puttable
instrument (instrumen yang memiliki opsi jual) yang dikategorikan dan disajikan
sebagai liabilitas keuangan, akan tetapi dapat dikategorikan sebagai instrumen ekuitas
jika memenuhi syarat seperti yang disebutkan dalam PSAK 50 (revisi 2010). Sedangkan
PSAK 60 (revisi 2010) berisi tentang pengungkapan instrumen keuangan dan risiko.
Instrumen keuangan merupakan setiap kontrak yang menambah nilai aset
keuangan entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain (PSAK 50,
revisi 2010). IFRS merupakan standar yang mengedepankan pengukuran berdasarkan
nilai wajar (fair value) oleh karena itu di dalam standar akuntansi keuangan yang
mengatur instrumen keuangan pengukuran aset keuangan berdasarkan nilai wajar (fair
value). Sehingga dalam melihat nilai wajar setiap akhir periode pelaporan dilihat
apakah terdapat indikasi suatu aset mengalami penurunan nilai (impairment) suatu
kondisi dimana nilai tercatat suatu aset lebih tinggi daripada nilai pasarnya. Jika
terdapat indikasi penurunan nilai perusahaan harus mengukur nilai terpulihkan aset. Jika

1
nilai terpulihkan tersebut lebih rendah dari nilai tercatat aset, maka perusahaan harus
menyesuaikan nilai aset tersebut dan mengakui kerugian penurunan nilai dan
memberikan pengungkapan yang memadai atas penurunan nilai tersebut.
Sebelum direvisi, PSAK 48 (1998) mengatur tentang penurunan nilai
(impairment) kecuali persediaan, aset timbul dari kontrak konstruksi, aset pajak
tangguhan dan aset dari imbalan. Sehingga PSAK 48 (1998) juga mengatur tentang
penurunan nilai aset keuangan. Akan tetapi sejak PSAK 48 (revisi 2009) penurunan
nilai aset keuangan tidak diatur lagi didalamnya, aset keuangan saat ini diatur didalam
PSAK 50 dan 55 (revisi 2006). Perbedaan PSAK 50 dan 55 (2006) dengan PSAK 48,
terletak pada bagaimana menentukan nilai yang dapat diperoleh kembali (recoverable
amount) pada aset yang telah mengalami penurunan nilai.
Dalam penelitian Andrić, et al (2011), dalam studinya yang didasarkan pada
sampel dari 225 laporan keuangan perusahaan berukuran besar dan menengah di
Republik Serbia untuk periode 2007-2009, menggambarkan peningkatan jumlah
presentase perusahaan yang mengungkapkan kerugian penurunan nilai. Dari hasil
penelitian tersebut kerugian penurunan nilai piutang merupakan bagian terbesar
dibandingkan akun lain dalam komponen aset perusahaan yang terkait dengan piutang
dan investasi jangka pendek.
Penelitian Emanuela (2012), membahas tentang analisis penerapan PSAK 50
dan 55 (revisi 2006) terhadap penurunan nilai piutang pada perusahaan multifinance di
Indonesia. Penelitian tersebut melakukan analisis deskriptif dengan sampel 10
perusahaan multifinance tahun 2009-2010 yang telah menerapkan PSAK 50 dan 55
(revisi 2006). Hasil penelitian menemukan fakta bahwa hanya 2 perusahaan dari 10
perusahaan yang sangat spesifik mengungkapkan kebijakan akuntansi mengenai
instrumen keuangan perusahaan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, penelitian ini menganalisis aset keuangan
dan penurunan nilainya dalam implementasi PSAK 50 dan 60 dari segi penyajian dan
pengungkapan laporan keuangan perbankan. Perbankan dipilih sebagai obyek penelitian
karena sebagai highly regulated industry dengan konsep tersebut seharusnya perbankan
rata-rata lebih baik dalam penerapan standar jika dibandingkan dengan penelitian
Emanuela (2012) di perusahaan multifinance. Disamping itu berdasarkan www.bi.co.id,
PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) ditemukan belum direvisi berdasarkan

2
PSAK 50 dan 60 (revisi terbaru). Berbagai kejadian yang mengakibatkan penurunan
aset keuangan dapat terjadi dalam periode pelaporan. Seperti kesulitan keuangan
signifikan yang dialami penerbit atau pihak peminjam. Peristiwa seperti itu dapat
mengakibatkan adanya penurunan nilai aset, sehingga perusahaan harus menurunkan
nilai tercatat menuju jumlah yang dapat terpulihkan. Jika tidak, aset perusahaan akan
dinilai overstatement (lebih saji) pada aset, hal tersebut dapat mengakibatkan pengguna
laporan mengambil keputusan yang kurang tepat.
Untuk itu tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan penyajian dan
pengungkapan aset keuangan dan penurunan nilainya (impairment) pada sektor
perbankan yang telah efektif menerapkan PSAK 50 dan 60 (revisi 2010). Oleh karena
tidak adanya perbedaan yang berarti antara PSAK 50 (revisi 2006) dengan PSAK 50
dan 60 (revisi 2010) dalam hal praktik menyajikan atau mengungkapkan aset keuangan
dan penurunan nilainya sehingga perbankan dijadikan sebagai obyek penelitian, disisi
lain perbankan merupakan highly regulated industry sehingga akan dilihat pengaturan
yang sangat ketat apakah telah sejalan dengan baiknya penerapan PSAK 50 dan 60
terkait penyajian dan pengungkapan penurunan nilai aset keuangan pada periode
laporan keuangan 2010-2012 .
Hasil penelitian ini nantinya akan bermanfaat untuk pihak perbankan di
Indonesia dalam mengevaluasi penerapan PSAK 50 dan 60 (revisi 2010) yang telah
dilakukan. Serta bagi Bank Indonesia dalam pengambilan kebijakan yang berhubungan
dengan penerapan PSAK 50 dan 60 (revisi 2010). Selain itu hasil penelitian ini
bermanfaat bagi investor membantu pengambilan keputusan dalam rangka investasi.

TELAAH TEORITIS
Perbankan di Indonesia
Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang
perbankan, dapat dijelaskan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu
menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan
menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan
memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung.
Industri perbankan di Indonesia merupakan industri yang perkembangannya
cukup pesat di Indonesia. Selain itu perbankan merupakan highly regulated industry,

3
oleh karena ketatnya peraturan yang mengatur perbankan, dalam hal standar perbankan
merupakan salah satu industri yang cepat dalam menerapkan standar keuangan yang
diadopsi dari IFRS. Industri perbankan hampir seluruhnya berisi instrumen keuangan,
oleh karena itu salah satu standar IFRS yang paling berkaitan dengan perbankan adalah
PSAK 50 dan 60 tentang penyajian, pengungkapan instrumen keuangan.

PSAK 50 dan 60 (revisi 2010)


PSAK 50 (revisi 2010) berisi penyajian instrumen keuangan dan persyaratan
klasifikasi dari sisi penerbit. Dalam PSAK 50 (revisi 2010) terdapat tambahan
pengaturan khusus tentang instrumen yang dapat dijual (instrument puttable), kewajiban
untuk menyerahkan bagian aset neto secara prorata saat likuidasi, dan rights, opsi,
waran dikategorikan dan disajikan sebagai liabilitas keuangan, akan tetapi dapat
dikategorikan sebagai instrumen ekuitas jika memenuhi syarat- syarat tertentu.
PSAK 60 (revisi 2010) berisi tentang pengungkapan instrumen keuangan dan
risiko. Dalam standar ini secara lebih tegas mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan
informasi yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi
signifikansi instrumen keuangan terhadap posisi dan kinerja keuangan.
Berikut ini beberapa definisi yang akan dibahas dalam penelitian ini menurut
PSAK 50 (revisi 2010):
1. Instrumen keuangan
Instrumen keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan
entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain.
2. Aset keuangan
Aset keuangan adalah hak kontraktual untuk menerima kas atau instrumen keuangan
lainnya dari entitas lain; atau untuk bertukar aset keuangan atau kewajiban keuangan
dengan entitas lain dalam kondisi yang berpotensi memberikan keuntungan pada
entitas tersebut termasuk kas, instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas lain, serta
kontrak non derivatif atau derivatif.
3. Instrumen ekuitas
Instrumen ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset
suatu entitas setelah dikurangi dengan seluruh kewajibannya.
4. Nilai wajar (fair value)

4
Nilai wajar adalah nilai dimana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu kewajiban
diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan
transaksi wajar (arm’s length transaction)
5. Instrumen yang mempunyai fitur opsi jual (Puttable Instrument)
Instrumen yang mempunyai fitur opsi jual (puttable instrument) adalah instrumen
keuangan yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual kembali
instrumen kepada penerbit dan memperoleh kas atau aset keuangan lain atau secara
otomatis menjual kembali kepada penerbit pada saat terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti di masa yang akan datang atau kematian atau purna karya dari pemegang
instrumen.

Aset Keuangan
Aset keuangan dibagi dalam 4 kategori sesuai dengan persyaratan dan klasifikasi
yang diatur pada PSAK 55 (revisi 2011) sebagai berikut:
1. Financial asset at fair value through profit & Loss (at FVTPL);
Aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi adalah aset
keuangan yang memenuhi salah satu kondisi berikut ini:
a) Diklasifikasikan dalam kelompok diperdagangkan. Aset keuangan yang
diklasifikasikan dalam kelompok diperdagangkan, yaitu jika:
i. Diperoleh atau dimiliki terutama untuk tujuan dijual dalam waktu dekat;
ii. Pada pengakuan awal merupakan bagian dari portofolio instrumen
keuangan tertentu yang dikelola bersama dan terdapat bukti mengenai pola
ambil untung dalam jangka pendek (short term profit taking) yang terkini;
atau
iii. Merupakan derivatif (kecuali derivatif yang merupakan kontrak jaminan
keuangan atau sebagai instrumen lindung nilai yang ditetapkan dan
efektif).
b) Pada saat pengakuan awal telah ditetapkan oleh entitas untuk diukur pada nilai
wajar melalui laba rugi. Entitas dapat menggunakan penetapan ini hanya bila
memenuhi paragraf 11, atau ketika melakukannya akan menghasilkan informasi
yang lebih relevan, karena:

5
i. Mengeliminasi atau mengurangi secara signifikan ketidakkonsistenan
pengukuran dan pengakuan (kadang diistilahkan sebagai accounting
mismatch) yang dapat timbul dari pengukuran aset atau liabilitas atau
pengakuan keuntungan dan kerugian karena penggunaan dasar-dasar yang
berbeda; atau
ii. Kelompok aset keuangan dikelola dan kinerjanya dievaluasi berdasarkan
nilai wajar, sesuai dengan manajemen risiko atau strategi investasi yang
didokumentasikan, dan informasi tentang kelompok tersebut disediakan
secara internal kepada manajemen kunci dari entitas (sebagaimana
didefinisikan dalam PSAK 7 (revisi 2009): Pengungkapan Pihak-Pihak
Berelasi), misalnya direksi.
2. Held to maturity investment (HTM);
Investasi dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo adalah aset keuangan
nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan jatuh temponya
telah ditetapkan, serta entitas mempunyai intensi positif dan kemampuan untuk
memiliki aset keuangan tersebut hingga jatuh tempo, kecuali:
a. Investasi yang pada saat pengakuan awal ditetapkan sebagai aset keuangan
yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi;
b. Investasi yang ditetapkan oleh entitas dalam kelompok tersedia untuk dijual;
dan
c. Investasi yang memenuhi definisi pinjaman yang diberikan dan piutang.
Entitas tidak boleh mengklasifikasikan aset keuangan sebagai investasi
dimiliki hingga jatuh tempo, jika dalam tahun berjalan atau dalam kurun waktu
dua tahun sebelumnya, telah menjual atau mereklasifikasi investasi dimiliki
hingga jatuh tempo dalam jumlah yang lebih dari jumlah yang tidak signifikan
sebelum jatuh tempo (lebih dari jumlah yang tidak signifikan dibandingkan
dengan total nilai investasi dimiliki hingga jatuh tempo), kecuali penjualan atau
reklasifikasi tersebut:
(i) Dilakukan ketika aset keuangan sudah mendekati jatuh tempo atau tanggal
pembelian kembali (contohnya, kurang dari tiga bulan sebelum jatuh tempo)
di mana perubahan suku bunga tidak akan berpengaruh secara signifikan
terhadap nilai wajar aset keuangan tersebut;

6
(ii) Terjadi setelah entitas telah memperoleh secara substansial seluruh jumlah
pokok aset keuangan tersebut sesuai jadwal pembayaran atau entitas telah
memperoleh pelunasan dipercepat; atau
(iii) Terkait dengan kejadian tertentu yang berada di luar kendali entitas, tidak
berulang, dan tidak dapat diantisipasi secara wajar oleh entitas.
3. Loans and receivable (L&R);
Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan nonderivatif dengan
pembayaran tetap atau telah ditentukan dan tidak mempunyai kuotasi di pasar
aktif, kecuali:
a) Pinjaman yang diberikan dan piutang yang dimaksudkan oleh entitas untuk
dijual dalam waktu dekat, yang diklasifikasikan dalam kelompok
diperdagangkan, dan pinjaman yang diberikan dan piutang yang pada saat
pengakuan awal oleh entitas ditetapkan sebagai aset keuangan yang diukur
pada nilai wajar melalui laba rugi;
b) Pinjaman yang diberikan dan piutang yang pada saat pengakuan awal
ditetapkan dalam kelompok tersedia untuk dijual; atau
c) Pinjaman yang diberikan dan piutang dalam hal pemilik mungkin tidak akan
memperoleh kembali investasi awal secara substansial kecuali yang
disebabkan oleh penurunan kualitas pinjaman yang diberikan dan piutang,
dan diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual. Kepemilikan
atas kelompok aset yang bukan merupakan pinjaman yang diberikan atau
piutang (seperti kepemilikan atas reksadana atau yang serupa) tidak dapat
diklasifikasikan sebagai pinjaman yang diberikan atau piutang.
4. Available for sale (AFS).
Aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual
adalah aset keuangan nonderivatif yang ditetapkan sebagai tersedia untuk dijual
atau yang tidak diklasifikasikan sebagai
(a) pinjaman yang diberikan dan piutang,
(b) investasi yang diklasifikasikan dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo,
atau
(c) aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi.

7
Penurunan Nilai (Impairment)
Setiap tanggal pelaporan, aset keuangan harus dinyatakan pada nilai recoverable
amount. Untuk itu, pemegang aset harus melakukan evaluasi kemungkinan terjadinya
penurunan nilai atas semua aset keuangan kecuali kategori yang diukur pada nilai wajar
melalui laporan laba rugi. Penurunan nilai dilakukan jika nilai tercatat (carrying
amount) aset keuangan melebihi nilai pemulihannya (recoverable amount). Kelompok
aset keuangan diturunkan nilainya jika terdapat bukti yang objektif mengenai terjadinya
penurunan nilai tersebut sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa kerugian yang
terjadi setelah pengakuan awal aset tersebut, dan peristiwa tersebut berdampak pada
arus kas masa depan yang dapat diestimasi secara handal.
Berdasarkan PSAK 55 (revisi 2011, paragraf 66) bukti objektif bahwa aset
keuangan atau kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai meliputi data yang
dapat diobservasi yang menjadi perhatian dari pemegang aset tersebut mengenai
peristiwa-peristiwa yang merugikan. Pemegang aset memperhatikan peristiwa-peristiwa
yang merugikan sebagai berikut:
a. Kesulitan keuangan signifikan yang dialami penerbit atau pihak peminjam;
b. Pelanggaran kontrak;
c. Pihak pemberi pinjaman, dengan alasan ekonomi atau hukum sehubungan
dengan kesulitan keuangan yang dialami pihak peminjam, memberikan
keringanan (konsesi) pada pihak peminjam yang tidak mungkin diberikan
jika pihak peminjam tidak mengalami kesulitan tersebut;
d. Terdapat kemungkinan bahwa pihak peminjam akan dinyatakan pailit atau
melakukan reorganisasi keuangan lainnya;
e. Hilangnya pasar aktif dari aset keuangan akibat kesulitan keuangan;
f. Tersedianya data yang dapat diobservasi mengindikasikan adanya penurunan
yang dapat diukur atas estimasi arus kas masa depan dari kelompok aset
keuangan sejak pengakuan awal aset dimaksud, meskipun penurunannya
belum dapat diidentifikasi terhadap aset keuangan secara individual dalam
kelompok aset tersebut, termasuk:
(i) Memburuknya status pembayaran pihak peminjam dalam kelompok
tersebut (misalnya meningkatnya tunggakan pembayaran atau
meningkatnya jumlah pihak peminjam kartu kredit yang mencapai

8
batas kreditnya dan hanya mampu membayar cicilan bulanan
minimal); atau
(ii) Kondisi ekonomi nasional atau lokal yang berkorelasi dengan
wanprestasi atas aset dalam kelompok tersebut (misalnya
bertambahnya tingkat pengangguran di area geografis pihak
peminjam, turunnya harga property untuk kredit properti di wilayah
yang relevan, turunnya harga minyak untuk pinjaman yang diberikan
kepada produsen minyak, atau memburuknya kondisi industri yang
memengaruhi pihak peminjam dalam kelompok tersebut).

Tinjauan Penelitian Terdahulu


Dalam penelitian Andrić, et al (2011), dilihat dari dampak ekonomi dan kinerja
perusahaan, penelitian ini memperlihatkan peningkatan jumlah persentase perusahaan
yang mengungkapkan kerugian penurunan nilai dimulai dari tahun 2007 hingga 2009
dan pengungkapan penurunan piutang memperoleh bagian terbesar. Jika dilihat dari segi
pelaporan keuangan, penelitian ini menguji bagaimana keterbukaan informasi tambahan
tentang penurunan nilai signifikan dari aset. Hasil penelitian mengenai persentase
perusahaan di Republik Serbia yang mengungkapkan informasi tambahan tentang
penurunan nilai aset yang signifikan dalam periode 2007-2009 adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Persentase perusahaan yang mengungkapkan informasi tambahan


tentang penurunan nilai signifikan dari aset di Republik Serbia di periode
2007-2009

Informasi tambahan atas Penurunan Nilai 2007 2008 2009


Kejadian yang mempengaruhi penurunan nilai 12 % 17% 18%
Sifat asset 12% 17% 18%
Jenis nilai yang dipulihkan 8% 8% 9%
Metode penentuan nilai wajar 2% 4% 2%
Tingkat diskonto yang dipakai 0% 2% 2%
Sumber : Andrić et al (2011)

Penelitian ini membuktikan peningkatan jumlah perusahaan yang


mengungkapkan informasi tambahan mengenai kejadian yang mempengaruhi
penurunan nilai signifikan. Sedangkan strutur penurunan nilai dijelaskan pada diagram
1:

9
Diagram 1. Struktur Impairment Loss di Republik Serbia periode 2007-2009

Sumber : Andrić et al (2011)

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan struktur aset pada perusahaan yang


mengalami penurunan nilai. Penurunan nilai yang paling besar adalah terkait akun
piutang. Kesimpulannya, berdasarkan investigasi oleh Andrić et al (2011) dari 225
laporan keuangan perusahaan di Republik Serbia pada periode 2007-2009, dapat
disimpulkan bahwa terdapat peningkatan jumlah perusahaan yang mengungkapkan
penurunan nilai aset. Peningkatan rugi penurunan nilai tersebut juga
mempertimbangkan kondisi bisnis di Serbia.
Selanjutnya, penelitian menunjukan bahwa kerugian penurunan nilai piutang
usaha dan investasi jangka pendek memiliki partisipasi tertinggi dalam penurunan nilai
total, diikuti oleh kerugian penurunan nilai persediaan dan seterusnya. Penelitian ini
juga memperlihatkan bahwa jumlah perusahaan yang mengungkapkan informasi
tambahan tentang penurunan signifikan dari aset meningkat pada periode yang diamati,
tetapi kualitas pengungkapan informasi tambahan masih belum memuaskan,
perusahaan-perusahaan masih belum mengungkapkan informasi tambahan sesuai
dengan persyaratan pengungkapan internasional dan regulasi nasional.
Dalam penelitian Emanuela (2012), yang berjudul penerapan PSAK 50 dan 55
terhadap penurunan nilai piutang pada perusahaan. Dilakukan analisis berdasarkan 10
sampel perusahaan multifinance yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 dan 2010
dengan membandingkan bagaimana pengungkapan penurunan nilai piutang pembiayaan

10
pada laporan keuangan sebelum penerapan PSAK 50 & 55 (revisi 2006) pada laporan
keuangan tahun 2009 dan setelah penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) pada laporan
keuangan tahun 2010.
Dalam penelitiannya, analisis tidak hanya dari segi pengakuan dan pengukuran
tetapi juga dari segi penyajian dan pengungkapan pada laporan posisi keuangan, laporan
laba rugi komprehensif dan catatan atas laporan keuangan perusahaan multifinance.
Selanjutnya Emanuela menyusun kategori sangat spesifik, cukup spesifik dan tidak
spesifik.

Tabel 2. Kategori penilaian pengungkapan kebijakan instrumen keuangan


Kategori penilaian pengungkapan
Sangat spesifik Menjelaskan lebih dari sama dengan 8 poin pengungkapan
Cukup spesifik Menjelaskan 4-7 poin pengungkapan
Tidak Spesifik Menjelaskan kurang dari sama dengan 3 poin pengungkapan
Poin-poin pengungkapan pada kebijakan instrumen keuangan: 1. Kategori instrumen
keuangan; 2. Pengakuan awal; 3. Pengukuran setelah pengakuan awal; 4. Saling hapus
instrumen keuangan; 5. Pengukuran nilai wajar; 6. Biaya perolehan diamortisasi/
metode suku bunga efektif; 7. Penurunan nilai; 8. Reklasifikasi;9. Penghentian
pengakuan; 10. Penjelasan kebijakan instrumen keuangan tambahan.
Sumber: Emanuela (2012)

Hasil penelitian menemukan fakta bahwa hanya 2 perusahaan dari 10


perusahaan yang sangat spesifik dalam mengungkapkan kebijakan akuntansi mengenai
instrumen keuangan perusahaan.

METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2010
- 2012. Pemilihan sampel berdasarkan metode purposive sampling dengan kriteria
sebagai berikut:
1) Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010 - 2012.
2) Terdapat laporan keuangan tahun 2010 - 2012
3) Perbankan yang telah menerapkan PSAK 50 dan 60

11
Berdasarkan kriteria tersebut, berikut ini tabel pemilihan sampel penelitian:
Tabel 3. Pemilihan Sampel
Kriteria Jumlah
Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010 - 2012 32
Tidak terdapat laporan keuangan tahun 2010 – 2012 (2)
Perbankan yang belum menerapkan PSAK 50 dan 60 0
Total sampel penelitian 30

Berdasarkan tabel 3, dari 32 jumlah perbankan yang terdaftar di BEI tahun


2010-2012 terdapat 2 bank yang tidak terdapat laporan keuangan lengkap tahun 2010-
2012 sehingga 2 bank tersebut tidak dapat dijadikan sampel. Bank tersebut yaitu PT.
Bank Jabar Banten Tbk (BJBR) dan PT. Bank Nationalnobu Tbk (NOBU), pada bank
tersebut tidak ditemukan laporan keuangan tahun 2012.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan
keuangan tahunan perbankan yang telah diaudit tahun 2010-2012. Data-data tersebut
diakses melalui website IDX (www.idx.co.id).
Teknik dan langkah Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif
kualitatif dan kuantitatif, dengan langkah analisis yang dilakukan oleh peneliti sebagai
berikut:
1) Identifikasi jenis aset keuangan pada laporan keuangan perbankan.
2) Mengidentifikasi aset keuangan yang terkena impairment (penurunan nilai),
baik dari jenis maupun nilai per aset keuangan.
3) Melakukan analisis antara penyajian dan pengungkapan aset keuangan dan
impairment-nya lalu dibandingkan dengan PSAK 50 dan 60.
4) Mengambil kesimpulan

12
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Jumlah Bank yang mengungkapkan Aset Keuangan dan Impairment
Dalam menganalisis aset keuangan peneliti melihat jumlah bank menurut jenis
aset keuangan. Berikut ini tabel 4 yang berisi jumlah bank yang mengungkapkan aset
keuangan menurut jenisnya:

Tabel 4. Jumlah Bank yang Mengungkapkan Aset Keuangan


Menurut Jenisnya Periode 2010-2012
2010 2011 2012
Jenis Aset Jumlah % Jumlah % Jumlah %
FVTPL 8 26.67% 12 40.00% 11 36.67%
HTM 15 50.00% 15 50.00% 15 50.00%
L&R 30 100.00% 30 100.00% 30 100.00%
AFS 27 90.00% 27 90.00% 25 83.33%
Sumber: Data diolah, 2014

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa tidak semua bank mengungkapkan memiliki
semua jenis aset keuangan hanya jenis aset keuangan L&R yang diungkapkan dimiliki
oleh semua perbankan. Hal ini wajar karena usaha utama perbankan bergerak dibidang
pemberian kredit oleh karena itu sebagian besar aset keuangan perbankan dikategorikan
sebagai aset keuangan jenis L&R sedangkan untuk jenis aset keuangan yang paling
jarang diungkapkan dimiliki perbankan adalah aset FVTPL. FVTPL paling jarang
diungkapkan dimiliki oleh perbankan dimungkinkan karena aset ini merupakan aset
jangka pendek. Sedangkan jika dilihat dari jenis usahanya, perbankan lebih suka aset
keuangan jangka menengah dan panjang.
Seperti penjelasan sebelumnya, dalam satu bank belum tentu mengungkapkan
memiliki semua jenis aset keuangan begitu juga dengan penurunan nilai pada aset
keuangan tidak semua perbankan mengungkapkan memiliki penurunan nilai per tiap
aset keuangan, tabel 5 memperlihatkan jumlah perbankan yang mengungkapkan adanya
penurunan nilai pada aset keuangan:

13
Tabel 5. Jumlah Bank yang Mengungkapkan Adanya Penurunan Nilai
Menurut Jenisnya Periode 2010-2012
2010 2011 2012
Jenis Aset Jumlah (%)* Jumlah (%)* Jumlah (%)*
FVTPL 0 0% 0 0% 0 0%
HTM 2 13.33% 1 6.67% 1 6.67%
L&R 16 53.33% 20 66.67% 10 33.33%
AFS 27 100.00% 27 100.00% 25 100.00%
*ket : Jumlah impairment / Jumlah perbankan , contoh pada th 2010 HTM = 2/15 = 13.33%
Sumber : Data diolah, 2014

Pada tabel 5 jenis aset FVTPL diungkapkan tidak mengalami penurunan nilai
karena aset FVTPL adalah aset yang dimiliki dalam jangka pendek (kurang dari 1
tahun). AFS adalah jenis aset keuangan yang mengalami penurunan nilai paling banyak
diungkapkan di perbankan, jumlah bank yang mengungkapkan adanya penurunan nilai
jenis aset keuangan AFS sama dengan jumlah perbankan yang mengungkapkan
memiliki jenis aset keuangan AFS, hal ini berarti tiap perbankan yang mengungkapkan
memiliki aset AFS dan pada setiap tahunnya mengungkapkan adanya penurunan nilai
pada jenis aset keuangan AFS, kemungkinan aset AFS mengungkapkan memiliki risiko
penurunan nilai yang besar. Jumlah perbankan yang mengungkapkan adanya penurunan
nilai terkecil adalah HTM hal ini dimungkinkan karena aset ini mengungkapkan
memiliki jatuh tempo sehingga risiko terjadi penurunan nilai sangat kecil. Oleh karena
itu penurunan nilai tidak tergantung besar kecilnya jumlah suatu aset, melainkan dilihat
dari risiko tiap jenis aset keuangan. Hal ini dapat dilihat dari jenis aset keuangan L&R
yang diungkapkan dimiliki semua perbankan tetapi kenyataannya justru jumlah
perbankan yang mengungkapkan adanya penurunan nilai terbesar pada aset AFS.

Penyajian dan Pengungkapan Aset Keuangan


Kebijakan instrumen mengenai penyajian dan pengungkapan yang diatur
didalam PSAK 50 dan 60 (revisi 2010) setelah direvisi tidak banyak mengalami
perubahan jika dilihat dari bagaimana menyajikan aset keuangan dan bagaimana
pengungkapannya. Berdasarkan data laporan keuangan perbankan 2010-2012 jumlah
aset tiap aset keuangan , total aset keuangan dan persentase tiap aset keuangan
dirincikan pada tabel 6 berikut :

14
Tabel 6 : Aset Keuangan di Perbankan Periode 2010-2012
Jenis Aset 2010 % 2011 % 2012 %
FVTPL 668,504 0.03% 537,532 0.02% 882,399 0.03%
HTM 143,192,759 7.37% 148,238,149 6.29% 138,566,175 5.22%
L&R 1,627,278,388 83.80% 2,037,393,842 86.44% 2,337,742,098 88.12%
AFS 170,727,633 8.79% 170,727,633 7.24% 175,842,044 6.63%
TOTAL ASET KEUANGAN 1,941,867,284 100% 2,356,897,156 100% 2,653,032,716 100%
Sumber: Data diolah, 2014
Tabel 6 menunjukkan bahwa aset keuangan jenis L&R mengungkapkan
memiliki jumlah paling besar hal ini wajar karena semua perbankan mengungkapkan
memiliki aset keuangan jenis tersebut. Sedangkan aset keuangan jenis AFS, HTM dan
FVTPL secara berurutan merupakan aset keuangan dengan jumlah aset urutan ke dua,
ke tiga dan ke empat. Dari tahun 2010-2012 total aset keuangan mengalami peningkatan
mengindikasikan meningkatnya kinerja perbankan (Merkursiwati dan Ariyani tahun
2007).

Analisis Penyajian dan Pengungkapan Penurunan nilai pada Laporan Posisi


Keuangan
Sedangkan untuk jumlah penurunan nilai tiap aset pada periode 2010-2012 dapat
dilihat dari tabel 7:
Tabel 7. Jumlah Penurunan Nilai Aset Keuangan di Perbankan 2010-2012
(dalam jutaan rupiah)
Jenis Aset 2010 % 2011 % 2012 %
FVTPL 0 0.00% 0 0.00% 0 0.00%
HTM 10,980 0.21% 48,133 1.05% 328 0.01%
L&R 4,750,051 89.12% 3,957,537 86.51% 2,873,818 93.71%
AFS 569,088 10.68% 569,088 12.44% 192,625 6.28%
TOTAL PENURUNAN NILAI 5,330,119 100.00% 4,574,758 100.00% 3,066,771 100.00%
Sumber : Data diolah, 2014

Berdasarkan tabel 7, aset keuangan jenis FVTPL tidak mengalami penurunan


nilai karena FVTPL merupakan aset keuangan yang dijual dalam jangka waktu dekat
sehingga jika terjadi kerugian penurunan nilai akan dilaporkan dalam laporan laba rugi
dan sifatnya mengurangi laba rugi suatu perusahaan. Jumlah penurunan nilai aset
keuangan dari tahun 2010-2012 mengalami penurunan tiap tahun hal ini dapat dikaitkan

15
dengan total aset keuangan yang meningkat signifikan tiap tahunnya dimungkinkan
karena risiko terjadinya penurunan nilai menurun selama 2010-2012 . Jika aset
keuangan yang mengalami penurunan nilai semakin kecil, maka aset keuangan yang
disajikan dalam laporan keuangan semakin besar. Oleh karena itu perlu dilihat lebih
lanjut apakah penurunan nilai yang disajikan oleh perbankan telah disajikan dan
diungkapkan benar. Diagram 3 dapat dilihat persentase penurunan nilai aset keuangan
perbankan dari tahun 2010-2012:

Diagram 2 : Struktur Impairment Aset Keuangan di Perbankan Periode 2010-2012

0,21% 1,05% 0,01%


100% 6,28%
95% 10,68%
12,44% HTM
90% AFS
85% 93,71%
89,12% 86,51% L&R
80%
75%
2010 2011 2012
Sumber : Data diolah, 2014

Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2012 penurunan
nilai aset keuangan jenis L&R merupakan persentase tertinggi dibanding dengan total
penurunan nilai aset keuangan periode 2010-2012. Persentase terbesar kedua yaitu AFS
dan yang mengungkapkan memiliki penurunan nilai terkecil adalah aset keuangan jenis
HTM. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penilaian aset jenis HTM menggunakan
amortized cost sehingga jarang terjadi impairment . Berikut ini tabel 8 menunjukkan
penurunan nilai dibanding dengan aset keuangan :

Tabel 8. Penurunan Nilai Aset Keuangan Dibanding dengan Aset Keuangan di


Perbankan 2010-2012 (dalam jutaan rupiah)
Jenis Aset (%)* (%)* (%)*
HTM 0.01% 0.03% 0.00%
L&R 0.29% 0.19% 0.12%
AFS 0.33% 0.33% 0.11%
TOTAL PENURUNAN NILAI 0.63% 0.56% 0.23%
*Ket : Impairment Aset/ Jumlah Aset ,contoh : HTM pada th 2010 =10,980/143,192,759 = 0.01%
Sumber : Data diolah, 2014

16
Berdasarkan tabel 7 AFS mengungkapkan memiliki persentase terbesar pada
tahun 2010 dan 2012 yaitu sekitar 33% yang artinya setiap 1 rupiah aset keuangan jenis
AFS terjadi penurunan nilai sekitar 0.33, jika dilihat dari persentase penurunan AFS hal
ini dapat dimungkinkan pada aset ini memiliki risiko yang lebih besar dibanding dengan
aset HTM dan L&R. Besarnya risiko AFS disebabkan oleh penilaian risiko AFS
menggunakan amortized cost sedangkan HTM menggunakan fair value.

Pengungkapan pada catatan atas laporan keuangan


Dalam PSAK 60 (revisi 2010) dijelaskan bahwa perusahaan diwajibkan
mengungkapkan penjelasan tentang instrumen keuangan, berikut ini merupakan jumlah
perbankan yang mengungkapkan poin-poin kebijakan instrumen keuangan pada catatan
atas laporan keuangan:

Tabel 9. Jumlah Bank yang Mengungkapkan Kebijakan Instrumen Keuangan


Periode 2010-2012
Poin Pengungkapan 2010 % 2011 % 2012 %
Kategori instrumen
1 keuangan 30 100% 30 100% 30 100%
2 Pengakuan Awal 20 66.67% 21 70% 21 70%
3 Pengukuran setelah 12 40% 15 50% 15 50%
pengakuan awal
4 Saling hapus instrumen 26 86.67% 27 90% 27 90%
5 Pengukuran nilai wajar 21 70% 23 77% 22 73%
6 Biaya perolehan 17 56.67% 22 73% 20 67%
diamortisasi/ Suku bunga
efektif
7 Penurunan Nilai 30 100% 30 100% 30 100%
8 Reklasifikasi 25 83.33% 27 90% 26 87%
9 Penghentian Pengakuan 30 100% 30 100% 30 100%
10 Penjelasan Kebutuhan 10 33.33% 10 33% 15 50%
Instrumen keuangan
tambahan
Sumber : Data diolah, 2014

Berdasarkan tabel 9 semua perbankan telah melakukan pengungkapan mengenai


kategori instrumen keuangan, penurunan nilai dan penghentian pengakuan pada aset
keuangan pada periode 2010- 2012. Sedangkan pada poin pengukuran setelah
pengakuan awal dan penjelasan kebutuhan instrumen keuangan paling jarang dilakukan.

17
Pengungkapan pada catatan laporan keuangan akan memudahkan pembaca laporan
keuangan memahami penyajian atas laporan keuangan. Seperti penelitian Emanuela
(2012) yang mengkategorikan penilaian pengungkapan pada laporan keuangan
perusahaan multifinance dalam kategori sangat spesifik, cukup spesifik atau kurang
spesifik berdasarkan menggunakan poin-poin pengungkapan kebijakan instrumen
keuangan. Berikut ini adalah kategori yang dibuat oleh Emanuela. Dengan kategori di
atas dapat dilihat trend penilaian pengungkapan pada tahun 2010-2012 pada diagram 3
berikut :

Diagram 3 : Penilaian Pengungkapan Kebijakan Instrumen Keuangan Periode


2010-2012

100%
90% 27%
80% 47%
53%
70%
60% Tidak Spesifik

50% Cukup Spesifik


40% 73% Sangat Spesifik
30% 53%
47%
20%
10%
0%
2010 2011 2012

Sumber : Data diolah, 2014

Berdasarkan diagram 3 dapat dilihat dari diagram dari tahun 2010-2012 jumlah
perbankan yang mengungkapkan kebijakan atas instrumen keuangan semakin
meningkat, puncaknya dapat dilihat pada tahun 2012, 73% perbankan telah
mengungkapkan kebijakan instrumen keuangan dengan sangat spesifik, dan tidak ada
perbankan yang tidak spesifik dalam mengungkapkan kebijakan instrumen keuangan
meningkatnya pengungkapan dapat dikaitkan dengan penerapan PSAK 60 (revisi 2010)
yang lebih detail dalam memberikan panduan pengungkapan pada catatan atas laporan
keuangan. Peningkatan pengungkapan berguna bagi pembaca laporan keuangan agar
semakin memahami laporan keuangan yang disajikan perusahaan.

18
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa aset keuangan jenis
L&R merupakan aset keuangan yang diungkapkan dimiliki dalam laporan keuangan
oleh semua perusahaan perbankan di Indonesia. Aset keuangan jenis L&R diungkapkan
memiliki jumlah nominal paling besar sedangkan jenis aset yang diungkapkan memiliki
penurunan nilai (impairment) paling tinggi adalah AFS. Berikutnya aset keuangan jenis
AFS, HTM dan FVTPL secara berurutan merupakan aset keuangan yang diungkapkan
dengan jumlah aset urutan ke dua, ke tiga dan ke empat. Sedangkan urutan penurunan
nilai dari terbesar setelah AFS yaitu L&R dan yang terakhir yaitu HTM.
Terkait dengan pengungkapan kebijakan instrumen keuangan didalam catatan
atas laporan keuangan, ditemukan bahwa perbankan di Indonesia rata-rata selama tahun
2010-2012 mengungkapkan secara sangat spesifik (tedapat lebih dari 8 poin kebijakan
yang telah dijelaskan). Selain itu selama tahun 2010-2012 berturut-turut terjadi
peningkatan pengungkapan kebijakan instrumen keuangan dalam laporan keuangan.

Implikasi Teori dan Terapan


Penyajian dan pengungkapan kebijakan instrumen keuangan dalam laporan
keuangan perbankan telah selaras dengan PSAK 50 dan 60 (revisi 2010) dari tahun
2010-2012, dibuktikan dengan tidak adanya pengungkapan yang tidak spesifik didalam
laporan keuangan mengenai kebijakan instrumen keuangan. Keselarasan tersebut terjadi
karena perbankan yang merupakan highly regulated industry sehingga penyajian dan
pengungkapan mengenai kebijakan instrumen keuangan terbukti lebih baik dari industri
lain yang dibuktikan oleh penelitian Emanuela (2012) yang menemukan fakta bahwa 2
dari 10 perusahaan multifinance sangat spesifik dalam mengungkapkan kebijakan
instrumen keuangan. Serta terjadi peningkatan penyajian dan pengungkapan terkait
dengan kebijakan instrumen keuangan dari tahun 2010-2012 di perbankan Indonesia.
Hal ini sejalan dengan penelitian Andrić (2011) yang menemukan fakta terjadi
peningkatan perusahaan di Republic Serbia yang mengungkapkan penurunan nilai aset
pada periode 2007-2009.
Berdasarkan hasil penelitian ini, implikasi terapan bagi perbankan adalah untuk
tetap meningkatkan penyajian dan pengungkapan terkait kebijakan instrumen keuangan.

19
Bagi bank Indonesia disarankan untuk merevisi PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia) agar sesuai dengan PSAK 50 dan 60 revisi terbaru, hal ini akan membantu
seluruh perbankan agar dapat mengungkapkan kebijakan instrumen keuangan dengan
sangat spesifik. Sedangkan saran untuk investor ketika akan berinvestasi agar tidak
hanya melihat aset dalam jumlahnya saja sebaiknya dipertimbangkan serta melihat
besarnya penurunan nilai dari suatu aset tersebut, karena ketika aset memiliki penurunan
nilai yang besar dapat mengindikasikan adanya peristiwa-peristiwa yang merugikan.

Keterbatasan dan Saran


Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu hanya menganalisis penyajian dan
pengungkapan aset keuangan dan penurunan nilai menurut PSAK 50 dan 60 (revisi
2010) dari segi kuantitatif yang berupa pergerakan penyajian dan pengungkapan dari
tahun 2010-2012. Penelitian ini belum menyentuh pengungkapan risiko-risiko yang
timbul terkait instrumen keuangan serta kualitas dari penyajian dan pengungkapan.
Penelitian ini juga belum mengukur dampak yang ditimbulkan dari penerapan PSAK 50
dan 60 (revisi 2010).
Saran bagi penelitan selanjutnya agar dapat melihat pengungkapan risiko-risiko
yang timbul terkait instrumen keuangan serta kualitas dari penyajian dan pengungkapan
laporan keuangan terkait dengan kebijakan instrumen keuangan dan dapat
mengeksplorasi akun-akun lain yang terkena dampak kebijakan instrumen keuangan.

20
Daftar Pustaka

Andrić, Mirko, Kristina Mijić & Dejan Jakšić. 2011. Financial Reporting And
Characteristics Of Impairment Of Assets In The Republic of Serbia According
To IAS/IFRS And National Regulation. Economic Annals, Vol LVI, No. 189.
Bragg, Steven M. 2012. Panduan IFRS (edisi revisi). Terjemahan Thomas Sumarsan.
Jakarta : Indeks
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia. (2008). Pedoman
Akuntansi Perbankan Indonesia (Revisi 2008). Jakarta.
Emanuela. 2012. Analisis Penerapan PSAK 50 Dan 55 (Revisi 2006) Atas Impairment
Piutang Pada Perusahaan Multifinance. Skripsi program S1 Universitas
Indonesia.
Epstein, Barry J dan Eva K Jermakowicz. 2007. Interpretation and Aplication of
International Financial Reporting Standards. Canada : Wiley.
Febriati, Ekaputri Ciptani. 2013. Analisis Penerapan PSAK 55 atas cadangan Kerugian
Penurunan Nilai. Jurnal EMBA, Vol 1 No 3.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Eksposure Draft (ED) Pernyataan Standart Akuntansi
Keuangan (PSAK) No 48 (revisi 2009).
Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Eksposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No 50 (revisi 2010).
Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Eksposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No 55 (revisi 2011).
Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Eksposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No 60 (revisi 2010).
Undang Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Martani, Dwi. 2010. Dalam Slide PSAK 50 dan 55 Overview. Diunduh pada tanggal 8
April 2013.
Merkusiwati dan Ni ketut Lely Aryani. 2007. Evaluasi pengaruh CAMEL terhadap
kinerja perusahaan. Buletin studi ekonomi, Vol 12 no 1.

21
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Daftar Perusahaan Perbankan yang menjadi sampel penelitian

No Kode Nama Perusahaan


PT. Bank Rakyat Indonesia Agro Niaga
1 AGRO
Tbk
2 BABP PT. Bank ICB Bumi Putra Tbk
3 BACA PT. Bank Capital Indonesia Tbk
4 BAEK PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk
5 BBCA PT. Bank Central Asia Tbk
6 BBKP PT. Bank Bukopin Tbk
7 BBNI PT. Bank Negara Indonesia Tbk
8 BBNP PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk
9 BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia TBK
10 BBTN PT. Bank Tabungan Negara Tbk
11 BCIC PT. Bank Mutiara Tbk
12 BDMN PT. Bank Danamon Indonesia Tbk
13 BEKS PT. Bank Pundi Indonesia Tbk
14 BKSW PT. Bank Kesawan Tbk
15 BMRI PT. Bank Mandiri Tbk
16 BNBA PT. Bank Bumi Arta Tbk
17 BNGA PT. Bank CIMB Niaga Tbk
18 BNII PT. Bank Internasional Indonesia Tbk
19 BNLI PT. Bank Permata Tbk
20 BSIM PT. Bank Sinar Mas Tbk
21 BSWD PT. Bank Swadesi Tbk
PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional
22 BTPN
Tbk
23 BVIC PT. Bank Victoria International Tbk
24 INPC PT. Bank Artha Graha International Tbk
25 MAYA PT. Bank Mayapada International Tbk
PT. Bank Windu Kentjana International
26 MCOR
Tbk
27 MEGA PT. Bank Mega Tbk
28 NISP PT. Bank NISP OCBC Tbk
29 PNBN PT. Bank Pan Indonesia
30 SDRA PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk

22
Lampiran 2. Jumlah Aset Keuangan periode 2010

2010
No Kode
FVTPL L&R HTM AFS
1 AGRO 2,768,207 206,769
2 BABP 857 8,089,452 26,522 28,366
3 BACA 1,730,885 993,053
4 BAEK 21,879,589 2,860,795
5 BBCA 250,905,598 52,022,140
6 BBKP 39,665,619 5,764,528 1,486,425
7 BBNI 7,552 62,262,181 32,556,138
8 BBNP 4,919,988 101,323
9 BBRI 87,870 118,895,901 33,919,026
10 BBTN 391,670 58,566,417 1,778,840 5,685,171
11 BCIC 8,239,118 80,115
12 BDMN 98,866,299 6,138,340 4,819,809
13 BEKS 689,957 499,360
14 BKSW 2,279,875 312,635
15 BMRI 322,151,194 78,092,734 12,333,399
16 BNBA 2,325,741 195,419
17 BNGA 231,552,114 6,640,036 4,417,744
18 BNII 12,142 68,144,088 7,659,682
19 BNLI 80,886,601 517,412
20 BSIM 9,315,022 1,909,786
21 BSWD 1,180,106 102,116
22 BTPN 31,662,490 1,077,545 593,362
23 BVIC 6,596,758 819,356 1,689,928
24 INPC 14,874,997 1,695,402
25 MAYA 8,676,488 53,983 652,643
26 MCOR 3,922,520 372,475
27 MEGA 112,446 39,443,398 10,659,632
28 NISP 51,031 39,809,262 1,858,125 7,062,286
29 PNBN 4,936 83,966,871 8,015,894 17,724,376
30 SDRA 3,011,652 73,976 423,726
Total 668,504 1,627,278,388 143,192,759 170,727,633

23
Lampiran 3. Jumlah Aset Keuangan periode 2011

2011
No Kode
FVTPL L&R HTM AFS
1 AGRO 1,447,649 206,769
2 BABP 604 6,544,170 28,366
3 BACA 3,529,923 993,053
4 BAEK 34,698,301 2,860,795
5 BBCA 295,039,672 52,022,140
6 BBKP 1,986 49,538,496 1,436,374 1,486,425
7 BBNI 24,015 84,458,791 36,957,800
8 BBNP 6,207,549 100,495
9 BBRI 17,818 122,695,272 33,919,026
10 BBTN 208,110 78,524,103 1,947,486 5,685,171
11 BCIC 6,930 12,844,808 1,184,818 80,115
12 BDMN 124,900,980 3,947,174 4,819,809
13 BEKS 4,658,216 499,360
14 BKSW 3,011,629 312,635
15 BMRI 429,809,411 78,459,449 12,333,399
16 BNBA 2,664,274 147,584
17 BNGA 269,856,183 6,831,418 4,417,744
18 BNII 112,424 87,000,293 7,659,682
19 BNLI 111,199,208 517,412
20 BSIM 14,101,100 1,909,786
21 BSWD 1,935,745 102,116
22 BTPN 42,783,741 1,523,426 593,362
23 BVIC 8,536,802 1,518,951 1,689,928
24 INPC 1,968 17,353,645 1,695,402
25 MAYA 17 11,317,683 60,817 652,643
26 MCOR 5,977,538 372,475
27 MEGA 85,342 48,423,148 10,659,632
28 NISP 75,002 50,142,477 468,631 7,062,286
29 PNBN 3,316 103,767,830 13,409,925 17,724,376
30 SDRA 4,425,205 243,801 423,726
Total Aset
537,532 2,037,393,842 148,238,149 170,727,633

24
Lampiran 4. Jumlah Aset Keuangan periode 2012

2012
No Kode
FVTPL L&R HTM AFS
1 AGRO 1,376,531 170,818
2 BABP 857 6,878,279
3 BACA 4,179,386 1,301,837
4 BAEK 40,186,291 1,481,555
5 BBCA 338,663,520 47,310,371
6 BBKP 4,538 57,024,076 1,153,316 914,390
7 BBNI 10,571 79,028,512 38,561,005
8 BBNP 124 7,893,620 50,203
9 BBRI 28,850 127,504,664 - 41,137,640
10 BBTN 475,009 100,250,265 1,988,150 6,019,567
11 BCIC 3,375 14,803,602 1,037,048 226,838
12 BDMN 112,098,673 4,062,571 7,306,823
13 BEKS 6,783,525 203,466
14 BKSW 4,073,327
15 BMRI 508,319,644 78,935,756 11,012,775
16 BNBA 3,244,834 69,248
17 BNGA 316,116,773 8,083,940 6,019,924
18 BNII 235,948 104,208,399 10,010,147
19 BNLI 151,758,812 197,425
20 BSIM 13,112,459 1,233,039
21 BSWD 2,370,230 113,316
22 BTPN 53,758,906 1,083,078 299,648
23 BVIC 10,281,881 1,452,109 2,500,317
24 INPC 17,977,564 1,601,011
25 MAYA 15,482,017 54,007 534,724
26 MCOR 5,921,008 432,443
27 MEGA 19,987 42,748,580 17,475,762
28 NISP 102,261 65,816,167 1,770,451 6,408,098
29 PNBN 879 118,740,599 11,888,209
30 SDRA 7,139,954 265,293 41,901
Total 882,399 2,337,742,098 138,566,175 175,842,044

25
Lampiran 5. Jumlah Penurunan Nilai periode 2011

2010
No Kode
FVTPL L&R HTM AFS
1 AGRO 121,065
2 BABP
3 BACA 1,475 5,633
4 BAEK
5 BBCA 208,666
6 BBKP 167,216
7 BBNI
8 BBNP 11,598
9 BBRI 2,484,832
10 BBTN 99,495
11 BCIC
12 BDMN 339,613
13 BEKS
14 BKSW
15 BMRI 218,242
16 BNBA 43,837 2,227
17 BNGA 504,527
18 BNII 480,657 88,245
19 BNLI 34
20 BSIM 135
21 BSWD 1,473
22 BTPN 66,542
23 BVIC 8,753
24 INPC
25 MAYA 80,933
26 MCOR 22,015
27 MEGA
28 NISP
29 PNBN 305,271 48,133
30 SDRA 19,502
Total 0 4,750,051 10,980 569,088

26
Lampiran 6. Jumlah Penurunan Nilai periode 2011

2011
No Kode
FVTPL L&R HTM AFS
1 AGRO
2 BABP 60,545
3 BACA 5,429 5,633
4 BAEK 23,473
5 BBCA 208,666
6 BBKP 123,457
7 BBNI 102,725
8 BBNP 14,712
9 BBRI 1,960,125
10 BBTN 79,630
11 BCIC
12 BDMN
13 BEKS
14 BKSW
15 BMRI 524,788 218,242
16 BNBA 108,317
17 BNGA 114,200
18 BNII 88,245
19 BNLI 34
20 BSIM 27,094 135
21 BSWD 1,757
22 BTPN
23 BVIC 1,217
24 INPC 94,922
25 MAYA 9,817
26 MCOR 15,233
27 MEGA 112,739
28 NISP 123,152
29 PNBN 454,205 48,133 48,133
30 SDRA
Total 0 3957537 48133 569088

27
Lampiran 7. Jumlah Penurunan Nilai periode 2012

2012
No Kode
FVTPL L&R HTM AFS
1 AGRO 10,300
2 BABP
3 BACA 2,160
4 BAEK
5 BBCA
6 BBKP 24,952
7 BBNI
8 BBNP 10,350
9 BBRI
10 BBTN
11 BCIC
12 BDMN 11,620
13 BEKS
14 BKSW
15 BMRI 1,868,045 87,481
16 BNBA
17 BNGA 567,321 3,781
18 BNII 53,217
19 BNLI 5
20 BSIM 8
21 BSWD
22 BTPN 74,675
23 BVIC 328
24 INPC
25 MAYA
26 MCOR
27 MEGA
28 NISP 277,413
29 PNBN 48,133
30 SDRA 26,982
Total 0 2,873,818 328 192,625

28
Lampiran 8. Penilaian Pengungkapan Kebijakan Instrumen Keuangan
Tahun 2010

2010
No Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 tot
1 AGRO 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9
2 BABP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
3 BACA 1 1 1 1 1 1 1 1 8
4 BAEK 1 1 1 1 1 1 6
5 BBCA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
6 BBKP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
7 BBNI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
8 BBNP 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 5
9 BBRI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
10 BBTN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
11 BCIC 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7
12 BDMN 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 6
13 BEKS 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 6
14 BKSW 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 7
15 BMRI 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7
16 BNBA 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7
17 BNGA 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 6
18 BNII 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8
19 BNLI 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 7
20 BSIM 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 5
21 BSWD 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7
22 BTPN 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7
23 BVIC 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 7
24 INPC 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 8
25 MAYA 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 5
26 MCOR 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 8
27 MEGA 1 1 1 1 1 1 1 1 8
28 NISP 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8
29 PNBN 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8
30 SDRA 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 7
Total 30 20 13 26 21 18 29 25 30 10
Keterangan: 1 = ada, 0 = tidak ada

29
Lampiran 9. Penilaian Pengungkapan Kebijakan Instrumen Keuangan Tahun
2011

2011
No Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 AGRO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
2 BABP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
3 BACA 1 1 1 1 1 1 1 1 8
4 BAEK 1 1 1 1 1 1 1 7
5 BBCA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
6 BBKP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
7 BBNI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
8 BBNP 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8
9 BBRI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
10 BBTN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
11 BCIC 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7
12 BDMN 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 8
13 BEKS 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 7
14 BKSW 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 7
15 BMRI 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7
16 BNBA 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7
17 BNGA 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 6
18 BNII 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8
19 BNLI 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 7
20 BSIM 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 7
21 BSWD 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7
22 BTPN 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7
23 BVIC 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 7
24 INPC 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 8
25 MAYA 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 7
26 MCOR 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 8
27 MEGA 1 1 1 1 1 1 1 1 8
28 NISP 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8
29 PNBN 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8
30 SDRA 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 7
30 21 15 27 23 22 29 27 30 10
Keterangan: 1 = ada, 0 = tidak ada

30
Lampiran 10 Penilaian Pengungkapan Kebijakan Instrumen Keuangan Tahun
2012

2011
No Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 AGRO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
2 BABP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
3 BACA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
4 BAEK 1 1 1 1 1 1 1 1 8
5 BBCA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
6 BBKP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
7 BBNI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
8 BBNP 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9
9 BBRI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
10 BBTN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
11 BCIC 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7
12 BDMN 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9
13 BEKS 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 7
14 BKSW 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 7
15 BMRI 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7
16 BNBA 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7
17 BNGA 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 6
18 BNII 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8
19 BNLI 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8
20 BSIM 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 7
21 BSWD 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8
22 BTPN 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8
23 BVIC 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 8
24 INPC 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 8
25 MAYA 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 6
26 MCOR 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9
27 MEGA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
28 NISP 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8
29 PNBN 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9
30 SDRA 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 8
30 21 15 27 22 20 29 26 30 30
Keterangan: 1 = ada, 0 = tidak ada

31

Anda mungkin juga menyukai