Anda di halaman 1dari 41

HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM: DASAR, TUJUAN, KURIKULUM

PENDIDIKAN ISLAM, DAN IMPLEMENTASINYA DALAM


LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

MUHAMMAD HADI
NIM 2020090002

DOSEN PEMBIMBING:

Prof. Dr. ZULMUQIM, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA UIN IMAM BONJOL
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang telah memberi
kita rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat
pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan telaah kritis mengenai “Hakikat Pendidikan
Islam: Dasar, Tujuan, Kurikulum Pendidikan Islam, dan Implementasinya dalam
Lembaga Pendidikan Islam”. Dalam penyajiannya penulis berusaha untuk
mengkajinya secara sistematis dan terurut serta dalam kajian pustaka. Hal ini
penulis maksudkan agar makalah ini tetap relevan dengan perkuliahan Filsafat
Pendidikan Islam. Pemenuhan tugas ini, sangat penting artinya mengingat
pendidikan merupakan jalan utama bagi pengembangan pendidikan Islam yang
berkualitas.
Namun demikian, penulis sadar bahwa dalam makalah ini mungkin akan
banyak ditemukan kesalahan dan kekurangan di sana-sini setelah dibahas dalam
diskusi. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis nantikan demi
perbaikan makalah penulis pada masa-masa yang akan datang.
Besar harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian
terutama bagi sendiri penulis. Amin.

Padang, 10 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A. Dasar Pendidikan Islam ............................................................................3
B. Tujuan Pendidikan Islam ........................................................................13
C. Kurikulum Pendidikan Islam .................................................................22
D. Implementasi Dasar, Tujuan, dan Kurikulum Pendidikan Islam
dalam Lembaga Pendidikan Islam .........................................................30
BAB III PENUTUP ..............................................................................................35
A. Kesimpulan ...............................................................................................35
B. Saran..........................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan Islam pada hakikatnya merupakan aktivitas pendidikan yang
diselenggarakan dengan hasrat dan niat untuk mengaktualkan ajaran-ajaran dan
nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam adalah unsur terpenting bagi manusia untuk
meningkatkan kadar keimanannya terhadap Allah SWT dan semakin banyak
pula yang paham pendidikan Islam serta semakin besar terciptanya seorang
hamba yang beriman. Oleh karena itu pendidikan Islam selalu mengarahkan
manusia untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dengan dasar Al-Quran,
Hadist, dan Ijtihad serta dasar-dasar yang lain.
Pengaktualisasian pendidikan Islam dapat dilakukan dengan cara
mengelola pendidikan dengan baik melalui kurikulum pendidikan Islam.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam
suatu sistem pendidikan. Pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang
sudah sangat disadari dalam sistem pendidikan nasional dikarenakan kurikulum
merupakan alat yang krusial dalam merealisasikan program pendidikan baik
formal maupun non formal, sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat
jelas dalam kurikulum tersebut. Kurikulum tersebut dikelola dengan melakukan
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi. Hal ini berguna agar
pendidikan Islam bisa berjalan dengan efektif, efisien, dan optimal dan
terealisasi dalam lembaga pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan urain di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah dasar pendidikan Islam?
2. Bagaimanakah tujuan pendidikan Islam?
3. Bagaimanakah kurikulum pendidikan Islam?
4. Bagaimanakah implementasi dasar, tujuan, dan kurikulum pendidikan Islam
dalam lembaga pendidikan Islam?
2

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah filsafat pendidikan Islam ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dasar pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui kurikulum pendidikan Islam.
4. Untuk mengetahui implementasi dasar, tujuan, dan kurikulum pendidikan
Islam dalam lembaga pendidikan Islam.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Pendidikan Islam


Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian
muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan
landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan
pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi
acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan
kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian
pendidikan. Dasar yang dimaksud adalah dasar pokok pendidikan Islam, dasar
tambahan pendidikan Islam, dan dasar operasional pendidikan Islam.
1. Dasar Pokok Pendidikan Islam
a. Al-Quran
Abdul Wahab mendefinisikan Al-Quran sebagai kalam Allah
yang diturunkan kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril dengan lafaz
Bahasa Arab dan makna hakiki untuk menjadi hujjah bagi Rasulullah
atas kerasulannya dan menjadi pedoman bagi manusia serta
membacanya sebagai ibadah.1 Muhammad Fadhil Al-Jamali
menyatakan bahwa, pada hakikatnya Al-Quran merupakan
perbendeharaan tentang kebudayaan manusia, terutama bidang
kerohaniaan. Pada umumnya, Al-Quran adalah merupakan kitab
pendidikan, kemasyarakatan, moril (akhlak) dan spiritual
(kerohaniaan).2
Bila melihat begitu luas dan persuasifnya Al-Quran dalam
menuntun manusia, yang kesemuanya merupakan proses pendidikan
kepada manusia, menjadikan Al-Quran sebagai kitab dasar utama bagi
pengembangan ilmu pengetahuan manusia. Mourice Bucaille kagum

1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 122.
2
Muhammad Fadhil Jamali, dalam Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan
Islam: telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h.
108.
4

akan isi kandungan Al-Quran dan mengatakan bahwa Al-Quran


merupakan kitab suci yang objektif dan memuat petunjuk bagi
pengembangan ilmu pengetahuan modern. Dari penafsiran terhadap ide-
ide yang termuat dalam Al-Quran, sains modern dapat berkembang
dengan pesat dan memainkan peranannya dalam membangun dunia ini.3
Allah SWT. berfirman dalam Q.S Al-Baqarah [2] ayat 2:
ۡ ٗ ۡ
َ َ٢َ‫بَفِي ِۛهَِهدىَل ِلم َّتقِني‬
َۛ ‫ذَٰل ِكََٱلكِتَٰبَََلَر ۡي‬
Artinya:
“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa”

Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa dalam pendidikan


Islam harus mengunakan Al Qur’an sebagai sumber utama dalam
merumuskan beberapa teori tentang pendidikan islam. Atau dengan kata
lain, pendidikan Islam harus berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an yang
penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan
perkembangan zaman.4
b. Hadist
Hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW,
baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan
hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada
manusia.5 Secara sederhana, hadist atau as-sunnah merupakan jalan atau
cara yang pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
perjalanan kehidupannya menjalankan dakwah Islam.
Semua contoh yang ditunjukkan Nabi, merupakan sumber dan
acuan yang dapat digunakan umat Islam dalam seluruh aktivitas
kehidupannya. Hal ini disebabkan, meskipun secara umum sebagian
besar dari syariah Islam terkandung dalam Al-Quran, namun muatan
hukum yang terkandung, tidak mengatur berbagai dimensi aktivitas

3
Maurice Bucaille, Bibel, Al-Quran dan Sains, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1979), h. 375
4
Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), h. 48.
5
Majid Khon, dkk., Ulumul Hadis, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Jakarta, 2005), h. 4.
5

kehidupan umat secara mendetail. Penjelasan syariah terkandung dalam


Al-Quran, masih bersifat umum dan global. Untuk itu, diperlukan hadist
Nabi sebagai penjelas dan penguat hukum-hukum Al-Quran yang ada
sekaligus sebagai petunjuk (pedoman) bagi kemashlatan hidup manusia
dalam semua aspeknya. 6
Hadist merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, termasuk
pendidikan. Hadist juga berisi petunjuk dan pedoman demi
kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina
umat Islam menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang beriman dan
bertaqwa. Rasulullah sendiri adalah guru dan pendidik utama yang
menjadi profil setiap guru muslim. Beliau tidak hanya mengajar,
mendidik, tapi juga menunjukkan jalan. Hal ini tidak hanya diakui oleh
sarjana muslim, akan tetapi juga non muslim. Misalnya seorang Profesor
dari Cleveland University, James E. Royster, mengawali tulisannya
dengan mengemukakan, bahwa belum ada dalam sejarah seorang
manusia yang demikian sempurna diikuti, diteladani seperti Nabi
Muhammad SAW. Oleh karena itu, Sunnah dijadikan sebagai landasan
kedua dalam pendidikan Islam.7 Salah satu hadist yang mengarah
kepada prinsip pendidikan adalah sebagai berikut:8

‫من سلك طريقا يلتبس فيه علما سهل اهلل له به طريقا إىل اجلنة (رواه‬
)‫مسلم‬
Artinya:
“Barangsiapa melewati suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah
memudahkan untuknya jalan ke surga” (H.R Muslim)

Dalam prakteknya, hadis lebih cenderung bersifat aplikatif


karena unsur dalam hadis merupakan bagian dari wahyu yang
berbentuk responsibilitas terhadap persoalan yang muncul. Hadist

6
Soleha dan Rada, Ilmu Pendidikan Islam, (Bnadung: Alfabeta, 2011), h. 29-30.
7
Ibid., h. 30.
8
Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin Suyuthi,
Jalaluddin Al-Misri, Al-Jami’ A-lShaghir, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996), h. 243.
6

merupakan interpretasi dan rangkuman dari sosok agung dalam Islam,


Nabi Muhammad saw, sehingga dalam konsep pendidikan Islam hadis
merupakan landasan filosofis dalam menuntut ilmu, pengembangan
sistematika pendidikan Islam, dan pengajaran tentang akhlak sehingga
manusia dimudahkan dalam meniti jalan menuju surga.
Menjadikan hadist sebagai dasar pendidikan Islam selain Al-
Quran bukan hanya dipandang sebagai kebenaran keyakinan semata.
Lebih jauh, kebenaran yang dikandungnya sejalan dengan kebenaran
yang dapat diterima akal yang sehat dan bukti sejarah. Dengan
demikian wajar jika kebenaran tersebut dijadikan dasar seluruh
kehidupan, termasuk pendidikan.
2. Dasar Tambahan Pendidikan Islam
Selain Al Qur’an dan Sunnah, ada beberapa dasar yang bisa
dijadikan sebagai dasar tambahan dalam pendidikan Islam, diantaranya:
a. Ijtihad
Secara bahasa, kata ijtihad berasal dari kata jahada dengan
mengikuti wazan ifti’al yang menunjukan arti mubalaghoh (berlebih)
dalam perbuatan, yaitu “mencurahkan segala kemampuan dalam segala
perbuatan”. Sedangakan secara istilah pengertian ijtihad yang banyak
dibicarakan dalam buku ushul fiqh adalah pengerahan segenap
kesanggupan oleh seorang ahli fiqh atau mujtahid untuk memperoleh
pengetahuan tentang hukum-hukum syara. Ijtihad dalam istilah ahli
ushul fiqh inilah yang banyak dikenal dalam masyarakat.9
Dengan kata lain ijtihad atau jihad intelektual adalah upaya
untuk memahami suatu teks atau preseden yang relevan di masa lampau
yang berisi suatu aturan dan untuk mengubah aturan tersebut dengan
memperluas atau membatasi atau memodifikasinya dalam cara yang
sedemikian rupa, sehingga suatu situasi baru dapat dicakupkan di
dalamnya dengan suatu solusi yang baru pula.

9
Amir Mu’allim Yusdani, Ijtihad dan Legislasi, (Yogyakarta: UII PRESS, 2004), h. 12.
7

Dalam meletakkan itjihad sebagai sumber dasar pendidikan


Islam, ada dua pendapat pertama, tidak menjadikannya sebagai sumber
dasar pendidikan Islam. Kelompok ini, hanya menempatkan Al-Quran
dan hadist sebagai bahan rujukan. Sementara ijtihad hanya sebagai
upaya memahami makna ayat Al-Quran dan hadist sesuai dengan
konteksnya. Kedua, meletakkan ijtihad sebagai sumber dasar
pendidikan Islam. Menurut kelompok ini, meskipun ijtihad merupakan
salah satu metode istinbath hukum, akan tetapi pendapat para
ulama akan hal ini, perlu dijadikan sumber rujukan untuk membangun
paradigma pendidikan Islam. 10 Dalam hal ini penulis cenderung pada
pandangan kelompok kedua, tanpa bermaksud menyalahkan atau
mengingkari pendapat pertama.
Perlunya melakukan itjihad di bidang pendidikan Islam, karena
media pendidikan merupakan saran utama dalam membangun pranata
kehidupan sosial dan kebudayaan manusia, indikasi ini memberikan arti,
bahwa maju mundurnya atau sanggup tidaknya kebudayaan manusia
berkembang secara dinamis sangat ditentukan dari dinamika sistem
pendidikan yang dilaksanakan. Dinamika itjihad dalam mengantarkan
manusia pada kehidupan yang dinamis, harus senantiasa merupakan
pencerminan dan penjelmaan dari nilai-nilai serta prinsip pokok Al-
Qurandan Hadist. Proses ini akan mampu mengontrol seluruh aktivitas
manusia, sekaligus sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan-Nya.11
Contoh penggunaan ijtihad sebagai dasar dalam pendidikan
Islam adalah tentang kebolehan membuat duplikat makhluk Allah dalam
bentuk patung yang sebelumnya diharamkan oleh para ulama. Dengan
pertimbangan untuk kemaslahatan, yaitu sebagai media pendidikan
yang efektif (seperti pelajaran biologi, geografi, dan sebagainya). Sebab,
tidak semua media pendidikan dapat dihadirkan dalam kelas ketika

10
Sholeha dan Rada, Op.cit., h. 33.
11
Ibid., h. 35.
8

proses belajar mengajar berlangsung. Namun demikian, nilai-nilai


ijtihad tersebut semaksimal mungkin harus senantiasa tidak
bertentangan dengan prinsip pokok ajaran Islam, serta dibungkus rapi
dengan ruh Ilahiah. Proses yang demikian akan membimbing peserta
didik semakin meyakini Islam, sehingga seluruh aktivitas kehidupannya
merupakan rangkaian ibadah kepada Khaliqnya.12
b. Maslahah Mursalah
Mashlahah itu adalah sesuatu yang dipandang baik oleh akal
sehat karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan keburukan
(kerusakan) bagi manusia, sejalan dengan tujuan syara’ dalam
menetapkan hukum.13 Mashlahah mursalah terdiri dari dua kata yang
hubungan keduanya dalam bentuk sifat-mausuf, atau dalam bentuk
khusus yang menunjukkan bahwa ia merupakan bagian dari Al-
Mashlahah. Tentang arti Mashlahah telah dijelaskan diatas secara
etimologis dan terminologis.14
Mashalal al-mursalah adalah menetapkan undang-undang,
peraturan dan hukum tentang pendidikan dalam hal-hal yang sama
sekali tidak disebutkan di dalam nash, dengan pertimbangan
kemaslahatan hidup bersama, dengan bersendikan asas menarik
kemaslahatan dan menolak kemudaratan. Mashalil al-mursalah dapat
diterapkan jika ia benar-benar dapat menarik maslahat dan menolak
nmdarat melalui penyelidikan terlebih dahulu. Ketetapannya bersifat
umum bukan untuk kepentingan perseorangan serta tidak bertentangan
dengan nash.15
Para ahli pendidikan berhak menentukan undang-undang atau
peraturan pendidikan Islam sesuai dengan kondisi lingkungan di mana

12
Ibid., h. 36.
13
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Bina Ilmu, 2010), h. 144.
14
Ibid., h. 152
15
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), cet. Ke-
1, h. 41.
9

ia berada. Ketentuan yang dicetuskan berdasarkan mashlahah al-


mursalah paling tidak memiliki tiga kriteria:16
1) apa yang dicetuskan benar-benar membawa kemaslahatan dan
menolak kerusakan setelah melalui tahapan observasi dan analisis,
misalnya pembuatan tanda tamat (ijazah) dengan foto pemiliknya;
2) Kemaslahatan yang diambil merupakan kemaslahatan yang bersifat
universal, yang mencakup seluruh lapisan masyarakat, tanpa adanya
diskriminasi, misalnya perumusan Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional di negara Islam atau di negara yang
penduduknya mayoritas Muslim;
3) Keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan nllai dasar Al-
Quran dan As-Sunnah. Misalnya perumusan tujuan pendidikan tidak
menyalahi fungsi kehambaan dan kekhalifahan inanusia di muka
bumi.
c. ‘Urf
Tradisi (‘uruf/adat) adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa
perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-
akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang dalam
melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat yang
sejahtera.17 Nilai tradisi setiap masyarakat merupakan realitas yang
multikompleks dan dialektis. Nilai-nilai itu mencerminkan kekhasan
masyarakat sekaligus sebagai pengeja- wantahan nilai-nilai universal
manusia. Nilai-nilai tradisi dapat mempertahankan diri sejauh di dalam
diri mereka terdapat nilai- nilai kemanusiaaan. Nilai-nilai tradisi yang
tidak lagi mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, maka manusia akan
kehilangan martabatnya. 18
Dalam konteks tradisi ini, masing-masing masyarakat Muslim
memiliki corak tradisi unik, yang berbeda antara masyarakat satu

16
Ibid., h. 41.
17
Muhaimin, Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakkir, Kawasan dan Wawasan Studi
Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 201-202.
18
Franz Magnis Suseno, Berfilsafat dari Konteks, (Jakarta: Gramedia, 1991), h. 86-87.
10

dengan masyarakat yang lain. Sekalipun mereka memiliki kesamaan


agama, tapi dalam hidup berbangsa dan bernegara akan membentuk ciri
unik. Karena alasan seperti ini, maka ada sebutan Islam universal dan
Islam lokal. Islam universal adalah Islam yang diajarkan oleh Allah dan
rasuI-Nya sebagaimana adanya, yang memiliki nilai esensial dan
diberlakukan untuk semua lapisan, misalnya menutup aurat bagi muslim
dan muslaimah. Sedangkan Islam lokal adalah Islam adaptif terhadap
tradisi dan budaya masyarakat setempat, sebagai hasil interpretasi
terhadap Islam universal, seperti bagaimana bentuk menutup aurat itu,
apa memakai celana, kebaya, jubah, atau lain sebagainya.
Kesepakatan bersama dalam tradisi dapat dijadikan acuan dalam
pelaksanaan pendidikan Islam. Penerimaan tradisi ini tentunya memiliki
syarat:19
1) Tidak bertentangan dengan ketentuan nash, baik Al-Qur’an maupun
As-Sunnah;
2) Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiat
yang sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan
dan kemudaratan.
3. Dasar Operasional Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang
dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam.
Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam terdapat
enam macam, yaitu historis, sosiologis, ekonomi, politik dan administrasi,
psikologis, dan filosofis, yang mana keenam macam dasar itu berpusat pada
dasar filosofis.20 Penentuan dasar tersebut agaknya sekuler, selain tidak
memasukkan dasar religius, juga menjadikan filsafat sebagai induk dari
segala dasar. Oleh karena itu, dasar operasional pendidikan yang enam di
atas perlu ditambahkan dasar yang ketujuh, yaitu agama atau religius.

19
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Haji Masagung, 1990), h. 124.
20
Hasan Langgulung, Asas-asasPendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husna, 1988), h. 6-7.
11

Penjelasan dari ketujuh dasar operasional dalam Abdul Mujib adalah


sebagai berikut: 21
a. Dasar Historis
Dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman
pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun
peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih
baik. Dasar ini juga dapat dijadikan acuan untuk memprediksi masa
depan, karena dasar ini memberi data input tentang kelebihan dan
kekurangan kebijakan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang
telah ditempuh.
b. Dasar Sosiologis
Dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan kerangka sosio-
Inidaya, yang mana dengan sosiobudaya itu pendidikan dilaksanakan.
Dasar ini juga berfungsi sebagai tolok ukur dalam prestasi belajar.
Artinya, tinggi rendahnya suatu pendidikan dapat diukur dari tingkat
relevansi output pendidikan dengan kebutuhan dan keinginan ma-
syarakat.
c. Dasar Ekonomi
Dasar ekonomi adalah yang memberikan perspektif tentang
potensi-potensi finansial, menggali dan mengatur sumber-sumber, serta
bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaannya.
Oleh karena pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang luhur, maka
sumber-sumber finansial dalam menghidupkan pendidikan harus bersih
suci dan tidak bercampur dengan harta benda yang syubhat. Ekonomi
yang kotor akan menjadikan ketidakberkahan hasil pendidikan.
d. Dasar Politik dan Administratif
Dasar politik dan administrasi adalah dasar yang memberikan
bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. Dasar

21
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), cet. Ke-
1, h. 44-46
12

politik menjadi penting untuk pemerataan pendidikan, baik secara


kuantitatif maupun kualitatif. Dasar ini juga berguna untuk menentukan
kebijakan umum (‘ammah) dalam rangka mencapai kemaslahatan
bersama, bukan kemaslahatan hanya untuk golongan atau kelompok
tertentu. Sementara dasar administrasi berguna untuk memudahkan
pelayanan pendidikan, agar pendidikan dapat berjalan dengan lancar
tanpa ada gangguan teknis dalam pelaksanaannya.
e. Dasar Psikologi
Dasar psikologis adalah dasar yang memberikan informasi
tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta
didik, pendidik, tenaga administrasi, serta sumber daya manusia yang
lain. Dasar ini berguna juga untuk mengetahui tingkat kepuasan dan
kesejahteraan batiniah pelaku pendidikan, agar mereka mampu
meningkatkan prestasi dan kompetisi dengan cara yang baik dan sehat.
f. Dasar Filosofis
Dasar filosofis adalah dasar yang memberi kemampuan memilih
yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah
kepada semua dasar-dasar operasional lainnya. Bagi masyarakat
sekuler, dasar ini menjadi acuan terpenting dalam pendidikan, sebab
filsafat bagi mereka merupakan induk dari segala dasar pendidikan.
Sementara bagi masyarakat religius, seperti masyarakat Muslim, dasar
ini sekadar menjadi bagian dari cara berpikir di bidang pendidikan
secara sistemik, radikal, dan universal yang asas-asasnya diturunkan
dari nilai ilahiyah.
g. Dasar Religius
Dasar religius adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama.
Dasar ini secara detail telah dijelaskan pada sumber pendidikan I,slum.
Dasar ini menjadi penting dalam pendidikan Islam, sebab dengan dasar
ini maka semua kegiatan pendidikan jadi bermakna.
13

B. Tujuan Pendidikan Islam


1. Pengertian Tujuan Pendidikan Islam
Hal utama yang harus ditentukan dalam pendidikan adalah
merumuskan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan hal penting
dalam pendidikan karena tujuan pendidikan menjadi komponen pendidikan
yang harus dirumuskan terlebih dahulu, tanpa perumusan yang jelas tentang
tujuan pendidikan, perbuatan menjadi acak-acakan tanpa arah. Tujuan harus
bersifat stasioner, artinya telah mencapai atau meraih segala yang
diusahakan. Untuk meraih tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, yang
setiap usaha merupakan ikhtiyar maqsudi, upaya mencapai maksud.
Tujuan, menurut Zakiah Daradjat, adalah sesuatu yang diharapkan
tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Sedangkan menurut H.M.
Arifin, tujuan itu bisa jadi menunjukkan kepada futuritas (masa depan) yang
terletak pada suatu jarak tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan
usaha melalui proses tertentu. Meskipun banyak pendapat mengenai
pengertian tujuan, akan tetapi pada umunya pengertian itu berpusat pada
usaha atau perbuatan yang dilaksanakan untuk suatu maksud tertentu.22
Tujuan pendidikan Islam ialah kepribadian Muslim, yaitu suatu
kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran islam. Orang yang
berkepribadian Muslim dalam Al-Quran disebut “Muttaqun”. Karena itu
pendidikan Islam berarti juga untuk pembentukan manusia yang bertaqwa.
Pendidikan tersebut sesuai dengan pendidikan Nasional yang dituangkan
dalam tujuan pendidikan nasional yang akan membentuk manusia pancasila
yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.23
Sementara itu, tujuan pendidikan Islam menurut Kongres
Pendidikan Islam sedunia di Islamabad tahun 1980, adalah pendidikan harus
merealisasikan cita- cita (idealitas) islami yang mencakup pengembangan
kepribadian muslim yang bersifat menyeluruh secara harmonis berdasarkan

22
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2009),
h. 118.
23
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 30.
14

potensi psikologis dan fisiologis (jasmaniah) manusia mengacu kepada


keimanan dan ilmu pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga
terbentuklah manusia muslim yang paripurna yang berjiwa tawakkal
(menyerahkan diri) secara total kepada Allah SWT sebagaimana Firman
Allah dalam Q.S Al-An’am [6] ayat 162.24
ۡ َّ ۡ َّ ۡ
َ١٦٢ََ‫بَٱلعَٰل َِمني‬
ِ ‫َِر‬ ‫َّلِل‬ِ ‫اِت‬
ِ ‫م‬ ‫م‬‫َو‬ ‫اي‬‫ي‬ ‫َم‬ ‫َو‬ ‫ِك‬
ِ ‫س‬‫ن‬‫َو‬ ‫ِت‬
ِ ‫َل‬ ‫َص‬ ‫ن‬ ِ ‫لَ إ‬
َ‫ق‬
Artinya:
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

2. Karakteristik Tujuan Pendidikan Islam


Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:25
a. Tujuan dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun
horizontal.
b. Sifat-sifat dasar manusia.
c. Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.
d. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam hal ini setidaknya ada 3
(tiga) macam dimensi ideal Islam, yaitu:
1) Mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia dimuka bumi.
2) Mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk
meraih kehidupan yang baik.
3) Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan
kehidupan dunia dan akhirat.
3. Aspek-aspek Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah upaya rencana dalam menyiapkan manusia
dan meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek untuk

24
The 2nd Conference on Muslim Education, International Seminar on Islamic Concepts
and Curricula, Recommendation, 15-20, March 1980, Islamabad.
25
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), h. 20.
15

mencapai tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Aspek tujuan pendidikan


Islam itu meliputi empat hal, yaitu sebagai berikut:26
a. Tujuan Jasmaniah (andaf al-jismiyyah)
Tujuan pendidikan perlu dikaitkan dengan tugas manusia selaku
kholifah di muka bumi yang harus memiliki kemampuan jasmani yang
bagus di samping rohani yang teguh.
b. Tujuan Rohaniah (andaf al ruhiyyah)
Tujuan ini dikaitkan dengan kemampuan manusia menerima
agama Islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan tunduk dan patuh kepada nilai-
nilai moralitas yang diajarkan-Nya dengan mengikuti keteladanan
Rasulullah SAW inilah tujuan rohaniah pendidikan Islam.
c. Tujuan Akal (andaf al aqliyyah)
Aspek tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensia
(kecerdasan) yang berada dalam otak. Sehingga mampu memahami dan
menganalisis fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya ini.
Seluruh alam ini bagaikan sebuah bola besar yang harus dijadikan objek
pengamatan dan renungan fikiran manusia sehingga dari padanya ia
mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin berkembang
dan makin mendalam.
d. Tujuan Sosial (andaf al ijtima’iyyah)
Aspek tujuan sosial ini merupakan pembentukkan kepribadian
yang utuh. Di mana identitas individu, di sini tecermin sebagai manusia
yang hidup pada masyarakat yang plural (majemuk). Tujuan pendidikan
sosial ini penting artinya karena manusia sebagai khalifah Tuhan di
bumi seyogyanya mempunyai kepribadian yang utama dan seimbang
yang karenanya tidak mungkin manusia menjauhkan diri dari kehidupan
bermasyarakat.

26
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Op.cit., h. 129.
16

4. Prinsip-prinsip Tujuan Pendidikan Islam


Tujuan pendidikan Islam mempunyai prinsip-prinsip tertentu guna
menghantar tercapainya tujuan pendidikan. Prinsip itu adalah:27
a. Prinsip universal (syumuliyah). Prinsip yang memandang keseluruh
aspek agama ( aqidah, ibadah dan ahklak, serta muamalah), manusia (
jasmani, rohani, dan nafsani), masyarakat dan tatanan kehidupannya,
serta adanya wujud jagat raya dan hidup.
b. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun qaiatishadiyah).
Prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada
pribadi, berbagai kebutuhan individu serta tuntunan pemeliharaan
kebudayaan, social, ekonomi, dan politik untuk menyelesaikan semua
masalah dalam menghadapi tuntutan masa depan.
c. Prinsip kejelasan (tabayun). Prinsip yang didalamnya terdapat ajaran
dan hukum yang memberi kejelasan terhadap kejiwaan manusia.
d. Prinsip tak bertentangan. Prinsip yang didalamnya terdapat ketiadaan
pertentangan berbagai unsur dan cara pelaksanaannya sehingga antara
satu komponen dengan komponen yang lain saling mendukung.
e. Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan. Prinsip yang menyatakan tidak
adanya kekhayalan dalam kandungan program pendidikan, tidak
berlebih-lebihan, serta adanya kaidah yang praktis dan relistis, yang
sesuai dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi, sosopolitik, dan
sosiokultural yang ada.
f. Prinsip perubahan yang diingini. Prinsip perubahan struktur diri
manusia yang meliputi jasmaniah, ruhaniyah dan nafsaniyah, serta
perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran,
kemahiran, nili-nilai, sikap peserta didik untuk mencapai dinamisasi
kesempurnaan pendidikan.
g. Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu. Prinsip yang
memerhatikan perbedaan peserta didik, baik ciri-ciri, kebutuhan,

27
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
17

kecerdasan, kebolehan, minat, sikap, tahap pematangan jasmani, akal,


emosi, sosial, dan segala aspeknya. Prinsip ini berpijak pada asumsi
bahwa semua individu ‘tidak sama’ dengan yang lain.
h. Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang
terjadi pelaku pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu
dilaksanakan
5. Macam-macam Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki berbagai macam tujuan. Adapun tujuan-
tujuan pendidikan Islam tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Tertinggi
Tujuan tertinggi dirumuskan dalam istilah yang disebut “insan
kamil”. Tujuan yang berbetuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat
mengalami perubahan naik turun, bertambah berkurang dalam
perjalanan hidup situ berlaku selama hidup untuk menumbuhkan,
memupuk, mengembangkan, memeliharan dan mempertahankan tujuan
pendidikan yang telah dicapai.28 Tujuan tertinggi (terakhir)
mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan dan
akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan
mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah didunia.29
Tujuan akhir juga bermakna bahwa pendidikan Islam
berlangsung selama hidup, maka tujuan hidup terdapat pada waktu
hidup di dunia ini telah berakhir pula. Mati dalam keadaan berserah diri
kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai
akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari
proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya.
Insan yang mati dan akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir
dari proses pendidikan Islam.30

28
Ibid., h. 135.
29
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suat Analisa psikologi dan
Pendididkan, (Jakarta: Pustaka al-Husna,1989), h. 67.
30
Zakiah Daradjat, Op.cit., h. 31.
18

b. Tujuan Umum
Jika tujuan akhir tadi mengandung makna filosofis, berbeda
dengan tujuan umum ini. Pada tujuan umum lebih bersifat empirik dan
realistik. Tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapainnya
dapat diukur, karena mencakup perubahan sikap, perilaku, dan
kepribadian subjek didik. Tujuan umum harus dikaitkan pula dengan
tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu
diaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional
lembaga yang menyelanggarakan pendidikan.31 Tujuan umum meliputi
aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan,
kebiasaan dan pandangan.
Dikatakan umum karena berlaku bagi siapa saja tanpa batas
ruang dan waktu, dan menyangkut diri peserta didik secara total 32.
Rumusan tujuan pendidikan yang bersifat universal dapat dirujuk pada
hasil kongres sedunia tentang pendidikan islam sebagai berikut:33
Education should aim at the balanced growth of total personality
of man through the training of man”s spirit,intellect the rational
self,felling and bodily sense. Education should therefore cater
for the growth of man in all its aspect, spiritual, intellectual,
imaginative, physical, scientific, linguistic, both individual and
collectively, and motivate all aspects toward goodness and
attainment of perfection. The ultimate aim of education lies in
the realization of complete submission to Allah on the level
individual the community and humanity at large.

Sementara itu tujuan umum pendidikan islam menurut al-abrasy


yaitu untuk mengadakan pembentukan akhlaq yang mulia. Adapun
tujuan tersebut adalah:34
1) Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
2) Persiapan untuk mencaririzki dan pemeliharaan segi menfaat atau
yeng lebih terkenal dengan nama tujuan vocasional dan profesional.

31
Ibid., h. 30.
32
Ramayulis, Op.cit., h. 137
33
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, tth), h. 63
34
Hasan Langgulung, Op.cit., h. 51.
19

3) Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan


keingintahuan dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu
sendiri.
4) Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknikal, dan pertukangan
supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan keterampilan tertentu
agar dapat ia mencari rizki dalam hidup disamping memelihara segi
kerohanian dan keagamaan
c. Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah perubahan-perubahan yang diinginkan
yang merupakan bagian tujuan umum pendidikan. Dengan kata lain
gabungan pengetahuan, keterampilan, pola-pola tingkah laku, sikap,
nilai-nilai dan kebiasaan yang terkandung dalam tujuan akhir atau tujuan
umum pendidikan, yang tanpa terlaksananya maka tujuan akhir dan
tujuan umum juga tidak akan terlaksana dengan sempurna. 35 Tujuan ini
bisa dikatakan sebagai indikasi tercapainya tujuan umum, yaitu tujuan
pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan tertentu, baik berkaitan
dengan cita-cita pembangunan suatu bangsa, tugas dari suatu badan atau
lembaga pendidikan, bakat kemampuan peserta didik, seperti
memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik untuk
bekal hidupnya setelah ia tamat, dan sekaligus merupakan dasar
persiapan untuk melanjutkan kejenjang pendidikan berikutnya.
d. Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak
didik diberi pengalaman tertentu yang direncakan dalam sautu
kurikulum pendidikan formal.36 Tujuan sementara pada umumnya
merupakan tujuan-tujuan yang dikembangkan dalam rangka menjawab
segala tuntutan kehidupan. Karena itu tujuan sementara ini bersifat
kondisional dengan menyesuaikan diri untuk memenuhi pinsip dinamis

35
Ibid., h. 53.
36
Zakiah Daradjat, Op.cit., h. 31.
20

dalam pendidikan dengan lingkungan bercorak apapun yang penting


berorientasi pada nilai-nilai ideal Islam.
Contoh aplikasinya dalam pendidikan, misalnya sejak tingkat
taman kanak-kanak dan Sekolah Dasar, gambaran insan kamil itu
hendaknya sudah terpolakan. Bentuk insan kamil dengan pola takwa
harus kelihatan dalam semua tingkat pendidikan Islam. Oleh karena itu,
semua lembaga pendidikan Islam harus mampu merumuskan tujuan
pendidikan Islam sesuai dengan tingkat jenis pendidikannya.37
e. Tujuan Operasional
Tujuan Operasional yaitu tujuan yang akan dicapai dengan
semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara
lain. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik
suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Misalnya, ia dapat
berbuat, terampil melakukan, lancar mengucapkan, mengerti,
memahami, meyakini, dan menghayati adalah soal kecil.38 Dalam
pendidikan formal, tujuan operasional ini disebut juga tujuan
instruksional yang selanjutnya yang kemudian dikembangkan menjadi
tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan
instruksional ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan
dalam unit-unit kegiatan pengajaran.
f. Tujuan Normatif
Tujuan yang ingin dicapai mampu mengkristalisasikan nilai-
nilai yang hendak diinternalisasikan, misalnya:39
1) Tujuan formatif yang bersifat memberi persiapan dasar yang
korektif.
2) Tujuan selektif yang bersifat memberikan kemampuan untuk
membedakan hal-hal yang benar dan yang salah.

37
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam II, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), h. 43.
38
Zakiah Daradjat, Op.cit., h. 32.
39
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Media Pratama, 2005), h. 21-22.
21

3) Tujuan determinatif yang bersifat memberi kemampuan untuk


mengarahkan daripada sasaran yang sejajar dengan proses
pendidikan
4) Tujuan integratif yang bersifat memberi kemampuan untuk
memadukan fungsi psikis (pikiran, perasaan, kemauan, ingatan, dan
nafsu) ke arah tujuan akhir
5) Tujuan aplikatif yang bersifat memberi kemampuan penerapan
segala pengetahuan yang telah diperoleh dalam pengalaman
pendidikan.
g. Tujuan Filosofis
Secara filosofis, tujuan tujuan pendidikan Islam dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:40
1) Tujuan baik yang berfungsi sebagai alat (instrumental values) untuk
mencapai tujuan lain, seperti tujuan agar pandai membaca,
fungsinya sebagai alat untuk mencapai (tujuan) pengetahuan yang
lebih luas;
2) Tujuan yang berada dalam peserta itu sendiri. Tujuan itu tidak lain
adalah mempertumbuhkan atau memperkembangkan (pemahaman)
peserta didik. Bertambah cerdas merupakan tujuan yang yang
interinsik berada dalam diri peserta didik itu sendiri; dan
3) Tujuan yang ideal adalah sesuatu yang berada diluar peserta didik,
yaitu terlaksananya dan terwujudnya perilaku dan watak terpuji
yang bernilai tinggi dalam kehidupan yang disebut dengan
istilah living values dan practical values.
h. Tujuan Institusional
Tujuan Institusional adalah tujuan pendidikan yang akan di capai
oleh suatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan Institusional itu sendiri
harus bersumber dari tujuan umum pendidikan dan merupakan

40
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku
Sosial Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), h.
22

penjabaran tujuan umum yang telah digariskan oleh negara.41 Undang-


Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) pasal 3 menjelaskan, bahwa Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.42
Mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut
jelas sekali bahwa peran nilai-nilai agama menjadi sangat penting dalam
setiap proses pendidikan yang terjadi di sekolah. Karena terbentuknya
manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia tidak
mungkin terbentuk tanpa peran dari agama.
C. Kurikulum Pendidikan Islam
1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum secara etimologis adalah tempat berlari dengan kata
yang berasal dari bahasa latin curir yaitu pelari dan curere yang artinya
tempat berlari.43 Selain itu, juga berasal dari kata curriculae artinya jarak
yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Maka, pada waktu itu pengertian
kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa
yang bertujuan untuk memperoleh ijazah.44
Dalam bahasa Arab, kurikulum berasal dari kata manhaj yang
bermakna jalan yang dilalui manusia di berbagai bidang kehidupannya. 45
kurikulum merupakan sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan,
sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan sekolah untuk anak
didiknya baik di dalam maupun di luar sekolah dengan maksud

41
Subari, Supervisi Pendidikan, (Surabaya: Bumi Aksara, 1988), h. 22.
42
Lihat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dan penjelasannya,
Cet. I (Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 12
43
Imas Kurinasih dan Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan,
(Surabaya: Kata Pena, 2014), Cet. II, h. 3.
44
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Bumi Aksara, 1994), h. 16.
45
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2007), h. 184.
23

menolongnya agar dapat berkembang secara menyeluruh di semua


aspeknya dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan
pendidikan.46
Adapun pengertian kurikulum sebagaimana yang terdapat dalam
Pasal 1 butir 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.47
Berdasarkan pengertian yang sudah diketahui bahwa kurikulum
merupakan landasan yang digunakan pendidikan untuk membimbing
peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui
akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Ini
berarti bahwa proses pendidikan Islam bukanlah proses yang dilakukan
secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi
manusia, transformasi sejumlah pengetahuan keterampilan dan sikap
mental yang harus terususun. 48 Dari penjelasan tersebut maksud kurikulum
pendidikan Islam adalah kurikulum pendidikan yang berasaskan ajaran
Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma` dan lainnya.
2. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang
mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi
kurikulum. Al-Syaibani dalam Ramayulis menetapkan dasar pokok dalam
kurikulum pendidikan Islam, yaitu:49
a. Dasar Religi
Dalam arti segala sistem yang ada dalam masyarakat termasuk
pendidikan, harus meletakkan dasar falsafah, tujuan dan kurikulumnya

46
Imas Kurinasih dan Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan,
(Surabaya: Kata Pena, 2014), h. 3.
47
Ibid.,
48
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2013), Cet. V, h. 126-127.
49
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia: 2002), h. 132.
24

pada dasar agama Islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini
dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus didasarkan pada al-
Quran, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
b. Dasar Falsafah
Dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam
secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum
mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk
nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari
segi ontologim epistimologi, maupun aksiologinya.
c. Dasar Psikologis
Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulm
yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik,
sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan
kecakapan pemikiran dan perbedaan perseorangan antara satu peserta
didik dengan lainnya.
d. Dasar Sosial
Dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan
Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri
masyarakat Islam dan kebudayaannya.
e. Dasar Organisatoris
Dasar ini memberikan landasan dan penyusunan bahan
pembelajaran besera penyajiannya dalam proses pembelajaran.50
3. Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum Pendidikan Islam tidak akan terlepas dari asas Islam itu
sendiri yakni Al-Quran dan Hadist, maka ciri utama yang bisa diketahui
adalah mencantumkan keduanya sebagai sumber utama. Ciri-ciri khusus
kurikulum pendidikan Islam, yaitu:51

50
Umar Muhammad Al-Thaumi Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 532.
51
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II, (Bandung: Pustaka
Setia, 2010), h. 182.
25

a. Dalam kurikulum pendidikan Islam, tujuan utamanya adalah


pembinaan anak didik untuk bertauhid. Oleh karena itu, semua sumber
yang dirunut berasal dari ajaran Islam;
b. Kurikulum harus disesuaikan dengan fitrah manusia, sebagai makhluk
yang memiliki keyakinan kepada Tuhan;
c. Kurikulum yang disajikan merupakan hasil pengujian materi dengan
landasan Al-Qur`an dan Al-Hadits;
d. Mengarahkan minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan akliah
peserta didik serta keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan
konkret;
e. Pembinaan akhlak peserta didik, sehingga pergaulannya tidak keluar
dari tuntunan Islam; dan
f. Tidak ada kadaluarsa kurikulum karena ciri khas kurikulum Islam
senantiasa relevan dengan perkembangan zaman bahkan menjadi filter
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya
didalam kehidupan masyarakat.
4. Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut Abdul Mujib dalam Bukhari Umar, prinsip kurikulum
adalah sebagai berikut:52
a. Prinsip yang beriorentasi pada tujuan (al-umur bi maqashidiha
merupakan adagium ushuliyah yang berimplikasi pada aktivitas
kurikulum yang terarah, sehingga tujuan pendidikan yang tersusun
sebelumnya dapat tercapai.
b. Prinsip relevansi. Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum
yang ditetapkan harus dibentuk sedemikian rupa, sehingga tuntutan
pendidikan dengan kurikulum tersebut dapat memenuhi jenis dan mut
tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat, serta tuntutan vertikal dalam
mengemban nilai-nilai ilahi sebagai rahamatan lil ‘alamin.

52
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 167-170.
26

c. Prinsip efisiensi dan efektivitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar


kegiatan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan
sumber-sumber lain secara cermat dan tepat sehingga hasilnya
memadai dan memenuhi harapan serta membuahkan hasil
sebanyaknya.
d. Prinsip fleksibilitas program. Implikasinya adalah kurikulum disusun
begitu luwes, sehingga mampu disesuiakan dengan situasi setempat,
waktu dan kondisi yang berkembang, tanpa mengubah tujuan
pendidikan yang diinginkan.
e. Prinsip integritas. Implikasinya adalah mengupayakan kurikulum agar
menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang mampu
mengintegrasikan antara fakultas dzikir dan fakultas fikir, serta manusia
yang dapat menyelaraskan kehidupan dunai dan akhirat.
f. Prinsip kontinuitas (istiqomah). Implikasinya adalah bagaimana
susunan kurikulum yang terdiri dari bagian yang berkesinambungan
dengan kegiatan-kegiatan kurikulum lainnya.
g. Prinsip sinkronisme. Implikasinya adalah bagaimana ssuatu kurikulum
dapat seirama, searah, dan setujuan, serta jangan sampai terjadi
kegiatan kurikulum lain menghambat, berlawanan, atau mematikan
kegiatan lain.
h. Prinsip objektivitas. Implikasinya adalah adanya kurikulum terebut
dilakukan melalui tuntutan kebenaran ilmiah yang objektif, dengan
mengesampingkan pengaruh-pengaruh emosi yang irasional.
i. Prinsip demokratis. Implikasinya adalah pelaksanaan yang harus
dilaksanakan dengan secara demokrasi. Artinya, saling mengerti,
memahami keadaaan dan situasi tiap-tiap subjek dan objek kurikulum.
j. Prinsip analisis kegiatan. Prinsip ini mengandung tuntutan agar
kurikulum dikonstruksikan melalui proses analisis isi bahan mata
pelajaran, serta analisis tingkat laku yang sesuai dengan materi
pelajaran.
27

k. Prinsip Individualisasi. Prinsip kurikulum yang memperhatikan


perbedaan pembawaan dan lingkungan pada umumnya yang meliputi
seluruh aspek pribadi peserta didik, seperti perbedaan jasmani, watak,
intelegensi, bakat, serta kelebihan dan kekurangannya.
l. Prinsip pendidikan seumur hidup. Konsep ini terapkan dalam
kurikulum mengingat keutuhan potensi subjek manusia sebagai subjek
yang berkembang dan perlunya keutuhan wawasan (orientasi) manusia
sebagai subjek yang sadar akan nilai (yang menghayai dan yakin akan
cita-cita dan tujuan hidup).
5. Komponen Kurikulum Pendidikan Islam
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak
terpisahkan dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri
mempunyai peranan dalam pembentukan sistem kurikulum. Sebagai
sebuah sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen. Seperti
halnya dalam sistem manapun, kurikulum harus mempunyai komponen
lengkap dan fungsional baru bisa dikatakan baik. Sebaliknya kurikulum
tidak dikatakan baik apabila didalamnya terdapat komponen yang tidak
lengkap sekarang dipandang kurikulum yang tidak sempurna.53
Menurut Lias Hasibauan, suatu kurikum harus memiliki kesesuaian
atau relevansi. Kesesuaian tersebut meliputi dua hal, yaitu sebagai
berikut:54
a. Kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan
perkembangan masyarakat.
b. Kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu sesuai
dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan. Demikian juga
evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
Menurut Lias, kurikulum sebagai suatu sistem memiliki
komponen-komponen yang saling berkaitan antara satu dengan yang

53
Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada, 2010),
h. 37.
54
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), h. 102.
28

lainnya, yakni tujuan, materi, strategi dan metode, serta evaluasi.


Komponen-komponen tersebut baik secara sendiri maupun bersama
menjadi dasar utama dalam upaya mengembangkan sistem pembelajaran.
a. Komponen Tujuan
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi
target atau sasaran yang mesti dicapai dari melaksanakan suatu
kurikulum. komponen ini sangat penting, karena melalui tujuan, materi
proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan mencapai
tujuan kurikulum dimaksud. Tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan
ke dalam tujuan pembelajaran umum yaitu berupa tujuan yang dicapai
untuk satu semester. Sedangkan tujuan pembelajaran khusus yang
menjadi target setiap kali tatap muka.
b. Komponen Materi
Komponen materi adalah komponen yang didesain untuk
mencapai komponen tujuan. Yang dimaksud dengan komponen
materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan,
nilai, pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam
proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan. Siswa belajar
dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan orang-
orang, alat-alat, dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah
menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan
interaksi yang produktif dan memberikan dirancang dalam suatu
rencana mengajar. Materi pembelajaran disusun secara logis dan
sistematis, dalam bentuk:55
1) Teori yaitu seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau
preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat
sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan-
hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan
dan meramalkan gejala tersebut.

55
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), h. 105.
29

2) Konsep yaitu suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari


kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari
sekelompok fakta atau gejala.
3) Generalisasi yaitu kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang
khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam
penelitian.
4) Prinsip yaitu yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi
yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5) Prosedur yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi
pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6) Fakta yaitu sejumlah informasi khusus dalam materi yang
dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta
kejadian.
7) Istilah yaitu kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang
diperkenalkan dalam materi.
8) Contoh atau ilustrasi yaitu hal atau tindakan atau proses yang
bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9) Definisi yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang
suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10) Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
c. Komponen Strategi dan Metode
Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam
pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang
memiliki peran sangat penting, sebab berhubungan dengan
implementasi kurikulum. Strategi merujuk pada pendekatan dan
metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran.
Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana
kurikulum itu dilaksanakan disekolah. Kurikulum merupakan rencana,
ide, harapan, yang harus diwujudkan secara nyata disekolah, sehingga
mampu mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan.
30

Kurikulum yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimal, jika
pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang baik bagi anak didik.
Komponen strategi pelaksanaan kurikulum meliputi pengajaran,
penilaian, bimbingan dan penyuluhan dan pengaturan kegiatan
sekolah.56
d. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang dapat
diperbandingkan seperti halnya penjaga gawang dalam permainan
sepak bola, memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap
siapa yang berhak untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak
diluluskan, karena itu siswa yang dapat mencapai targetlah yang
berhak untuk diluluskan, sedangkan siswa yang tidak mencapai target
(prilaku yang diharapkan) tidak berhak untuk diluluskan. Dilihat dari
fungsi dan urgensi evaluasi yang demikian, Dari sudut komponen
evaluasi misalnya, berapa banyak guru yang mengerjakan suatu mata
pelajaran yang sesuai dengan latar belakang pendidikan guru dan
ditunjang pula oleh media dan sarana belajar yang memadai serta
murid yang normal.57
D. Implementasi Dasar, Tujuan, dan Kurikulum Pendidikan Islam dalam
Lembaga Pendidikan Islam
Implementasi dasar, tujuan, dan kurikulum pendidikan Islam dalam
lembaga pendidikan Islam adalah diawali dengan adanya kebijakan tentang
pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional.
Hal ini dilakukan melalui penyempurnaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Jika pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 hanya
menyebutkan madrasah saja yang masuk dalam sistem pendidikan nasional,
maka pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 manyebutkan pesantren,

56
A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum, (Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 2009),
h. 108.
57
Oemar Hamalik, Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 28.
31

ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kank-kanak) dan Majlis Ta’lim


termasuk dalam sistem pendidikan nasional. Dengan masuknya pesantren,
ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kank-kanak) dan Majlis Ta’lim ke
dalam sistem pendidikan nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi
pendidikan islam semakin diakui, juga menghilangkan kesan dikotomi dan
diskriminasi. Dari pasal tersebut hal yang terkait dengan kebijakan
kelembagaan bahwa lembaga pendidikan Islam diberi wewenang untuk
mengembangkan dan mengelola lembaganya sesuai dengan visi dan misi
lembaga, Dari sisi materi yang diberikan kepada anak didikpun dapat di
berikan sesuai dengan kebutuhan, baik ditambah secara materi, maupun
pendalaman materi.
Lembaga pendidikan Islam senantiasa melakukan revitalisasi baik dari
sisi kelembagaan maupun dari sisi keilmuannya. Revitalisasi lembaga
pendidikan Islam dalam konteks ke depan (global) dapat dipahami dari upaya
untuk menarik lembaga pendidikan Islam dalam mainstream yakni lebih
berperan dalam pembangunan masyarakat. Untuk itu, lembaga pendidikan
Islam dihadapkan pada tantangan untuk mengintegrasikan nilai-nilai ajaran
agama dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, lembaga
pendidikan harus memberi bekal berupa penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi kepada murid atau mahasiswa dan lulusan secara memadai
(distinctive competence).58
Tujuan lain dari implementasi dasar, tujuan dan kurikulum pendidikan
Islam dalam lembaga pendidikan Islam adalah agar akses terbuka terhadap
pendidikan tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh lulusan lembaga pendidikan. Hal inilah yang
pada akhirnya akan melahirkan ilmuwan yang komit dengan nilai agama
(Islam) dalam mengkaji dan mengembangkan ilmu pengetahuan mendatang
(pembangungan masyarakat ke depan).59 Apabila hal ini dapat dilakukan di

58
Rahim Husni, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2005), h. 30.
59
Ibid., h. 77.
32

lembaga pendidikan Islam, maka lembaga ini ke depan dapat dijadikan sebagai
lembaga pendidikan alternatif bagi anak bangsa dalam merespons perubahan
di era globalisasi. Oleh karena itu, respons negara terhadap kebutuhan umat
Islam dengan memasukkannya dalam lembaga pendidikan Islam merupakan
upaya pemerintah dalam memajukan pendidikan umat Islam di Indonesia.
Untuk lebih jelasnya berikut akan dikemukakan bentuk-bentuk
implimentasi dasar, tujuan, dan kurikulum pendidikan Islam dalam lembaga
pendidikan Islam:
1. Istilah-istilah Pendidikan Islam
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 istilah-istilah yang mencerminkan
konsep dan aktivitas pendidikan Islam adalah: (1) Pendidikan Agama, (2)
iman, taqwa dan akhlak mulia, (3) kriteria pendidik, (4) pendidikan agama
wajib di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan dengan posisi di great
ke-1, (5) pendidikan agama dan pendidikan keagamaan disertakan, dan (6)
nilai-nilai.
2. Pendidikan Islam Sebagai Materi
Dalam UU No. 20 Tahun 2003, ketentuan yang berkaitan dengan
pendidikan Islam sebagai materi termaktub pada pasal 36 ayat (3) dan pasal
37 ayat (1) sebagai berikut:
a. Pasal 36 ayat 3, kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
kerangka NKRI dengan memperhatikan: 1) Peningkatan iman dan
takwa; 2) Peningkatan akhlak mulia; 3) Peningkatan potensi, kecerdasan
dan minat peserta didik; 4) Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
5) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional; 6) Tuntutan dunia kerja;
7) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; 8) Agama; 9)
Dinamika perkembangan global; 10) Persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.
b. Pasal 37 ayat 1, Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat: 1) Pendidikan agama; 2) Pendidikan kewarganegaraan; 3)
Bahasa; 4) Matematika; 5) Ilmu pengetahuan alam; 5) Ilmu pengetahuan
33

sosial; 5) Seni dan budaya; 6) Pendidikan jasmani dan olahraga; 7)


Keterampilan kejuruan; dan 8) Muatan lokal.
3. Pendidikan Islam sebagai Institusi
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 ketentuan yang berkaitan dengan
pendidikan Islam sebagai institusi termaktub pada pasal 15 dan pasal 30 ayat
3-4 dinyatakan bahwa:
a. Pasal 15, pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang
ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama.
b. Pasal 30 ayat 3-4, pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada
jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. pendidikan
keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman,
pabhaya samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 ketentuan yang berkaitan dengan pendidikan
Islam sebagai institusi termaktub pada pasal 15 dan pasal 30 ayat 3-4
dinyatakan bahwa pendidikan Islam beradada pada 4 macam lembaga
a. Lembaga Pendidikan Formal: 1) Pendidikan Dasar (pasal 17):
pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang
sederajat, 2) Pendidikan Menengah (pasal 18) : Pendidikan Menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajat, 3) Pendidikan Tinggi (pasal 20).
Pendidikan Tinggi dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah
Tinggi, Institut, atau Universitas.
b. Lembaga Pendidikan Nonformal (pasal 26 ayat 4): Satuan Pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majlis ta’lim, serta
satuan pendidikan yang sejenis.
34

c. Lembaga Pendidikan Informal (pasal 27): kegiatan pendidikan informal


yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri.
d. Pendidikan Anak Usia Dini (pasal 28 ayat 3): pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK),
Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
4. Pendidikan Islam Sebagai Nilai
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 ketentuan yang berkaitan dengan
pendidikan Islam sebagai nilai termaktub pada pasal 12 ayat 1, dinyatakan
bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: (a)
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama (pasal 12 ayat 1a). Pendidik dan atau
guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi dan atau
disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kebutuhan satuan
pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 3 (penjelasan pasal 12,
ayat 1a).
5. Ketentuan Pelaksanaan Pendidikan Islam
Ketentuan pelaksanaan pendidikan Islam dalam UU No. 20 Tahun
2003, antara lain sebagai berikut:
a. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
b. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
c. PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan
d. PP No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar
e. PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
f. PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru
g. PP No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen
h. Dan lain-lain
35

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan
sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik
ke arah pencapaian pendidikan. Dasar yang dimaksud adalah dasar pokok
pendidikan Islam, dasar tambahan pendidikan Islam, dan dasar operasional
pendidikan Islam. Hal ini dilakukan agar manusia dapat mencapai semua jenis
tujuan pendidikan Islam.
Pendidikan Islam yang memiliki dasar pendidikan yang luar biasa, dapat
dituangkan dalam kurikulum pendidikan Islam, Kurikulum pendidikan Islam ia
merupakan landasan yang digunakan pendidikan untuk membimbing peserta
didiknya kearah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah
pengetahuan, keterampilan dan sikap mental.
Hal inilah yang kemudian mendorong implementasi dasar, tujuan, dan
kurikulum pendidikan Islam dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Diawali dengan adanya kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam
sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini dilakukan melalui
penyempurnaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Yang
kemudian berkembang melalui pasal-pasal.
B. Saran
Lembaga pendidikan Islam senantiasa melakukan revitalisasi baik dari
sisi kelembagaan maupun dari sisi keilmuannya. Revitalisasi lembaga
pendidikan Islam dalam konteks ke depan (global) dapat dipahami dari upaya
untuk menarik lembaga pendidikan Islam dalam mainstream yakni lebih
berperan dalam pembangunan masyarakat. Untuk itu, lembaga pendidikan
Islam dihadapkan pada tantangan untuk mengintegrasikan nilai-nilai ajaran
agama dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2005.

Basri, Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II, Bandung,
Pustaka Setia, 2010.

Bucaille, Maurice, Bibel, Al-Quran dan Sains, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1979.

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Amzah, 2011.

Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2011.

Hamalik, Oemar, Kurikulum Pembelajaran, Jakarta, Bumi Aksara, 2008.

_______, Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung, Bumi Aksara, 1994.

Hasibuan, Lias, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, Jakarta, Gaung Persada,


2010

Husni, Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, Jakarta, Logos


Wacana Ilmu, 2005.

Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Yogyakarta, Ar-Ruzz


Media, 2007

Jamali, Muhammad Fadhil dalam Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat


Pendidikan Islam: telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya,
Jakarta, Kalam Mulia, 2009.

Khon, Majid, dkk., Ulumul Hadis, Jakarta, Pusat Studi Wanita UIN Jakarta, 2005.

Kurinasih, Imas dan Berlin Sani, Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan
Penerapan, Surabaya, Kata Pena, 2014.

Langgulung, Hasan, Asas-asasPendidikan Islam, Jakarta, Al-Husna, 1988.

_______, Manusia dan Pendidikan; Suat Analisa psikologi dan


Pendididkan, (Jakarta: Pustaka al-Husna,1989

Muhadjir, Noeng, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan


Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta, Rake Sarasin, 2000.

Muhaimin, Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakkir, Kawasan dan Wawasan Studi
Islam, Jakarta, Prenada Media, 2005.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana, 2006.

_______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana Prenada Media, 2006.

Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, PT Bina Ilmu, 2004.

Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana, tth

_______, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Media Pratama, 2005.

Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana, 2013.

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia,
2009

_______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2002

_______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2008.

Soleha dan Rada, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Alfabeta, 2011.

Subari, Supervisi Pendidikan, Surabaya, Bumi Aksara, 1988.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik,


Bandung, Remaja Rosdakarya, 2010

Suseno, Franz Magnis, Berfilsafat dari Konteks, Jakarta, Gramedia, 1991.

Suyuthi, Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin,
Jalaluddin Al-Misri, Al-Jami’ A-lShaghir, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1996.

Al-Syaibani, Umar Muhammad Al-Thaumi, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan


Langgulung, Jakarta, Bulan Bintang, 1979.

Syarief, A. Hamid, Pengembangan Kurikulum, Pasuruan, Garoeda Buana Indah,


2009

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta, Bina Ilmu, 2010.

The 2nd Conference on Muslim Education, International Seminar on Islamic


Concepts and Curricula, Recommendation, 15-20, Islamabad, March 1980.

Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam II, Bandung, CV. Pustaka Setia, 1997.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dan penjelasannya,
Yogyakarta, Media Wacana Press, 2003.

Yusdani, Amir Mu’allim, Ijtihad dan Legislasi, Yogyakarta, UII PRESS, 2004.

Zuhdi, Masjfuk, Pengantar Hukum Islam, Jakarta, Haji Masagung, 1990.

Anda mungkin juga menyukai