Anda di halaman 1dari 16

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Hadist-hadist Tentang Ekonomi Darmawan Tia Indrajaya, M. Ag

HADIS YANG BERKENAAN DENGAN KEUATAMAAN BEKERJA DAN


KEWAJIBAN MENCARI NAFKAH

Disususn Oleh:

1. Desnalis syafitri (12020525432)


2. Mardiah (12020525306)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah SWT,
shalawat dan salam juga disampaikan kepada Nabi kita Muhammad SAW. Serta
sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan
agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan
ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Hadis-hadis Ekonomi


pada Program Studi Ekonomi Syari’ah UIN Sultan Syarif Kasim Riau,dengan ini
penulis mengangkat judul “Hadis-Hadis yang Berkenaan dengan Keutamaan
Bekerja dan Kewajiban Mencari Nafkah”

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan maupun isinya.Oleh karena itu,
penulis memohon maaf atas segala kekurangannya dan tentunya penulis juga
sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Terimakasih

Siak, 11 September 2021

Penulis

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1. LatarBelakang...........................................................................................1

1.2. RumusanMasalah.....................................................................................2

1.3. Tujuan Penulisan......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

2.1. Pengertian Bekerja dan Nafkah................................................................3

2.2. Keutamaan dan Kewajiban Bekerja ........................................................3

2.3. Hadis yang Berkaitan dengan Keutamaan Bekerja..................................5

BAB III PENUTUP.............................................................................................11

3.1. Kesimpulan...............................................................................................11

3.2.Saran..........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................13

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah melalui Rasulullah SAW.
Sebagai agama Allah SWT, Islam telah begitu sempurna dalam mengatur
segala urusan manusia. Agama Islam menjadi sebuah jalan hidup (way of life)
bagi para umat Islam. Agama Islam tidak hanya berbicara tentang moralitas,
tetapi juga semua aspek kehidupan mulai dari urusan ke kamar mandi hingga
hukum kenegaraan. Islam memiliki banyak konsep didalamnya yang dapat
kita cari tahu makna serta ajarannya, yang diantaranya ialah bekerja dan
mencari nafkah . Hidup seseorang menjadi lebih baik jika setiap orang mau
bekerja dan mencari nafkah. Baik itu untuk kepentingan individu, kepentingan
sosial, kepentingan keberlangsungan negara, dan sebagainya.
Tujuan utama penciptaan manusia di dunia selain untuk beribadah hanya
kepada Allah SWT, memang untuk memakmurkan bumi (QS. Hud[11]:61).
Perintah bekerja atau mencari nafkah terdapat dalam sejumlah ayat. Misalnya
QS. Al-Jum’ah[62]:9-10, yang memerintahkan untuk menyegerakan shalat
lalu mencari penghidupan di muka bumi.
Al qur’an adalah dasar hukum islam yang pertama. Sedangkan as-sunnah
(hadist) merupakan dasar hukum islam yang kedua. Keduanya merupakan
sumber ajaran islam. Hadist atau as-sunnah menempati posisi yang penting
dalam kehidupan umat islam. Karena didalamnya terdapat aturan-aturan yang
tidak terdapat dalam Al qur’an, sebab Al qur’an yang masih bersifat global.
Maka penjelas dari Al-qur’an adalah hadist.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengertian bekerja ?


2. Bagaimana bekerja mencari nafkah dalam pandangan Islam?
3. Adakah hadis-hadis yang berkenaan dengan keutamaan bekerja dan
kewajiban mencari nafkah?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penunlisan makalah ini, supaya pembaca dapat mengetahui


dan memahami pengertian bekerja, nafkah, keutamaan bekerja dan
kewajiban mencari nafkah dalam dalam pandangan Islam. Serta agar dapat
mengetahui dan memahami hadis-hadis yang berkaitan dengan keutamaan
bekerja dan kewajiban mencari nafkah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Bekerja dan Nafkah

Kata bekerja berasal dari bahasa arab " ‫ "َكْس ِب‬yaitu dari derivasi isim
masdar yakni ‫ َك ْسبًا– ُيْك ِس ُب –َك َسَب‬yang berarti berusaha, bekerja, mencari nafkah,
memperoleh dan lain sebagainya1. Dalam KBBI bekerja secara etimologi ialah
melakukan suatu pekerjaan (perbuatan). Dan secara terminologi, arti bekerja
adalah suatu perbuatan, usaha, tindakan, atau aktivitas manusia yang
dilakukan dengan sengaja untuk memenuhi kebutuhan hidup atau mencapai
suatu tujuan tertentu.
Disisi lain, nafkah (‫ )النفقة‬berasal dari bahasa Arab yakni dari suku kata
anfaqa – yunfiqu- infaqan (‫نفقا‬- ‫ينفق‬-‫ )انفاق‬yang dalam kamus Arab-Indonesia
diartikan dengan “ pembelanjaan”2. Dalam tata bahasa Indonesia kata nafkah
secara resmi sudah dipakai dengan arti pengeluaran. Berdasarakn pengertian
ini, maka seorang perempuan yang sudah dinikahi secara sah oleh seorang
laki-laki berhak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya. Hal itu karena
memang nafkah adalah kewajiban suami terhadap istri yang wajib ditunaikan
dan jika dialnggar akan mendapatkan balasan dosa dari Allah SWT.

3.2 Keutamaan Bekerja Mencari Nafkah dalam Pandangan Islam

Salah satu perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran Islam adalah bekerja.
Rasulullah saw memberikan pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja.
Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut, tapi juga
untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya
dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang
teramat mulia. Selain itu, bekerja merupakan wujud pemenuhan perintah
Allah SWT. Ia memerintahkan hambaNya untuk memakmurkan bumi.

1
Johan Arifin, EtikaBisnisIslami, (Semarang: Walisongo Press, 2009), hlm. 19
2
Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al Munawwir, (Yogyakarta:PondokPesantren al – Munawwir,
1984)

3
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia juga diperintahkan untuk mengelola
seluruh potensi alam raya ini demi kemakmuran manusia dan dalam lingkup
beribadah kepada Allah SWT.
Bekerja di dunia merupakan salah satu jembatan menuju akhirat. Yaitu,
bekerja bukan semata-mata mencari penghidupan dunia. Cara kita bekerja
akan menentukan apakah kita akan mendapat kebahagiaan di akhirat atau
tidak, dan setiap langkah kita dalam bekerja akan dimintai pertanggung
jawabannya. Dalam bekerja terdapat keberkahan, seperti kisah yang dialami
Ali bin Abi Thalib: “Suatu pagi, Ali bin Abi Thalib meniggalkan madinah
untuk mencari pekerjaan demi menghidupi anak-anaknya. Ia menemui seorang
perempuan yang sedang mencari pekerja untuk mengusung air dari sebuah
sumur sebuah lubang tanah. Ali bin Abi Thalib bekerja pada perempuan itu.
Setiap bejana air yang dipindahkan, ia memperoleh upah satu kurma. Dari
pekerjaan tersebut, Ali mendapatkan 20 kurma dan ia pun membawa pulang
upahnya. Rasulullah SAW menyambut kedatangannya seraya menanyakan
apa yang dibawanya. Ali menjawab, ”Ini adalah kurma-kurma yang kuperoleh
sebagai upah kerja, aku bekerja hingga kedua tanganku memar karena
menimba air dari sumur dengan tali rami kering.” Kemudian Rasulullah saw
mengusap kedua tangan Ali, menepuknya, mengusapkan kewajahnya sembari
berkata, ”itulah tangan yang diberkahi Allah.” Demikianlah, bahwa dalam
setiap usaha yang dilakukan dengan cara halal untuk menafkahi anak istri akan
menjadikan hidup penuh berkah dari Allah SWT.3
Dalam kitab-kitab fiqih pembahasan nafkah selalu dikaitkan dengan
pembahasan nikah, karena nafkah merupakan konsekuensi terjadinya suatu
akad antara seorang pria dengan seorang wanita. Namun, nafkah sendiri
terbagi menjadi dua yaitu nafkah kepada diri sendiri dan orang lain. Sementara
itu, nafkah kepada orang lain bisa dikembangkan menjadi tiga, yakni kepada
istri, kerabat, dan benda milik.
Menurut mazhab Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, kewajiban nafkah
belum jatuh kepada suami hanya dengan akad nikah. Kewajiban nafkah itu
mulai berawal ketika sang istri telah menyerahkan dirinya kepada suaminya,
3
Abdul Rasyid. “KonsepEtosKerjamenurutHadits (StudiAnalisisSanad)”.
(SkripsiFakultasUshuludin, Jakarta: Perpustakaan UIN SyarifHidayatullah, 2014),T.d.

4
atau ketika sang suami telah mencampurinya, atau ketika sang suami menolak
membawa istrinya ke rumah sang suami walaupun sang istri telah meminta hal
itu darinya. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kewajiban
memberi nafkah bermula setelah berlangsungnya akad nikah yang sah,
meskipun sang istri belum berpindah ke rumah suaminya. Namun, keempat
mazhab ini tetap berpendirian pada landasan yang sama, yaitu kewajiban
memberi nafkah terhadap istri adalah bentuk konsekuensi dari akad nikah
yang sah.4

3.3 Hadis yang Berkaitan dengan Keutamaan Bekerja dan Kewajiban


Mencari Nafkah

1. Dengan bekerja, akan diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT


Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
(‫َلُه َم ْغ ُفْو ًرا َأْمَس ى َيِدِه َع َمِل ِم ْن َك اًّال َأْمَس ى َم ْن )الطبرانيرواه‬
Terjemah : "Barangsiapa yang merasakan keletihan pada sore hari, karena
pekerjaan yang dilakukan oleh kedua tangannya, maka ia dapatkan
dosanya diampuni oleh Allah SWT pada sore hari tersebut." (HR. Imam
Tabrani, dalam Al-Mu'jam Al-Ausath VII/ 289)
Dalam hadis tersebut terdapat kata “ ‫ "َك اًّال‬yang berarti kelelahan
akibat bekerja berat, dan " ‫ "َم ْغُفْو ًرا‬yang artinya diampuni atau dimaafkan.
Tiada seorang muslim pun yang bila melakukan kerja berat lalu
mengalami kelelahan, melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosanya.
Yang dimaksud dengan bekerja dalam hadis ini adalah dalam rangka
mencari penghidupan untuk mencukupi diri dan keluarganya atau orang-
orang yang berada dalam tanggungannnya.5

2. Nabi Daud As bekerja dengan tangannya sendiri

4
Ubaidi, Muhammad Ya’qubThalib, NafkahIstri – HukumMenafkahiIstridalamPerspektif Islam,
(Surabaya :DarusSunnah, 2007), hal. 32
5
Sayyid AhmadAl Hasyimi, Syaarah MukhtarulHadits,hlm.846

5
Rasulullah SAW memuji orang yang makan dari hasil jerih
payahnya sendiri, lalu menghubungkan pujian ini dengan menceritakan
tentang Nabi Daud as. Sesuai hadis:
: ‫َقاَل َو َس َّلَم َع َلْيِه الَّلهم َص َّلى ِهَّللا َر ُسوِل َع ْن َع ْنه الَّلهم َرِض ي اْلِم ْقَداِم َع ِن‬
‫) َك اَن الَّس اَل م َع َلْيِه َداُو َدالَّلِهَنِبَّي َوِإَّن َيِدِهَع َمِل ِم ْنَيْأُك َأَلْن ِم ْنَخ ْيًراَقُّطَطَع اًم ا َأَح ٌد َأَك َل َم ا‬
‫رواه ( َيِدِه َع َمِل ِم ْن َيْأُك ُل‬.‫البخاري‬
Terjemah : “Dari al-Miqdam r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih sbaik dari hasil
usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Daud a.s makan dari hasil
usaha tangannya (sendiri)” HR. Al-Bukhari
Dalam hadis tersebut terdapat " ‫ " َطَع اًم اَأَح ٌد َأَك َل ما‬yang artinya tidak
ada makanan yang di makan seseorang, "‫ " َخْيًرا‬yang artinya lebih baik, ”
‫ "َيِدِهَع َمِل‬yang artinya hasil usaha tangannya, dan " ‫ " اَداُو َدلَّلِهَنِبَّي‬artinya Nabi
Allah Daud A.s.
Rasulullah SAW mengkhususkan penyebutan Nabi Daud A.s
dalam hadits di atas, karena Daud A.s adalah seorang Nabi dan raja.
Biasanya, para raja tidak perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan
pangannya sehari-hari, karena telah dipenuhi oleh para pekerja dan
pelayannya. Namun tidak dengan Nabi Daud A.s, ia tetap bekerja
walaupun dirinya adalah seorang raja.

3. Nabi Zakaria A.s seorang pengrajin kayu


Dijelaskan dalam hadis:

‫ُهَر ْيَر َة َأِبي َع ْن َر اِفٍع َأِبي َع ْن َثاِبٍت َع ْن َس َلَم َة ْبُن َحَّم اُد َح َّد َثَناَخ اِلٍد ْبُن َهَّد اُبَح َّد َثَنا‬: ‫الَّلِه َر ُسوَأَلَّن‬
(‫ َقاَل َو َس َّلَم َع َلْيِه الَّلُهَص َّلى)رواهاحمد‬: ‫َنَّجاًرا َزَك ِرَّياُء َك اَن‬
Terjemah : " Telah menceritakan kepada kami Haddab bin Khalid, telah
menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah, dari Tsabit, dari Abu
Rafi’, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Nabi
Zakaria adalah seorang tukang kayu. (HR. Ahmad)6
6
https://rowahu.wordpress.com/2017/12/11/hadits-shahih-muslim-no-4384-keutamaan-zakaria-
alaihissalam/amp/#aoh=16030320891619&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=From%20%251%24s

6
Didalam hadis tersebut terdapat kata "‫ "َنَّجاًرا‬yang artinya tukang
kayu.
Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan “Dalam hadis ini
terdapat dalil bolehnya berindustri. Dan pekerjaan tukang tidak
menjatuhkan kewibawaan (seseorang), bahkan termasuk pekerjaan mulia.
Dalam hadits ini (juga) terdapat (petunjuk tentang) keutamaan Zakariya
Alaihissallam, karena ia (bekerja) sebagai tukang dan makan dari hasil
jerih payahnya”.. Oleh karena itu, Imam Muslim membawakan hadis ini
dalam bab Min Fadhail Zakariya Alaihissallam.

4. Lebih baik bekerja daripada meminta-minta


Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW di dalam hadis berikut :
‫َع ْنهاُهلل ِض َي ُهَر ْيَر َة َأِبيَع ْن‬، ‫َقاَل‬: ‫َو َس َّلَم َع َلْيِه ُهللا َص َّلى ِهللا َر ُسوُل َقاَل‬: ‫ُح ْز َم ًة َأَح ُد ُك ْم َيْح َتِط َب َألْن‬
(‫َيْم َنَع ُه َأْو َفُيْع ِطَيُهَح ًداَأ َيْس َأَل َأْن ِم ْن َخْيٌر َظْهِر ِه َع َلى)البخاري رواه‬
Terjemah: "Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata Rasulullah SAW bersabda:
“Salah satu dari kalian memikul kayu bakar dipunggungnya itu lebih baik
daripada ia meminta-minta kepada seseorang baik diberi atau ditolak".
(HR. Bukhari).
Didalam hadis tersebut terdapat “ ‫ “ َظْهِرِهَع َلىُح ْز َم ًة‬yang bermakna
memikul kayu bakar dipunggungnya, “ ‫ ”َخْيٌر‬artinya lebih baik, dan “ ‫”َيْس َأَل‬
yang bermakna meminta.
Imam Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Barinya telah memberikan
syarah hadis riwayat imam Al-Bukhari di atas. Beliau mengatakan bahwa
bekerjanya seseorang itu dianjurkan dengan catatan ia tidak meyakini
bahwa rezeki yang ia dapatkan adalah dari hasil kerjanya. Tetapi ia wajib
meyakini bahwa rezeki itu dari Allah swt. dengan perantara pekerjaan ini.
Adapun pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang diperbolehkan
atau mubah, bukan pekerjaan yang batil, sia-sia dan membahayakan diri.
Dan hadis tersebut juga memperingatkan agar menahan diri dari meminta-
minta dan mengemis kepada orang lain.

5. Kewajiban menafkahi diri sendiri dan orang lain.

7
Jabir r.a meriwayatkan, “Ada seorang lelaki dari Bani ‘Udzrah
yang memerdekakan budaknya. Lalu berita itu sampai kepada Rasulullah
SAW, kemudian beliau pun bertanya, “Apakah kamu masih punya harta
selain ini?” Lelaki tersebut menjawab, “Tidak ada”Lalu Rasulullah SAW
mengatakan, “Siapakah yang mau membeli budak ini?” Lalu Nu’aim bin
‘Abdullah Al-‘Adawi membelinya dengan harga 800 dirham. Kemudian
Rasulullah SAW membawa uang itu dan memberikannya kepada lelaki
tersebut sembari bersabda:
‫َع َلْيَهاَفَتَص َّدْق ِبَنْفِس َك ْأاْبَد‬، ‫َش ْي ٌء َفَضَل َفِإْن‬، ‫ َفِلِذ ي َش ْي ٌء َأْهِلَك َع ْن َفَض َل َفِإْن َفَأِلْهِلَك‬،‫َفِإْن َقَر اَبِتَك‬

(‫ )ُم ْس ِلٌم َر َو اُه‬. ‫َو َهَك َذ ا َفَهَك َذ ا َش ْي ٌء َقَر اَبِتَك ِذ ي َع ْن َفَضَل‬

Terjemah : “(Gunakanlah ini) untuk memenuhi kebutuhanmu dahulu, maka


bersedekahlah dengannya untuk (mencukupi kebutuhan) dirimu. Jika masih
berlebih, berikanlah kepada keluargamu. Jika masih berlebih, berikanlah
kepada kerabatmu. Jika masih berlebih, berikanlah kepada ini dan itu.”
(HR. Muslim no. 997).7
Dalam hadis tersebut ada “‫ ”ِبَنْفِس َك ْأاْبَد‬yang artinya mulailah dengan
diri sendiri, “ ‫ ”َأْهِل َك‬artinya keluargamu, dan " ‫ "َقَر اَبِت َك‬yang artinya untuk
kerabatmu.

6. Memenuhi nafkah keluarga merupakan kewajiban dan berniali sedekah


Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits “Dari Abu Hurairah,
Nabi SAW bersabda:
‫َع َلى َأْنَفْقَتُه َوِد يَناٌر ِم ْس ِكيٍن َع َلى ِبِه َتَص َّد ْقَت َوِد يَناٌر َر َقَبٍة ِفى َأْنَفْقَتُه َوِد يَناٌر ِهَّللا َس ِبيِل ِفى َأْنَفْقَتُه ِد يَناٌر‬
(‫ )ُم ْس ِلٌم َر َو اُه‬. ‫َأْهِلَك َع َلى َأْنَفْقَتُه اَّلِذ ى َأْج ًرا َأْع َظُمَها َأْهِلَك‬
Terjemah:“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu
dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu
satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin,
dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu

7
Muhammad Syaifudin Hakim, “Parenting Islami (51): Nafkah untuk Istri dan Anak-anak”
https://muslimah.or.id/11119-parenting-islami-51nafkah-untuk-istri-dan-anak-anak.html

8
maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi,
pen)” (HR. Muslim no. 995).8
Dalam hadis tersebut “‫ ”الَّلِه َس ِبيِلِفى‬artinya dijalan Allah, “ ‫”ِم ْس ِكيٍن‬
artinya orang-orang miskin, “ ‫ ”َأْهِلَك‬artinya keluargamu.

Beberapa faedah penting yang dapat kita petik dari hadits ini:
1. Amal perbuatan manusia tergantung niatnya, sehingga infak yang
dilakukan seorang hamba untuk orang yang dicintainya dengan niat
karena melaksanakan perintah Allah dan mencari keridhaannya bernilai
pahala di sisinya. (Tuhfatul ahwadzi, 5/398).
2. Amal perbuatan yang mubah asalnya (boleh dilakukan tanpa ada dosa
dan pahala) kalau diniatkan ikhlas karena mengharapkan wajah Allah
maka akan bernilai ibadah dan menjadi amal ketaatan yang mendapat
pahala di sisi Allah. (Syarh sahih Muslim, 6/16).
3. Imam Ibnu daqiq al-‘Id berkata: “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa
pahala berinfak (didapatkan) dengan syarat niat yang benar (ikhlas)
mengharapkan wajah Allah. Dan ini adalah perkara yang sulit dan tidak
butuh perhatian serius, karena jika berlawanan dengan tuntutan syahwat
dan watak manusia maka akan menjadikannya tidak menghasilkan
pahala yang diharapkan, sampai (dijadikan niatnya ikhlas)
mengharapkan wajah Allah.” (Ihkaamul ahkam, 2/460).
4. Hadits ini tidaklah menunjukkan bahwa seorang muslim hanya
mencukupkan diri dengan menafkahkan hartanya bagi keluarganya dan
tidak bersedekah di jalan kebaikan lain yang disyariatkan Islam, bahkan
sebaliknya, Islam sangat menganjurkan menyedekahkan kelebihan
harta di jalan Allah , karena inilah yang menjadi sebab harta akan kekal
dan menjadi simpanan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah
(Syarh sahih Muslim, 6/16). Sebagaimana sabda Rasulullah : “Sedekah
itu tidaklah mengurangi harta” (HR.Muslim 2588).9

8
Muhamad Abduh Tuasikal, “6 Keutamaan Mencari Nafkah”, https://rumaysho.com/2262-6-
keutamaan-mencari-nafkah-bagi-suami.html
9
Abdullah Taslim, “Menafkahi Keluarga Itu Berpahala”, https://konsultasisyariah.com/23815-
menafkahi-keluarga-itu-berpahala.html https://konsultasisyariah.com/23815-menafkahi-keluarga-
itu-berpahala.html

9
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

10
Islam adalah agama yang sangat sempurna. Agama Islam bukan
hanya memerintahkan untuk beribadah dalam artian sempit ritual, tetapi
juga memerintahkan untuk beribadah dalam artian yang lebih luas lagi,
salah satunya bekerja keras mencari nafkah yang halal yang di gunakan
untuk hal-hal yang halal pula, maka Allah akan memberi balasan yang
sangat luar biasa berupa ridho dariNya, diampuni dosanya, dihapus
dosanya, mendapatkan berkah, mendapatkan pahala jihad, dan semakin
dicintai oleh Allah SWT.

Betapa Islam menganjurkan setiap mukmin untuk bekerja, seperti


tertera dalam ayat-ayat al-Qur’an seperti dalam QS. Al-Jumu’ah ayat 10,
QS. Yunus ayat 61, QS. An-Naba’ ayat 11, QS. At-Taubah ayat 105 dan
masih banyak yang lainnya.

Tidak hanya firman Allah yang menerangkan urgensi bekerja dan


mencari nafkah, tetapi juga banyak hadis yang melengkapi dan
menyempurnakan perintah bekerja tersebut. Hadis memiliki banyak
fungsi, dalam hal bekerja dan mencari nafkah, hadis-hadis tersebut
menjelaskan tentang keutamaannya, dampak positif, dan ganjaran dari
bekerja.

Berdasarkan hadis-hadis tersebut, Nabi SAW sangat menganjurkan


umatnya untuk bekerja. Bahkan beliau sangat menghargai semua jenis
pekerjaan asalkan halal, meskipun pekerjaannya adalah menjadi pemikul
kayu bakar. Beliau juga tidak menginginkan umatnya mengemis,
meminta-minta dan menjadi beban orang lain.

Karena mempelajari hadis-hadis seputar anjuran mencari nafkah


tadi, kita menjadi lebih tau dan mengerti bagaimana penting dan utamanya
bekerja. Hadis-hadis yang telah disebutkan tadi membuktikan bahwa Allah
senantiasa menyayangi hambaNya yang bekerja dan belajar ikhlas
lillahita’ala.

11
3.2 SARAN

Sebagai khalifah di bumi ini, kita sebagai manusia dituntut untuk mencari
karunia Allah, memanfaatkan semua yang ada di bumi demi kemakmuran dan
keberlangsungan hidup kita. begitu pula dengan mencari ilmu, juga bekerja.
Dengan bekerja, kita dapat menjadi muslim yang bermanfaat karena harta dan
tenaga kita bagikan kepada saudara lainnya.

Oleh karena itu, bekerja di bidang apapun, asalkan halal, patut kita
laksanakan dengan ikhlas, sepenuh hati, agar bisa menjadi wali Allah di dunia
yang berkontribusi aktif demi kemajuan hidup umat islam.

DAFTAR PUSTAKA

Enizar. 2013. Hadis Ekonomi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2013. Edisi ke-empat. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan RI.

12
Arifin, Johan. 2009. Etika Bisnis Islami. Semarang: Walisongo Press.

Munawir dan Warson, Ahmad. 1984. Kamus Al Munawwir. Yogyakarta:Pondok


Pesantren al – Munawwir

Rasyid, Abdul. 2014. “Konsep Etos Kerja menurut Hadits (Studi Analisis
Sanad)”. Skripsi. Fakultas Ushuludin. Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif
Hidayatullah.

Ubaidi dan Thalib, Muhammad Ya’qub. 2007. Nafkah Istri – Hukum Menafkahi
Istri dalam Perspektif Islam. Surabaya : Darus Sunnah.

Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Syaarah Mukhtarul Hadits

Muhammad Ihsom. “Makna Hadits ‘Bekerjalah untuk Duniamu seolah Kauhidup


Selamanya”, 2020,https://islam.nu.or.id/post/read/122105/makna-hadits--
bekerjalah-untuk-duniamu-seolah-kauhidup-selamanya-. (dilihat 18 Oktober
2020)

Muhammad Syaifudin Hakim. “Parenting Islami (51): Nafkah untuk Istri dan
Anak-anak”.2019.https://muslimah.or.id/11119-parenting-islami-51nafkah-untuk-
istri-dan-anak-anak.html (dilihat 18 oktober 2020)

Muhamad Abduh Tuasikal. “6 Keutamaan Mencari Nafkah”. 2012.


https://rumaysho.com/2262-6-keutamaan-mencari-nafkah-bagi-suami.html
(dilihat 19 oktober 2020)

Abdullah Taslim, “Menafkahi Keluarga Itu Berpahala”. 2014.


https://konsultasisyariah.com/23815-menafkahi-keluarga-itu-berpahala.html

13

Anda mungkin juga menyukai